Tampilkan postingan dengan label Wawancara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wawancara. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 18 Juli 2020

[Wawancara] Ketika Aktivis Perempuan Menjatuhkan Pilihan

Seseorang adalah teman bagi dirinya sendiri dan karenanya ia bertanggung jawab atas dirinya sendiri: dia sendirilah yg memilih segala sesuatu mengenai dirinya.
(Mahabaratha)
Ungkapan di atas, sejalan dengan perilaku para aktivis wanita. Para aktivis wanita sepertinya sangat paham bahwa setiap langkah / keputusan yg diambil, lahir berdasarkan diri mereka sendiri lantaran memang mereka yang menginginkannya dan siap dengan segala konsekwensinya. Salah satu contohnya, perilaku mereka terhadap pernikahan dan memiliki anak.
Para aktivis perempuan menjatuhkan pilihan mereka. Ada sebagian aktivis wanita yg memilih melajang & sebagian lagi memilih menikah / berkeluarga. Untuk fenomena yang ke 2, terbagi lagi atas 3 gerombolan : terdapat yang memilih menikah & meninggalkan kegiatan-kegiatan mereka sebelumnya, menentukan menikah tetapi memilih untuk tidak memiliki anak & menikah & memiliki anak.
Tim redaksi berhasil menghubungi beberapa aktivis perempuan & mengungkapkan mengenai pilihan yang mereka jalani.

Indrasari Tjandraningsih (Mbak Asih,Peneliti Bidang Perburuhan AKATIGA, Bandung)
Mbak Asih menikah & memiliki anak. Ia permanen beraktivitas sehabis menikah & mempunyai anak. Sebagai seseorang peneliti bidang perburuhan & seringkali bepergian ke luar kota atau luar negeri, Mbak Asih sering meninggalkan anak-anaknya. Anak-anak tinggal bersama suami & pengasuh.
Mbak Asih menaruh pengertian pada anak-anaknya bahwa, seseorang bunda wajib bekerja. Bukan buat kepentingan finansial semata, tetapi juga wacana ekspresi si bunda. Namun kerja itu macam-macam. Nah, diberi pengertian lagi ke anak, bahwa ibu mereka peneliti & akan tak jarang meninggalkan kalian. Mbak Asih juga menjelaskan ke anak-anaknya bahwa waktu ia meninggalkan mereka itu bukan buat tamasya, namun bekerja. Intinya anak memahami kegiatan ibunya. Apa, kapan, di mana & bagaimana-nya.
Wardah Hafidz (Mbak Wardah,Koordinator UPLINK, Jakarta)
Seperti halnya Mbak Asih, Mbak Wardah menetapkan buat menikah. Tetapi, tidak selaras menggunakan Mbak Asih, Mbak Wardah tetapkan buat nir mempunyai anak. Memutuskan pada sini memang selesainya melewati pemikiran & pertimbangan-pertimbangan.
Mbak Wardah mengungkapkan bahwa pada awal-awal pernikahan, dirinya & suami memang ingin mempunyai anak. Tetapi, ketika semakin sibuk dengan kegiatan masing-masing, mereka kembali mempertanyakan asa mereka buat punya anak tadi. Apakah pada tengah kesibukan keduanya yang sedemikian padat, mereka sanggup mengurus anak? Anak, menurut Mbak Wardah, selain sebagai hadiah atau anugrah juga merupakan jujur. Sebagai amanah, merawat & mendidik anak itu wajib sebaik mungkin. Kalau sanggup malah seratus % ketika & perhatian. Mbak Wardah & suami nir mau setengah-1/2. Kembali melihat kesibukan keduanya, akhirnya mereka menetapkan buat tidak mempunyai anak. Perhatian & energi seratus persennya, dicurahkan ke kegiatan-kegiatan sosial.
Evelyn (Eppel), Bandung
Sebelum menikah, Eppel sempat aktif sebagai relawan di beberapa LSM. Kemudian, ketika “ada lamaran yang datang”, ia memutuskan menikah dan mempunyai anak. Pada awalnya, Eppel sempat mencoba tetap beraktivitas. Namun, ia merasakan bahwa ruang geraknya dalam beraktivitas jadi terbatas karena ada anak dan ia juga belum rela melepas perawatan anaknya ke orang lain (orang lain di sini bukan hanya pengasuh, tetapi juga anggota keluarga yang lain, seperti ayah ibu atau mertua). Hal ini karena ia ingin membesarkan anaknya dengan cara yang menurutnya terbaik, yang mungkin cara-caranya agak berbeda dengan orang lain. Misalnya dengan home-schooling.
Tetapi, Eppel membicarakan bahwa tidak tertutup kemungkinan bahwa dia akan balik beraktivitas, di bidang apapun.
Dari ?Curhatan? Tiga perempuan aktivis pada atas, tergambar bahwa ternyata nir masih ada keseragaman pilihan. Hal ini tentunya pula berlaku universal. Pilihan, akhirnya tetap menjadi problem personal, masing-masing, berikut alasan-alasan dan konsekuensi-konsekuensinya. Dan yg terpenting merupakan apakah pilihan itu benar-benar adalah pilihan bebas, sadar yg dapat dipertanggungjawabkan & bukan sekedar mengikuti tuntutan sosial semata (Tim Redaksi)














Cloud Hosting Indonesia