Tampilkan postingan dengan label Proaktif-Online Agustus 2018. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Proaktif-Online Agustus 2018. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Mei 2020

[RUMAH KAIL] SELUK BELUK PERAWATAN RUMAH DAN KEBUN KAIL

Oleh: Didit Indriati

Rumah Kail adalah pusat kegiatan rutin Perkumpulan Kuncup Padang Ilalang. Rumah ini juga diperuntukkan sebagai tempat belajar dan berbagi pengalaman para aktivis maupun warga sekitar. Ia juga sekaligus merupakan sebuah rumah bersama yang mengemban visi  “Terwujudnya dinamika kehidupan masyarakat dan seluruh ciptaan yang adil dan setara”. Sebagai salah satu perwujudan visi tersebut, KAIL menekankan seluruh kegiatannya pada prinsip sumberdaya alam berkelanjutan, yaitu mengelola dan memanfaatkan alam sebagai instrumen, tanpa mengubah atau mengeksploitasi alam itu sendiri.

Dengan berpegang pada prinsip tersebut, Rumah Kail dibangun dengan menggunakan material alami, seperti: batu, kayu, dan tanah liat yang merupakan bahan genting.  Rumah Kail juga memanfaatkan bahan-bahan bekas sebagai material rumahnya, dengan tujuan memperpanjang usia penggunaan suatu bahan. Rumah Kail didesain dengan konstruksi limasan, langgam Jawa yang sederhana dengan ruang tengah yang cukup luas yang diperuntukkan sebagai ruang pertemuan, teras depan dan belakang yang luas serta lantai bawah yang berfungsi sebagai ruang pertemuan, dapur, kantor serta ruang makan. Terletak pada ketinggian perbukitan Cigarugak, Rumah Kail cukup aman dari banjir, kebisingan kota serta bahaya-bahaya yang umum dihadapi perumahan perkotaaan.

Rumah Kail seperti rumah tradisional pada umumnya harus selalu dirawat agar bersih dan nyaman, serta bebas dari penyakit, siap untuk digunakan sesuai fungsinya dan dapat berumur panjang. Perawatan Rumah Kail berkaitan dengan jenis bahan dan tata cara penggunaannya.  Perawatan Rumah KAIL juga tergantung kepada masalah yang muncul, antara lain, kebocoran atap akibat pergeseran genting pada saat hujan besar, kelembapan yang tinggi akibat air tanah yang merembes. Munculnya rayap, semut dan tikus juga menjadi masalah dalam menjalankan aktivitas di Rumah KAIL.

Sehubungan dengan prinsip keberlanjutan asal daya alam yg diusung sang KAIL pada menjalankan kegiatannya, maka langkah-langkah perawatan rumah dan kebun KAIL hendaknya selaras menggunakan alam. Oleh karenanya, mari kita simak berbagai langkah perawatan rumah & kebun KAIL berikut ini.

Alat dan Bahan Pembersih Rumah yg ramah lingkungan

Alat pembersih yang digunakan di Rumah KAIL sebisa mungkin menggunakan material yang alami, seperti sapu ijuk untuk menyapu lantai, kemoceng dari bulu ayam, sabut kelapa atau gambas yang dikeringkan untuk mencuci piring. Sedangkan  untuk sabun cuci piring , Rumah Kail menggunakan buah lerak. Lerak sebuah tanaman khas Indonesia yang sejak dulu dikenal sebagai bahan pencuci alami.  Caranya adalah buah lerak direbus dalam air sampai berbusa.

Sabut kelapa untuk menggosok peralatan makan saat dicuci
Lerak

Apabila KAIL mengadakan aktivitas, kami membiasakan peserta untuk mencuci peralatan makan sendiri dengan cara mencuci di wadah baskom. KAIL sesedikit mungkin memakai sikat berbahan plastik, lantaran saat indera-alat tersebut nir dipakai lagi, dia akan terbuang ke alam dan nir bisa diuraikan oleh alam.

Sapu lidi
Sapu ijuk

KAIL berusaha mengurangi penggunaan bahan pembersih yang tidak ramah lingkungan. Sebagaimana kita ketahui, bahan pembersih yang terbuat dari kimia, mengandung pestisida yg dapat mematikan hama, tetapi dalam saat bersamaan turut mematikan organisme baik yang dibutuhkan untuk menjaga ekuilibrium alam. Klorin yg dipakai buat memutihkan lantai membahayakan insan lantaran bisa menyebabkan iritasi dalam kulit dan mata insan. Bahan SLS (Sodium Laureth Sulfate) dalam cairan pembersih dapat meracuni tanah & air, serta mematikan organisme air. Cresylic Acid yg acapkali disebut sebagai bahan aktif pembasmi kuman, berpotensi menimbulkan penyakit kanker pada insan.

Oleh karena itu, untuk bahan pembersih yang digunakan sebisa mungkin terdiri dari bahan alami dengan memperhatikan jenis materialnya. Misalnya untuk membersihkan kerak-kerak atau kotoran di kamar mandi, staff KAIL menggunakan soda kue. Untuk perawatan lantai atau dinding yang terbuat dari kayu, KAIL menggunakan daging kelapa yang sudah tua, dengan cara diparut kemudian digosok-gosokkan ke lantai kayu. Perawatan rutin secara berkala akan membuat lantai kayu menjadi mengkilap.

Proses menggosok lantai kayu dengan kelapa parut
Perbedaan permukaan lantai kayu sebelum digosok dan sesudah digosok kelapa parut
Untuk mencuci pakaian, pakaian direndam dahulu tanpa sabun. Air rendaman pertama disiramkan ke bed tanaman di kebun KAIL. Kemudian air rendaman kedua diberi deterjen dan dibilas dua kali dengan air bersih sampai busa hilang.

Sisa air cucian yang mengandung sabun dialirkan ke dalam kebun selesainya air yg mengandung busa sabun dijernihkan terlebih dahulu melalui saluran pembuangan yang ditanami menggunakan tumbuhan air. Tanaman-flora air ini akan menyerap zat kimia dan zat hara dari sabun & deterjen, lalu menyimpannya ke pada btg & daun-daun mereka.

Bahan Penghalau Hama pada Rumah KAIL

Rayap dan semut merupakan faktor umum rumah pedesaan yang bisa segera diatasi  dengan tidak menumpuk sampah serta rutinitas pengamatan elemen-elemen kayu di Rumah Kail. Jika terdapat sarang semut atau rayap harus segera diatasi sebelum jauh menggerogoti masuk kedalam kayu. Beberapa cara yang sudah dilakukan untuk membasmi serangga-serangga hama di sekitar rumah KAIL antara lain: menggunakan semprotan minyak tanah dan cairan daun tembakau untuk menghalau rayap agar tidak bersarang di dalam kayu. Di rumah KAIL juga tersedia minyak sereh untuk dioleskan di kulit, agar para pengunjung Rumah KAIL terhindar dari gigitan nyamuk.

Pemberlakuan peraturan Selaras Alam di Rumah KAIL

Ada beberapa aturan untuk tamu dan juga untuk para relawan atau aktivis yang berkunjung ke Rumah KAIL. Yaitu tidak meninggalkan sampah atau material yang tak dapat diurai di alam, membawa tumbler (wadah minum) atau kotak makanan dan tidak merokok di lingkungan Rumah KAIL. Semua itu berasal dari komitmen sumber daya alam berkelanjutan di Rumah KAIL.

Dalam aktivitas yg melibatkan lebih dari 10 orang, KAIL seringkali menyediakan konsumsi yang sedapat mungkin didapat berdasarkan hasil kebun KAIL. KAIL memberlakukan sistem pencucian alat-indera makan menggunakan baskom-baskom air. Baskom pertama (tanpa air) buat membuang residu-residu kuliner, baskom kedua berisi air tanpa sabun dipakai untuk membilas peralatan makan, baskom ketiga berisi air sabun yang dipakai buat menghilangkan sisa-residu kuliner yang sulit dibersihkan menggunakan air, baskom keempat berisi air higienis buat membilas piring dari sabun. Dengan cara ini, KAIL melakukan penghematan penggunaan air dan mencegah terbuangnya poly sabun untuk membersihkan peralatan makan.

Perawatan Kebun KAIL selaras alam

Kebun KAIL terdiri menurut tumbuhan-tumbuhan pangan yang dapat dikonsumsi dan sejumlah pepohonan peneduh yang berfungsi sebagai peredam angin menurut lembah. Kebun KAIL diolah dengan prinsip permakultur dengan tujuan mencapai keselarasan dengan hukum-aturan alam. Oleh karenanya, perawatan kebun KAIL hendaknya menyesuaikan dengan aturan alam tadi menggunakan mendayagunakan material yang dihasilkan dari alam itu sendiri. Untuk melindungi tanah menurut penguapan dampak terik sinar mentari , KAIL meletakkan serasah dedaunan kemarau (mulsa) di atas bed tumbuhan. Di beberapa bed tumbuhan, kami membuat ?Rumah cacing? Loka meletakkan material organis berupa sisa kuliner dengan tujuan menaruh tambahan material yang diperlukan bagi organisme tanah.

Di kebun KAIL terdapat marmot dan bebek yang kotorannya digunakan sebagai pupuk alami bagi tanaman-tanaman di kebun KAIL. Telur bebek yang dihasilkan sudah sering jadi menu di kegiatan-kegiatan KAIL. Buah-buahan serta sayuran dari Kebun KAIL juga merupakan sumber makanan yang sering dimanfaatkan dalam beberapa kegiatan Rumah KAIL. Kita memperoleh keuntungan dari hasil  alam dan kita mengembalikannya kepada alam dengan turut menjaga keselarasan alam. Rumah KAIL merupakan sebuah cita-cita penting yang diwujudkan  dengan sederhana melalui berbagai kegiatan. Cita-cita sumberdaya alam berkelanjutan yang tercermin dalam tindakan keseharian antara lain cara hidup, cara bertindak, cara bersosial, semuanya diharapkan dapat  terlihat dari semangat yang dipelihara oleh Rumah dan Kebun KAIL. Kami ingin membangun suatu dunia yang menjadi milik bersama, bahkan menjadi tempat yang layak dan nyaman bagi anak cucu kita kelak.

Senin, 18 Mei 2020

[PROFIL] ORGANISASI DAN KOMUNITAS PEMERHATI ISU PAPAN

Oleh : Fransiska Damarratri

Lebih berdasarkan 7 milyar insan hayati pada ruang-ruang bumi ini. Dalam ruang-ruang hayati tersebut, insan hayati bersama membangun rumah-rumah buat bermukim & semua pendukung kehidupan mereka. Manusia pun memenuhi kebutuhan hayati menggunakan banyak sekali upaya kebudayaan, termasuk melalui teknologi, pada antara tegangan antar pihak & batasan daya dukung alam.

Masalah-masalah, perihal, dan upaya penyelesaian pun timbul. Manusia lantas berkumpul buat mengusahakan ruang hidup yang lebih baik. Usaha-bisnis kolektif itulah yg tidak sporadis menjadi arus-arus pergerakan sosial.

Tak terkecuali di Indonesia, wacana-wacana tentang isu ruang hidup juga digerakkan oleh berbagai kelompok. Kelompok-kelompok ini cukup beragam, dari yang berbasis gerakan warga, sosial kebudayaan, keprofesian, akademik, hingga komunitas anak muda. Kali ini Pro:aktif Online mencoba mencuplik profil 4 organisasi dan komunitas  yang peduli terhadap isu papan di Indonesia.

1.      Kolektif Agora (Bandung)

Melihat ruang kosong akan literasi mengenai perkotaan pada Bandung, 3 anak muda menginisiasi sebuah program diskusi yang diberi nama Agora. Diskusi itu pun berkembang sebagai sebuah kolektivitas yang selain berdiskusi pula mengumpulkan pemikiran pada bentuk goresan pena, dan menyebarluaskannya pada media sosial. Kolektif Agora sebagai wadah di mana isu-info tentang perkotaan dibahas, lalu pembahasan tadi dikumpulkan dan dikomunikasikan ke khalayak, terutama kaum belia kota.

Diskusir #8 Kolektif Agora menggunakan tajuk "Memungut Remah-remah Wacana Rumahdanquot; (Mei 2018, Sumber: Instagram @kolektifagora)

Pembahasan mengenai kota, dari Kolektif Agora, krusial buat disebarluaskan karena rakyat kota perlu tahu kota sebagai sistem yg saling berkaitan satu sama lain. Agar masyarakat kota yang masing-masing sudah mempunyai pencerahan atau perhatian terhadap satu isu eksklusif, menjadi terbuka wawasannya atas keterkaitan majemuk berita kota secara keseluruhan. Di kota Bandung, sudah poly upaya pemerintah buat menciptakan masyarakat kota nyaman. Namun pada luar itu, rakyat kota sendiri perlu mengulik hal-hal apa yang masih mampu terus diperbaiki.

Kolektif Agora memang lebih fokus pada proses literasi kaum belia. Harapannya, kaum muda bisa terinspirasi dan akhirnya berefleksi bahwa penyelesaian masalah kota tidak sanggup hanya mengandalkan satu-2 pihak saja yg menyediakan kebijakan & infrastruktur. Penyelesaian beserta harus dimulai juga menurut diri & lingkungan kaum muda.

Beberapa isu yang pernah dibahas di Kolektif Agora antara lain transportasi yang berkelanjutan, bangunan heritage, pangan, serta papan atau rumah. Salah satu tema yang akan digarap berikutnya adalah soal persampahan, yaitu bagaimana kota berinteraksi dan memproduksi sampahnya sendiri. Proses literasi di Agora pun mencoba menyentuh banyak sisi, mulai dari sisi psikologi hingga tataran abstrak seperti filsafat, hingga aspek teknis seperti kebijakan. Kolektif Agora memang menjadi wadah urun rembug dan diskusi, bukan sebuah kolektif yang sudah sedia dengan jawaban-jawaban akan sebuah isu.

Unggahan Kolektif Agora tentang perkara perumahan di Instagram (Sumber: Instagram @kolektifagora)

Terkait isu papan di perkotaan, Agora pernah mengangkat beberapa tajuk seperti: “Kelak Rumah Jadi Tak Lumrah”. Kolektif Agora juga pernah membuat survey kecil dibantu oleh @rumahpertama.id tentang bayangan rumah ideal oleh generasi muda. Hasil survey tersebut menunjukkan harapan yang jika disandingkan dengan kondisi riil terpaut jarak yang jauh karena berbagai hal: keterbatasan lahan, harga lahan, dan pendapatan. Namun banyak alternatif yang bisa diperjuangkan di luar solusi top down dari pemerintah atau developer. Terutama jika melihat pembangunan properti kini lebih berpihak pada kaum atas.

Alternatif-alternatif yang muncul dari diskusi antara lain konsep rumah tumbuh, social housing atau hidup secara komunal. Lalu juga pemanfaatan ruang-ruang kecil yang bisa ditinggali. Diskusi juga menguak akan mitos-mitos bahwa rumah susun atau apartemen itu tidak lebih buruk dari pada rumah biasa (landed house). Akan tetapi perlu diperhatikan cara-cara bagaimana perumahan vertikal itu dibentuk dan dibangun. Pasca diskusi, juga muncul wacana tentang kampung di Indonesia, sebuah proses pembangunan yang terkadang diberi stigma negatif, namun sifatnya yang organik dan swadaya bisa menjadi penting bagi masa depan perumahan kita. Sedangkan pertanyaan ke depan yang perlu dijawab juga adalah isu papan bagi mereka yang lebih membutuhkan dibandingkan kaum muda atau kelas menengah.

***

Kolektif Agora berharap lebih banyak lagi orang mampu terlibat dalam kegiatan-kegiatannya. Kolektif Agora membuka rubrik menulis buat siapa saja yang tertarik. Informasi lebih lanjut dapat dipandang pada blog & media sosial.

Kunjungi Kolektif Agora

Email: kolektif.Agora@gmail.Com

Instagram: @kolektifagora

Medium: medium.Com/kolektif-agora

Hubungi Kolektif Agora

Nayaka Angger: 0877-7797-7710

Naufal Rofi: 0857-6248-2052

2.      ASF-ID (Jakarta, Bandung, Malang, Semarang)

ASF-ID, Architecture Sans Fronti?Res Indonesia didirikan pada tahun 2015. ASF-ID sendiri merujuk pada organisasi arsitektural non-profit Architectes Sans Fronti?Res (Arsitek tanpa Batas), yang didirikan dalam 1979, & hub internasionalnya, ASF-Int (2007), yang bertujuan buat memberi wawasan sosial kepada arsitek, sarjana arsitektur, juga mahasiswa lewat ihwal juga aksi arsitektural. Kegiatan ASF-ID didasari oleh kesukarelaan & kontribusi dari anggota maupun simpatisan.

Dari grup yang bergiat di seputar Jakarta & Bandung dari tahun 2015, ASF-ID pun berkembang ke 2 kota yaitu Malang dan Semarang mulai kurang lebih tahun 2017. Pada 6 Mei 2017 pun diselenggarakan kegiatan Hari Relawan ASF-ID serentak di 4 kota jaringan tersebut. Lantas pada tanggal 30 September-1 Oktober 2017, diadakanlah Musyawarah yang mengumpulkan para perwakilan kota buat saling bertukar kabar dan berembuk tentang organisasi ke depan.

ASF-ID sendiri memiliki visi sebagai perkumpulan arsitek, akademisi, maupun profesional yang bekerja di akar rumput, bergiat untuk memfasilitasi komunitas maupun masyarakat yang membutuhkan pendampingan arsitektur maupun keswadayaan. Kegiatan ASF-ID pun beragam mulai dari kegiatan workshop, fasilitasi desain, diskusi wacana-wacana alternatif hingga pemetaan.

Warga Kampung Tongkol & maket Rumah Contoh

Pada akhir 2015 hingga awal 2016, ASF-ID mendampingi pembangunan partisipatif rumah contoh di Kampung Tongkol, bantaran anak Sungai Ciliwung, Jakarta Utara. Rumah contoh dengan konsep co-housing ini merupakan salah satu hasil kerja bersama perbaikan kampung dengan Komunitas Anak Kali Ciliwung, Jaringan Rakyat Miskin Kota, Urban Poor Consortium, Universitas Indonesia dan berbagai pihak lainnya. Perbaikan kampung (kampung upgrading) tersebut adalah upaya warga Kampung Tongkol, Krapu dan Lodan yang tergabung dalam Komunitas Anak Kali Ciliwung untuk mengantisipasi penggusuran yang akan dilakukan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Karya rumah contoh tersebut mendapatkan penghargaan dari jaringan ASF Award 2017: Social Construction of Habitat.

Rumah Contoh pada Kampung Tongkol, Anak Kali Ciliwung, Jakarta Utara

Gotong royong menciptakan rangka bambu untuk atap

ASF-ID jua melaksanakan aktivitas seperti Pemetaan pada Kampung Pasirluyu-Bandung, Lokakarya Perencanaan & Konstruksi di Desa Jengger-Malang, Pembangunan Jembatan Bambu pada Solo, serta pembangunan PAUD Nur Hikmat di Tasikmalaya.

Selain itu, ASF-ID juga mengadakan kegiatan yang memantik wacana-wacana alternatif. Contoh kegiatan yang pernah dilaksanakan adalah Workshop Konstruksi Bambu, Pemutaran Film Dokumenter Chile Barrio, Pemutaran Film The Pruitt-Igoe Myth: An Urban Historydi berbagai kota, Diskusi “Arsitektur Partisipatoris: (di mana) Arsitektur, (siapa) Arsitek, dan (apa) Keindahan?”, serta banyak lagi diskusi dan kuliah umum lainnya di berbagai kota.

Acara nonton bareng dan diskusi film The Pruitt-Igoe Myth di ITB, Bandung

Terbuka kesempatan bagi siapa saja yg tertarik bergabung menggunakan ASF-ID, baik sebagai relawan juga donatur. Untuk mempelajari aktivitas-kegiatan modern ASF-ID silakan mengunjungi media sosial yg tercantum berikut.

Kunjungi ASF-ID

Website: http://asf.Or.Id

Meniti Batas: http://blog.Asf.Or.Id

Page: http://facebook.Com/asfindonesia

Hubungi ASF-ID

jakarta@asf.Or.Id

bandung@asf.Or.Id

malang@asf.Or.Id

semarang@asf.Or.Id

3.      Praksis - Studio Perencanaan Partisipatif dan Kajian Pembangunan (Bandung)

Praksis adalah studio perencanaan partisipatif dan kajian pembangunan yang berbentuk yayasan, berkedudukan pada Bandung. Praksis mempunyai penekanan pada 3 jenis aktivitas: pendampingan warga , konsultasi kepada kawan-mitra yang membutuhkan, dan riset aksi. Ada pula program-program lain seperti pembinaan & diskusi mengenai isu-isu partisipatif & pembangunan di rakyat.

Pertemuan lapangan Kelas Informal Praksis: presentasi output pemetaan dengan peserta & warga .

Yayasan Praksis didirikan oleh beberapa mahasiswa dan mahasiswi Arsitektur ITB pada tahun 1997. Pada masa itu, terutama pasca lengsernya Presiden Soeharto, salah satu isu utama yang dirasa para pendiri harus digarap adalah isu pemberdayaan masyarakat. Pendampingan pertama yang dilakukan adalah program pendampingan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Otto Iskandar Dinata, Bandung pada  1997-2000. Dilaksanakan program untuk membantu PKL agar bisa tetap berjualan tetapi tidak saling merugikan dengan pihak lain. Solusi yang dihasilkan berbentuk kesepakatan desain. Desain tersebut lalu diimplementasikan oleh para PKL. Akan tetapi, di periode pemerintahan yang selanjutnya PKL tetap digusur. Setelah tahun 2000-an, Praksis sempat mengalami kekosongan kegiatan sebelum mulai aktif lagi di 2010 hingga sekarang.

Nilai-nilai dasar yang diperjuangkan Praksis dalam kegiatannya adalah terbentuknya kesadaran manusia yang selaras antara diri sendiri, masyarakat luas dan alam. Pemetaan partisipatif dan kajian pembangunan secara prinsip adalah salah satu tools untuk membantu mengembangkan kesadaran manusia itu sendiri. Praksis percaya bahwa jika manusia sudah sadar dan bisa menyelaraskan antara diri, masyarakat dan alam, maka pembangunan yang baik pun bisa terjadi.

Salah satu penekanan program Praksis kini adalah pendampingan di wilayah RW 05, Kelurahan Cibangkong, Bandung. Program ini sedang dalam proses mengusahakan prototip sistem liputan berbasis data yang didapat berdasarkan pemetaan partisipatif beserta rakyat. Harapan berdasarkan program ini adalah supaya pembangunan yg dilakukan rakyat RW 05 mampu sinkron menggunakan data-data riil di lapangan. Pembangunan permanen berjalan sinkron data lapangan, nir bergantung pada pergantian periode pemerintahan atau rezim.

Pemetaan partisipatif beserta rakyat RT 03/RW 05 Cibangkong, Kota Bandung

RW 05 Cibangkong sendiri adalah wilayah strategis yg terletak pada belakang tempat Trans Studio Mall. Wilayah memang sempat dirancang ke pada sebuah masterplan kawasan usaha. Tanah rakyat pun ditawar buat pembangunan apartemen & lainnya. Beberapa rakyat menjual tanahnya dengan harga yang relatif tinggi dan pindah ke lokasi lain. Tetapi mereka permanen bekerja pada wilayah Cibangkong, sebagai akibatnya mereka pulang-pulang setiap hari buat bekerja. Pada akhirnya, beberapa rakyat pun balik ke Cibangkong & menyewa rumah.

Praksis memandang, rumah atau papan nir sanggup terpisah dari kehidupan manusia. Rumah menjadi ruang itu sendiri terhubung dengan proses produksi ekonomi & sosial. Rumah harus dicermati secara integral ke aspek-aspek lain di kehidupan insan. Salah satu perkara mendasar di proses pembangunan sekarang adalah penekanan yang hanya melihat dalam aspek fisik atau nilai tanah saja. Selain kasus ekonomi & sosial, pembangunan juga harus menyesuaikan sumber-sumber daya alam yg ada.

Untuk berkontribusi di Praksis, siapa saja sanggup menghubungi hubungan atau akun sosial media yg tercantum. Praksis juga terbuka buat dikunjungi di alamat kantor Jalan Tubagus IV no. Lima, Bandung. Kontribusi sanggup berupa donasi, energi dan pikiran, ataupun sebagai pemberi saran dan inspirasi. Terbuka juga kesempatan buat pemagang yang tertarik dengan isu-isu yang digarap.

Kunjungi Praksis

Facebook: Praksis Indonesia

Hubungi Praksis

Ahmad Syaiful: 0815-6035-164

Okie Fauzi Rachman: 0815-6353-3091

4.      Paguyuban Kalijawi (Yogyakarta)

Paguyuban Kalijawi merupakan perkumpulan kelompok-kelompok warga yang bermukim di bantaran sungai Gajah Wong dan Winongo, Yogyakarta. Sebelum Paguyuban Kalijawi terbentuk, terselenggara kegiatan pemetaan partisipatif oleh ArkomJogja di dua kampung bantaran sungai Winongo dan Gajah Wong. Dari kegiatan tersebut, terkumpul potensi serta permasalahan kampung yang diaudiensikan bersama kepada pemerintah. Masalah yang sama-sama dirasakan oleh warga bantaran antara lain: rumah tidak layak huni, status tanah informal, hingga masalah sanitasi dan sampah.

Akhirnya, warga yg terkumpul bersepakat membangun Paguyuban Kalijawi mulai Juli 2012. Kini Paguyuban Kalijawi mencakup 21 gerombolan aktif di 14 kampung bantaran Sungai Winongo dan Gajah Wong. Paguyuban ini sekarang mempunyai 7 divisi acara: permukiman, ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial-kemasyarakatan, advokasi-jaringan, dan kesekretariatan.

Kegiatan Paguyuban dimulai menurut mengajak masyarakat bantaran sungai menuntaskan perkara yg urgen berdasarkan hasil pemetaan dengan cara menabung berkelompok. Masalah urgen tadi merupakan tempat tinggal yg tidak layak huni. Warga yg tergabung lantas membangun grup berisikan 10 orang. Setiap orang mewakili satu keluarga, menyisihkan Rp 2.000 per hari. Sehingga pada 2 bulan terkumpul Rp 1.200.000 berdasarkan semua anggota.

Kelompok berkumpul buat melaksanakan pemetaan kasus dan potensi serta merencanakan banyak sekali hal mengenai kampung.

Lalu dana tersebut bergulir setiap dua bulan sekali selama 20 bulan, ditambah dengan dana stimulan menurut ArkomJogja, buat acara renovasi tempat tinggal . Para anggota kelompok pun memetakan prioritas pemugaran rumah, sehingga dana tersebut bisa bermanfaat menggunakan baik. Selain swadaya anggota, mereka pun mencari asal daya lain di luar Paguyuban Kalijawi. Dalam 10 bulan, terjadi renovasi buat 165 tempat tinggal . Di luar itu, ada 4 gerombolan masyarakat yang secara khusus menabung buat perbaikan talud sungai atau menciptakan balai rakyat.

Setelah itu, kelompok tabungan permanen berjalan. Dana Pembangunan Komunitas yang terkumpul digulirkan kembali menggunakan peruntukan yg lebih luas selain permukiman seperti buat ekonomi, kesehatan, pendidikan, bahkan kebutuhan khusus buat terbebas menurut hutang dengan bunga tinggi.

Sementara program pemetaan permukiman tetap berkembang hingga kampung lain. Hasil pemetaan pun pernah mempengaruhi kebijakan pemerintah. Salah satunya ketika warga Pringgodani, Mrican di bantaran Sungai Gajah Wong dapat terbebas dari wacana penggusuran permukiman kumuh di tahun 2016 dengan konsep perencanaan Mundur, Munggah, Madep Kali (M3K) atau Mundur, Naik dan Menghadap Sungai.

Paguyuban Kalijawi & ArkomJogja menerima kunjungan mahasiswa S2 Master of Human Rights and Democratization, FISIPOL UGM di Kampung Tegal RT 38/RW 08, Pakuncen, Yogyakarta. (Maret 2018, Sumber: Instagram @paguyuban_kalijawi)

Tujuan akbar Paguyuban Kalijawi merupakan hak bermukim. Hak bermukim yang dimaksud bukan berarti bangunan fisik rumah, namun lebih luas dan fundamental meliputi keamanan & ketenangan bermukim, dan terwujudnya masyarakat yang harmonis, cerdas, & sehat. Paguyuban Kalijawi mengupayakan serasi keluarga, menggunakan alam & bernegara dalam acara-programnya.

Ke depan, Paguyuban Kalijawi mempunyai mimpi yang lebih besar . Di antara masalah ketidakadilan kepemilikan tanah, harga tanah meroket tinggi, sampai program pemerintah yg susah diakses warga informal, Paguyuban Kalijawi bermimpi akan keamanan bermukim. Di lahan informal bantaran sungai, Paguyuban Kalijawi mencoba memenuhi kewajiban & mengikuti regulasi agar nir terjadi penggusuran. Cita-cita besar selanjutnya merupakan menabung bersama untuk membeli lahan komunal.

Semangat Paguyuban sangatlah besar untuk memetakan tanah potensial di pinggiran kota dan mencari skema dana di jaringan-jaringan seperti credit union. Dalam mimpi tinggal secara komunal, diharapkan terbangun permukiman yang layak huni, sehat, dengan masyarakat yang baik. Kepemilikan secara kolektif mendorong para pemilik lebih melindungi aset. Kasus penggadaian sertifikat hingga hilangnya aset kepemilikan tanah dapat dihindari.

Selain itu, Paguyuban Kalijawi juga mendorong anggota komunitasnya untuk belajar. Di antaranya pernah dilakukan lokakarya belajar acupressure hingga pembuatan jamu. Jika anggota Paguyuban menerima kenyataan paling pahit, yaitu tergusur dan kehilangan pekerjaan karena itu, anggota punya kemampuan untuk bisa bekerja mandiri dan memiliki perencanaan untuk menjadi ahli di bidang tertentu.

Paguyuban Kalijawi bekerja sama menggunakan Warga Pringgodani RW 08 menyelenggarakan Bakti Sosial memperingati Hari Habitat menggunakan tema: 'Kesehatan cara lain adalah salah 1 cara cerdas masyarakat Kalijawi pada mencapai terwujudnya pemukiman sehat nyaman dan berkualitas" (8 Oktober 2017, Sumber: Instagram @paguyuban_kalijawi)

***

Paguyuban Kalijawi membuka kesempatan buat kontribusi kepada siapa saja yang tertarik ingin berkegiatan juga belajar bersama.

Kunjungi Paguyuban Kalijawi

Facebook: Paguyuban Kalijawi

Instagram: @paguyuban_kalijawi

Email: paguyubankalijawi@gmail.Com

Hubungi Paguyuban Kalijawi

Atik (Sekretaris): 0838-1610-5939

Ainun (Divisi Advokasi-Jaringan): 0818-0426-0626

[TIPS] GAYA HIDUP HEMAT: ALTERNATIF CARA HIDUP MODERN

Oleh: Jaladri

Di era keemasan kapitalisme seperti kini , hampir semua hal mampu dievaluasi menggunakan uang. Bahkan hal-hal yg imateriel seperti karya seni atau kasih sayang kini sudah ada indikator buat menilai berapa harganya bila dinilai menggunakan uang. Termasuk juga bahwa buat mampu dianggap pada zaman kini , setiap pengeluaran sebisa mungkin tercatat pada pembukuan akuntansi.

Uang tidak lagi sebagai sekedar alat tukar, akan tetapi telah menjadi indikator kesejahteraan. Pendapatan domestik negara, garis kemiskinan, tingkatan sosial, semua dinilai sang uang . Dari kebutuhan dasar, tempat tinggal, hingga aktualisasi diri semua harus dibeli dengan orang.

Namun poly orang yang tidak tahu bahwa uang tidak datang semerta-merta berdasarkan ketiadaan. Sebagai alat tukar, uang dari menurut komoditas yang diubah wujudnya menjadi "uangdanquot;. Ia datang berdasarkan padi yg ditanam petani, pohon yg dijual sebagai kayu, bahan alam yang ditambang menurut perut bumi, atau keringat yang diperas sebagai jasa. Untuk setiap "uang" yang bertambah pada muka bumi, terdapat yang harus dieksploitasi.

Tidak hanya nilainya, tapi buat memproduksi bentuk fisik uangnya pun perlu pendayagunaan.

Rantai eksploitasi ini semakin hari semakin menjadi-jadikarena  semakin banyak yang harus dibeli dengan uang. Bahan makanan yang dahulu tinggal mengambil dari kebun belakang, harus dibeli dulu dari pasar. Tempat-tempat yang dahulu bisa dijangkau oleh langkah kaki, sekarang harus menggunakan transportasi yang tenaganya dari bahan bakar fosil. Internet dan telepon sekarang sudah menjadi kebutuhan dasar yang lagi-lagi untuk menikmatinyaharus dibeli dengan uang. Hasilnya orang-orang harus bekerja lebih keras, untuk mendapatkan uang lebih banyak, demi sekadar memenuhi kebutuhan dasar.

Memutus Rantai Eksploitasi

Sayangnya tidak semua orang bisa memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya dengan sekedar bekerja keras. Banyak  orang yang hidup di bawah garis kemiskinan setiap hari bekerja keras tapi tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kalau pun kebetuhan dasar terpenuhi, sebagian orang tidak memiliki tabungan kerena gaji bulanan sekadar numpang lewat setelah digunakan untuk membayar tagihan listrik, air, internet, kartu kredit, pajak ini itu, cicilan mobil, motor, kredit kepemilikan rumah, kredit peralatan rumah tangga, dan lain sebagainya.

Lantas bagaimana solusinya? Mungkin sebagian besar orang akan menjawab dengan mengirit atau menghemat. Tapi irit seperti apa?

Kita selalu terjebak pada dogma pasar bahwa kita punya kebebasan antara membeli satu produk atau produk lainnya. Tapi kita tidak bebas untuk tidak membeli. Pilihan kita sepertinya terbatas antara, 1) Membeli barang mahal berkualitas baik, atau; 2) Membeli barang yang lebih murah dengan kualitas yang lebih buruk. Karena keterbatasan daya beli akhirnya kita terpaksa mengkonsumsi barang-barang berkualitas buruk, dengan maksud menghemat, yang sesungguhnya menurunkan kualitas hidup kita.

Tidak jarang dengan mengirit saja masih jauh dari cukup untuk kita bisa  mengumpulkan uang muka untuk KPR. Membeli sepetak tanah seringkali jadi pilihan sulit karena tingginya harga tanah saat ini. Apalagi membeli rumah utuh secara tunai, seringkali di luar kemampuan orang kebanyakan saat ini.

Namun kita sering lupa selalu ada pilihan lain,yaitu untuk tidak membeli. Pilihan yang barangkali tidak akan terasa nyaman pada awalnya, yakni memproduksi sendiri. . Dengan memproduksi sendiri, kita bisa meningkatkan kualitas hidup kita dengan memilih bahan yang terbaik dan memaksimalkan apa yang kita punya. Mengurangi membeli juga memungkinkan kita untuk menghemat lebih banyak uang yang akhirnya bisa dialokasikan untuk hal yang lebih krusial seperti kepemilikan papan.

Frugal Living, atau Gaya Hidup Hemat, sebenarnya bukan hal yang baru. Hal yang kita sebut hemat di masa kini, bisa jadi hal-hal yang sangat biasa di lakukan di masa muda orangtua kita. Gaya Hidup Hemat jadi luar biasa karena kemudahan teknologi dan sistem transaksi perbankan yang super cepat,membuat kita mudah untuk berperilaku konsumtif. Padahal, Gaya Hidup Hemat adalah hal yang sangat mungkin untuk dilakukan.

Melatih diri untuk memproduksi sendiri barang kebutuhan kita tentu memerlukan tahapan.  Latihan yang sangat dianjurkan adalah dengan memulai memproduksi santapan kita sendiri, belum menanam bahan makanan tapi memasak sendiri. .Memasak selain dapat mengurangi biaya, kita juga bisa memilih gizi yang ada di makanan sesuai dengan kebutuhan kita.

Memasak selain bisa mengurangi porto, jua sanggup menyesuaikan pilihan gizi sesuai kebutuhan kita.

Membagikan Apa yg Tidak Kita Gunakan

Selain menanam dan mengolah, dalam hidup kita perlu juga untuk merawat. Ini pun diterapkan pada kepemilikan barang-barang kita. The Life-Changing Magic of Tidying Up karya Marie Kondo bisa jadi acuan bagi orang yang ingin memulai Frugal Living.

Seringkali kita terlalu banyak memiliki barang sehingga membuat kita tidak memanfaatkannya secara maksimal . Bahkan kita tidak ingat sama sekali kalau mempunya barang tersebut. Hal ini  membuat kita belanja lagi, padahal kita sudah  punya, atau terpaksa membeli barang baru karena luput merawat yang sudah ada.

Bab-bab pertama buku The Life-Changing Magic of Tidying Up ini mengajarkan kita bagaimana caranya “membuang”. Kita harus merelakan apa yang tidak kita butuhkan. Daripada memiliki barang terlalu banyak yang belum tentu  kita pakai, yang hanya memenuhi ruang di rumah kita. Membuat rumah kita sesak. Cara membuangnya, menurut saya,  dengan mendonasikan pada yang membutuhkan.

Lebih baik kita memiliki sedikit barang, tapi pastikan barang itu dapat termanfaatkan seluruhnya. Orang seringkali sulit bersyukur dengan apa yang dipunya karena tidak paham manfaat apa saja yang terdapat pada barang-barang yang dia punya. Dengan memiliki lebih sedikit,  membantu kita memahami lebih banyak manfaat pada barang-barang di sekitar kita. Bersikap ugahari dengan apa yang kita punya. Selain itu memudahkan kita untuk merawatnya karena tidak terlalu banyak yang perlu dirawat.

Tidak Membeli Apa yang Belum Kita Butuhkan

Seringkali orang membeli barang dengan alasan barang tersebut akan  dibutuhkan di kemudian hari. Orang seringkali lupa kalau barang pun memiliki usia. Meski kita tidak menggunakannya, umurnya terus bertambah. Besi bisa berkarat, pakaian bisa berjamur, makanan bisa basi. Masih mending jika kita ingat untuk merawat dan memperpanjang usia benda-benda tersebut, kalau tidak, akhirnya kadaluwarsa dan harus dibuang tanpa sempat dimanfaakan. Mubazir jadinya.

Kalau pun barang yg kita beli dirawat, alangkah lebih berguna jika ketika & tenaga buat merawat barang yg belum pernah kita pakai tersebut kita pergunakan buat hal produktif lainnya. Jika kita tidak memiliki benda-benda itu, kita punya saat luang buat melakukan hal lain. Bahkan beristirahat meditasi pun jauh lebih berguna daripada menghabiskan ketika & tenaga untuk merawat barang yg belum atau bahkan nir akan pernah kita gunakan.

Ini sanggup jadi solusi ad interim buat orang yg belum mempunyai rumah. Dengan sedikitnya barang yang kita punya, memungkinkan kita untuk mengontrak tempat tinggal yang lebih kecil yang biayanya lebih murah.

Termasuk pada pada upaya ?Tidak membeli apa yg tidak kita butuhkan? Adalah menggunakan nir merogoh barang yang usia keuntungannya jauh lebih pendek menurut usia tidak bermanfaatnya. Seperti kantong keresek atau sedotan plastik, yang hanya sekali gunakan lalu menjadi sampah. Meski sebisa mungkin kita gunakan lebih berdasarkan sekali, satu kantong plastik membutuhkan saat ribuan tahun untuk terurai kembali. Apalagi menggunakan sistem daur ulang di Indonesia yang masih sangat jelek, plastik yg terdaur ulang terlalu sedikit buat bisa berdampak signifikan. Hampir seluruhnya hanya sebagai sampah yang memenuhi ruang kita, termasuk di bahari dan di udara (dalam bentuk gas racun output pembakaran plastik).

Jika berbelanja ke pasar, aku selalu membawa tas belanja sendiri. Hal ini membantu saya untuk nir membawa pulang kantong plastik menurut pasar. Setidak-tidaknya ini bisa mengurangi sampah eksklusif saya sendiri. Syukur-syukur semakin poly orang mempraktikkan ini dan mengurangi jumlah sampah plastik harian secara signifikan.

Meningkatkan Kualitas Hidup

Bagi kawan-kawan  yang tumbuh di akhir abad 20 dan awal abad 21 tentu familiar dengan isu global warming. Sebagian dari kita ada yang punya mimpi untuk bisa berkontribusi  menyelamatkan bumi dari kerusakan lingkungan. Seiring bertambahnya waktu, ada yang melupakan mimpinya tersebut dan ada yang menjadi skeptis karena dirasa terlalu mustahil mimpi tersebut bisa diwujudkan. Padahal mengubah kondisi lingkungan  sangatlah mungkin jika kita mengadopsi gaya hidup hemat atau bahkan menuju zero waste (nol sampah).

Tentu masih banyak gaya hidup hemat yang bisa kita praktikkan. Ada banyak contoh cara dan kemungkinan pilihan hidup untuk frugal living atau zero waste. Salah satu yang saya ikuti adalah cara mbak Siska Nirmala (instagram.com/zerowasteadventure) dan Astri Puji Lestari (instagram.com/atiit). Teman-teman bisa mengambil contoh dari ribuan orang lainnya yang mengadopsi gaya hidup hemat, minim sampah, bahkan nol sampah.

Sikap ugahari (sederhana atau bersahaja) juga memungkinkan kita untuk membutuhkan lebih sedikit ruang tempat tinggal. Kita bisa berbagi ruang (co-living) bersama keluarga lain atau teman-teman sendiri. Kebutuhan papan dapat terpenuhi karena selain kita tidak perlu ruang terlalu besar, kita juga terbiasa berbagi dengan orang lain. Sedikitnya kepimilikan pribadi, bisa ditingkatkan dengan banyaknya kepemilikan komunal. Semua barang termanfaatkan dengan efisien karena kita bisa berbagi. Kualitas hidup juga meningkat karena kita bisa berbagi tugas dalam merawat.

Gaya hidup ekonomis dan minim sampah nir hanya bermanfaat bagi diri sendiri tapi juga bermanfaat bagi lingkungan. Dengan meminimilasir penggunaan uang, kita nir saja berhenti mengeksploitasi diri buat mengerahkan segala daya buat berupaya mencari uang, tapi pula mampu menaikkan kualitas diri buat melihat aneka macam pilihan cara berkehidupan. Kita pula mampu hidup berkesadaran & terhubung nir saja menggunakan insan kurang lebih kita, tapi pula lingkungan dan alam secara holistik.

   .   .   .

Minggu, 17 Mei 2020

[JALAN-JALAN] BERKUNJUNG KE COBB HILL COMMUNITY COHOUSING, HARTLAND, VERMONT, USA

Oleh: Any Sulistyowati

Pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi telah memberikan tekanan yang luar biasa pada alam. Krisis ekologis terjadi di mana-mana, tercermin dalam berbagai bentuk kelangkaan sumberdaya dan bencana alam. Banyak inisiatif telah dilakukan berbagai pihak untuk menanggapi hal tersebut. Salah satunya dengan membangun komunitas yang secara sadar memilih pola hidup yang berbeda, yang lebih selaras alam. Komunitas-komunitas ini tersebar di segala penjuru dunia, dengan berbagai kondisi alam, sosial dan budaya yang berbeda. Di dalam keberagaman itu, ada satu persamaan yaitu mereka memperjuangkan kehidupan yang lebih baik untuk mereka sendiri, untuk generasi mendatang dan untuk alam yang menjadi  sumber kehidupan mereka.

Saya pernah berkunjung ke beberapa komunitas semacam itu. Dari kunjungan itu aku mengagumi keragaman wangsit & solusi kreatif yg diciptakan buat pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih selaras alam. Keragaman itu tampak dalam desain bangunan, teknologi & cara hidup yang dipilih oleh komunitas-komunitas tadi. Berikut ini merupakan cerita singkat mengenai kunjungan saya ke Cobb Hill Community Cohousing (www.Cobbhill.Org), sebuah komunitas yg berlokasi di Vermont, Amerika Serikat.

Saya mendapatkan kemewahan untuk melewatkan waktu bersama komunitas ini. Empat kali kunjungan di musim yang berbeda. Masing-masing sekitar seminggu lamanya. Kunjungan itu diawali di musim gugur pada bulan September tahun 2008. Selama tinggal di komunitas itu saya menginap di sebuah rumah milik pasangan Judith dan Phil Bush.  Rumah itu bersebelahan dengan rumah lain. Rumah duplex namanya. Mereka berbagi halaman, berbagi dinding tetapi masing-masing rumah memiliki privasi sendiri.

Di Cobb Hill, saya diberi kamar sendiri. Kamar ini tempat saya kembali di setiap musim. Seperti anak kos pulang kampung. Pulang ke rumah, ke kamar sendiri. Meskipun kecil, kamar itu sangat nyaman. Dindingnya berwarna putih dan lantainya dari kayu warna coklat muda. Ada  tempat tidur di salah satu dindingnya. Ada meja untuk kerja di dinding seberangnya. Ada jendela untuk melihat pemandangan di luar dan untuk udara keluar masuk.

Kamar yang saya tinggali di Cobb Hill
Berfoto bersama Nirmala Nair, fellow asal India yang tinggal di Affrika Selatan, guru yoga saya selama di Cobb Hill.

Ketika saya berkunjung ke komunitas ini, saya nir menemukan pagar yang membatasi antara tempat tinggal yg satu menggunakan tempat tinggal yang lain. Rumah-rumah tampak menyatu satu sama lain & menggunakan lingkungan di sekitarnya. Batas-batas yang terlihat hanyalah batas antara lapangan berumput menggunakan bed tanaman sayur atau bunga. Antara langit dan hutan. Antara hutan & padang rumput.

Di lapangan berumput itulah anak-anak mini berlari-larian,kejar-kejaran, berguling, bersepeda, naik turun bukit. Di demam isu dingin bukit-bukit itu diselimuti salju. Di bukit-bukit bersalju itu jugalah anak-anak membawa kereta-kereta salju mereka ke atas bukit, lalu meluncur turun. Wuiiiii!

Di semua Cobb Hill, ada 3 apartemen, 6 duplex dan 8 unit tempat tinggal . Dua puluh 3 famili tinggal pada sini menggunakan total jumlah penduduk lebih menurut 60 orang. Di Cobb Hill masih ada banyak hewan peliharaan, seperti kuda, lama , kambing, domba, sapi, ayam, ikan, kelinci, anjing, kucing & lebah madu. Cobb Hill membentuk keju, madu, sirup mapel, fungi shitake, beraneka sayuran.

Cobb Hill pada kedua demam isu yang tidak sama

Pada awalnya Cobb Hill adalah sebuah lahan pertanian. Sejak tahun 1998 mereka mulai memelihara sapi. Tidak seperti sapi-sapi yang terkurung  dalam  kandang-kandang kecil bersama ratusan atau ribuan sapi di peternakan besar, sapi-sapi di Cobb Hill dilepas di padang rumput dan dipelihara secara organis. Hasilnya adalah susu segar yang sebagian kemudian diolah menjadi keju dan yoghurt (http://cobbhillcheese.com/). Pembuat keju ini ada tiga orang, yaitu: Sophie Starr, Jeannine Kilbride dan Kerry Gawalt. Produksi keju dimulai pada tahun 2001. Sepotong keju Cobb Hill dapat dibeli dengan harga 22 dolar AS. Keju mereka yang berlabel Ascutney Mountain kerap memenangkan penghargaan dari American Cheese Society Competition sejak tahun 2005.

Salah satu hal baru yang saya temui di komunitas ini adalah semua rumah memakai kompos toilet. Bentuk fisik toiletnya hampir sama dengan WC duduk pada poly tempat di Indonesia. Bedanya, toilet ini tidak menggunakan air buat menyiram. Yang digunakan merupakan serbuk gergaji. Urine dan tinja eksklusif ditampung pada dalam sebuah tangki di ruang bawah tanah dan diproses menjadi kompos. Kompos itu dipakai menjadi pupuk buat flora-tanaman di kebun mereka. Disediakan jua tissue tanpa klorine & air buat membasahinya. Dengan tisu yg basah itulah kita membersihkan diri setelah buang air mini & buang air besar . Tisu itu kemudian dimasukkan ke dalam toilet dan ikut sebagai kompos.

Kompos toilet dan serbuk gergaji

Selain produsen keju & petani, para anggota komunitas mempunyai beragam profesi. Ada dosen, penulis, peneliti, fasilitator, pejuang lingkungan, pemrogram personal komputer , analis kebijakan & seniman. Uniknya, setiap orang sepertinya tidak hanya menekuni satu profesi. Sebagai model, Stephen Leslie, oleh petani pemilik sapi itu ternyata juga seseorang guru yoga. Phil Rice yg resminya peneliti, ternyata pemilik kebun sayur yang bagus (dengan catatan beliau menanam sendiri sayurannya, bukan mengupah orang buat menanam sayur). Rasanya nir ada sekat-sekat status di antara profesi-profesi itu. Sama saja. Tampaknya mereka setara, sesama anggota komunitas.

Satu hal sederhana yg relatif krusial yang aku temukan di sana adalah tempat tinggal mereka tidak pernah dikunci, cukup ditutup, supaya binatang liar tidak masuk. Padahal ada poly barang berharga di tempat tinggal -tempat tinggal itu, misalnya aneka macam peralatan elektro. Tidak pernah terdapat yang kehilangan barang. Aman! Senang sekali buat sesaat tidak perlu berhati-hati dan bersikap waspada. Sebagian beban buat konsentrasi dan mengingat berkurang. Lebih rilex. Di Indonesia, rumah-tempat tinggal dalam pemukiman misalnya ini niscaya sudah dikunci, dipagar, digembok & dijaga satpam pada setiap ujung jalan. Itupun sering masih ada yang kemalingan.

Setiap bulan para anggota komunitas berkumpul untuk pertemuan anggota. Dalam pertemuan tersebut mereka bersantai dan membahas berbagai urusan komunitas. Semua anggota diharapkan hadir, meskipun tidak diwajibkan. Pertemuan tersebut biasanya berlangsung selama setengah hari di sebuah rumah bersama yang disebut common house. Di common house, ada ruang pertemuan besar di loteng. Berdinding dan berlantai kayu. Loteng itu digunakan untuk mengadakan pertemuan. Berbagai diskusi dan kelas dilaksanakan di sana. Termasuk kelas yoga yang saya ikuti. Juga kuliah-kuliah yang dibawakan oleh para pengajar tamu seperti John Sterman, Peter Senge dan Joana Macy.

Selama saya di Cobb Hill, saya berlatih yoga di sana. Lumayan, dalam setahun program fellowship yang saya ikuti, saya mengikuti seluruh kelas yoga yang dibawakan oleh Stephen atau oleh kawan saya sesama fellow, Nirmala Nair, seorang guru yoga dari India yang tinggal di Afrika Selatan. Lumayan, kelas gratis. Ketika Nirmala berkunjung ke Indonesia, tentu saja saya mengundangnya untuk mengadakan kelas yoga untuk kawan-kawan saya di KAIL.

Selain rendezvous anggota, mereka jua memiliki komite-komite yg mempunyai tugas khusus misalnya memikirkan dan mengurus tata guna lahan, pengelolaan hutan, operasional rutin perumahan, keanggotaan, keuangan dan legal, anak-anak, pengembangan ekonomi dan bisnis dan kesejahteraan. Komite-komite ini mempunyai pertemuan sendiri, umumnya setiap bulan sekali.

Komunitas ini menghidupi nilai-nilai bersama yang mereka sepakati. Nilai-nilai tersebut di antaranya menyangkut prinsip-prinsip kesatuan antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam, keindahan, bagaimana membangun hubungan harmonis  antara sesama anggota komunitas dan ciptaan lainnya, kesetaraan, keberlanjutan dan sinergi. Nilai-nilai tersebut kemudian diturunkan dalam bentuk berbagai kebijakan dan kesepakatan bersama yang mengatur cara hidup di komunitas, misalnya kebijakan mengenai pengelolaan sampah dan limbah, kebijakan mengenai hewan peliharaan, kebijakan mengenai penggunaan rumah bersama, kebijakan mengenai pengelolaan lahan dan banyak lagi.

Pendiri komunitas ini adalah Donella Meadows. Ia adalah salah seorang penulis buku klasik Limits to Growth. Ia sangat dikenal di kalangan para pemikir sistem, berprofesi resmi sebagai dosen di Dartmouth College di New Hampshire, selain menjadi petani, penulis dan aktivis lingkungan. Secara rutin menulis artikel di koran mengenai isu-isu keberlanjutan yang kemudian dibukukan dalam bentuk buku, Global Citizen. Karya-karyanya masih sangat relevan untuk dibaca sampai sekarang. Untuk mendapatkannya, kita dapat mengunjungi http://donellameadows.org/.

***

[MEDIA] RESENSI BUKU: HALAMAN RUMAH/ YARD

RESENSI BUKU: Halaman Rumah/Yard

Oleh: Kukuh Samudra

Judul                     : Halaman Rumah

Penyunting         : Anwar Jimpe Rahman

Penerbit              : Tanahindie Press

Halaman              : x + 183

Lima puluh tahun kemudian di Karanganyar - sebuah kota kecil sebelah timur kota Solo - berukuran rumah lazimnya besar . Luas tanah bangunan 500 m2 belum mampu dikatakan luas, itu pun belum ditambah pekarangan atau kebun di belakang rumah.

Sekarang, menggunakan ukuran yang sama di loka yang sama, 500 m2 tanpa pekarangan telah mampu dipercaya luas. Tidak perlu pekarangan, yg penting ada garasi.

Di kota Bandung berbeda lagi. Di kampung-kampung kota, mulai sering dijumpai rumah dengan ukuran lebih sempit. Pemiliknya pun tidak menganggap garasi atau pekarangan sebagai hal penting; pagar rumah langsung mepet dengan jalan.

Sisi lain dunia mempunyai cerita yg tidak sama lagi. Hidup pada ruangan 5x4 meter buat sekeluarga, melakukan aktivitas apapun di ruangan yg sama.

Cerita mengenai ruang sanggup tidak selaras pada berbagai tempat dan kebudayaan. Seperti yang disampaikan sang Koentjaraningrat, apa yang material (artefak kebudayaan) sesungguhnya adalah sublimasi dari sistem sosial dan mental warga .

Dalam kitab ?Halaman? Ini, sebuah lokus bernama halaman coba ?Diperbesar? Buat mendapatkan penekanan yang lebih tajam.

Bermacam Narasi Mengenai Halaman

Terdapat 14 esai yg tertuang dalam buku ?Halaman Rumah?. Tidak semua goresan pena secara khusus membahas tentang halaman tempat tinggal , meski masih ada sebuah bisnis buat membidiknya.

Esai pertama berjudul ?Di Kota Kita Meraya, Di Halaman Kita Berjaya? Ditulis Anwar Jimpe Rahman. Seperti dimaksudkan menjadi esai pembukaan, Anwar memperkenalkan definisi awal tentang laman & pekarangan yg menurutnya ?Setara dan sedaya?; dipahami menjadi tanah di lebih kurang tempat tinggal . Tulisan ini mencoba mendedah halaman dan pekarangan terkait poly konteks: filsafat, proses berkesenian, sosial, hingga permenungan yg transenden.

Selanjutnya kita akan disuguhi langsung tiga narasi tentang tiga kampung pada Makassar: Kampung Paropo, Kampung Rama, & Permukiman Jalan Sukaria. Ketiga tulisan ini secara garis besar membahas 3 kampung menurut segi yg sama: sejarah dan proses perubahan sosial dampak modernisasi. Sesekali narasi tentang halaman coba diselipkan.

Esai-esai selanjutnya menghubungkan halaman dengan berbagai tema. Terdapat beberapa benang merah topik: tradisi, interaksi sosial, dan ruang hidup.

Kaitan antara tradisi dengan halaman atau pekarangan tertuang dalam esai ?Kesenian, Panggung, & Halaman yg Tersisa pada Paropo? Dan esai ?Nam?A & El?A bagi Orang Lewotala di Kepulauan Solor?.

Esai pertama berbicara mengenai kesenian tradisional yang berlangsung pada Paropo yang kerap berlangsung di lapangan. Sementara esai yg disebutkan ke 2 menjabarkan peran rumah tata cara menjadi ruang publik loka memperbincangkan dan menyelenggarakan urusan publik-istiadat.

Halaman atau pekarangan menjadi ruang hayati dijabarkan oleh dua esai berdasarkan Saleh Abdullah dan Fitriani A Dalay. Esai berdasarkan Saleh Abdullah dengan tegas memposisikan "pulang ke pekarangan sebagai upaya melawan budaya kota yg menurutnya sarat akan ketidakadilan & sudah ?Memutus solidaritas bersama menggunakan melahirkan manusia-insan kota yang impersonal?.

Melalui kegiatan menanam kuliner sendiri di pekarangan kita telah berupaya buat mengurangi ketergantungan kita terhadap budaya kota. Dia memberikan tekanan bahwa pekarangan tidak sekadar berkaitan menggunakan aktivitas tanam-menanam, namun pula terkait dengan wilayah kedaulatan politis. Sehingga, menggarap lahan ?Menggunakan begitu memiliki alasan eksistensial & politis sekaligus? (hal. 87).

Perincian yang baik ditulis oleh Fitriani A Dalay yang juga mengaitkan isu halaman/pekarangan dengan ruang hidup. Dengan pencatatan yang baik, diperoleh data dari seorang warga dari Desa Soga, Kabupaten Soppeng yang menghemat hingga 1,8 juta (dari total 2,7 juta) per bulan untuk kebutuhan pangan. Sayang pencatatan tersebut tidak mencantumkan luas lahan yang digunakan warga. Meski demikian, pemaparan rincian kebutuhan pokok dalam bentuk tabel sangat mengena dalam memberikan insight tentang pemenuhan kebutuhan secara mandiri.

Halaman tempat tinggal secara eksklusif juga menghipnotis hubungan & perilaku manusia. Halim HD & Askaria Putri memotret paradoksal perubahan hubungan dan perilaku ini menurut kenangan mereka akan masa lalu.

Halim membandingkan masa kecilnya waktu di Serang, Banten. Halaman rumah masyarakat pada kampung ketika itu, tak ubahnya anjung dan mimbar. Tempat interaksi banyak sekali budaya berlangsung. Dari page rumah, Halim mengaku sanggup mengetahui secara pribadi kesenian misalnya Gambang Kromong, Keroncong, Wayang Golek, & musik melayu. Sesuatu yang susah dijumpai waktu ini, waktu rumah sebagai arena terutup yg cenderung mengisolasi anak terhadap pergaulan menggunakan sekitar.

Kenangan kehidupan kampung dengan page juga dibeberkan sang Asri. Ketika hidup di Jogja, aneka macam kegiatan bermain biasa dilakukan di pekarangan/laman. Sementara nasib tidak sama wajib dialami anaknya yg bersama Asri tinggal di komplek perumahan tanpa ada tempat luas yg layak buat bermain.

Usaha Dokumentasi Ingatan Ruang

Tidak gampang memadukan empat belas esai dari orang-orang yang tidak sinkron tentang topik yang sama. Konsistensi terhadap sebuah wangsit awal dan teori dasar, menjadi kendala pada kitab ini. Meski pada judul kitab adalah ?Halaman Rumah?, esai pertama menjadi pembuka telah memperluas cakupan kitab menjadi ?Page? Dan ?Pekarangan?.

Esai-esai selanjutnya pun cenderung tidak konsisten terhadap tema ?Page? Rumah. Alih-alih sebuah pekarangan, ruang yg dimaksud pada esai ?Kesenian, Panggung, & Halaman yg tersisa di Paropo? Justru menggunakan gamblang menyebut kata ?Lapangan? Di awal.

Apabila esai pada awal menyebut wangsit bahwa ?Halaman? & ?Pekarangan menjadi setara & sedaya, esai paling akhir yang ditulis sang Yoshi Fajar Kresno Murti justru menyiratkan pemahaman yg antagonis.

Halaman rumah sebagai entitas ruang mungkin belum baku, atau memang percuma buat dibakukan. Sementara garis besar kitab ini terasa kental menggunakan nuansa romantisisme; ingatan akan kondisi rumah menggunakan halaman atau pekarangan luas yg leluasa.

Hal ini dibenturkan menggunakan perubahan sosial yang dialami warga . Lahan yg menyempit karena kepadatan penduduk semakin tinggi atau lantaran prosedur pasar membuat rakyat lokal nir berdaya buat mempertahankan tanahnya.

Tetapi, yang terbentuk oleh puluhan atau mungkin ratusan tahun, tidak ingin tinggal diam. Tradisi sosial yg sudah hayati di masyarakat, nir serta merta tewas. Buku ini mereka menggunakan baik hal tersebut. Ibu-ibu yang memanfaatkan ruang buat pengajian, pelaku kesenian yg berpentas di tanah lapang yg belum termanfaatkan, atau warga norma yg merampungkan masalahnya di depan rumah istiadat.

Memang ada beberapa kekurangan dari buku ini. Soal koherensi maupun landasan teori. Namun, dalam konteks masyarakat yang ‘memiliki ingatan pendek’, buku ini adalah mata air. Anda pasti juga setuju setelah membaca buku ini ,bahwa dengan kata kunci semangat,  buku “Halaman Rumah” mengatasi kendala-kendala teknis.

[TIPS] MEMBANGUN RUMAH IMPIAN

Oleh: Any Sulistyowati [1]

Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi supaya insan bisa menikmati hayati yang berkualitas. Saat ini, kebutuhan akan tempat tinggal bisa dipenuhi melalui beberapa cara. Cara pertama adalah menggunakan membeli tempat tinggal pada perumahan yang dipasarkan oleh para pengembang. Cara kedua merupakan menggunakan membangun rumah sendiri. Untuk membentuk tempat tinggal sendiri, kita dapat memakai jasa arsitek atau memakai kreasi sendiri. Cara ketiga adalah dengan membeli rumah berdasarkan pemilik sebelumnya. Apabila enggan atau belum mampu membeli rumah sendiri, pemenuhan kebutuhan rumah dapat dilakukan dengan menyewa.

Masalah terbesar dalam pemenuhan kebutuhan ini merupakan porto yg akbar. Mahalnya harga rumah nir lepas berdasarkan porto produksi yang dibutuhkan buat menghasilkan rumah tadi. Biaya tadi diantaranya mencakup porto tenaga kerja & bahan-bahan bangunan yg dibutuhkan buat menciptakan tempat tinggal . Selain itu porto rumah jua meliputi biaya pembelian tanah yg menjadi lokasi pembangunan tempat tinggal tadi.

Besarnya biaya pengadaan rumah tak jarang menciptakan kita ketar-ketir. Terlebih lagi bagi kita dengan kocek pas-pasan. Bisakah kita mempunyai tempat tinggal sendiri? Bagaimana caranya?

Berikut ini adalah beberapa langkah yang mungkin berguna untuk diikuti buat mendapatkan Rumah Impian.

Langkah 1: Mulailah dengan membayangkan rumah virtual kita

Coba bayangkan sebuah jeruk lemon yang sangat asam. Bayangkan sampai rasa asam itu terasa pada pengecap & air liur kita. Uff.... Kita benar -betul merasa asam, padahal nir ada satu tetes lemonpun yg masuk ke ekspresi kita.

Lakukan yang sama untuk membayangkan  rumah impian itu. Lakukan sampai rasa senang, puas dan bahagianya terasa di benak kita seperti ketika kita benar-benar mendapatkan rumah impian itu. Jangan kuatir, ini proses yang gratis. Kita tidak perlu membayar untuk melakukannya.

Lakukan proses ini sesering yang kita mau. Lakukan ini untuk banyak sekali aspek yang kita inginkan menurut tempat tinggal impian itu. Tentang pembagian ruangnya, ukurannya, material yang dipakai, sistem pengolahan limbah, sumber energi dll. Sampai lengkaplah detil bayangan Rumah yg kita inginkan.

Proses ini, selain membahagiakan, juga bisa menyemangati kita buat menerima rumah impian sungguhan. Asalkan... Prosesnya tidak berhenti pada sini.

Langkah dua: Menggambarkan tempat tinggal impian kita di atas kertas

Setelah puas membayangkan, langkah selanjutnya merupakan menggambarkannya di atas kertas. Dengan menggambarkannya, kita bisa masuk pada citra yg lebih detil untuk setiap aspek rumah virtual kita. Di satu waktu, kita bisa membayangkan & menggambarkan dapurnya. Di waktu lain, kita membayangkan & mendeskripsikan kamar mandi, kamar tidur, ruang kerja, teras, kebun dan akhirnya lengkaplah citra detil tentang seluruh ruang pada rumah impian kita.

Proses ini kemungkinan tidak selesai dalam sekali jalan. Mungkin kita perlu mengambar berkali-kali sampai kita memperoleh gambar yang paling kita inginkan. Beberapa orang mungkin lebih suka  membuat maket atau menggambar di komputer atau minta tolong orang lain untuk menggambarkannya.

Contoh sketsa rumah virtual kami. Saya perlu membuat poly sekali sketsa hingga dalam gambar yg akhirnya sebagai dasar pembangunan tempat tinggal kami yang sekarang.

Langkah 3: Bagikan impianmu pada para pendukung potensial

Bercerita adalah salah satu proses yang dapat memperkuat motivasi. Dengan bercerita, kita makin memahami apa yg kita ceritakan, termasuk rumah virtual kita. Menceritakan rumah impian pada mereka yang potensial mendukung sangatlah berguna. Bentuk dukungan yg kita terimapun bisa bermacam-macam. Bisa jadi kita akan menerima dukungan moral atau istilah-kata pendukung yang akan memperkuat motivasi kita buat memperoleh tempat tinggal . Bisa jadi dukungannya pada bentuk banyak sekali liputan yang berguna buat perwujudan rumah impian kita. Bisa jadi bentuk dukungannya dalam bentuk uang atau barang yang berguna buat mendapatkan tempat tinggal . Material sisa atau bekas mungkin, atau ajakan patungan buat membeli sebidang tanah. Ada seribu satu kemungkinan dukungan yang bisa kita peroleh menurut proses ini.

Rancangan tempat tinggal impian pada bentuk gambar 3 dimensi yg paling mendekati bentuk akhir.

Karya seorang mitra arsitek, Iwan Cosmas, yg membantu menterjemahkan virtual menjadi gambar visual. Kami mendiskusikan rancangan berkali-kali sampai akhirnya menjadi gambar-gambar ini.

Langkah 4: Hitung kebutuhan sumberdaya buat mendapatkan rumah impian

Setelah kita relatif yakin menggunakan rancangan rumah impian kita, sekaranglah saatnya menghitung kebutuhan sumberdaya buat mendapatkannya. Sumberdaya yang dimaksud di sini bisa berupa uang yang bisa dipakai buat membeli tempat tinggal , membeli tanah, bahan bangunan atau membayar tukang; namun jua ketika kita buat pengadaan tempat tinggal tadi. Waktu buat informasi lapangan lokasi yang cocok, ketika buat mencari contoh rumah impian, saat untuk memastikan pembangunan rumah berjalan lancar dan sesuai anggaran & lain-lain.

Konsultasikan dengan pihak-pihak yg lebih berpengalaman buat perhitungan kebutuhan sumberdaya ini. Mereka mampu jadi adalah para arsitek, pemborong, tukang, developer ataupun teman kita yang sedang atau baru terselesaikan membentuk tempat tinggal . Kemungkinan mereka memiki data-data penting terkait harga material, tanah & proses yang dianggap ideal atau lebih baikdalam pembangunan tempat tinggal .

Untuk keamanan kita sendiri, berapapun angka yg keluar dari perhitungan kebutuhan sumberdaya kalikanlah satu 1/2 hingga 2 kalinya. Hal ini penting buat mengantisipasi kenaikan harga bahan bangunan & upah tukang dan kenaikan porto akibat kesalahan, perubahan-perubahan, penundaan dll.

Seorang arsitek dapat membantu kita mendeskripsikan lebih detil rancangan rumah kita hingga ke berukuran-ukuran bagian-bagiannya. Kita pula bisa mendiskusikan pilihan material & implikasinya terhadap kualitas & biaya .

Langkah 5: Buat taktik akumulasi sumberdaya buat menciptakan rumah impian

apabila kita telah merumuskan kebutuhan sumberdaya, maka langkah selanjutnya adalah menyusun taktik buat menerima sumberdaya tadi. Berikut ini beberapa taktik yang mungkin dapat dipilih. Jika kita ingin menerima rumah jadi, mungkin kita akan membutuhkan sejumlah akbar uang buat membeli rumah. Rumah tadi mampu jadi merupakan tempat tinggal baru atau rumah bekas. Uang tadi sanggup jadi kita peroleh berdasarkan warisan, tabungan atau aset langsung lainnya. Apabila demikian, anda sangat beruntung karena mungkin bisa membeli atau membentuk rumah tanpa berhutang. Namun bila anda tidak memiliki aset sebesar itu, maka anda perlu menciptakan taktik lain. Dua strategi yg dapat dipilih adalah menabung atau berhutang.

Menabung berarti, kita mengumpulkan sumberdaya sedikit-sedikit hingga kebutuhan buat pembuatan/pengadaan tempat tinggal impian tersedia. Menabung di sini mampu jadi pada bentuk uang, namun juga sanggup dalam bentuk pembelian secara sedikit demi sedikit banyak sekali material yang dipakai menjadi bahan bangunan. Ketika menabung pada bentuk uang, yang perlu diperhatikan merupakan perkembangan nilai uang. Jangan hingga nilainya turun sebagai akibatnya jumlah barang yg dibeli menjadi lebih sedikit menurut waktu ke saat.

Banyak orang menggunakan ketersediaan dana terbatas menentukan menggunakan uangnya buat membeli tanah dulu. Setelah itu di tanah yg telah mereka beli, mereka menciptakan gudang. Gudang itu kemudian digunakan buat menumpuk material secara bertahap. Mulai dari material yg tahan usang dan pasti tetap diharapkan terlepas berdasarkan bagaimanapun bentuk akhir rumahnya. Mulai menurut rangka primer & elemen-elemen yg terpenting buat berdirinya tempat tinggal . Setelah itu semua terbeli, barulah membeli elemen-elemen yg sifatnya hiasan atau pelengkap.

Berhutang berarti kita mendapatkan sumberdaya untuk pengadaan rumah dari pihak ketiga, kemudian kita mengembalikannya secara bertahap dengan jumlah dan termin waktu sesuai kesepakatan dengan pemberi utang. Ketika kita mengambil utangan, hal terpenting yang perlu diiperhatikan adalah kemampuan membayar kembali uang yang kita pinjam dalam bentuk cicilan. Jangan sampai jumlah cicilan yang harus dibayarkan melebihi kemampuan kita membayar. Jika ini terjadi, pembayaran cicilan akan membebani kondisi  keuangan kita.

Foto lokasi tempat tinggal impian. Kami memikirkan dalam jangka panjang rumah impian kami. Kami menanam lebih menurut 400 pohon kayu pada tanah tadi. Delapan sampai sepuluh tahun lalu beberapa pohon sudah besar dan bertenaga sehingga bisa kami gunakan buat sebagian material rumah virtual kami dan Rumah KAIL, sekretariat organisasi tempat saya bekerja.

Langkah 6: Mulailah menciptakan dan penyelesaian tempat tinggal impian

apabila sumberdaya sudah dipercaya relatif memadai, maka mulailah proses pembangunan. Saat proses pembangunan, adakalanya kita merasa perlu menciptakan perubahan di sana sini. Apabila itu terjadi, konsultasikan lebih dulu pada kontraktor, arsitek atau tukang anda. Mungkinkah perubahan tadi dilakukan? Apa dampaknya terhadap porto? Apa pengaruhnya terhadap elemen lain berdasarkan rancangan awal?

Intinya jika anda ragu-ragu & mulai memikirkan kemungkinan perubahan, berhentikan sejenak, pikirkan mengenai kemungkinan perubahan tadi dan konsultasikan. Jika anda menciptakan perubahan tersebut di saat masih awal, mungkin biayanya nir akan akbar dibandingkan menggunakan apabila perubahan tadi dilakukan waktu rumahnya hampir jadi, atau apalagi saat sudah ditinggali.

Jika anda akhirnya menetapkan untuk permanen memilih rancangan awal selesainya membuat berbagai perhitungan, maka proses ini akan meyakinkan anda bahwa anda telah merogoh pilihan terbaik buat mewujudkan tempat tinggal impian anda. Jika anda melakukan perubahan, maka anda telah siap dengan aneka macam resiko berdasarkan perubahan tersebut, termasuk penambahan ketika & biaya pembangunan rumah.

Ada kalanya, karena keterbatasan dana dan waktu, rumah tidak dapat seratus persen selesai dalam satu kali proses pembangunan. Dalam kondisi ini, kadang kita harus menempati rumah impian dalam  kondisi setengah jalan. Banyak orang mengalami kondisi ini dan mereka dapat melaluinya dengan bahagia. Yang penting sudah punya rumah, penyelesaian bisa dicicil bertahap sesuai dengan ketersediaan dana atau sumberdaya lainnya. Jika ada menghadapi kondisi ini upayakan untuk menyelesaikan bagian dalam rumah dulu, baru bagian luar bisa menyusul. Hal ini untuk meninimalisir gangguan akibat proses pembangunan lanjutan untuk penyelesaian rumah terhadap rutinitas hidup kita.

Ada juga yg menentukan memakai konsep tempat tinggal tumbuh. Mulai dari menciptakan bagian tempat tinggal primer, kemudiaan secara bertahap menambah ruang sesuai menggunakan perkembangan kebutuhan.

Kiri: Di lokasi rumah impian, kami membangun gudang untuk menyimpan stok material yang pengadaannya kami cicil sesuai dengan ketersediaan material dan dana.

Para tukang sedang mengiris kayu output tebangan pohon-pohon yang kami tanam delapan sampai sepuluh tahun sebelumnya. Kayu-kayu ini menjadi bagian dari material pembangun tempat tinggal & perabot rumah kami.

Tengah dan Kanan: Kami menggunakan kombinasi bahan-bahan yang kami terima sebagai hadiah dari banyak pihak, hasil berburu bahan bangunan bekas di kios-kios milik bahan bangunan bekas di Jalan Sukarno Hatta, Bandung. Kaso, reng dan panel dinding terbuat dari kayu jati hasil penjarangan kebun jati milik almarhum ayah saya. Tiang, lantai kayu, lantai keramik dan tangga terbuat dari kayu rasamala bekas dari Jalan Sukarno Hatta. Panel pintu warna biru berikut kusennya merupakan bekas bongkaran rumah zaman Belanda milik keluarga besar mertua saya di Sukabumi.

Langkah 9: Terus berproses

Apapun proses yg sudah anda lalui, anda sudah menerima tempat tinggal virtual. Teruslah berproses sampai tempat tinggal impian tersebut sebagai semakin konkret menurut hari ke hari. Bersiapkah buat menerima bahwa konsep tentang rumah virtual kita sanggup jadi nir statis & makin berkembang sesuai dengan perkembangan kondisi ekonomi, karir, jumlah anak & nilai-nilai yg kita anut. Beranikan diri buat terus berproses, berubah dan menjadi semakin ideal. Menciptakan tempat tinggal sanggup jadi merupakan ekspresi menurut jati diri, kreativitas dan bukti diri kita. Semoga lewat proses mewujudkan tempat tinggal virtual, kita menjadi lebih mengenal diri kita, asa-asa terdalam kita & virtual-virtual kita. Mewujudkan tempat tinggal impian bisa jadi adalah galat satu jalan menuju terwujudnya berbagai impian lain pada hayati kita.

***

[1]Any Sulistyowati merupakan Koordinator KAIL, sebuah LSM yang mempunyai misi untuk mendukung tumbuhnya agen-agen perubahan sosial di masyarakat yg berkedudukan di Bandung. Ia adalah Fellow LEAD (Leadership for Environment and Development), Donella Meadows Institute & Sustainability Leaders Network.

Sabtu, 16 Mei 2020

[TIPS] RUMAH DARI BAHAN BEKAS

Oleh: Any Sulistyowati [1]

Masalah terbesar buat memperoleh rumah adalah biaya yang akbar. Salah satu taktik buat mengurangi porto pembuatan rumah adalah menggunakan memakai material bekas. Dengan penggunaan material bekas, biaya pembelian bahan bangunan dapat ditekan. Meskipun ada poly keterbatasan yang akan kita hadapi ketika memakai material bekas, kita permanen bisa menciptakan rumah yang berkualitas. Untuk memastikannya, kita perlu memperhatikan hal-hal berikut.

Salah satu keterbatasan waktu menggunakan material bekas merupakan berukuran. Hal ini misalnya terjadi buat kusen bekas, pintu, ventilasi bekas. Jika ingin murah, kita perlu memanfaatkan yg terdapat sebanyak mungkin dalam bentuk aslinya. Kalaupun terpaksa dibongkar dan dibuat ulang, maka akan terdapat sejumlah porto yang diperlukan buat membongkar & memasak ulang material tersebut sebagai bentuk dan ukuran sesuai asa kita.

Sebelum finishing
Setelah finishing

Gambar: Panel pintu Rumah KAIL ini terbuat dari kayu rasamala bekas bongkaran rumah dan panel kayu pinus bekas bandela. Demikian juga dengan tiang-tiang & kusen pintunya memakai kayu rasamala bekas. Kaca & keramik lantainya pun memakai material bekas.

Keterbatasan lain yg perlu diperhatikan waktu memakai material bekas merupakan keseragaman. Kadang-kadang relatif sulit buat mendapatkan sejumlah material dalam bentuk dan ukuran yg sama. Untuk itu, kita perlu pintar-pandai menentukan & memadupadankan apa yang terdapat. Sebagai contoh, lantai keramik. Untuk keramik putih polos, mungkin stoknya agak banyak, tetapi buat keramik bercorak, belum tentu tersedia sejumlah yang diperlukan. Jika barang yg kita cari tidak tersedia pada jumlah yang cukup, alternatifnya merupakan membuat kombinasi dari apa yang ada. Jika cukup kreatif maka desain komposisi yang baru sanggup jadi malah lebih rupawan dari jika memakai jenis dan rona keramik yang seragam saja.

Gambar: Perlu kreativitas buat memanfaatkan residu keramik dengan corak dan warna tidak sinkron sebagai akibatnya sebagai pola yg unik.

Lokasi pengambilan foto: Rumah Pribadi, Bandung

Persoalan ukuran ini juga menjadi kasus pada bahan bangunan yg membutuhkan berukuran seragam. Meskipun jenis barangnya sama atau bahkan asal berdasarkan pabrik yang sama, kadang-kadang material bekas yang kita beli berbeda ukurannya. Perbedaan ini tak jarang kecil, tetapi bila tidak diperhatikan akan menghipnotis kualitas rumah kita.

Genteng merupakan galat satu contohnya. Jika kita menggunakan genteng usahakan dipakai genteng menggunakan ukuran seragam. Ukuran genteng yang tidak seragam akan menyebabkan kuncian genteng di reng menjadi kurang rapat & potensial mengakibatkan kebocoran di demam isu penghujan. Jika terpaksa dipakai genteng menggunakan berukuran beragam, kelompokkan genteng yang ukuran & bentuknya sama buat digunakan di bagian eksklusif rumah. Sementara ukuran genteng yang lain bisa digunakan pada sisi rumah yang lain. Hal ini akan meminimalisir kebocoran akibat pemasangan genteng yang kurang paripurna lantaran ukuran yg bhineka.

Gambar: Pemasangan genteng yang rapi dan seragam akan mengurangi kemungkinan tampyas dan bocor.

Lokasi  pengambilan foto: Rumah Kail (kiri) dan Rumah Pribadi (kanan), Bandung

Keterbatasan lain yg perlu diperhatikan waktu menggunakan material bekas adalah kebersihan atau bahkan cacat dalam material. Sebagai contoh merupakan geropel dalam keramik bekas, adanya paku atau lubang bekas paku dalam kayu, atau adanya residu adukan semen yang masih melekat pada keramik bekas.

Untuk mengatasi hal ini, ada teknik-teknik tertentu yang dapat diterapkan tergantung jenis materialnya. Sebagai contoh, paku yang menempel di kayu dapat dicabut, kemudian lubang bekas pakunya dapat diatasi dengan memberi dempul. Untuk menghaluskan dapat digunakan amplas. Geropel pada keramik biasanya terjadi pada tepiannya. Hal ini dapat diatasi dengan memperbesar ukuran nat, sehingga bekas geropel tidak terlalu terlihat. Sisa adukan semen dapat dibersihkan dengan menggunakan cetok atau sekap, kemudian dibersihkan dengan air dan lap. Jika adukan masih sulit dihilangkan, maka dapat dilakukan mengamplasan sebelum dilap. Untuk kayu bekas, kadang kadang warnanya menjadi hitam karena tertutup jamur. Jika hal ini terjadi, maka kayu dapat disikat dengan menggunakan sikat kawat untuk menghilangkan jamur dan lumut yang menempel, kemudian dilakukan pengecatan atau pemelituran ulang sesuai dengan kebutuhan.

Kayu bekas sebelum diolah

Kayu bekas yang telah diolah

Gambar: Panel dinding bekas – sebelum dan setelah dibersihkan jamurnya kemudian dicoating ulang

Lokasi pengambilan foto: Rumah KAIL, Bandung

Hal lain yang perlu diperhatikan pada penggunaan material bekas adalah kekuatan. Adakalanya kekuatan bahan menjadi menurun sesudah digunakan. Untuk itu kita perlu pintar-pintar memilih supaya diperoleh material yang masih bertenaga. Sebagai contoh adalah besi. Perhatikan besi bekas yang dibeli, apakah masih utuh? Adakah bagian yg sudah berkarat? Hal yang sama berlaku buat kayu. Perhatikan apakah ada kelapukan atau bubuk yg membuat kayu sebagai hancur? Seringkali material bekas menggunakan merek tertentu lebih awet daripada material baru merek yang lain. Untuk itulah kita perlu pandai -pandai memilih, material mana yang cocok buat kebutuhan & kantong kita.

Aspek lain yg perlu diperhatikan merupakan kelengkapan onderdil. Hal ini berlaku antara lain buat kloset bekas dan kran air. Perhatikan apakah bautnya masih lengkap. Apabila sudah berkurang, periksalah apakah tersedia cara lain pengganti onderdil yang hilang tadi? Kadang-kadang ketidaklengkapan satu komponen kecil dapat mempengaruhi efektivitas pemakaian. Misalnya penggunaan keran bekas yg bautnya kendor sehingga menyebabkan kebocoran kecil mungkin sepertinya sepele. Namun bila nir diperbaiki, air yang menetes bocor sebetulnya akan menjadi poly apabila dikumpulkan atau ditampung dalam saat yang relatif usang. Ini berdampak pada pemborosan sumberdaya dan biaya tentunya.

Adakalanya kita menggunakan bahan bekas yg bukan bahan bangunan buat dijadikan bahan bangunan. Sebagai model, saya menggunakan panel dinding yang diolah menurut kotak kayu bandela. Agar bisa sebagai panel dinding yg manis, kayu peti kemas tadi perlu diserut halus, disusun menggunakan rapi & diberi pelitur transparan supaya serat kayunya kelihatan. Harga kotak bandela tadi sangat murah, apalagi jika membelinya pada jumlah poly. Hanya saja diharapkan porto tukang untuk menyerut dan mengolah kayu-kayu tersebut sebagai bahan bangunan yg siap gunakan.

Gambar: Panel dinding berdasarkan kayu petikemas

Lokasi pengambilan foto: Rumah Pribadi, Bandung

Lepas dari segala keterbatasan di atas, berikut ini adalah beberapa keuntungan dalam menggunakan material bekas. Salah satu keunggulan menggunakan material bekas adalah harga yang lebih murah daripada material baru. Dengan harga yang lebih murah, kita dapat memperoleh material berkualitas sesuai kebutuhan pembangunan rumah kita.  Meskipun demikian, kita perlu berhati-hati. Tidak semua material bekas harganya lebih murah dari material baru. Dalam kasus barang-barang kuno langka, seperti tegel bercorak, harganya bisa jadi jauh lebih mahal daripada harga keramik corak yang baru. Untuk itu kita perlu pintar-pintar menyesuaikan kebutuhan material dengan ketersediaan dana yang ada.

Keuntungan ke 2 adalah memacu kreativitas pada merancang rumah kita. Dengan keterbatasan material yg tersedia, kita bisa mengeksplotasi kombinasi-kombinasi yang anggun & sinkron menggunakan selera kita. Rumah kita sebagai unik & tidak sama dengan rumah orang lain. Lewat merancang tempat tinggal , kita mampu mengekspresikan diri kita & mencari pola-pola rancangan yang sesuai dengan kebutuhan kita.

Manfaat lain dari penggunaan material bekas adalah kita memperpanjang umur gunakan material. Kita akan membantu mengurangi limbah yg mencemari bumi dan mengurangi pemakaian material baru. Setiap penggunaan material baru tentu ada sejumlah sumberdaya dan tenaga yg diambil menurut alam. Dengan memakai material bekas kita membantu mengurangi beban bumi buat membentuk barang-barang kita. Kitapun bisa memperpanjang umur gunakan material yang usang dan mengurangi sampah. Semoga dengan semakin poly material bekas yg dapat dimanfaatkan, bumi kita makin terjaga.

***

[1]Any Sulistyowati merupakan Koordinator KAIL, sebuah LSM yang memiliki misi buat mendukung tumbuhnya agen-agen perubahan sosial pada warga yg berkedudukan pada Bandung. Ia adalah Fellow LEAD (Leadership for Environment and Development), Donella Meadows Institute dan Sustainability Leaders Network.

Cloud Hosting Indonesia