Tampilkan postingan dengan label Ardanti Andiarti. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ardanti Andiarti. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 Juli 2020

[TIPS] Membangun Kepedulian Sosial pada Anak



Perkembangan teknologi yg begitu cepat, seakan mengubah pola kehidupan kita. Alih-alih memperhatikan sekitarnya, perhatian orang-orang waktu ini sepertinya lebih poly tersedot oleh telpon genggam yang semakin sophisticated, atau tablet & tab yang semakin mini ukurannya sehingga mudah dibawa ke mana-mana & digunakan setiap saat. Tampaknya kemajuan teknologi belum diimbangi dengan peningkatan kecerdasan sosial, sehingga muncul kenyataan tadi.
Masalah kepedulian sosial sebenarnya bukan masalah  baru yang  muncul bersamaan dengan masalah penggunaan “gadget” yang tidak pada tempatnya. Masalah ini muncul tidak kenal waktu, ketika seseorang belum memiliki kecerdasan sosial yang cukup.
Sebenarnya masih banyak hal lain di luar pengaruh gadget yang mencerminkan bagaimana kepedulian seseorang terhadap lingkungannya. Namun, daripada meributkan kondisi yang ada saat ini, mungkin lebih baik kita fokus kepada anak-anak yang ada saat ini, bagaimana membangun sikap peduli sosial, dan bagaimana menanamkannya  sehingga kelak mereka memiliki kesadaran untuk berkontribusi pada sesama.
Howard Kirschenbaum membicarakan, hampir semua masalah pada kehidupan terkait

dengan pendidikan nilai & pendidikan moral. Pendidikan seperti inilah yang cita rasanya luput menurut sistem pendidikan formal kita karena seluruh yg diukur hanyalah kecerdasan akademis.
Rasa peduli terhadap orang lain tidak dapat dibangun hanya dengan menaruh simpati saja. Kita perlu rasa yang lebih kuat untuk menggerakkan tindakan berbagi dari sekadar jatuh kasihan.  Kita harus peka, kemudian berempati yang menggerakkan kita memberikan kontribusi.
Kalau kita cermati, ada dua hal yang memiliki peran paling besar dalam menanamkan kepedulian seorang anak terhadap lingkungan sekitarnya, yaitu keluarga dan lingkungan. Fondasi utamanya tentu lingkaran keluarga. Namun, sebagai tempat dimana  anak banyak belajar dan menghabiskan waktunya, sekolah memiliki peranan yang penting dalam membangun kepedulian sosial.




Sumber :http://earlychildhoodeducation.Vanguard.Edu




Membangun Empati dalam Anak
Empati. "Put ourselves in others shoes". Kita berusaha memahami perasaan dan sikap orang lain, dan peduli kepadanya. Definisinya sangat mudah kita pahami. Tapi apakah mencerna dan melakukannya sesederhana itu?
Sangat mudah membaca kemampuan anak untuk berempati. Di rumah, sikap anak dalam merespon anggota keluarga yang ada di rumahnya, hingga bagaimana ia bersikap kepada ART (Asisten Rumah Tangga), supir, tukang kebun, bahkan tetangga dan penjaga warung, dapat menggambarkan kecerdasan sosialnya. Di sekolah, dinamika kelas sangat mencerminkan kecerdasan sosial para siswanya. Kegiatan yang menumbuhkan rasa empati dan menghargai untuk menghindari kasus bullying di kelas, belajar bersama anak berkebutuhan khusus, bisa menjadi sumber belajar istimewa yang membangun kehidupan sosial anak di sekolah. Perhatikan saja perilaku dan caranya menyelesaikan permasalahan sehari-hari.
Memang beberapa orang lebih mudah berempati menurut yg lain. Tetapi saya yakin yg penting merupakan bukan gampang atau sulit, tetapi bagaimana caranya buat lebih empatik. Banyak hal yang dapat dilakukan buat membentuk rasa empati pada anak-anak, sebagai akibatnya mereka bisa menjadi orang yg memiliki kasih sayang terhadap orang lain.
Dalam wawancara dengan tvo, sebuah stasiun televisi pada Canada, Mary Gordon, penulis kitab "Roots of Empathydanquot; menyampaikan bahwa secara alamiah anak-anak lahir dengan kapasitas ikut merasakan. Lantaran didikan atau lingkungan, kapasitas berempati ini mampu maksimal berkembang, atau malah menipis. Kalau anak nir punya model, pula menipis.
Sebenarnya tidak sulit mengasah kepekaan sosial pada anak, karena pada dasarnya anak merupakan makhluk yg penuh rasa ingin tahu. Rasa ingin memahami akan sekitarnya itulah yang lalu dicernanya sebagai sebuah kepedulian.
Mengasah kepedulian sosial nir mengenal umur. Saat mendampingi anak-anak belajar empati, orang tua pun banyak belajar dan diingatkan pula. Tidak ada istilah terlambat & berhenti buat membuatkan kepedulian sosial, lantaran hingga kapanpun pun kita akan selalu berhadapan dengan perseteruan sosial yang semakin berkembang.
Banyak sekali cara untuk mengembangkan kepedulian sosial. Hal yang sederhana adalah mendongeng dan menggali nilai-nilai dari dongeng. Bermain peran, salah satu kegiatan yang menyenangkan untuk anak dan mudah untuk melihat bagaimana seorang anak memasukkan dirinya dalam satu kondisi tertentu. Bermain peran tidak harus dilakukan di sekolah, bisa juga dilakukan di rumah. Bermain peran tentang kehadiran anak baru yang datang ke kelas mereka bisa menjadi salah satu pencegah bullying. Setelah bermain peran, diskusikan sikap-sikap yang mereka perlihatkan dan alasannya.
Pada anak-anak yang telah mulai berkiprah dewasa, aktif pada organisasi dapat membuatkan kepedulian anak terhadap teman-temannya & menaikkan kemampuan berinteraksi dengan poly orang. Anak jua semakin mandiri memecahkan konflik.



Sumber :http://sem-ya.Com.Ua



Membaca & Mendengar dengan hati


Menurut saya, salah satu laboratorium terasyik buat mengasah kepekaan sosial menurut mini merupakan transportasi umum, seperti angkutan kota (angkot) yg sebagai moda mobilisasi yg paling aku sukai. Kita nir akan pernah menjumpai satu keadaan yg sama di angkot. Setiap saat selalu berubah, dengan beragam orang yg keluar masuk tanpa bisa kita pilih. Sering mengajak anak memakai angkot buat bepergian nir hanya mengajarkan anak menjaga diri, tetapi juga memberikan pelajaran kepada anak tentang menempatkan diri dan bersikap. Contohnya saat menggunakan tas punggung, tasnya dipangku agar kita dapat duduk menyandar & kaki kita nir menghalangi jalan. Seperti juga kita harus menunggu orang keluar terlebih dahulu sebelum kita masuk atau bergeser agar orang yang baru masuk gampang duduk.
Mendampingi anak memahami, mengolah, dan memecahkan permasalahan yang terjadi dalam kesehariannya sangat membantu mereka mengembangkan empati dan kepedulian terhadap orang lain.  Orang tua dan guru hanya perlu memberikan anak kesempatan untuk itu,  karena secara alami, anak-anak memiliki kemampuan dan naluri untuk merefleksikannya.
Menurut Stan Baker, seorang praktisi pendidikan dari Safe Caring and Restorative Schools di Kawartha Pine Ridge District School Board, Kanada, tahap pertama dalam membangun empati adalah meningkatkan kemampuan mendengar. Hal ini terlihat mudah, namun dalam kenyataannya terkadang tidak semudah itu menjadi pendengar yang baik. Kemampuan mendengar ini adalah hal yang paling nyata dan efektif untuk mengajarkan anak-anak (juga orang dewasa) untuk lebih empatik.  Setelah itu, pendampingan sebagian besar dilakukan hanya dengan memancing mereka dengan beberapa pertanyaan ketika anak mengalami suatu kejadian.
Menurut saya, nir hanya mendengar tetapi juga membaca. Tidak sekadar mendengar dan membaca menggunakan indera pendengaran & mata kita saja, tetapi juga dengan hati. Ketidakpedulian kita terjadi sesederhana ketika kita nir mendengar dan tidak melihat.
Ada enam pertanyaan mendasar yang membantu anak mengambil pelajaran menurut pengalamannya.


  • Apa yang terjadi?
  • Mengapa anak melakukannya?
  • Apa yang ia pikirkan saat melakukannya (atau setelah melakukannya)?
  • Siapa yang terkena akibatnya?
  • Mengapa orang-orang tersebut terkena akibatnya?
  • Dan pertanyaan paling penting adalah apa yang perlu ia lakukan untuk membuat semuanya lebih baik?
Hal yg penting, kita menanyakannya dengan perilaku netral, tanpa menghakimi atau menyalahkan. Lantaran emosi, guru atau orang tua kadang menyampaikannya menggunakan nada tinggi, sehingga anak merasa disalahkan atau dihakimi lalu menutup diri & defensif. Kita pula perlu menahan diri ketika anak masih emosional lantaran ketika itu anak sebagai defensif dan sulit buat diajak bicara. Saat kejadian, tangani yg perlu, nanti dibicarakan lagi jika sudah berkurang emosinya dan berkurang defensifnya. Jika anak telah bisa dan terbiasa memasak pengalamannya, ia pun memiliki pencerahan buat terus mengambangkan kepedulian sosialnya, & nir menjadi hal yang dogmatis.




Sumber :http://www.Telegraph.Co.Uk




Penutup
"The attitude that you have as a parent is what your kids will learn from, more than what you tell them. They don't remember what you try to teach them. They remember what you are."
Petikan menurut Jim Henson di atas seperti cermin buat kita. Apakah kita ?Sebagai orang tua, sebagai bagian menurut masyarakat- telah cukup peduli dengan lingkungan lebih kurang kita? Apakah kita terus mengasah kemampuan kita buat berempati dalam lingkungan kita? Karena sebenarnya anak-anak perlu contoh buat mencerna apa itu kepedulian sosial. Anak-anak punya sistem sendiri tentang mencerna pengalamannya. Kita hanya perlu membantu mereka agar bisa memahaminya & berbuat buat sebuah keadaan yg lebih baik menggunakan sebagai model.
Semoga ketika kita ingat bahwa satu aksi mini yang dilakukan beserta dapat menggerakkan rakyat, kita nir merasa kelelahan sendiri buat terus melakukannya. Dan semoga, kita tidak sulit bertemu dengan anak yg dengan tulusnya memperlihatkan bantuan, ?Kamu kenapa? Sini saya bantu!?


Referensi :
Gordon, Mary, Baker, Stan. The Importance of Teaching Kids Empathy. Tvoparents.Tvo.Org.
Kirschenbaum , Howard. 1995. "100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools and Youth Settings". Massachusetts : Allyn & Bacon


(Ardanti Andiarti)



Penulis adalah seorang yang menikmati hidup di dunia pendidikan. Setelah bertualang melalui beberapa pekerjaan, akhirnya menetapkan diri untuk berlabuh di dunia pendidikan. Pernah menjadi pengajar di Rumah Belajar Semi Palar, Bandung dan aktif dalam beberapa program pendidikan, di antaranya menjadi kurator Bincang Edukasi Bandung, fasilitator program anak di Sahabat Kota, menjadi co-trainer di Program Sekolah Sobat Bumi.






























































Cloud Hosting Indonesia