Banyak penelitian yg mengungkapkan bahwa kualitas hidup rakyat perkotaan lebih rendah berdasarkan rakyat perdesaan. Pertambahan penduduk yg sangat tinggi pada kota seringkalimelampaui kemampuan daya dukung lingkungannya, sehingga berimbas pada kualitas hayati insan yang semakin rendah. Semakin meningkat jumlah populasi maka semakin poly asal daya alam yang digunakan buat memenuhi kebutuhan jua semakin poly limbah yang dihasilkan. Pada tahun 1990, hanya 14 persen menurut penduduk global yg tinggal pada kota akbar. Tahun 2008, penduduk yang tinggal pada kota semakin tinggi menjadi 50 persen. PBB memperkirakan jumlah penduduk dunia yang tinggal pada kota akbar akan semakin tinggi sebagai 70 %. Hal ini menyebabkan aneka macam
perseteruan sosial, ekonomi, keamanan, kesejahteraan, ketersediaan huma, air higienis, kebutuhan pangan, dan dapat berdampak dalam kerusakan lingkungan dan kesehatan warganya.
Kepadatan penduduk mendorong peningkatan kebutuhan akan lahan permukiman, alat transportasi, dan kawasan industri yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) sehingga mengakibatkan kadar CO2 dan CO di udara semakin tinggi. Udara kota yang kurang sehat karena polusi kendaraan bermotor dan industri akan menurunkan kualitas kesehatan warganya. Polusi di perkotaan mempengaruhi kesehatan manusia sejak masih di dalam kandungan. Ibu hamil yang terpapar polutan akan menurunkannya pada janin yang dikandung sehingga rentan terhadap penyakit. Misalnya polutan yang bernama Xenoestrogen, dialirkan ke dalam darah bayi sehingga para anak yang tinggal di kota-kota besar sudah terkena polusi sejak di dalam kandungan. Zat ini banyak ditemukan pada asap kendaraan bermotor maupun asap pabrik yang berakibat dapat memicu obesitas, hiperaktif, pubertas dini, masalah kesuburan, kanker payudara, kanker paru-paru, dan kanker prostat. Selain itu, ibu yang tinggal di daerah perkotaan ditemukan melahirkan bayi yang lebih sensitif terhadap alergi dibanding bayi yang lahir dari ibu di daerah perdesaan.
Hal lainyang nir kalah krusial menurut efek hayati pada perkotaan merupakan perkara kesehatan psikologis. Warga kota cenderung dilanda stres lantaran tekanan pekerjaan pada tempat kerja belum lagi kesibukan yang tinggi menyebabkan aktivitas rekreasi berkurang. Sebuah penelitian memberitahuakn bahwa bayi yang lahir dan tumbuh pada kota besar berpotensi menghadapi aneka macam perkara kesehatan, baik secara fisik maupun mental yang berfokus. Dr. Glyn Lewis berdasarkan Institute of Psychiatry pada London, menjelaskan bahwa penyakit otak misalnya Skizofrenia terjadi dua kali lebih tinggi terhadap laki-laki yg lahir & dibesarkan di area perkotaan. Masyarakat perkotaan jua memiliki resiko 39 persen lebih besar merasakan depresi dan gangguan bipolar, serta 21 persen menaikkan rasa panik dan fobia berlebihan. Wanita muda yg tumbuh di perkotaan jua mempunyai resiko 5 kali lebih besar terkena kasus gangguan makan misalnya bulimia.
Masalah fisik dan psikis yang sering dialami masyarakat di perkotaan saat ini sebenarnya dapat dikurangi dengan cara memberdayakan ruang-ruang publik terutama Ruang Terbuka Hijau sebagai pusat kegiatan warga di waktu senggang. Baru-baru ini Kota Bandung tengah heboh dengan renovasi beberapa taman sebagai area publik. Sebut saja Taman Lansia, Taman Pustaka Bunga, Taman Fotografi dan yang paling banyak dibicarakan khalayak yaitu Taman Jomblo. Mengapa pemerintah Kota Bandung menganggap bahwa taman merupakan hal yang strategis perlu segera dibenahi? Karena selain untuk memenuhi amanat Undang-Undang yang mengharuskan luas Ruang Terbuka Hijau minimal 30%,juga untuk memenuhi aspek kesehatan fisik dan psikologis warga kota. Taman kota diharapkan menjadi replika kecil dari hutan alam, banyak flora dan fauna yang juga bisa hidup di sebuah taman. Kita tahu bahwa pohon bisa menghasilkan oksigen dan menyimpan cadangan air. Hal ini sangat berguna untuk mencegah banjir saat musim hujan atau kekeringan saat musim kemarau. Selain itu, hewan-hewan yang hidup di dalamnya menjagakeanekaragaman hayati di perkotaan dan berfungsi sebagai penyeimbang alam.
Dengan banyaknya area-area publik yg mampu menggunakan gampang diakses setiap ketika, dibutuhkan semakin poly orang yang beraktivitas dan berekreasi sekadar buat melepas ketegangan menurut penatnya rutinitas sehari-hari. Kegiatan rekreasi terbukti efektif buat mencegah dan mengurangi gejala stres atau depresi. Seseorang yang berkunjung ke taman kota akan dapat merasakan banyak sekali manfaat sekaligus, mulai dari mencicipi udara higienis hingga bersosialisasi dengan masyarakat kota lainnya. Menghidupkan pulang taman kota menjadi pusat kegiatan warga secara nir eksklusif akan berkontribusi dalam perkembangan komunitas & gerakan anak muda.
Foto : Dokumentasi kegiatan Hari Belajar Anak yg diselenggarakan sang Kail, pada rangka memeriahkan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Agustus 2013 |
Di Bandung, saat ini masih ada sejumlah komunitas yg seringkali melakukan kegiatan pada taman kota diantaranya : Komunitas Aleut, Komunitas Bandung Berkebun, Komunitas Taman Kota, Komunitas Sahabat Kota, Komunitas Fotografi, & lain-lain. Mereka sadar akan pentingnya taman kota menjadi media perkembangan masyarakat, dengan atau tanpa campur tangan pemerintah. Kegiatan komunitas-komunitas ini difokuskan pada pengembangan kualitas insan, baik melalui program-acara bersifat intelektual, sosial & lingkungan.
Galih Sedayu, seorang penggagas komunitas fotografi di Bandung, menuturkan bahwa komunitasnya rutin berkegiatan minimal tiga kali dalam seminggu di Taman Cempaka untuk menggelar kelas fotografi, workshop, diskusi dansarasehan. Bahkan dengan keluarga pun, Kang Galih (begitu biasanya saya menyapa) sering melakukan kegiatan sarapan bersama. Dengan adanya fasilitas internet yang mendukung kegiatan belajar serta public furniture yang eye catching, menarik banyak warga datang ke taman untuk sekadar berkumpul, bermain atau melakukan kegiatan edukasi. Menurutnya, fungsi sosial sebuah taman kota saat ini semakin terlihat jelas.
Foto dari blog langsung Galih Sedayu: http://fotografius.Wordpress.Com/pembicara-fotografi/ |
Untuk mendukung kegiatan warga di taman kota, diperlukan sarana dan prasarana yang mendukung antara lain toilet umum, tempat sampah, mushola, dan lain-lain. Sayangnya perawatan fasilitas publik di Bandung sangat mengecewakan seiring kurangnya kesadaran dan rasa memiliki dari para warganya. Di Taman Lansia sendiri, saya melihat banyak sekali sampah berserakan dan toilet umum yang kurang terawat dengan baik. Dalam hal ini, fungsi komunitas dan kelompok masyarakat sangat penting dalam menjaga keindahan dan fasilitas di taman kota.
Dampak renovasi taman juga dirasakan sangat menyenangkan dan sangat menguntungkan oleh Bu Tini, pendiri komunitas GSSI. Namun Bu Tini juga menyayangkan kondisi beberapa taman kota yang kurang terawat karena masalah sampah yang berserakan. Ibu rumah tangga yang aktif di pelbagai komunitas di Bandung ini, hampir bisa dipastikan berkunjung ke taman kota minimal seminggu sekali, berkeliling ke Taman Cempaka, Taman Pustaka Bunga, Taman Tongkeng, Taman Ganeca, dan lain-lain. Beliau merasakan dampak positif dari renovasi taman kota tematik terhadap perkembangan keluarga dan komunitasnya. Biasanya Bu Tini bersama anak-anaknya dan para relawan serta Kober (Kelompok Belajar) melakukan aktivasi taman dengan membawa roda baca, bermain bersama sampai rapat sembari ber-potluck. Peran komunitas seperti inilah yang diharapkan juga mendukung perawatan taman-taman kota.
Beberapa waktu ke belakang, sekelompok anak muda berpartisipasi dalam merenovasi taman Musik di Jalan Belitung dengan mendesain,mengecat, dan membersihkan sendiri taman. Mekanisme seperti ini secara otomatis akan menimbulkan rasa memiliki di antara pengguna fasilitas publik tersebut. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian tanpa dukungan dan peran serta warganya. Selain itu, pihak swasta pun dilibatkan dalam pendanaan pembangunan fasilitas di taman kota melalui alokasi dana CSR-nya. Sudah selayaknyalah semua pihak saling bekerjasama dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat di perkotaan. Kita mendapat manfaat dari adanya taman kota, maka kita sendiri yang perlu menjaga keberlanjutannya.