Tampilkan postingan dengan label Proaktif-Online April 2018. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Proaktif-Online April 2018. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 Mei 2020

[PROFIL] TRADISI PANGAN DI GIRIMULYA : MASA LALU DAN MASA KINI

Oleh : Diah Widuretno

Indonesia punya keragaman kondisi alam & geografis, hal ini mensugesti prosedur pertahanan hidup di tiap wilayah, memunculkan keragaman tradisi pangan di Indonesia. Tradisi pangan dibangun selaras perkembangan budaya manusia pada suatu loka atau komunitas, bertahan dari satu generasi ke generasi berikutnya, bahkan sampai ratusan tahun. Karakter yg paling umum dijumpai berdasarkan tradisi pangan itu merupakan mencukupkan, selaras kondisi alam setempat, & lestari. Tiga hal itu umumnya hadir pada tiap tradisi pangan lantaran menyangkut kehidupan mereka secara jangka panjang, hingga anak dan cucu.

Sekilas Girimulya

Desa Girimulya, Panggang, Kab Gunungkidul masuk ke area Zona Selatan, disebut wilayah pengembangan Gunung Seribu (Duizon gebergton atau Zuider gebergton), dengan ketinggian 0 m - 300m dpl dan merupakan kawasan karst. Karst adalah suatu wilayah kering, yang tidak subur/gersang dan berbatu-batu. Perbukitan karst yang mendominasi wilayah ini, selain membuat lahan kurang subur juga membuat masyarakat  tidak mungkin membuat sumur sebagai penyelia kebutuhan air sehari-hari. Warga sangat mengandalkan air hujan untuk kehidupan mereka. Setiap atap rumah penduduk telah dilengkapi dengan sarana penangkap air hujan dan bak penampungnya. Sehingga saat musim hujan, air yang jatuh bisa ditampung dalam bak penampungan. Tiap rumah memiliki bak penampungan. Rata-rata minimal setiap bak bisa menampung 10.000 liter air. Pada musim hujan persedian air bisa melimpah. Hujan menyirami kebun, menghidupkan tanaman, memberi minum ternak, menghijaukan pohon jati. Selama musim hujan, stok air menjadi aman. Hujan adalah berkah. Keadaan bisa berbalik saat musim kemarau, saat tampungan  air habis, harus membeli air untuk makan, cuci, kakus (MCK), minum ternak dan kadang menyirami kebun. Saat kemarau, air menjadi barang berharga.

Mata pencaharian utama di Girimulya-Panggang adalah bertani. Proses bertani berkaitan erat dengan kelangsungan hidup anggota keluarga. Secara turun temurun mereka mempraktekkan kegiatan bertani sebagai upaya mencukupkan kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga sepanjang tahun. Warisan budaya subsisten tersebut, yaitu menanam tanaman yang dimakan. Maka, yang diutamakan untuk ditanam adalah semua bahan pangan pokok, sayuran dan kacang-kacangan. Sistem bertani yang diterapkan harus beradaptasi dengan kondisi tanah berbatu, keterbatasan air dan ketiadaan sistem irigasi. Dalam hal ini sistem yang diterapkan oleh masyarakat Girimulya adalah sistem pertanian tadah hujan. Oleh karena itu, kegiatan menanam hanya dilakukan di musim hujan, yaitu pada bulan Oktober – Maret.

Tradisi Pangan pada Girimulya Sebelum 1970-an

Cara Bertani dan Pengolahan huma

Karena sadar hanya bisa menanam sekali dalam setahun, maka masyarakat Girimulya memiliki cara supaya kebutuhan pangan selama setahun tercukupi. Cara ini diwariskan dari satu dari satu generasi ke generasi berikutnya, sejak mereka berada dan menetap disini, diperkirakan sejak 180-an tahun lalu. Perencanaan pangan dilakukan sejak sebelum tanam hingga pengaturan  hasil panen.

Masa-masa sebelum tahun 1970-an pengolahan lahan dilakukan secara alamiah dan tradisional. Dalam budidaya bertani, mereka menanam jenis-jenis tanaman yang mampu adaptif dan berhasil baik (produktif) di lahan kering, mereka juga menanam secara polikultur, yaitu menanam beragam tanaman, sebagai bentuk antisipasi jika satu jenis tanaman tidak membawa hasil, masih bisa berharap pada jenis tanaman yang lain.

Tanaman Pokok yang Biasanya Ditanam Era Sebelum  1970 :

-Singkong (Manihot esculenta), ada sekitar 16 jenis varietas singkong yang dimiliki dan biasa ditanam di lokal Dusun wintoas, Girimulya. Singkong menjadi tanaman yang paling banyak ditanam karena sangat adaptif dan cocok dengan kondisi alam dan tanah di Girimulya. Karena paling banyak dihasilkan sendiri, singkong yang diolah menjadi nasi thiwul menjadi pangan pokok utama.

-Padi (Oryza sativa), ada sekitar 10 jenis varietas padi local, yang biasa disebut ‘Pari Ageng’ yang dimiliki di Dusun Wintaos, rata-rata 1-2 varietas padi ditanam oleh tiap keluarga. Usia pari ageng tersebut 6-7 bulan baru bisa dipanen. Hasil panen pari ageng relative sedikit, tidak sebanyak growol/ singkong yang digaplek. Pari ageng tergolong pangan mewah. Sehingga nasi padi pari ageng hanya dikonsumsi saat hari-hari besar, atau dikonsumsi harian tapi jumlahnya dibatasi atau dalam porsi yang sangat sedikit.

-Jagung (Zea mays) jagung (local) putih dan ungu. Jagung local selalu ditanam tiap keluarga karena jagung menjadi salah satu tanaman pokok utama setelah singkong dan padi. Biasanya jagung diolah menjadi beras jagung yang disebut bledak, yaitu jagung yang ditutu supaya pecah dan lebih lembut.

-Jali-jali (Coix lacrima-jobi), bagi masyarakat menanam jail-jali sangat mudah, karena tidak butuh perawatan intensif. Jali banyak dimanfaatkan sebagai cadangan pangan. Selain diolah menjadi nasi, jali bisa diolah juga menjadi jadah. Jali biasa ditanam di pinggir-pinggir lahan, tubuhnya tinggi hingga 3m.

-Canthel/Sorghum (Sorghum bicolor), ada beberapa jenis chantel yang biasa ditanam yaitu, putih, merah dan kehitaman. Shorghum rutin ditanam dan menjadi salah satu pangan cadangan. Shorgum dikonsumsi dalam bentuk nasi ataupun jadah. Shorghum yang paling enak saat itu adalah shorghum hitam.

- Jawut /Jewawut (Setaria italic), jewawut adalah tanaman serealia yang relative paling mudah tumbuh tanpa perawatan yang intens. Bagi masyarakat, jewawut juga dianggap pengusir tikus, karena konon tikus-tikus takut pada jewawut. Jewawut biasa diolah menjadi nasi maupun jadah.

Menjelang mongso labuh (musim penghujan) masyarakat Girimulya bersiap mengolah lahan mereka dengan menyebarkan pupuk kandang ke permukaan tanah, dilanjutkan dengan pencangkulan agar pupuk kandang bercampur dengan tanah. Setelah itu, lahan didiamkan sampai hujan pertama turun. Pada saat itu, kondisi tanah relatif gembur dan mudah diolah.

Riyin niku nandur pari ageng, jagung, telo, chantel, jali, jawut, ketan, nandure campur lan semrawut, dereng enten larik-larikan, tapi biasane jali niku teng pinggir. Coro nandur campur teng lahan niku pun turun temurun wiwit mbiyen, seumuran wong tani teng mriki. Nandur campur niku kulo mangartosi simbok bapak kulo sampun ngoten niku, malah luwih semrawut..

(Dulu itu nanam padi, jagung, sorghum, jali, jawut, ketan, nandure campur dan semrawut, belum ada pengaturan larikan, tapi biasanya Jali itu di pinggir. Cara nanam campur di lahan itu sudah turun temurun sejak dulu, seumuran orang bertani disini. Nanam campur itu saya tahu dari ibu dan bapak saya,  mereka nanam sudah seperti itu, saat itu malah lebih semrawut..) (Ibu Tuparsi, Lahir 1968)

 Semua jenis benih yang ditanam tidak perlu dibeli, karena dari hasil panen, akan dipilih benih yang paling bagus untuk ditanam di musim tanam yang akan datang. Begitu pula dengan pupuk, pupuk sepenuhnya didapat dari kotoran ternak, pupuk kandang.

Hasil panen ingkang paling sae sebagean disimpen kangge winih labuhan tahun ngajeng… “ (Hasil panen yang paling bagus sebagian disimpan untuk benih masa tanam tahun berikutnya (Ibu Supinah, Lahir 1949)

Dalam proses menanam, semua jenis tanaman pokok ditanam dengan cara campur di lahan yang sama, tidak dibuat larik-larik dan pembedaan antar jenis. Saat mau menanam,  benih-benih  yang mau ditanam, yaitu benih pari, sorghum, jagung dan jawut dicampur dan diaduk dalam wadah. Setelah bercampur, di hari yang sudah dipilih, benih-benih itu disebar merata ke seluruh permukaan lahan. Benih-benih yang bagus akan tumbuh, tidak peduli jenis apa, dia akan berkecambah dan tumbuh dan berkembang di tanah di mana dia dijatuhkan. Proses selanjutnya adalah merawat tumbuhan, membersihkan rumput pengganggu dengan cara manual, mencabuti rumput yang sering disebut ndangir, dilakukan secara berkala.

Kebun dan cara pengolahan polikultur yang dilakukan oleh masyarakat Girimulya

Sumber foto : dokumen pribadi

Meskipun semua benih ditanam pada saat yang bersamaan, tapi tiap jenis flora punya usia panen sendiri, sehingga ketika panen berbeda. Padi dipanen di akhir bulan April, jagung dipanen pada bulan Maret, jali pada bulan April, jawut hampir sama dengan jali, singkong dipanen di bulan Agustus.

Beragam jenis sayuran ditanam di setiap tepi lahan, baik yang tegak seperti daun singkong, telo gandhul (papaya), kenikir, kelor, melinjo, turi, nangka, jenis-jenis yang merambat seperti cipir, labu, maupun yang digunakan untuk tanaman pagar seperti katuk, dll. Jika diidentifikasi, total ada lebih dari 60-an jenis sayuran yang biasa ditanam, termasuk kacang-kacangan dan koro-koroan. Koro dan kacang-kacangan paling banyak tumbuh di lahan, karena sangat mudah perawatan dan tumbuhnya. Saat musim hujan, semua jenis sayuran tumbuh subur. Namun, memasuki musim kemarau, tidak semua jenis sayur bertahan.

Mana j emen PanganTradisional

Menanam beragam tanaman pokok merupakan salah satu cara pengaturan dan antisipasi pemenuhan kebutuhan pangan setahu. Jika beragam yang ditanam, ada salah satu jenis yang gagal panen, masih bisa berharap pada jenis tanaman yang lain, karena setiap jenis memiliki sifat dan pertahanan yang berbeda. Menanam beragam tanaman juga menjadi upaya mengoptimalkan sehingga tiada lahan yang menganggur.

Nandur macem-macem niku kan yen pari ne lan jagung mboten kasil, taksih enten pengarep jawut, jali nopo telo ne teksih enten khasile…” (Menanam beragam tanaman itu kalau padi, jagung tidak berhasil, masih bisa berharap jawut, jali atau singkong ada hasilnya (bu Ngapiem, Lahir 1964)

Keragaman jenis tanaman membuat hasil panen yang beragam di waktu yang berbeda. Supaya stok hasil panen menjadi pangan yang cukup hingga musim panen tahun berikutnya, harus ada pengaturan konsumsinya.  Semua hasil panen disimpan dalam lumbung yang disebut p esucen, biasanya berupa satu ruangan yang dikhususkan untuk menyimpan hasil panen, semacam lumbung pangan.

Setiap akan memasak, mengambil secukupnya bahan makanan dari pesucen. Sehari-hari pangan utama adalah gaplek yang diolah dan dimasak menjadi thiwul. Saat makan semua anggota keluarga boleh mengambil nasi thiwul sepuasnya.. Saat panen padi (pari ageng), selain thiwul bisa mengonsumsi padi. Tapi nasi padi merupakan pangan mewah yang harus dihemat konsumsinya, selesai memasak nasi padi, para ibu rumah tangga langsung membaginya dalam porsi- porsi kecil disesuaikan dengan jumlah keluarga, atau mencarup (mencampur) nasi padi dengan nasi thiwul, tapi porsi nasi sangat sedikit sehingga hanya seperti bintik-bintik putih dalam nasi thiwul yang berwarna coklat.

Gaplek, adalah olahan dari singkong yang dikupas dan dikeringkan

Sumber foto : dokumen pribadi

Saat panen jagung, jagung juga dikonsumsi menjadi pangan pokok mendampingi thiwul, umumnya jagung ditutu supaya menjadi butiran yang lebih kecil dan lembut. Proses nutu jagung dilakukan sesaat atau sebelum matahari terbit, sehingga bunyi gejog alu ke lumpang saat menumbuk jagung menjadi penanda jika hari telah pagi. Jagung yang ditutu menjadi bledak kemudian dimasak menjadi nasi bledak. Jika panen jagung sedang bagus, sementara stok gaplek menipis, hari-hari makan pokok diganti dengan nasi bledak. Sebaliknya jika stok gaplek melimpah, memasak bledak harus dihemat.

Saat persediaan beras padi ataupun jagung menipis, makan pokok hanya bergantung pada thiwul. Jali, jawut dan chantel juga menjadi makanan pokok pendamping nasi thiwul, menjadi makanan pokok yang mengenyangkan. Jali, jawut, chantel juga menjadi pangan cadangan, seandainya stok gaplek, padi dan jagung habis atau mulai menipis. Mereka sangat ketat mengatur urusan manajemen pangan itu. Harus disiplin dan pintar. Semua hasil panen dari kebun harus menjamin kelangsungan hidup tahun ini. Kelalaian mengatur pangan dampaknya sangat nyata dan jelas, kehabisan bahan pangan dan menjadi kelaparan!

Tak hanya pangan pokok yang disimpan di pesucen, panenan kacang-kacangan, koro dan sayuran dalam kondisi kering juga disimpan, untuk antisipasi mongso ketigo (musim kemarau). Kacang tanah, kacang tholo, kacang gudhe, koro sayur, botor (isi cipir). Kacang-kacangan dan koro-koroan sebagai sumber protein nabati, selain digunakan sebagai olahan sayur, juga difermentasi menjadi tempe. Rata-rata tiap perempuan , saat itu, memiliki kemampuan mengolah dan memfermentasi tempe dari beragam kacang-kacangan yang dimiliki, tempe koro, tempe cipir, tempe botor, tempe mlanding, tempe. Beberapa perempuan juga memiliki keterampilan mengeringkan beragam jenis sayuran.

Mongso rendeng kathah janganan, kangge jogo-jogo mongso ketigo, simbok mepe godong telo, dhong sambi, dhong kates, kulite benguk dipepe nganti garing, yen wis garing disimpen ning kasang. Pas mongso ketigo simpenan sayuran iku iso diuyahi, dibumboni diolah dadi jangan oseng-oseng  (Musim hujan banyak sayuran, untuk jaga-jaga di musim kemarau, simbok jemur daun singkong, daun sambi, daun papaya, kulit benguk yang dijemur sampai kering, kalau sudah kering disimpan dalam kasang (karung hasil tenunan). Pada waktu musim kemarau, simpanan itu bisa digarami, dibumbuin, diolah menjadi oseng-oseng) (Ibu Supinah, Lahir 1949)

Selain semua kebutuhan pangan ditanam sendiri baik itu makanan pokok, sayuran, bumbon, empon empon, pengaturan pangan dari hasil panen juga sangat penting. Jika pengaturan pangan dilakukan secara cermat dan teliti, stok hasil panen akan mampu mencukupi kebutuhan pangan hingga musim panen tahun berikutnya, bahkan jika pintar dan hemat dalam pengaturan hingga musim panen berikutnya masih punya sisa stok pangan !

Yah kateniku kabeh bahan panganan ditandur, pangan pokok, janganan, bumbon, mpon-mpon, kabeh ditandur dhewe. Sing ditumbas niku mung gulo, uyah, gerih, blonjone ning Pasar Wage.Saben masak, sing mendet bahan panganan kedah Bapak utawa simbok,  mboten saget sembarangan tiyang mlebet pesucen, sedoyo panenan kedah diwet-wet, diatur kersane cekap ngantos panen tahun ngajeng.  (Saat itu semua bahan pangan ditanam sendiri, pangan pokok, sayuran, bumbu dapur, mpon-mpon, semua ditanam sendiri. Yang dibeli itu hanya gula, garam, ikan asin, belaja di Pasar Wage. Setiap memasak, yang mengambil bahan pangan harus bapak atau simbok, tidak bisa sembarangan orang bisa masuk pesucen, semua panenan harus dihemat, diatur pengunaannya biar cukup sampai panen tahun depan (Ibu Tuparsi, Lahir 1968)

Ket e rampilan Bertani dan Regener a si Tani

Bertani dengan cara tradisional, membutuhkan keterampilan bertani yang cukup. Selain keterampilan teknis, juga keterampilan dan kemampuan membaca tanda-tanda alam, seperti pranoto mongso dan keterkaitan antar makhluk hidup lain dengan apa yang kita tanam. Setiap wilayah umumnya memiliki dan melahirkan pengetahuan dan kearifan lokal dalam proses bertani.

Pengetahuan dan keterampilan ini diwariskan dari satu generasi ke gerasi berikutnya. Masa sebelum tahun 1970an, kondisi sosial budaya sangat berbeda dengan kondisi saat ini, di masa itu, semua anak dan remaja terlibat dalam kegiatan di lahan. Anak-anak saat itu, tidak punya alternatif pilihan kegiatan lain selain bertani. Setiap anak diberikan peranan dan tanggungjawab pekerjaan berkaitan dengan ladang dan pemeliharaan hewan ternak. Mereka belajar langsung dari proses dan tanggungjawab yang dibebankan kepada mereka. Interaksi yang intens dengan tanaman, binatang, lahan membangun keterikaitan dan hubungan emosianal dengan dunia tani dan lahan.

“Aku diajak negal wiwit mlebu SR (Sekolah Rakyat), sekitar umur 9 tahun, jaman semono, bali sekolah jam 11, rampung mangan lan leren sedhelo, saben awan wis di kon mangkat negal, bendino nggendong rabuk garing sing diwadahi kasang, mlaku ngasi tekan tegal, njur nyebar rabuk. Rampung ngewangi simbok-bapak, aku sore bali, aku isih nyangking kayu gawe masak…(Aku diajak bekerja di ladang sejak masuk SR, sekitar umur 9 tahun, jaman itu, pulang sekolah jam 11, setelah makan dan istirahat sebentar, setiap siang aku disuruh berangkat ke tegal, setiap hari nggendhong pupuk kandang kering yang diwadahi kasang, berjalan sampai tegalan, lalu menyebar rabuk. Selesai bantu simbok-bapak, aku sore pulang, aku masih sambil membawa kayu untuk bahan bakar memasak…(Ibu Supinah, Lahir 1949)

Penanda Perubahan di tahun 1970-1980an

Fenomena Revolusi Hijau  di Girimulya

Sekitar tahun 1966, ketika periode Pemerintah Orde Baru dimulai, Suharto meletakkan kebijakan pertanian menjadi kebijakan utama kedua setelah kebijakan pemulihan ekonomi. Kebijakan pertanian yang diterapkan adalah kebijakan peningkatan produktivitas. Pada saat yang bersamaan di dunia tengah muncul upaya pengembangan Revolusi Hijau untuk peningkatan produksi pangan. Revolusi hijau dalam program BIMAS, mulai diterapkan di Gunungkidul di awal 1970an.

Bagi masyarakat Panggang, khususnya di Desa Girimulya, program ini mulai dikenal dengan istilah OPSUS sekitar tahun 1979-1980an. Dalam program OPSUS dipilih beberapa perwakilan dan tokoh masyarakat untuk menerima pelatihan Panca Usaha tani dan teknik bertani intensif. Mereka yang terpilih menerima pembelajaran tentang budidaya tani yang lebih ‘modern’ dengan menggunaan bibit unggul (saat itu benih yang diperkenalkan adalah IR36), penggunaan pupuk kimia, (urea), dan penggunaan obat kimia untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman.

Sebagai perkenalan saat itu bibit unggul dan urea dibagikan gratis pada peserta pelatihan dan yang berminat mencoba. Pengetahuan ‘baru’ ini dengan cepat menyebar dan ditularkan ke hampir semua anggota masyarakat, terutama tentang penggunaan bibit unggul, sebagai ‘jawaban dan alternatif’ atas jenis-jenis Pari Ageng yang terserang hama.  Selain itu, keberadaan bibit unggul yang berusia pendek, 3-4 bulan, lambat laun, menggeser Pari Ageng, yang berusia lebih lama (5-6 bulan). Benih unggul mulai ditanami masyarakat, sementara benih Pari ageng, sekitar 10 varietas mulai menghilang, karena masyarakat Girimulya sudah tidak pernah menanamnya. Tahun 1985, jagung hibrida mulai hadir di Wintaos, Girimulya. Jagung hibrida ini, dengan cepat menggeser dan menggusur jagung ungu dan jagung putih yang dulunya menjadi tanaman wajib dan biasa ditanam.

Program Opsus tersebut dirasa ‘berhasil’ dengan membawa keberhasilan panen padi dengan hasil yang sangat baik. Program intensifikasi dirasa menjadi jawaban atas persoalan pangan. Hasil panen padi bibit unggul sangat baik sehingga mereka bisa memakan beras dengan porsi lebih banyak dari sebelumnya saat menanam Pari Ageng .

Penananaman Jati

Kebebasan penanaman Jati pada Gunungkidul, kurang lebih tahun 1970an, mendorong warga menanami bukit bukit (menthuk-menthuk) dengan tumbuhan jati dan kayu lainnya. Sebelum ditanami jati dan flora keras lainnya, menthuk-menthuk itu sebagian ditanami singkong & flora pangan lainnya. Penanaman Jati dan tanaman kayu menaruh naungan, pencegahan erosi, dan menghijaukan Gunungkidul. Jati & tanaman kayu lain, adalah penghasilan tambahan dan menjadi tabungan/investasi menahun bagi warga , akan tetapi di sisi lain kondisi ini menciptakan luasan areal penanam singkong dan tanaman pangan lain berkurang, lantaran harus berbagi menggunakan flora kayu dan jati.

Kebijakan Pangan yg Diskriminatif Terhadap Pangan Pokok Non Beras

Pemerintah Orde Baru menargetkan pencapaian swasembada pangan, dalam hal ini beras. Produksi beras didongkrak di mana-mana. Pemerintah membangun image beras sebagai pangan yang lebih ningrat dan bermartabat dibandingkan thiwul. Meskipun Gunungkidul sudah mampu subsisten dengan nasi thiwul, tapi pemerintah belum mengkategorikan sebagai daerah yang mampu berswasembada pangan, karena belum berswasembada beras. Pada periode Orde Baru tersebut, setiap bulan Desa Girimulya mendapat jatah beras bantuan dan beras raskin, yang dibagikan merata ke semua penduduk.

Tantangan  Tradisi Pangan di Girimulya Saat Ini

Bergesernya Pangan Pokok, dari Thiwul ke Beras

Ada banyak perubahan di Girimulya terkait kondisi tradisi pangan kini. Jika dimasa sebelum era 1970an, pangan pokok harian adalah Nasi Thiwul, dan nasi beras hanya dimakan dalam porsi kecil, terutama hanya dimakan saat hari istimewa, nasi beras merupakan pangan mewah. Saat ini ada kecenderungan pangan pokok harian semakin bergeser pada nasi beras, meskipun tetap tidak bisa sepenuhnya meninggalkan thiwul. Bagi para sesepuh yang dulunya terbiasa mengonsumsi thiwul, hingga kini mereka tidak bisa benar benar meninggalkan thiwul. Namun kalangan muda mulai kini hampir semua beralih ke beras.

Thiwul ayu, kudapan tradisional masyarakat Girimulya

Sumber foto : dokumen pribadi

Meskipun pangan utama semakin bergeser ke beras, proses & membuat gaplek, masih terus dilakukan oleh seluruh keluarga. Singkong masih menjadi galat satu tumbuhan primer yang ditanam di ladang. Setelah panen singkong, para petani langsung mengupas & menjemur singkong hingga kemarau. Kulit singkong buat makan ternak. Setelah singkong kemarau, dimasukkan dalam karung, dibawa pergi ke rumah. Kini, umum menjual gaplek buat membeli beras. Gaplek kemarau menjadi galat satu output panen yang bisa diuangkan, buat penghasilan & asal uang kas bagi famili.

Perubahan pola pangan yang lain, juga dialami jagung.  Tahun 1982an, jagung hibrida mulai masuk, perlahan tapi pasti menggantikan jenis jagung putih dan ungu (jagung lokal) yang biasa ditanam sebelumnya. Seiring pergantian jenis jagung yang ditanam, serta pergeseran pangan pokok ke beras, membuat sego bledak semakin langka. Saat ini, bledak nyaris tidak dijumpai sebagai pangan pokok di rumah-rumah yang dulunya setiap pagi di musim panen jagung terdengar gejogan alu lumpang.

Erosi Genetik, Hilangnya Biodiversitas

Dari hasil Identifikasi sejauh ini, ada 10 varietas bibit padi lokal telah punah karena tergusur dan tergantikan bibit unggul. Karena lebih dari 3 dekade, tidak pernah lagi ditanam. Bibit Singkong, dari hasil identifikasi, sebelum tahun 80an ada sekitar 16 jenis yang biasa ditanam di desa ini. Tapi selanjutnya, karena yang biasa ditanam hanyalah jenis jenis singkong yang disukai, sehingga saat ini hanya tinggal 8 varietas yang mudah ditemui, selebihnya jenis jenis yang lain sudah sangat sulit dijumpai, mungkin juga sudah punah. Demikian pula denganJagung putih dan ungu yang keberadaannya digeser oleh jagung hibrida. Sejak jarang ditanam, jagung ungu kini kemungkinan sudah hilang/punah, sedangkan jagung putih karena sebagian kecil petani Girimulya masih menanamnya, maka masih bisa mendapatkan bibitnya. Sorghum yang warnanya kehitaman yang konon rasanya paling enak dan pulen,Sorghum putih dansorghum merah, saat ini mulai sulit untuk mendapatkan benihnya. Tak hanya jenis-jenis tumbuhan yang mengalami erosi genetik, jenis-jenis serangga, burung dan beberapa jenis hewan lain, termasuk yang dibutuhkan dalam pertanian, mulai menurun keragamannya. Penurunan jenis serangga dan burung ini selain karena dampak dari penggunaan pestisida, juga karena ramainya perburuan dengan senapan angin yang banyak dilakukan oleh para remaja dan pemuda desa.

Sorghum, jenis tanaman yang banyak ditanam oleh petani di Girimulya

Sumber foto : dokumen pribadi

Bertani di Tanah yg Kian Menjadi Keras

Banyak petani tua yang dengan semangat melukiskan dan membandingkan kondisi tanah dan lingkungan antara sebelum tahun 1970-an dengan kondisi saat ini.  Bahwa, sebelum tahun 1970-an kondisi tanah jauh lebih gembur dan mudah dicangkul dibanding dengan sekarang. Tanah yang mereka kelola saat ini kian menjadi keras, dan semakin keras membatu jika dicangkul dimusim kemarau. Keras adalah salah satu tanda fisik pada tanah-tanah yang mati. Tanah-tanah yang terpapar pupuk kimia dan obat-obatan anti serangga secara terus menerus, sejak 1982 telah sekarat dan mati. Saat tanah hanya tersentuh oleh pupuk kandang, tanpa racun, tanah akan kaya mikroba, serangga dan nematode, membuat tanah menjadi hidup. Urea, pestisida dan obat obatan kimia mematikan semua makhluk hidup di tanah tersebut, sehingga tak ada kehidupan dalam tanah itu. Pentingnya kehidupan dalam tanah, menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup segala makhkluk diatas tanah, termasuk manusia yang membutuhkan tumbuhan yang didukung oleh kehidupan dalam tanah.

Tradisi Subsisten Mulai Terancam

Budaya subsisten, yang diwariskan menurut generasi ke generasi, terancam terkikis, seiring semakin enggannya generasi muda menekuni global pertanian. Khususnya generasi belia yg terlahir diatas tahun 1995an, sekarang mulai jarang yg bersedia menekuni dunia tani. Anak-anak muda kini lebih menentukan & berminat bekerja di kota, menjadi buruh diberagam pabrik dan industry. Ketika dunia tani mulai ditinggalkan, merupakan budaya subsisten jua mulai tergerus.

Kehilangan Pengetahuan dan Ket e rampilan Bertani

Keengganan bertani, membuat anak-anak muda generasi masa kini enggan mempelajari ilmu pengetahuan dan keterampilan terkait dunia tani. Dalam proses bertani tentu butuh  keetrampilan dan pengetahuan terkait budidaya, mengurus lahan, mengurus ternak, dan membaca pran a t a  mangsa. Sebagian ilmu bertani bersumber dari pengetahuan lokal dan tradisi yang diwariskan turun temurun. P ran a t a  m a ngs a dan tanda-tanda alam merupakan pengetahuan lokal yang berkembang seiring budaya bertani yang tumbuh bersama masyarakat. Jika budaya bertani sudah menjadi masa lalu, tentu menjadi kehilangan besar bagi komunitas masyarakat tersebut, karena hilangnya pengetahuan lokal mereka.

Pola Pemenuhan Kebutuhan Pangan Berganti, Beli Beras dari Hasil Kerja (Buruh)

Generasi belia sekarang semakin meninggalkan global tani, memilih menjadi buruh di kota. Situasi tadi membuat sekarang hanya orang-orang tua yg melanjutkan kerja-kerja tani. Jika telah tidak ada yang bertani pada famili, otomatis pemenuhan kebutuhan pangan wajib dibeli. Membeli bahan pangan dari warung dan pasar, tradisi produsen berubah sebagai konsumen.

Upaya Keluar menurut Persoalan

Perubahan sosial yang diikuti menggunakan duduk perkara-masalah pada masyarakat, dan perubahan & dilema lingkungan yang disebabkan, seolah olah sudah sebagai keniscayaan yang harus diterima, menjadi hal yg lumrah, sebagian akbar orang bahkan tidak menyadari dan tidak menganggap ini merupakan persoalan, apalagi terpikir buat menghadapi masalah itu. Tapi kebalikannya di lain sisi, selalu terdapat orang-orang yang gelisah dan menganggap hal ini menjadi persoalan berfokus. Meski lemah berdasarkan sisi kekuatan karena jumlah orang-orang yg sadar sangatlah mini . Tapi selalu terdapat harapan bagi yg telah memiliki kesadaran & mau melawan. Salah satu kelompok mini yg berusaha melawan itu adalah Sekolah Pagesangan yg berada di Dusun Wintaos, Desa Girimulya, Panggang-Gunungkidul. Upaya-upaya yg dijabarkan berikut ini, bukanlah upaya yang dirancang diatas kertas saja. Bukan juga sekedar tentang utopis. Upaya dan perlawanan berikut sudah dan sedang berjalan yg dilakukan Sekolah Pagesangan, berikut upaya-upaya itu :

Pemulihan Ekologi & Kesehatan Tanah

Tanah dipulihkan dengan pemberian mikroba dan material organic sebanyak yang bisa diberikan. Proses pemulihan dan penyembuhan tanah membutuhkan proses, kesadaran, ketekunan dan konsistensi. Tanah yang sehat memungkinkan untuk memenuhi nutrisi bagi segala tanaman yang ditumbuhkan diatasnya. Dari proses yang dilakukan Kelompok Tani SP menunjukkan, pengolahan dan cara bertani yang alami, dengan menggunakan bibit lokal, tanpa penggunaan pupuk kimia maupun pestisida telah terbukti tidak mengurangi hasil panen secara significant, hasil tetap bagus dan kondisi tanah semakin membaik dan lebih sehat.

Pemulihan Tanah, Selaras dengan Pemulihan Keberdayaan Petani

apabila dilakukan pemulihan tanah, bertani selaras alam, banyak yang bisa dihemat dan diperbaiki. Dengan penggunaan bibit lokal, tanah masih mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan cara-cara yang lebih alami. ?Memperkaya? Mikrob tanah sanggup dilakukan menggunakan menambahkan kompos, pupuk sangkar maupun dengan penambahan mikroorganisme lokal yg sanggup dibiakkan secara berdikari. Petani nir wajib bertani menggunakan modal akbar, bahkan sangat mungkin bertani tanpa kapital uang. Pertanian alami juga lambat laun mengembalikan ekuilibrium serangga & alam lebih kurang. Pengetahuan & ketrampilan bertani juga bisa dihidupkan & dikembangkan balik . Kembali bertani secara alami, atau menjadi petani tradisional sekaligus mengembalikan keberdayaan petani.

Melestarikan & Menguatkan Budaya Subsisten

Melalui perencanaan dan manajemen budidaya, akan dibuat strategi pembagian tanaman yang diperuntukkan untuk pemenuhan pangan keluarga selama setahun, termasuk pergiliran pangan pokok yang akan dilakukan sepanjang tahun. Pemenuhan pangan keluarga ini menjadi prioritas utama dari proses menanam. Selanjutnya di sisi lain, ada bagian tanaman yang diperuntukkan untuk penghasilan cash, guna pemenuhan kebutuhan yang lain. Ada juga bagian kebun yang digunakan sebagai tabungan untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang, misalnya untuk tanaman keras/kayu. Mempertahankan budaya subsisten bukan proses yang mudah karena banyak tantangannya, tapi bukan mustahil dilakukan.

Peningkatan Kesejahteraan

Untuk mempertinggi kesejahteraan,Untuk tumbuhan yang hasilnya sanggup dijual, usahakan nir dijual mentah, ditingkatkan nilai tambahnya menggunakan cara diolah sebagai bahan baku siap olah ataupun siap makan, misalnya buat singkong, nir hanya dijual pada bentuk gaplek kering, tapi singkong bisa diolah sebagai beragam bahan baku seperti thiwul instan, tepung mocaf, tepung cassava, ataupun siap santap misalnya criping singkong, nasi thiwul, tape, aneka olahan jajanan (klepon, kroket, thiwul ayu, dll). Selain itu, terus melakukan eksplorasi & penemuan jenis-jenis tanaman yang panennya bisa dikembangkan dan ditingkatkan nilai tambahnya, khususnya pada jenis-jenis tanaman yg massif & banyak dihasilkan namun selalu dijual pada bentuk mentah.

Nasi thiwul dan berbagai olahan hasil kebun di Girimulya

Sumber foto : dokumen pribadi

Berjejaring, Saling Berbagi Tugas & Peran

Dalam proses peningkatan nilai tambah hasil panen, akan lebih efektif jika dibentuk kelompok untuk mengorganisir semua kegiatan dan tahap-tahap pemrosesan. Karena tahap-tahap proses tidak mungkin dilakukan sendiri, perlu kerjasama dan bagi peran. Kerja dalam kelompok memungkinkan pembagian peran, misalnya kelompok tani berperan dalam penyedia segala bahan baku untuk produksi, sementara kelompok pengolah berperan meningkatkan nilai tambah, memproses bahan baku menjadi bahan siap pakai, dan ada bagian lain yang bertugas menjadi kelompok marketing. Dengan kerjasama ini semua akan mendapatkan manfaat. Supaya proses berjalan seperti yang diharapkan, dibutuhkan juga sistem yang adil dan transparan bagi semua komponen kelompok.

Melibatkan Generasi Muda

Proses menuju pengembangan wirausaha tani, sebaiknya melibatkan remaja dan anak-anak muda, untuk terlibat aktif baik dari sisi produksi maupun untuk pemasarannya. Anak-anak muda, bahkan yang kini sudah meninggalkan desa, dipanggil pulang untuk dilibatkan dalam bentuk-bentuk usaha tani di desa, dimulai dari mengelola kelompok usaha bersama untuk memproduksi produk berbasiskan hasil panen. Mereka sekaligus diajak berperan untuk membuka dan membangun jaringan pasar. Mengelola kelompok usaha bersama di desa menjadi alternatif pilihan kegiatan dan pekerjaan bagi anak muda, bahwa untuk bisa sejahtera tidak melulu harus ke kota dan meninggalkan desa. Sejahtera pun bisa dirintis dari desa.

Regenerasi Petani dan Wirausaha Tani

Regenerasi petani dan wirausaha tani harus dibangun sejak dari anak-anak, dengan mendekatkan desa, kebudayaan, tradisi pangan pada anak-anak melalui kegiatan dan proses pembelajaran. Jika di sekolah formal selama ini kurang memberikan ruang dan media yang memuat tentang tradisi dan budaya pangan setempat,  maka seharusnya para individu dan masyarakat mulai berani menginisiasi pembelajaran mandiri ataupun kelompok-kelompok belajar mandiri, yang memungkinkan anak-anak bisa belajar lebih dekat tentang desa, budaya tani dan pangannya. Jika sudah ada banyak media kegiatan dan pembelajaran Anak-anak, remaja, anak-anak muda di desa, rasanya masih ada harapan untuk regenerasi petani demi kehidupan di masa yang akan datang.

Jumat, 22 Mei 2020

[PROFIL] WARUNG SEHAT 1000 KEBUN

Oleh : Vania Febriyantie dan Raden Galih Raditya

What ?

Warung Sehat 1000Kebun (W1000K) merupakan warung yang menyediakan produk lokal dan sehat. Terbentuk dari pengejawantahan dan misi komunitas 1000Kebun. Komunitas 1000Kebun sendiri berdiri pada tanggal 2 Juni 2015. Komunitas ini memiliki beberapa misi di antaranya: Mensosialisasikan gaya hidup sehat dan memudahkan akses masyarakat ke produk-produk sehat dan ramah lingkungan. Dapat dikatakan bahwa W1000K adalah sebuah aksi nyata dari komunitas 1000Kebun untuk turut serta menyebarkan prinsip gaya hidup sehat, dan mendukung pertanian serta pembangunan berkelanjutan.

Prinsip gaya hidup sehat yg misalnya apa? Yaitu sebuah prinsip gaya hidup yg menjunjung tinggi kesehatan jasmani dan rohani, ramah lingkungan, berpandangan ekosentris (suatu pandangan yang selalu mempertimbangkan pengaruh lingkungan dari setiap perbuatannya baik lingkungan secara fisik, lingkungan, sosial & ekonomi pada sekitar kita).

Untuk menjalankan gaya hidup sehat dimulai dari pola makan sehat, yaitu suatu pola makan yang mengonsumsi makanan yang ditanam secara sehat, diproses dengan tidak  menimbulkan residu yang berbahaya bagi lingkungan dan diri kita. Makanan yang lebih sehat adalah makanan organik dan lokal, karena makanan organik adalah makanan yang diproduksi dan diolah berdasarkan empat prinsip organik yaitu:

1. Prinsip Kesehatan (Health)

2. Prinsip Lingkungan (Ecosytem)

3. Prinsip Keadilan (Fair)

4. Prinsip Konservasi (Care)

Makanan lokal adalah asal makanan yang segar & bernutrisi karena diproduksi secara lokal dan dekat menggunakan konsumen sehingga mengurangi ketika tempuh dari kebun menuju konsumen, hanya mengurangi sedikit nutrisi & bobot pada ketika sampai ke tangan konsumen.

Warung Sehat 1000Kebun merupakan bisnis sosial (sociopreneur) yaitu suatu konsep bisnis yang berorientasi kepada pemecahan permasalahan, menggunakan metode bisnis untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para petani organik lokal skala kecil, dan “green UMKM” lokal, menjunjung tinggi prinsip fair trade dan 4 prinsip organik.

When?

Warung Sehat 1000Kebun didirikan dalam tanggal 25 Desember 2017. Maka akhir Maret 2018 ini baru berusia tiga bulan sejak pembentukannya.

Where ?

Warung Sehat 1000Kebun berlokasi di Jl. Boling No. 26 Kecamatan Arcamanik, Kelurahan Sukamiskin Bandung Jawa Barat

Why ?

Warung Sehat 1000Kebun dibentuk karena kita ingin membantu para petani lokal, UMKM lokal, dan konsumen untuk mencari solusi atas permasalahan yang mereka hadapi yaitu :

1. Petani

a. Harga jual yang tidak adil

b. Akses pasar yang terbatas

c. Rantai distribusi atau supply chain yang terlalu panjang

d. Proses produksi yang kurang sehat

e. Akses ilmu pengetahuan terbatas

f. Manajemen usaha yang terbatas

2. UMKM lokal

a. Akses pasar terbatas

b. Belum banyak yang memiliki standarisasi produk

c. Kesadaran lingkungan masih rendah

d. Ketersediaan bahan baku sehat terbatas

e. Ketersediaan materi pendukung yang ramah lingkungan masih terbatas

f. Akses ilmu pengetahuan terbatas

g. Manajemen usaha terbatas

3. Konsumen

a. Akses pangan sehat terbatas

b. Akses pengetahuan tentang gaya hidup sehat terbatas (mengapa harus hidup sehat, bagaimana cara memulainya, dsb.)

With whom ?

Warung Sehat 1000Kebun didirikan oleh Tim Pengurus Komunitas 1000 Kebun, kolaborasi antara pemuda-pemudi Komunitas 1000 Kebun dan anggota senior di Komunitas 1000 Kebun serta  dibantu oleh sebuah NGO yang bernama PUPUK (Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil) suatu organisasi nirlaba yang berfokus pada pembinaan dan pengembangan UMKM serta penerapan teknologi hijau di UMKM.

H ow ?

1. Membuka ruang jual -beli yang interaktif bagi para petani lokal, UMKM lokal, dan konsumen.

Warung bertindak sebagai wadah bagi penghasil buat bisa memasarkan produknya secara langsung tanpa mediator, ataupun didampingi oleh suatu forum atau individu yg menjunjung tinggi 4 prinsip organik, sebagai akibatnya penghasil mampu merasakan keuntungan penuh atas output karyanya baik secara eksklusif maupun nir langsung.

2. Memposisikan warung sebagai knowledge center, community center, dan information center mengenai gaya hidup sehat bagi komunitas konsumen, komunitas  produsen, dan komunitas lokal yang ada di tempat warung tersebut. Kegiatannya melalui pengadaan acara-acara workshop, sharing, farmers market, dan urban farming . Melalui kegiatan-kegiatan ini para konsumen, produsen, dan komunitas lokal bisa mengembangkan produk dan pengetahuan mereka dengan mengikuti berbagai workshop, membangun jaringan antara produsen, konsumen, dan komunitas lokal dengan mengadakan kegiatan bersama, dan berbagi pengetahuan dengan para expertise yang ada di komunitas ataupun teman-teman komunitas yang memiliki visi dan misi yang sama. Intinya sebagai mana konsep warung sendiri sebagai sebuah bisnis sosial dimana tidak semata-mata keuntungan tetapi juga memberi dampak sosial (social impact) dan inilah yang akan menjadi indikator keberhasilan Warung Sehat 1000Kebun.

Jika berkunjung ke Warung Sehat 1000 Kebun(W1000K), pengunjung dapat membeli aneka produk olahan pangan yang sehat, juga produk segar seperti sayur organik ataupun buah bebas pestisida. W1000K juga terbuka untuk siapa saja yang  mau berdiskusi tentang berkebun dengan perlakuan organik dan hidup sehat.

W1000K juga mendukung pertanian dan pembangunan berkelanjutan.

W1000K sedang menuju toko yang ramah lingkungan dan zero waste. Pergerakannya dimulai saat merancang properti W1000K yang terbuat dari bahan-bahan bekas, seperti peti-peti kayu yang di permak ulang tanpa menebang pohon baru, tempat duduk terbuat dari tong bekas obat dsb.

Di sini W1000K menyediakan produk-produk dalam bentuk curah, sebagai akibatnya para pengunjung bisa membawa wadah sendiri, ini pula sebagai wujud usaha kami buat mengajak para konsumen buat membawa kantong belanja sendiri & wadah sendiri untuk menimilasir sampah plastik beserta.

Disini juga ada MSG (Meja Serba Guna), biasa digunakan untuk makan bersama, diskusi, mengerjakan tugas.  Ada banyak buku-buku pertanian (terbitan lama) yang boleh dibaca di MSG.

Warung Sehat 1000Kebun mengadakan beberapa program rutin yaitu:

1. #NgobrolDiWarung, Warung sangat terbuka untuk siapa saja yang mau sharing ilmu dan pengalamannya di dunia berkebun organik & hidup sehat. Kegiatan #NgobrolDiWarung yang sudah kami adakan “Towards Conscious Living with @atiit” dan “Dibalik Bulir Sorghum Bersama @fxutoyo”. Kegiatan  #NgobrolDiWarung diadakan dengan topik yang berbeda di setiap minggunya.

2. #BerkaryaDiWarung, kegiatan ini berupa kelas workshop dengan jumlah peserta maksimal 10 orang. W1000K mengadakan tema yang berbeda-beda di setiap pertemuannya.

3. #MasakSehatDiWarung, banyak sekali produk sehat dan lokal  yang belum diketahui khalayak ramai, padahal disetiap resep makanan sehat terkandung khasiat dan nutrisi yang baik untuk tubuh. Kegiatan ini bertujuan untuk berbagi tentang bagaimana cara mengolah produk dan mengenali manfaat produk yang ada di W1000K dengan para mentor dan praktisi yang sudah memulai pola hidup sehat lebih dulu.

4. #Ngeruk (Ngebon Seru Yuk), kegiatan berkebun organik seru-seruan di Taman Boling setiap hari Minggu, jam 08.00-10.00. Kebanyakan pesertanya adalah ibu, bapak dan anak, anggota komunitas dan warga sekitar. Di hari minggu W1000K juga menyediakan berbagai macam menu sehat untuk sarapan, seperti nasi pincuk, bubur manado dan sebagainya.

Alamat: Jl. Boling no. 26, Arcamanik, Bandung  40293

Email : warung1000kebun@gmail.com

Instagram: @warung1000kebun

Kontak: 0812-9558-9036

[RUMAH KAIL] KEBUN PANGAN DI RUMAH KAIL

Oleh : Any Sulistyowati

KAIL merupakan sebuah organisasi yang salah satu misinya membantu para aktivis mencapai kualitas hayati yang tinggi meskipun pada keterbatasan sumberdaya. Dalam menjalankan misi tadi, nilai-nilai yg diperjuangkan adalah kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan hidup & kelestarian alam. Pangan adalah salah satu kebutuhan hayati yang paling dasar. Pertanyaannya adalah bagaimana menaikkan kemandirian pangan para aktivis sekaligus menjaga kelestarian alam?

Salah satu upaya menaikkan kemandirian aktivis dalam mencapai kualitas hayati yg tinggi berdasarkan aspek pangan merupakan membentuk pangan menurut kebun sendiri. Hal ini dilakukan KAIL dengan menciptakan eksperimen pada kebun KAIL. Di Kebun KAIL masih ada berbagai jenis tumbuhan yg dapat dikonsumsi sehari-hari mulai dari umbi-umbian, sayur-sayuran & buah-buahan. Kebun tadi didesain menggunakan metode permakultur. Metode ini menerapkan prinsip-prinsip yg menjaga kelestarian alam sekaligus menaikkan produktivitas pada jangka panjang. Dengan metode permakultur ini Kebun KAIL dibuat buat sebagai kebun tetap dalam jangka panjang. Apabila berhasil, maka saat yg diharapkan untuk merawat kebun makin lama semakin berkurang, sementara produktivitas kebun semakin lama semakin semakin tinggi.

Kebun KAIL, sumber pangan bersama
Menanam makanan di kebun sendiri memiliki beberapa manfaat. Manfaat pertama, kita dapat memastikan bahwa makanan yang kita tanam adalah tanaman yang menyehatkan, baik untuk tubuh kita maupun untuk alam. Kita dapat memilih tanaman yang kita sukai serta cocok dengan kondisi tanah dan iklim yang ada. Dengan menanam sendiri, kita dapat memilih metode penanaman dan pemeliharaan yang aman, baik bagi tanaman maupun bagi alam. Misalnya, kita bisa menggunakan metode pertanian organis untuk memastikan tidak ada racun yang digunakan dalam proses produksi pangan kita. Kalau panen, kita dapat mengkonsumsinya dalam keadaan segar. Jika panen cukup banyak dan sering, maka pengeluaran pangan kita dapat berkurang. Biaya hidup kita menjadi lebih sedikit. Uang yang ada dapat dihemat untuk keperluan lainnya.

Selain menaruh manfaat buat diri sendiri, keberadaan flora akan menaikkan kualitas lingkungan hayati pada lebih kurang kita. Dengan menanam, kita sekaligus menciptakan sistem pertanian yg menghidupkan & menyehatkan tanah dan banyak sekali kehidupan di sekitarnya. Mikroba dan binatang-binatang kecil seperti cacing akan hidup, tumbuh & berkembang. Mereka akan bekerja secara sukarela buat mengolah dan menyuburkan tanah.

Selain itu, adanya tanaman juga menciptakan pemandangan menjadi latif, hijau, sejuk, segar & nir gersang. Kebun yg indah & cantik, tentu sedap ditinjau mata dan menciptakan bahagia mereka yang memandangnya. Kegiatan berkebun jua dapat sekaligus berfungsi menjadi kegiatan rekreatif. Melalui aktivitas berkebun, kita bisa istirahat sejenak berdasarkan rutinitas aktivitas sehari-hari. Setelah berkebun, kita sebagai segar balik dan siap menjalani rutinitas menggunakan semangat dan tenaga yang baru.

Di waktu panen, apalagi saat panen berlimpah, kita jua berkesempatan menyebarkan output panen kepada para tetangga, teman dan kenalan. Kegiatan berbagi merupakan salah satu cara buat membangun modal sosial. Semua hal di atas adalah hal-hal kecil yg secara pribadi bisa berkontribusi dalam peningkatan kualitas hidup kita.

Di dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan KAIL, kami mengutamakan penggunaan bahan-bahan pangan yang dipanen dari Kebun KAIL. Jika masih kurang, kami akan membeli bahan mentah dari warung di sekitar Rumah KAIL. Biasanya warung-warung itu menjual produk panen warga sekitar dan juga membeli dari pasar.  Hanya jika tidak dapat diperoleh dari kebun maupun warung sekitar, barulah kami membeli di pasar atau supermarket.

Bahan-bahan pangan tadi kemudian kami olah menjadi kuliner sehat buat dihidangkan sebagai bagian berdasarkan konsumsi kegiatan. Sayur-sayuran & butir-buahan itu ada yang diolah sebagai kuliner jadi, terdapat yg dikonsumsi eksklusif dalam bentuk segarnya. Di setiap acara makan beserta, kami selalu menceritakan dari usul makanan yg akan dihidangkan berikut proses pembuatannya.

Sayuran di kebun KAIL,

sumber konsumsi untuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Rumah KAIL

Salah satu nilai positif dari menghasilkan pangan sendiri adalah kita tahu persis bahan-bahan apa yang digunakan di dalam makanan tersebut. Dengan menyiapkan sendiri makanan kita, maka kita dapat memilih bahan-bahan yang sungguh-sungguh aman untuk dikonsumsi. Kita dapat memilih bahan-bahan yang segar dan sehat. Selain itu kita juga dapat mengekspresikan kreativitas untuk menghasilkan makanan-makanan lezat dari kebun sendiri.

Selain nilai-nilai positif di atas, tentu saja terdapat kekurangannya. Salah satu kekurangan yg tak jarang diungkapkan merupakan saat yg diharapkan dan upaya yg perlu dimuntahkan untuk membentuk pangan. Jika dicermati sekilas, memang tampaknya lebih sulit & lama . Tetapi apabila dilihat menggunakan lebih jeli, membentuk pangan sendiri belum tentu lebih sulit dan lebih usang daripada membeli. Pada awalnya mungkin iya. Tetapi akhirnya seluruh akan tergantung berdasarkan kualitas kebun kita. Jika kebun permakultur kita telah jadi dan tetap, maka kebun tadi dapat terus menghasilkan pangan secara berkelanjutan menggunakan kebutuhan perawatan yang semakin menurun.

Sebagai contoh, di Kebun KAIL, kami menanam beberapa pohon pepaya. Caranya mudah saja. Kami mengembangkan biji pepaya yg kami beli berdasarkan tukang buah. Mula-mula, memang kami perlu merawat secara intensif menggunakan penyiraman, pemupukan & penyiangan rumput di sela pohon-pohon pepaya yang masih kecil. Sekarang, ketika pohon-pohon pepaya tadi sudah besar , kami nir perlu lagi merawat mereka seintensif dulu. Karena masing-masing pohon telah menghasilkan butir, maka satu-satunya langkah perawatan yg dibutuhkan merupakan memanen. Saat ini kami hingga dalam termin mengalami produksi pepaya yg berlebih. Pepaya-pepaya tadi bahkan masih bersisa meskipun pada setiap aktivitas kami makan pepaya menjadi bagian dari konsumsi aktivitas.

Pepaya di kebun KAIL
Selain itu kami juga sudah membaginya kepada para tetangga dan juga kepada para staf untuk dibawa pulang.  Kami juga berbagi pepaya untuk hewan-hewan di sekitar kami, kelelawar, tupai, marmot, ayam dan bebek. Semua sudah mendapat bagiannya, hingga kami bosan makan pepaya. Demikian juga dengan talas, daun ginseng, singkong, jambu, markisa, beri dan beraneka macam sayur dan buah lainnya. Singkat kata, beberapa jenis pangan sudah berkelimpahan dihasilkan dari Kebun KAIL.

Seringkali, bagi kami yang sedang berada pada Rumah KAIL, membeli makanan ke warung, rumah makan atau pasar, akan jauh lebih usang, lebih sulit dan lebih mahal, dibandingkan pergi ke Kebun KAIL, memanen sayuran segar, memasaknya di dapur Rumah KAIL & menyantapnya selagi hangat.

Beragam hasil kebun KAIL

Waluh rebus, buah potong dan perkedel talas adalah sajian konsumsi dari panen kebun KAIL

Semoga lewat pengalaman menyantap makan bersama di Rumah KAIL, teman-teman terinspirasi untuk menanam dan mengolah makanan sendiri. Lewat proses ini, semoga kita semakin mandiri dalam memproduksi pangan sendiri. Dengan memproduksi pangan sendiri, kita dapat memilih untuk tidak tergantung pada produk-produk pangan yang proses produksinya bisa jadi merusak alam dan mengandung bahan-bahan yang mengganggu kesehatan. Kita memiliki pilihan untuk mengonsumsi pangan yang sehat dan diproduksi selaras alam. Semakin banyak jenis pangan yang kita produksi sendiri, maka kita akan semakin mandiri. Kita mendapat akses yang lebih baik untuk memperoleh makanan sehat dan segar. Posisi tawar kita untuk mengatakan TIDAK, pada produk pangan yang tidak sehat dan merusak alam akan semakin kuat.

Akhir kata, ?Yuk, kita perjuangkan kedaulatan pangan kita lewat memproduksi pangan sendiri. Dengan kedaulatan pangan, kita akan berdaulat atas hak kita atas hidup yang lebih berkualitas!? Jika sahabat-sahabat ingin mulai berkebun dan membutuhkan asistensi mengenai flora apa saja yang mudah tumbuh menggunakan perawatan minimal atau ingin menerima benih/bibitnya, silakan berkunjung ke Rumah KAIL.

Kamis, 21 Mei 2020

[TIPS] PANGAN SEHAT DAN RAMAH LINGKUNGAN

Oleh : Any Sulistyowati

Di zaman kini ini, kita memperoleh banyak kemudahan dalam mengakses pangan. Asalkan punya uang, kita sanggup memperoleh makanan apapun yang kita mau. Di tengah segala kesibukan, acapkali kita berpikir bahwa akan jauh lebih mudah membeli kuliner siap saji daripada bersusah payah memproses kuliner kita sendiri. Masalah mulai muncul ketika kita mulai berpikir mengenai aspek keamanan & keberlanjutan berdasarkan sistem pangan kita. Bagaimana kualitas kuliner yg kita beli? Bagaimana kita tahu bahwa kuliner yang kita konsumsi betul-betul aman? Adakah adonan zat berbahaya yang digunakan untuk mengawetkan makanan, menaruh rasa & warna tertentu agar lebih menarik? Adakah di antara zat-zat yang dikonsumsi tersebut yg akan mengganggu kesehatan kita pada jangka panjang? Bagaimana kita memahami? Bagaimana proses pembuatannya? Apakah bahan yang digunakan serta proses pembuatannya selaras menggunakan alam? Apa impak proses tersebut terhadap kelestarian alam?

Mau sehat dan ramah lingkungan? Pilih yang mana?

Sumber gambar: http://klubpompi.pom.go.id/id/berita/item/375-apa-itu-junk-food

Pertanyaan-pertanyaan pada atas membawa kita pada kesadaran mengenai bagaimana kita seharusnya memproduksi dan mengonsumsi pangan kita agar betul-betul dapat secara aman menaikkan kualitas hayati kita, tanpa Mengganggu alam menjadi asal pangan dalam jangka panjang. Apabila kita ingin berkontribusi pada pengurangan masalah pangan atau bahkan penyelesaian duduk perkara pangan yang ada, berikut adalah adalah beberapa tips yg bisa membantu.

Kriteria dan Jenis Pangan yg Sehat

Pangan yang sehat mengandung nutrisi yang mendukung tubuh kita menjalankan fungsi-fungsi spesifiknya. Untuk menaruh manfaat aporisma, nutrisi tersebut perlu dikonsumsi dalam jumlah yang cukup. Menurut dokter Tan Shot Yen pada bukunya ?Saya Pilih Sehat & Sembuh?, kandungan dalam makanan yg diperlukan tubuh insan bisa dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu makronutrien, yaitu yang perlu dikonsumsi dalam jumlah besar misalnya karbohidrat, protein & lemak; serta mikronutrien, yaitu yang perlu dikonsumsi pada jumlah yang sangat kecil, contohnya aneka macam jenis mineral. Untuk mendukung kesehatan, keduanya dibutuhkan dan saling melengkapi.

Memenuhi kebutuhan makronutrien saja tanpa memperhatikan mikronutrien akan menyebabkan asupan pangan kita tidak dapat dimanfaatkan sang tubuh secara aporisma. Sebagai contoh merupakan konsumsi karbohidrat. Kebanyakan orang memperhitungkan pemenuhan kebutuhan pangan terutama dari jumlah konsumsi karbohidrat. Hal ini lantaran karbohidrat sangat penting buat menghasilkan energi. Padahal untuk mendapatkan tenaga, tubuh kita nir hanya membutuhkan karbohidrat. Selain karbohidrat, terdapat kurang lebih 20 jenis mineral, 13 vitamin & serat yg ikut mempengaruhi kecepatan pembakaran dan pembentukan tenaga.

Dalam mengonsumsi pangan, sangat penting buat memperhatikan aspek kecukupan. Kekurangan nutrisi eksklusif dapat mengakibatkan penyakit atau berkurangnya fungsi metabolisme tubuh. Sementara kelebihan pangan akan dimuntahkan berdasarkan pada tubuh atau disimpan dan menumpuk menjadi cadangan. Kelebihan berarti pemborosan sumberdaya, sementara simpanan berlebih potensial mengakibatkan poly penyakit. Sebagai model, kelebihan protein lemak bisa menyebabkan aneka macam penyakit degeneratif.

Pangan yg sehat antara lain ditentukan sang kandungan nutrisinya. Semakin kaya nutrisi pangan yg kita konsumsi, semakin baik pangan itu buat kesehatan kita. Proses pengolahan pangan seringkali mengurangi kualitas nutrisi yang terkandung pada dalam pangan tersebut. Misalnya, proses pemasakan bisa menghilangkan beberapa unsur krusial yang semula ada dalam bentuk segarnya.

Sementara itu, proses pengolah pangan yang lain, seperti menggoreng dan menambahkan berbagai zat buat menambah cita rasa mampu jadi akan menambahkan kandungan pada kuliner yang sebetulnya nir kita perlukan pada dalam tubuh & bahkan membahayakan. Sebagai contoh, kandungan pestisida, bahan pengawet, pewarna dan perasa kimia yang terdapat di dalam pangan mungkin membuat tampilan pangan sebagai menarik, namun di sisi lain justru akan menyebabkan penumpukan racun pada dalam tubuh. Lantaran itulah, banyak pakar gizi menyarankan supaya sebanyak mungkin pangan dikonsumsi pada bentuk alami dan diproduksi secara alami tanpa menggunakan pestisida dan pupuk kimia.

Tidak seluruh proses pengolahan pangan memberikan impak buruk terhadap kesehatan. Ada banyak alternatif proses pengolahan pangan yang justru membantu kita memperoleh pangan pada bentuk yang lebih gampang dicerna oleh tubuh manusia. Sebagai contoh, mengonsumsi susu sapi pada bentuk yoghurt akan lebih mudah dicerna daripada mengonsumsinya pada bentuk susu.

Prinsip-prinsip pangan ramah lingkungan

Pangan ramah lingkungan yang dimaksud di sini merupakan pangan yang diproduksi dan dikonsumsi menggunakan mengikuti hukum-hukum keberlanjutan. Herman Daly, seorang ekonom yg mempromosikan pembangunan berkelanjutan mengemukakan tiga prinsip pembangunan berkelanjutan menjadi berikut. Pertama, penggunaan sumberdaya yang bisa diperbarui harus dilakukan pada bawah kemampuannya meregenerasi diri. Kedua, penggunaan sumberdaya yg tidak bisa diperbarui wajib dilakukan sehemat mungkin. Ketiga, jumlah limbah yang didapatkan harus lebih kecil berdasarkan kemampuan alam buat memurnikan diri. Untuk menilai keberlanjutan sistem pangan saat ini, mari kita menganalisisnya menggunakan menggunakan ketiga prinsip pembangunan berkelanjutan Herman Daly tersebut.

Pangan yang kita konsumsi saat ini hampir semuanya merupakan sumberdaya yang dapat diperbarui. Sayangnya pengambilan sumber-asal pangan tadi poly yg melampaui batas daya dukung alam. Hal ini mengakibatkan kerusakan alam di banyak sekali belahan bumi. Beragam stok pangan di alam berada dalam syarat kritis. Sebagai contoh merupakan menurunnya populasi berbagai jenis ikan pada bahari & hampir punahnya banyak sekali jenis satwa di hutan. Selain pengambilan untuk konsumsi, kepunahan banyak sekali flora & hewan pada hutan juga terjadi dampak terganggunya tempat asli mereka akibat alih fungsi hutan menjadi lahan-huma perkebunan monokultur buat memenuhi kebutuhan pangan global.

Penggunaan sumberdaya yg nir bisa diperbarui dalam sistem pangan terjadi pada proses pengolahan, penyimpanan & pengangkutan. Proses-proses tadi terutama memakai bahan bakar fosil. Dengan terbukanya pasar global, proses produksi pangan pada semua global dan pemindahan pangan lintas batas benua terjadi menggunakan lebih masif. Proses tersebut berdampak dalam pengurangan stok bahan bakar fosil dunia. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil pula menaikkan emisi karbon yg menyumbang dalam terjadinya perubahan iklim telah menyebabkan banyak sekali bencana alam yg berdampak dalam pengurangan produksi panen petani pada berbagai belahan dunia.

Sistem pangan ketika ini membuat limbah antara lain pada bentuk penggunaan bungkus. Kemasan-kemasan ini umumnya langsung dibuang sesudah pangan dikonsumsi. Masalahnya, poly kemasan yg terbuat berdasarkan bahan-bahan plastik yang sulit sekali terurai & proses penguraiannya membutuhkan waktu yg sangat lama . Apalagi di dalam kemasan tersebut jua terdapat berbagai zat yg bila terurai merupakan racun berbahaya bagi kesehatan. Jika nir dikelola menggunakan baik, maka akumulasi racun pada alam dapat mencemari tanah, air dan sumber-sumber pangan kita.

Selain bungkus, limbah pangan jua dapat berupa sisa makanan atau bahan pangan yg tidak dikonsumsi. Di poly tempat di Indonesia limbah ini masih bercampur campurkan dan kocok & akhirnya dibuang ke loka pembuangan akhir (TPA). Saat ini, kebanyakan TPA adalah gunungan sampah adonan banyak sekali macam limbah yang menimbulkan pemandangan & bau tidak sedap.

Beberapa kiat buat mendapatkan pangan yg sehat dan ramah lingkungan

Di tengah aneka macam dilema pangan pada atas, bagaimana kiat buat memperoleh makanan yg sehat & ramah lingkungan? Di tingkat mudah, hal ini dapat dilakukan antara lain menggunakan cara-cara sebagai berikut.

1.Mengon sumsi produk pangan selokal mungkin .

Semakin lokal produk pangan tersebut, semakin sedikit tenaga yang dibutuhkan untuk proses pengangkutan. Tanpa proses pengangkutan, kita dapat berhemat penggunaan bahan bakar fosil. Selain itu, jika dikonsumsi secara lokal, maka kebutuhan buat pengawetan dan pengemasan akan berkurang. Lebih mungkin menerima pangan segar menurut asal-sumber yg lokal, ketimbang mendatangkannya dari tempat yang jauh. Pangan yg segar tentu lebih sehat daripada pangan yang sudah diproses.

Mengonsumsi makanan dalam bentuk segar, apalagi ditanam dan dipanen sendiri, sangat sehat dan membahagiakan.

Sumber foto: Dokumentasi Ecovillage – KAIL & YPBB.

2.Mengonsumsi makanan dalam bentuk sesegar dan sealami mungkin.

Ketika mengalami proses pengolahan, kandungan gizi pangan akan menurun. Mengonsumsi pangan dalam kondisi segar akan memastikan perolehan nutrisi yang maksimal dari pangan tersebut. Selain itu proses pengolahan juga membutuhkan energi yang meningkatkan penggunaan bahan bakar.

Sebagai contoh, jika ingin mengonsumsi ikan atau daging, pilihlah ikan lokal yang segar daripada ikan impor. Lebih baik lagi jika mengonsumsi ikan dari kolam sendiri. Demikian juga dengan buah dan sayur.

3.Mengonsumsi makanan yang beragam

Bumi ini kaya sekali dengan keanekaragaman hayati. Melalui proses evolusi ribuan tahun, di berbagai belahan dunia telah berkembang beragam tradisi pangan berdasarkan keanekaragaman hayati lokal. Persoalannya adalah keragaman pangan lokal tersebut semakin lama semakin banyak yang menghilang. Salah satu penyebabnya adalah proses penyeragaman pangan yang antara lain terjadi karena kebijakan pemerintah dan pasar. Sebagai contoh, saat ini masyarakat Indonesia secara umum mengonsumsi nasi putih sebagai sumber karbohidrat utama. Padahal di masa lalu, banyak sumber karbohidrat lain yang juga dikonsumsi di Indonesia, seperti jagung, sagu, ubi manis, ubi kayu dan talas. Karena tidak dikonsumsi, sumber-sumber pangan banyak yang menghilang dan akhirnya  tidak dikenal lagi oleh generasi selanjutnya. Mengonsumsi pangan yang beragam akan membantu kita memperoleh keseimbangan dan keragaman nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh sekaligus mendukung konservasi keanekaragaman hayati tanaman yang dibudidaya, sekaligus memastikan kearifan lokal untuk pengolahan pangan tetap terjaga.

4.Perhatikan jumlah jejak ekologis untuk memproduksi pangan

Untuk setiap pangan yang dihasilkan dibutuhkan sejumlah materi dan energi untuk menghasilkannya. Semakin besar materi dan energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan pangan, maka semakin besar jejak ekologis dari proses produksi pangan tersebut. Semakin kecil jejak ekologisnya, maka pangan tersebut semakin ramah lingkungan. Kita bisa jadi mengonsumsi jenis makanan yang sama, katakanlah buah nanas. Tetapi dampak lingkungan yang dihasilkan oleh buah nanas bisa jadi berbeda-beda tergantung berapa banyak materi yang energi yang digunakan untuk memproduksinya. Buah nanas yang diimpor dari negara lain tentu jejak ekologisnya lebih tinggi daripada nanas lokal. Demikian juga nanas kalengan atau selai nanas tentu jejak ekologisnya lebih tinggi daripada nanas segar dari kebun sendiri. Untuk menjadi ramah lingkungan, pastikan selalu memilih produk pangan berkualitas tetapi dengan jejak ekologis terendah.

Dari kiri ke kanan:

1) Mengonsumsi kacang roay, hasil panen dari kebun sendiri, lebih kecil jejak ekologisnya daripada mengonsumsi edam mame impor dari Thailand yang ada di supermarket.

2) Mengonsumsi sayuran dari kebun sendiri yang dikelola secara alami lebih sehat dan ramah lingkungan daripada mengonsumsi sayuran dari pasar yang diproduksi dengan pupuk kimia dan pestisida.

3) Mengonsumsi ikan dari kolam sendiri, kesehatan dan kesegarannya lebih terjamin.

Sumber Foto: No. 1 dan 2 Dokumentasi KAIL, No. 3 Dokumentasi Pribadi

5.Hindari mengonsumsi makanan yang berkemasan.

Semakin banyak kemasan, semakin banyak limbah yang dihasilkan. Semakin banyak limbah, semakin besar beban yang ditanggung bumi untuk mengolahnya. Menghindari kemasan dapat dilakukan dengan membawa wadah sendiri ketika membeli produk pangan atau memproduksi pangan sendiri. Kalaupun terpaksa membeli produk pangan dengan kemasan, belilah dengan kemasan yang terbesar yang dapat diakses. Apabila jumlahnya terlalu banyak hingga kita tidak akan habis mengonsumsinya sampai batas waktu kadaluarsa, berbagilah dengan kawan-kawan dengan kepedulian dan kebutuhan serupa. Hal ini mula-mula memang sulit untuk dilakukan, tetapi lama-kelamaan kita akan terbiasa.

6.Hindari mengonsumsi pangan yang dihasilkan dari proses yang merusak alam.

Misalnya, hindari penggunaan minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari kebun-kebun kelapa sawit yang menggusur hutan-hutan alam. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan minyak kelapa buatan lokal atau yang dibuat sendiri. Bahkan akan lebih sehat apabila kita mengurangi konsumsi pangan yang membutuhkan proses penggorengan. Selain memelihara bumi, hal tersebut juga akan membuat kita lebih sehat.

7.Bersikap kritis terhadap iklan.

Pahami setiap produk yang dikonsumsi. Pelajari kandungan gizinya. Cari apakah ada alternatif produk lain dengan kandungan gizi sama tetapi tanpa menggunakan kemasan, tanpa menggunakan pengawet dan perasa tambahan yang berbahaya bagi kesehatan, dan tentu saja dengan harga yang terjangkau.

8.Utamakan kandungan gizi dan kesehatan daripada tampilan kemasan atau image .

Kadang-kadang kita tergiur untuk membeli produk pangan karena apa yang tampak di dalam kemasannya. Gambar yang tampak pada kemasan memang selalu dibuat semenarik mungkin untuk mengundang pembeli. Masalahnya, dasar pengambilan keputusan kita seringkali didasarkan pada ketertarikan pada gambar pangan yang tampak dan bukan pada daftar nutrisi yang ada pada pangan tersebut. Padahal, meskipun pangan tersebut terlihat dan terasa enak, belum tentu merupakan pangan yang sehat dan ramah lingkungan. Untuk itu, kita perlu mendidik diri sendiri untuk dapat mengenali bahan mana yang baik untuk dikonsumsi dan yang berbahaya untuk kesehatan.

Membeli makanan jadi: sepertinya enak, tapi sungguh sehatkah?

Bagaimana dampaknya untuk alam?

Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi.

9.Berkebun untuk menghasilkan pangan sendiri.

Berkebun untuk menghasilkan pangan membawa beberapa manfaat. Selain mendapatkan makanan sehat dan segar, kita juga secara langsung merawat alam, menambah keterampilan dan mendapatkan kesempatan rekreasi dan penyaluran hobi.

Buah beri di kebun sendiri: menjamin ketersediaan buah segar sumber vitamin C setiap hari.

Jika sudah bosan akibat panen berlebih, bisa dibuat sirup atau selai untuk pengisi roti dan kue.

Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi

10.Memasak makanan sendiri.

Memasak makanan sendiri dirasa tidak praktis bagi banyak orang. Apalagi bagi para bujangan, anak kos dan mereka yang sibuk bekerja. Lebih praktis, mudah dan hemat waktu jika membeli makanan jadi.  Di luar segala kesulitan dan ketidakpraktisannya, sebetulnya banyak keuntungan yang kita dapatkan dari memasak makanan sendiri. Pertama, kita dapat memastikan bahwa bahan pangan yang digunakan adalah bahan-bahan yang sehat dan ramah lingkungan. Kedua, kita dapat melakukan berbagai eksperimen untuk membuat variasi menu. Ketiga, keterampilan memasak kita bertambah. Jika masakan kita berhasil, tentu kita akan merasa puas dan bangga. Hidup kita menjadi lebih sehat dan bahagia. Apalagi jika kita berbagi masakan kita dengan para sahabat. Kebahagiaan kita pun akan menular pada mereka.

11.Membangun komunitas untuk berbagi pangan sehat dan ramah lingkungan.

Keterbatasan waktu dan sumberdaya lainnya menyebabkan kita sulit memproduksi beragam jenis makanan sendiri. Sementara itu produk pangan yang sehat dan ramah lingkungan sulit didapat.

Kalaupun ada, kita sulit memastikan apakah produk-produk pangan yang dijual memang sehat dan ramah lingkungan. Untuk meningkatkan akses terhadap pangan yang sehat dan ramah lingkungan, kita dapat membangun komunitas untuk saling berbagi pangan sehat dan ramah lingkungannya. Para anggotanya adalah mereka-mereka yang ingin hidup sehat dan bersedia berkontribusi untuk mendukung pengembangan produksi pangan sehat dan ramah lingkungan secara kolektif. Ada kemungkinan, mereka adalah yang gemar berkebun dan menghasilkan pangan sehat, mereka yang gemar mengolah pangan dari hasil panen kebun sehat menjadi aneka produk sehat, mereka yang hobi bersosialisasi dan mempromosikan produk pangan sehat dan ramah lingkungan, atau mereka yang sangat sibuk, tetapi bersedia mengeluarkan uang untuk mendapatkan produk pangan sehat dan ramah lingkungan. Apabila orang-orang ini bekerjasama maka mereka dapat memperoleh pangan sehat dan ramah lingkungan sekaligus saling mendukung dari sisi sosial dan ekonomi.

Jika hal ini terjadi, maka akan terbangun kemandirian pangan dalam skala komunitas. Dengan saling mendukung dan ditambah dengan pola makan yang sehat, para anggota komunitas akan lebih sehat dan bahagia. Kualitas hidup akan meningkat dalam skala komunitas.

Apabila praktek ini berlanjut, tidak menutup kemungkinan anggota komunitas akan bertambah atau terjadi pembentukan kelompok yang sama di tempat lain. Terjadilah gerakan masyarakat sipil untuk menghasilkan pangan sehat dan ramah lingkungan secara mandiri dan berkelanjutan.

***

[MEDIA] GESANG DI LAHAN GERSANG : KEYAKINAN DAN PERJUANGAN YANG MEMBUAHKAN PERWUJUDAN IMPIAN

Oleh : Navita Kristi Astuti

Judul : Gesang pada Lahan Gersang

Penulis : Diah Widuretno

Penyunting : Aan Subhansyah

Pemeriksa Aksara : Imma Rachmawati

Perancang sampul : Luinambi Vesiano

Illustrasi : Luinambi Vesiano

Tata letak : Luinambi Vesiano

Jumlah page : 432 page

Diterbitkan pertama kali : tahun 2017, di Yogyakarta

Gesang di Lahan Gersang. Gesang adalah istilah dalam bahasa Jawa yang berarti hidup atau kehidupan. Menjadi menarik ketika kata ini kemudian disandingkan dengan kata ‘gersang’ yang berarti suatu keadaan tanah yang kering, tidak subur. Kering, yang berarti sulit air, tidak subur, sehingga kecil kemungkinan terjadi pertumbuhan tanaman di tanah tersebut. Kondisi tersebut menyiratkan tiadanya kehidupan. Lalu, bagaimana sebuah kehidupan terjadi di lahan yang tidak menjanjikan kehidupan?

Itulah judul yang disematkan pada sebuah buku yang dituliskan dari pengalaman nyata hidup di lahan gersang. Ia bukan sekedar kiasan. Judul tersebut menghantar saya pada kisah-kisah penuh perjuangan pendampingan masyarakat dari seorang relawan berhati tulus bernama Diah Widuretno, yang merupakan penulis buku ini. Pemilihan kata ‘gersang’ dalam judul bukunya, selain karena ia beraktivitas di daerah Gunungkidul yang sudah terkenal kegersangannya, bentuk ‘kegersangan’ lain yang dialami adalah karena pada awalnya ia berjuang seorang diri. Menjadi relawan adalah bentuk pilihan hidup yang tidak biasa. Ia memilih berjalan di jalan hidup yang sunyi. Terlebih lagi, perjuangan yang ia lakukan bersama anak-anak dampingannya adalah perjuangan melawan sistem yang mainstream.

Secara garis besar, buku ini mengisahkan pengalaman Diah sebagai relawan yang mendampingi dan mengorganisir kegiatan anak-anak di Desa Panggang, Gunungkidul. Diah menulis pengalamannya bagaikan menulis buku harian, penuh dengan kisah-kisah jatuh dan bangun dalam upaya memandirikan serta memberdayakan masyarakat di sana. Membaca buku ini seolah-olah menonton tayangan sebuah film layar lebar karena detail peristiwa yang dituliskan oleh Diah, serta memuat pula torehan isi hati dan emosi yang ia alami, sehingga melalui buku ini pembaca dapat turut merasakan isi hati penulisnya.

Diah memulai kerelawanannya di awal 2009, awalnya bersama empat relawan di Sekolah Sumbu Panguripan (SSP). Satu persatu relawan mengundurkan diri di tahun kedua dan ketiga SSP. Akhirnya komunitas Relawan dan SSP bubar di tahun 2013. Selepas SSP, Diah berjalan sendiri, tetap mendampingi anak anak Dusun Wintaos, Panggang, dengan nama Sekolah Pagesangan

Pengalaman jatuh bangun membangun Sekolah Pagesangan sebagai media belajar yang kontekstual merupakan sebagian besar isi dari buku ini. Sebagian di antaranya adalah kisah pengamatan dan pengalaman Diah dengan anak-anak di Panggang yang kelak menjadi fasilitator di SP. Sebagian lainnya merupakan kisah kiprah Dian dan kader-kadernya dalam mengupayakan pendidikan yang memberdayakan masyarakat di wilayah Gunungkidul.

Pemberdayaan masyarakat yang dijalani oleh SP ditekankan sebagai pendidikan yang kontekstual dan mengakar pada kondisi sosial budaya masyarakat di Desa Panggang. Hal ini dijalani Diah dengan kunjungan-kunjungan non-formal dari satu keluarga ke keluarga lainnya. Ia juga banyak berdiskusi dengan anak-anak yang telah dekat dengannya. Mereka memulai diskusi dengan harapan dan cita-cita masa depan anak-anak tersebut, yang rupanya kemudian diungkapkan sebagai harapan atas kehidupan yang sejahtera dan makmur, serta mandiri oleh karena usaha sendiri. Berangkat dari harapan-harapan itulah Diah dan anak-anak memulai kegiatan wirausaha berbasis potensi daerah.

Bagaimana sebuah kegiatan wirausaha bisa lahir menurut sebuah wilayah yg gersang? Inilah perwujudan berdasarkan frasa yang telah dijadikan judul buku ini. Gesang di lahan gersang. Diah & anak-anak pada SP berdiskusi beserta buat memilih bentuk wirausaha apa yang bisa dijalankan, dan sesuai dengan potensi desa mereka, berdasarkan aspek kesenian, kerajinan hingga pertanian. Semuanya dibawa dalam diskusi beserta, untuk memilih usaha yang bermodalkan keterampilan yang telah dimiliki, bahan standar berdasarkan lingkungan lebih kurang yg gampang dijumpai dan menggunakan modal awal yang mini . Bentuk bisnis yg disepakati akhirnya merupakan bisnis pemanfaatan hasil pertanian, dengan dasar pemikiran bahwa sebagian besar masyarakat merupakan petani, dan pada waktu panen, bahan standar yg didapatkan bisa dimanfaatkan buat pengembangan bisnis, misalnya singkong, gaplek (singkong yg dikeringkan), jagung, beras, kacang tanah, koro & lain-lain.

Dengan karakteristik tanah yg keras & pola bercocok tanam yg hanya mengandalkan kehadiran ekspresi dominan hujan, maka masyarakat memiliki sistem manajemen penyimpanan makanan supaya cukup buat menghidupi mereka selama satu tahun. Singkong diolah sebagai gaplek kering yg bisa bertahan hingga satu tahun lamanya. Gaplek diolah lagi menjadi nasi thiwul. Konsumsi nasi thiwul di pada famili dilakukan bergiliran menggunakan nasi (padi) dan jagung.

Hampir semua masyarakat di Panggang menanam singkong. Ketika panen singkong, mereka juga terbiasa mengeringkan singkong untuk dibuat gaplek. Persediaan gaplek selalu menggunung di kala musim panen tiba. Hampir semua orang menjual gaplek, sehingga terjadi persaingan harga gaplek. Hanya segelintir orang di Panggang yang menjual hasil olahan gaplek, yaitu nasi thiwul, karena pergeseran pola konsumsi di masyarakat yang sebelumnya mengonsumsi nasi thiwul sebagai makanan pokok, menjadi nasi (beras) di masa kini. Padahal, jika dianalisis lebih lanjut, gaplek tidaklah seperti yang dicap masyarakat sebagai makanan orang miskin. Gaplek memiliki nilai indeks glikemik yang rendah dibanding beras. Kandungan serat dari gaplek juga tinggi.

Hal ini yang kemudian membersitkan inspirasi pada kepala Diah & anak-anak SP untuk menambah nilai jual menurut gaplek, yaitu dengan memproduksi tepung gaplek, thiwul matang dan thiwul instan. Dari pengalaman memroduksi, memasarkan dan menjual produk-produk tadi, Diah dan anak-anak SP mendapatkan pengalaman berharga. Salah satunya, menaikkan nilai jual menurut sebuah hasil panen.

Namun demikian, perjuangan untuk mandiri tidak berhenti sampai di pemasaran produk saja. Sadar bahwa jenis wirausaha yang dijalankan terkait dengan pola bercocok tanam masyarakat, Diah berupaya agar pola bercocok tanam yang dilakukan dapat selaras dengan alam. Telah diketahui sebelumnya, bahwa penggunaan pupuk kimia dan pestisida justru semakin menurunkan kualitas tanah yang ditanami. Maka, Diah dan anak-anak SP mengampanyekan pola bertani yang tidak merusak alam, dekat dengan budaya asli masyarakat dan tidak bergantung pada korporasi besar. Mereka bertekad menjadi petani-petani muda yang menyayangi alam dan lingkungan di sekitar.

Tak sedikit upaya yang sudah dilakukan. Untuk meningkatkan ilmu pertanian bagi anak-anak di SP, Diah mengajak anak-anak belajar bertani di Ath Thariq Garut dan Institut Bumi Langit, serta menjalin komunikasi dengan para petani organik di berbagai daerah. Terinspirasi dari kunjungan belajar mereka tersebut, anak-anak SP menginisiasi pembuatan kompos, bokashi (pupuk dari kotoran sapi), pupuk organik cair, membuat kebun belajar, hingga ngalas (bertani di lahan yang sebenarnya, bukan pekarangan). Tantangan demi tantangan pun dihadapi, mulai dari musim kemarau yang panjang, tiadanya air, hingga ketidaksuburan tanah. Namun, pada akhirnya, kegiatan ngalas tersebut membawa hasil. Beberapa tanaman akhirnya dapat tumbuh dengan subur, seperti : chantel, padi, jali, kacang tanah, koro, benguk, singkong, garut, dan ganyong.

Kegiatan anak-anak SP mulai dilirik oleh para orang tua mereka yang tertarik dengan proses pengolahan hasil panen hingga penjualannya. Mereka bahkan mendukung ketika anak-anak SP membutuhkan lahan garapan bagi mereka untuk berlatih bercocok tanam. Maka, dari kelompok anak-anak, kemudian berkembang lagi kelompok ibu-ibu yang melakukan usaha kecil olahan panen. Terdapat beberapa kelompok ibu yang mengolah dengan jenis olahan yang beragam, seperti mengolah panen menjadi ceriping pisang, singkong atau bayam. Kelompok lain membuat tepung gaplek dan mocaf, dan yang lain membuat thiwul instan. Sedangkan para bapak, tidak mau ketinggalan, mereka berkumpul dalam diskusi-diskusi kelompok yang membahas tentang perencanaan penanaman lahan, penggalian potensi desa, dan sebagainya. Akhirnya, proses pendampingan dan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Diah menampakkan hasilnya.

Tak terasa, usaha Diah beserta anak-anak pada Panggang sudah dijalani selama delapan tahun (2009 - 2017). Delapan tahun yang kaya dengan pengalaman berjuang buat hidup di huma yg gersang. Perjuangan itu sekarang sudah membawa hasil, meskipun bukanlah melulu adalah materi. Salah satunya yg terpenting merupakan pelajaran kehidupan, bahwa buat hidup, insan memerlukan keyakinan yg kuat. Keyakinanlah yg akan menjadi penuntun bagi usaha mimpi setiap orang.

Bersama buku ini, Diah ingin memperlihatkan kepada para pembaca tentang proses pendidikan kontekstual, pendidikan yg berbasis syarat sosial budaya setempat, termasuk masalah-persoalan yang terjadi pada dalamnya. Proses tersebut lebur pada proses belajar yg bukan saja diperuntukkan bagi anak-anak, melainkan siapapun menurut berbagai usia yang masih memiliki harapan belajar. Proses belajar nir memerlukan sekat-sekat ruang fisik juga ruang sosial, dia sebagai satu dengan lingkungan kurang lebih & pengalaman keseharian setiap orang. Akhir kata, semoga para pembelajar menurut proses pendidikan kontekstual ini sebagai bagian berdasarkan solusi konflik yg dihadapi, bukan sebagai bagian menurut perkara.

Rabu, 20 Mei 2020

[OPINI] MAKANAN DAN POLITIK: BAGAIMANA HUBUNGAN MAKANAN, NEGARA DAN KEDAULATAN DIRI

Oleh : Fictor Ferdinand

Makanan kita merupakan sebuah arena permasalahan politik. Makanan memilih naik & turunnya popularitas pemerintah. Bahkan menentukan, lahir, & matinya kekuasaan.

Saya jangan lupa bagaimana cita rasanya ketika panen daun katuk yang saya tanam di page rumah. Memakan hasil yg aku tanam sendiri memberikan pengalaman yang tidak sinkron. Di internet, foto laman tempat tinggal penuh menggunakan padi yg ditanam pada pot menciptakan saya berkhayal, suatu waktu saya sanggup bertanam padi sendiri. Merasakan berdiri di kaki sendiri, memenuhi kebutuhan sendiri, adalah pengalaman yg aku pikir mungkin tidak dialami poly orang. Kebanyakan orang mungkin memilih mencari cukup uang buat makan. Bagi mereka yg asal dari famili petani, memakan apa yg ditanamnya, adalah sesuatu yg biasa saja. Tapi bagi aku , yang berasal berdasarkan keluarga bukan petani, ini jadi pengalaman yang unik.

Perasaan berdaulat, bahwa kita nir bertumpu pada orang lain buat makan. Bisa hayati dan mengatur kehidupan sendiri, tanpa takut tak bisa makan. Saya pikir kedaulatan atas makanan merupakan prasyarat penting buat otonomi - bagi diri, komunitas, bahkan negara-bangsa. Makanan bahkan memilih lahir, meninggal & stabilnya suatu negara.

Setidaknya 2 presiden pertama Indonesia diturunkan sesudah sebelumnya terjadi krisis bahan pangan. Bahan kuliner, atau tepatnya beras, hilang atau tidak terjangkau harganya di pasaran. Saya ingat cerita Ibu saya, yang makan nasi bercampur jagung atau singkong, lantaran beras ketika itu (waktu Presiden Sukarno berkuasa) harganya mahal. Aksi Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) tahun 1966, salah satunya merupakan turunkan harga pangan. Pun demikian halnya dalam ketika turunnya Presiden Suharto. Sejak pertengahan tahun 1997, harga beras melambung tinggi & sulit ditemui pada pasaran. Ujungnya adalah demonstrasi besar -besaran dan kerusuhan massal tahun 1998 yang menciptakan Presiden Suharto lengser.

Presidan Sukarno dan Presiden Suharto, bukan tidak mencoba mendorong produksi beras dalam negeri. Presiden Suharto sepertinya lebih beruntung, karena paket revolusi industri hijau berkembang seiring dengan ditemukannya varietas padi baru (padi IR) oleh International Rice Research Institute, dan naiknya harga minyak yang memungkinkan subsidi pupuk dan pembangunan sistem irigasi (termasuk bendungan bendungan) dimana-mana. Ketahanan beras itu, tak berlangsung lama. Sebelum akhirnya lengser, pemerintahan Suharto sedang dalam upaya mengimpor beras. Pada tahun 2015 hingga 2017 lalu, Presiden Jokowi tengah mencoba mendorong Upaya Khusus (Upsus) untuk mendorong kemandirian pangan Jagung, Kedelai dan Padi/ Beras (Pajale).

Menjaga ketersediaan pangan sangat penting untuk menjaga stabilitas pemerintahan. Ini telah terbukti dimana mana, sepanjang sejarah. Tak hanya di Indonesia. Revolusi Arab Spring yang bergulir di negara-negara Timur Tengah pun sebenarnya adalah ‘revolusi mereka yang lapar’ (revolution of the hungry).(1) Runtuhnya peradaban Maya pun diduga diawali dari krisis pangan.(2)

Bahan kuliner - pada hal ini beras - memilih naik & turunnya pemerintahan. Bukan hanya itu, beras juga sebagai awal mula lahirnya kekuasaan & peradaban di Asia.

Beras & Munculnya Peradaban di Asia

Menilik pada sejarah, beras sendiri bukan kuliner pokok seluruh orang di Indonesia. Produksi beras menggunakan sawah berair di Indonesia diduga dibawa sang kerajaan Hindu berdasarkan India saat mereka memperluas daerah kerajaan di Jawa.

Komoditi beras sebagai alat politik negara

Sumber foto : www.spi.or.id

Dr. Nadirman Haska, dari BPPT menyebutkan bahwa secara antropologis, masyarakat di Jawa menyebut sego atau sangu untuk nasi, yang sebenarnya berasal dari kata ‘sagu’, tumbuhan yang banyak tumbuh di wilayah pesisir di sebagian besar pesisir pantai Nusantara.(3) Meskipun demikian, suku-suku terdahulu di Indonesia seperti Suku Dayak, Batak dan Toraja yang nenek moyangnya datang dari Asia Selatan, mungkin membawa padi bersama mereka saat memasuki wilayah Nusantara jauh sebelum Kerajaan Hindu dari India masuk.

Lalu mengapa beras yg ditanam di sawah dipilih oleh Kerajaan-kerajaan Hindu awal pada Indonesia? Sebelum itu, saat Peradaban Cina berkembang, kerajaan-kerajaan akbar pada daratan Cina Tengah sudah lebih dulu mendorong penanaman padi di sawah & menghapus kuliner lokal warga Cina yang awalnya terdiri dari umbi-umbian. Umbi-umbian nir sanggup diakumulasi (selesainya dicabut, tak usang dia akan membusuk). Bila nir akan dimakan, umbi akan dibiarkan di dalam tanah. Karenanya, umbi juga tidak bisa menggunakan gampang ditinjau, dihitung dan dikenakan pajak. Sedangkan padi pada sawah gampang dilihat, punya waktu tanam & ketika panen eksklusif sebagai akibatnya lebih gampang ditarik pajaknya.

Apa hubungannya dengan pajak? Kerajaan-kerajaan ini hayati dan mengembang lewat sistem pajak yg diterapkan di wilayahnya & kerajaankerajaan mini yang dikuasainya.

James C. Scott(4) seorang antropolog dan peneliti politik, mengungkapkan beberapa kelebihan beras dibandingkan jenis kuliner lain yang dikonsumsi penduduk asli yg belum dikuasai oleh kerajaan-kerajaan besar kala itu. Beras ditanam di lahan terbuka yg menetap. Sistem irigasi dalam persawahan membuat area yg dibutuhkan buat produksi pangan nisbi permanen, baik secara luasan area, maupun posisi area. Luasan area pertanian menjadi penting, karena residu area yang lain bisa dipakai untuk mengkonsentrasi penduduk. Konsentrasi penduduk ini penting karena pengelolaan lahan pertanian dalam masa tanam dan masa panen akan membutuhkan banyak tenaga. Posisi area juga krusial, supaya bisa dijangkau oleh pusat kerajaan. Semakin jauh dari sentra kerajaan, semakin sulit kontrol, pencatatan & penetapan pajaknya. Cara menumbuhkan padi jua dapat direplikasi menggunakan gampang di berbagai loka, sebagai akibatnya sawah sahih-benar bisa ?Dicetak? Di banyak sekali loka sesuai kebutuhan.

Scott menyebut sistem pajak ini sebagai cara untuk menyerap state-accessible products (SAP). (5) Seiring dengan perluasan wilayah kerajaan, kebutuhan untuk menyamaratakan sistem perpajakan atau sistem penghisapan produk ini menjadi semakin kuat. Penguasaan daerah baru biasanya dilakukan bersamaan dengan pengenalan cara bercocok tanam padi sebagai metode produksi pangan. Hal ini mengurangi keanekaragaman sumber pangan yang ada sebelumnya. Tidak sampai sepenuhnya monokultur, tapi benar-benar mereduksi keragaman pangan yang sudah ada sebelumnya. Mengapa demikian? Karena bila masyarakat mengembangkan pertanian yang bersifat polikultur, maka cara perhitungan pajaknya bisa berbeda-beda untuk setiap produk. Kebutuhan untuk memiliki satu atau hanya beberapa jenis makanan pokok jadi lebih kuat lagi setelah ditemukannya sistem mata uang. Banyak produk makanan hasil tanaman polikultur, berarti penentuan harga yang berbeda untuk tiap jenis, perbedaan pajak, perbedaan harga lahan, dan seterusnya. Kompleks sekali.

Pola pertanian monokultur (hanya satu jenis tanaman ditanam di satu lahan tertentu) dan polikultur (lebih dari satu jenis tanaman ditanam di satu lahan tertentu)

Sumber foto : dokumen pribadi (pertanian polikultur), www.kimgendeng.blogspot.co.id  (pertanian monokultur)

Tidak kalah krusial merupakan pola kerja rakyat. Pada sistem persawahan ada ketika-waktu pada mana orang akan ramai-ramai turun ke sawah untuk tanam dan panen. Diantara waktu-ketika tersebut, kerajaan dengan mudah mengetahui kapan waktu yg tepat buat memanfaatkan tenaga kerja berdasarkan warga (yang jua merupakan ?Produk? Lain yg sanggup dihisap sang kerajaan/ negara) buat mendukung program-acara pembangunan kerajaan (jalan, bangunan ibadah, dll).

Dalam perkembangannya, dinamika interaksi ini tidak hanya berhenti dalam interaksi penghisapan pemerintah terhadap warga . Tapi pemerintah pula berusaha menciptakan hubungan kebergantungan masyarakat terhadap pemerintah. Mirip sebuah kisah percintaan, tanpa hubungan kebergantungan ini, sebuah pemerintahan tak akan berumur panjang.

Beras Sebagai Alat Mempertahankan Hubungan Paternalistik Negara - Warga

?Orang Indonesia belum makan jikalau belum ketemu nasi.? Begitu candaan yg biasa kita dengar soal kebiasaan makan kita. Ini aneh, lantaran dahulu tidak seluruh wilayah pada Indonesia mengonsumsi beras. Konsumsi beras pada wilayah-wilayah lain, khususnya di Indonesia Timur, mungkin baru terjadi sejak akhir tahun 70-an seiring dengan program swasembada pangan.

Salah satu kebijakan yang poly menuai kritik ketika ini merupakan kebijakan ?Berasisasi? Yg berlangsung di masa pemerintahan Presiden Suharto. Kebijakan ini mengakibatkan dalam perubahan pola makan sebagian rakyat Indonesia, terutama mereka yg tinggal pada daerah Indonesia Timur yang sumber karbohidrat utamanya adalah sagu, ubi, jagung atau singkong. Program ?Cetak sawah?, pembangunan saluran-saluran irigasi, paket transmigrasi, subsidi pupuk, pestisida, acara petani teladan, bahkan sampai kisah Suharto Anak Petani pun diangkat mendorong perluasan lahan-huma sawah di Indonesia. Jagung, bulgur, sagu & umbi-umbian ditertawakan menjadi identik dengan kemiskinan, ketertinggalan, atau kuliner jaman perang. Nasi, ditampilkan sebagai kuliner orang ?Maju?, tersaji pada acara-acara pemerintahan, & program yg mengundang ?Orang-orang krusial?. Akibatnya, umbi-umbian, jagung & sagu pun ditinggalkan. Dan konsumsi beras per orang pada Indonesia adalah yg tertinggi di global.(6)

Pengolahan sagu di Papua

Sumber foto : www.registarapa.blogspot.com

Pada dasarnya interaksi negara dan rakyat nya adalah interaksi paternalistik, atau hubungan kebergantungan antara anak (warga ) & orang tua (pada hal ini negara). Selain urusan pajak misalnya yang telah diuraikan sebelumnya, beras pula dipakai buat menjaga hubungan paternalistik ini. Jika suatu daerah bisa berdikari menggunakan pangan yg dihasilkannya sendiri, lalu di mana kiprah pemerintah sebagai bapak? Jadi kemudian konsumsi beras perlu digalakkan, lantaran beliau akan menjadi medium pemerintah buat menjalankan kiprahnya sebagai ?Bapak? Yg mengangkat ?Anak anak?-nya menurut kemiskinan dan ketertinggalan. Menjadi medium bantuan menggunakan program cetak sawah, subsidi pupuk, pembangunan saluran-saluran irigasi dan paket hibrida. Bila sang anak bisa mengurus makanannya sendiri, lalu bagaimana ?Bapak? Sanggup menunjukkan kasih sayangnya? Dalam konteks program pengentasan kemiskinan contohnya, tentu lebih gampang mengirim satu jenis bahan kuliner (Raskin).

Di tempat-kawasan yang pada masa lalu punya sejarah panjang kedaulatan pangan, warga tinggal di daerah-daerah yg sulit dijangkau. Mendorong orang makan nasi pada wilayah-wilayah ini tentu tidak mudah. Di daerah-wilayah Timur Indonesia, mahalnya harga beras dan kesulitan pengiriman Raskin, diidentikkan menggunakan parahnya syarat infrastruktur. Padahal kebutuhan infrastruktur nir perlu ada jika nir terdapat kebutuhan si bapak buat ?Mengulurkan tangan merengkuh anak anaknya?.

Kejadian Luar Biasa Gizi Buruk pada Asmat misalnya, diakui pemerintah ditimbulkan lantaran sulitnya akses menuju kampung-kampung Asmat. Program berasisasi di masa lampau, yang diteruskan dengan program Raskin telah menciptakan rakyat Asmat yg sebelumnya mampu hayati menggunakan sagu, jadi sangat bergantung pada bantuan beras Raskin. Meskipun pemerintah menyadari bahwa ini terjadi karena kesalahan kebijakan Raskin, namun cara yg dipilih untuk mengatasi ini misalnya merupakan menggunakan program penanaman sagu (yg dari saya aneh, karena wilayah itu seharusnya penuh menggunakan sagu). Sekali lagi dalam kasus misalnya ini, pemerintah hadir menjadi ?Bapak? Yg menolong ?Anak-anak? Nya lewat bantuan dan acara. (7)

Saat orang mulai bergantung dalam beras, ada alasan-alasan hemat buat mulai mencetak sawah-sawah baru (buat menurunkan harga beras lokal), mengirimkan donasi pupuk, pembangunan irigasi & memasarkan output panen. Maka kemudian, pembangunan infrastruktur didorong bukan hanya untuk mempermudah genre barang & donasi misalnya beras buat masuk, tapi pula dilakukan buat memudahkan aliran surplus bahan pangan dari daerah tersebut.

Surplus pangan ini memang dibuat. Surplus pangan ini akan disalurkan pada kelas-kelas warga yang tidak menghasilkan makanannya sendiri, memberi makan kelas pekerja industri yang tidak sanggup menghasilkan makanannya sendiri. Kelimpahan bahan pangan, harga bahan pangan yang murah, menentukan tingkat inflasi, sekaligus menjamin ketersediaan pangan murah bagi para energi kerja industri. Industrialisasi tidak mungkin terjadi tanpa kelebihan produksi pangan yang digunakan buat memberi makan kelas-kelas pekerja itu.

Industri, membuat lebih banyak hal lagi yang mampu dikenai pajak. Begitulah tujuan awal menurut negara dari James Scott: memaksimalisasi penghisapan SAP lewat media pajak.

------

" Leaders  don't create  followers, they create more leaders ." - Tom Peters

Jika kuliner kemudian sebagai medium interaksi antara penguasa & warganya, menciptakan dan melestarikan hubungan paternalistik & penghisapan penguasa terhadap warga , mungkin suatu saat, menanam tanaman yang akan kita makan sendiri merupakan sesuatu yang ilegal & digolongkan sebagai upaya subversif. Dan beberapa loka bahkan sudah menjadikannya demikian.(8) Dalam interaksi seperti ini, otonomi rakyat adalah sesuatu yang nir disukai oleh pihak-pihak yg menggantungkan hidupnya dari hubungan itu.

Saya pikir telah saatnya kita jadi lebih baik. Mendudukkan posisi negara dan pemerintahan dalam tempat yg tepat. Saya tidak sedang mengkampanyekan sebuah pembelotan atau menghilangkan negara sama sekali. Yang saya pikirkan adalah sebuah institusi pemerintah yg tidak sinkron. Saya pikir kita masih perlu institusi pemerintah ini buat mengkoordinir kita-kita warganya, buat mengurusi urusan-urusan publik yg tidak mungkin dikerjakan segelintir masyarakat saja. Institusi pemerintahan perlu berhenti membuat struktur kebergantungan & penghisapan itu. Fokusnya bukan lagi membentuk surplus produksi, atau sekedar menarik rente berdasarkan penguasaan tanah-tanah, energi kerja dan output kerjanya. Tapi mendorong warganya untuk berdikari.

Jadi dalam banyak konteks, termasuk pangan, yang dilakukan pemerintah dalam benak aku ini, merupakan memastikan warganya mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Caranya mampu beragam : bertukar, merogoh eksklusif menurut alam, menanam sebagian atau semua makanannya. Pemerintah membangun koperasi-koperasi pembuat-konsumen, dimana para pembuat pangan bertemu dengan konsumennya langsung, bertransaksi menggunakan lebih adil. Pemerintah memastikan huma-huma pada syarat terbaiknya untuk menjaga pasokan pangan. Pemerintah memastikan orang-orang yang mau menjadi pembuat mampu mengakses semua kebutuhan materil & immateril (terutama pengetahuannya) dengan mudah.

Merasakan panen berdasarkan hasil kerja sendiri, nir perlu risi nir bisa menerima kuliner saat harga-harga melambung tinggi, aku pikir hal-hal tadi pun akan membuat kita merasa lebih baik. Saya ingat, katuk & beberapa tumbuhan lainnya adalah kuliner yg jadi lauk sehari-hari ketika kondisi ekonomi memburuk di rumah kami saat aku mini dulu. Ibu aku sedikit lebih damai, asalkan beras tidak hilang menurut pasar :)

Daftar Pustaka :

1. https://www.theguardian.com/lifeandstyle/2011/jul/17/bread-food-arab-spring ; http://www.economist.com/node/21550328

2. http://www.businessinsider.com/maya-civilization-fall-droughts-climate-change-mexico-2016-6  ; https://www.smithsonianmag.com/science-nature/why-did-the-mayan-civilization-collapse-a-new-study-points-to-deforestation-and-climate-change-30863026/

tiga. Https://finance.Detik.Com/industri/d-3108281/bukan-beras-ini-makanan-orisinil-ri-sejak-zaman-kerajaan

4. Lihat Scott, James C. The Art of Not Being Governed. Yale University Press. 2009

5. Catatan: ?Sap? Dalam bahasa Indonesia, juga berarti cairan nutrisi tumbuhan yg umumnya dihisap oleh kutu atau parasit.

6. https://tirto.id/melepas-beras-bofq

7. Http://m.Tribunnews.Com/nasional/2018/01/31/gizi-jelek-pada-papua-karena-pemerintah-paksakan-program-beras-raskin

8. Https://www.Naturalnews.Com/2017-11-20-beyond-stupid-florida-court-declares-its-illegal-to-grow-food-in-your-own-front-yard.Html

http://www.Lifeintheknow.Com/do-not-even-try-and-grow-your-own-food-at-home-it-is-now-illegal/

Cloud Hosting Indonesia