Tampilkan postingan dengan label David Sutasurya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label David Sutasurya. Tampilkan semua postingan

Minggu, 09 Agustus 2020

[Tips] Kurangi membeli ! Langkah kecil melepaskan diri dari jeratan Uang



Uang sanggup bikin orang mabuk kepayang, uang sanggup bikin ?.
Ada pemeo "Di dalam uang terdapat setan". Dengan uang orang bisa membeli kekuasaan, kekayaan dan memuaskan banyak sekali bentuk nafsu primitif insan lainnya. Banyak perbuatan dursila dilakukan manusia setiap hari buat uang. Ah ya? Itu tuduhan yang terlalu ekstrim, kasar ?.. Tidak mungkin aku melibatkan diri dalam hal-hal seperti itu.


Tetapi perkembangan pada masa ini sudah menciptakan modus baru kejahatan: suatu proses penindasan yg merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari & melibatkan hampir seluruh individu di global ini, termasuk kita, sadar atau tidak. Ya, anda sadar atau tidak ditindas atau sangat mungkin menjadi bagian menurut para penindas ?


Anda yang terlibat pada gerakan kritis terhadap globalisasi & neoliberalisme, tentu tahu bahwa uang adalah media utamanya. Saya belajar ini saat mengikut presentasi salah seorang peserta rendezvous aktivis lintas bidang garap Kail tahun kemudian. Yang pribadi terpikir kemudian merupakan: Jadi, jika kita dapat mengurangi kebergantungan kita pada ekonomi uang berarti kita menyerang globalisasi & neoliberalisme pada jantungnya.


Bagaimana aku dapat mengurangi kebegantungan pada uang pada kehidupan sehari-hari? Uang kita gunakan setiap hari. Uang sudah masuk begitu pada dalam keseharian-kita, membuat siapapun kita, aktivis atau bukan, terlibat mendukung neoliberalisme.


Berikut ini merupakan beberapa tips sederhana yg saya coba lakukan. Tentunya ini nir sepenuhnya membebaskan kita berdasarkan uang, namun paling tidak ini merupakan langkah awal, sekaligus untuk menguji apakah kita punya keberanian diri buat bersikap kritis pada bentuk tindakan konkret.


Seluruh tips pada bawah ini dalam prinsipnya adalah mengurangi membeli (apa saja). Aktivitas membeli adalah dukungan konkret terhadap ekonomi uang. Dengan membeli kita mempertinggi permintaan terhadap uang, sebagai akibatnya ada pembenaran buat mencetak lebih poly uang, pasar uang semakin akbar, profit meningkat, para pemodal mendapatkan laba lebih poly, pasar kapital semakin berkembang, institusi & kebijakan moneter semakin menerima pembenarannya. Semua itu membuat gerakan neoliberal terus berkembang.


Akhirnya, jangan lupa juga bahwa menggunakan mengurangi membeli, kita mengurangi kebergantungan kita pada uang. Kita sanggup hayati cukup nyaman walaupun honor kita mini . Ini berarti kita mempunyai kebebasan yang lebih akbar buat melayani warga dan lebih bebas pula bersikap kritis.


# Gunakan sebanyak mungkin barang bekas (second hand):
Dalam masyarakat yang konsumtif ada poly barang baru yang sanggup dibeli setiap hari. Akibatnya barang terakumulasi cukup poly padahal penggunaannya tidak efektif (paling nir dari frekuensi & durasi penggunaan yg kurang). Situasi ini tidak menguntungkan bagi konsumen (kecuali memuaskan nafsu konsumtif) tetapi menguntungkan penanam modal dan memperbesar pasar kapital.
Jadi sebaiknya sebanyak mungkin menggunakan barang second hand. Kita bisa memperolehnya berdasarkan berbagai sumber, entah itu saudara atau sahabat kita. Kalau tidak sanggup, membeli baju bekas berdasarkan pasar murah rakyat (misalnya pada pasar Cicadas buat penghuni Bandung) pula sanggup dilakukan. Ini memang kegiatan membeli namun kecil adalah bagi para pemodal, namun bisa berarti besar buat mendukung hayati para penjual miskin.
Satu perkara yg perlu anda atasi sebelum melakukan ini adalah rasa membuat malu memakai barang bekas. Dan yg lebih krusial lagi bersikap kritis terhadap citra negatif yg dilekatkan pada barang bekas. Hati-hati juga terhadap aneka macam strategi pedagang buat mendorong konsumsi barang baru, misalnya menganggap masuk akal, bahkan harus, menggunakan baju baru ketika hari raya.


# Masaklah kuliner anda sendiri?
Bisnis restoran waktu ini semakin berkembang. Banyak pada antaranya berada di bawah kekuasaan para pemodal besar . Selain itu usaha restoran mendukung berbagai usaha lain yang semakin dikuasai oleh pemodal besar , mulai berdasarkan bumbu masak, peralatan masak dan banyak sekali fasilitas pada restoran. Bahan mentah kuliner yg dari berdasarkan agroindustri besar juga lebih disukai sang restoran lantaran mutunya yang lebih standar.
Memasak kuliner anda sendiri pula merupakan aktivitas yang meningkatkan kreativitas anda & sebagai selingan mengasyikan pada tengah kesibukan kita sebagai aktivis.


# Tanamlah makanan anda sendiri?
Ingat anda nir perlu membuat kebun yang terawat dengan baik. Anda tidak perlu mengejar produktivitas maksimal . Kebun di depan tempat tinggal yang dirawat rutin 1/2 jam sehari (tidak perlu mengejar kesempurnaan) & seminggu sekali sekitar satu jam (buat menanam bibit baru & aneka macam kegiatan besar lainnya), sudah bisa lumayan hasilnya.
Pilihlah tanaman yang nir memerlukan perawatan tinggi. Misalnya, pada kebun depan rumah aku yang luasnya 2X4 meter persegi ada kecipir, kacang panjang, paria, ubi, bayam, singkong, strawberry, kacang tanah.?


Selain mengurangi aktivitas membeli, kegiatan ini juga menjadi olah raga ringan (Move for your health kata WHO) dan menjamin makanan yang sehat bagi keluarga.


Ada prinsip lain yg bisa anda terapkan, yaitu mengatur ke mana uang anda mengalir. Ini membutuhkan pemahaman lebih dalam tentang struktur ekonomi kita. Ini akan kita bahas dalam edisi mendatang


******
Tentu saja ada beberapa langkah lain yg lebih sistemik dampaknya, misalnya membuatkan sistem perdagangan alternatif (misalnya sistem barter) dan mata uang lokal. Tetapi aktivitas ini memerlukan upaya yang lebih besar & nir bisa dilakukan secara individual.


(David Sutasurya)




HEADLINE TV (hdtv.co.id) terus berupaya meningkatkan wawasan dan pengetahuan para pemirsa dan juga menjadi media yang memiliki kredibilitas, kecepatan dan ketepatan dalam menyampaikan informasi di Kalimantan


hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv

Jumat, 07 Agustus 2020

[Pikir] Pengaruh Cara Berpikir: Salah Pilih, Salah Aksi

Banyak upaya telah dilakukan buat merampungkan dilema lingkungan. Seringkali upaya tadi nir berhasil dan bahkan menimbulkan permsalahan baru yang lebih kompleks. Di luar efektivitas pelaksanaan aksi/program, kenyataan ini juga seringkali terjadi akibat kesalahan cara pandang kita terhadap persoalan tadi. Akibatnya pemahaman akan permasalahan menjadi nir sempurna dan berujung pada pilihan aksi yang kurang tepat juga. Tulisan ini menceritakan bagaimana kesalahan memilih cara berpikir berpengaruh terhadap kesalahan pilihan aksi strategis. Tulisan ini akan dilanjutkan menggunakan goresan pena tentang Cara Berpikir Sistem sebagai galat satu pilihan cara buat menganalisis konflik sosial dan lingkungan dalam Pro: Aktif edisi 2 yang akan tiba.

Karakteristik Perseteruan Sosial dan Lingkungan
Permasalahan sosial dan lingkungan biasanya saling terkait satu sama lain membentuk satu jalinan permasalahan yang komples. Persoalan semacam ini disebut persoalan sistemik.
Permasalahan seperti ini biasanya tidak dapat diselesaikan dengan satu pendekatan saja. Tidak ada penyelesaian tunggal yang berlaku umum di semua tempat dan waktu. Penyelesaian masalah yang sama, bisa jadi membutuhkan pendekatan yang berbeda, tergantung penyebab masalah tersebut dan keterkaitannya dengan permasalahan yang lain di daerah dan waktu tertentu. Di daerah yang sama, suatu hal bisa menjadi masalah di satu saat, tetapi tidak pada saat yang lain. Pada saat yang sama, sebuah hal bisa menjadi masalah di satu daerah tetapi tidak untuk daerah lain.
Perseteruan pada menganalisis konflik sosial dan lingkungan
Masalah yang seringkali terjadi dalam proses menganalisis permasalahan sosial dan lingkungan adalah penyederhanaan permasalahan sistem kompleks menjadi masalah yang sangat sederhana dengan mengabaikan beberapa variabel atau yang disebut sebagai pendekatan reduksionis. Masalahnya variabel-variabel yang diabaikan pada pendekatan ini, seringkali justru paling berpengaruh terhadap perilaku sistem. Selain itu, variabel yang sangat berpengaruh di satu daerah dan kurun waktu tertentu bisa jadi tidak berarti pada tempat dan kurun waktu yang lain.
Masalah kedua adalah anggapan bahwa penyelesaian masalah yang sukses di satu tempat dapat direplikasi di mana saja tanpa melihat keterkaitan masalah tersebut dengan permasalahan lainnya di daerah tersebut. Contoh masalah jenis ini adalah proyek-proyek pembangunan dengan pendekatan top-down yang seragam untuk semua daerah. Proyek-proyek ini seringkali gagal menjawab persoalan-persoalan di tingkat lokal dan bahkan, di banyak kasus, proyek-proyek tersebut justru menimbulkan masalah baru yang lebih kompleks daripada persoalan semula.
Cara Memandang Persoalan: salah pilih, keliru aksi!
Kedua kasus di atas terkait dengan cara pandang kita terhadap duduk perkara. Kita terbiasa menganalisis dilema menggunakan memecah-mecah bagiannya dan menilik bagian yg secara eksklusif terkait menggunakan persoalan yg kita nikmati. Ini tampak jelas di global kedokteran. Misalnya apabila kita demam, sering kita hanya minum obat penurun panas; tanpa melihat apakah ada penyebab lainnya, misalnya demam karena penyakit tipus atau penyakit lainnya. Penyelesaian perkara semacam ini hanya akan menyembuhkan gejalanya, namun tidak menyembuhkan penyakit yang sebenarnya.
Cara pandang di atas dikenal sebagai cara pandang mekanistik. Cara pandang ini melihat permasalahan seperti sebuah bangunan. Pondasi bangunan tersebut (fundamental building blocks) dianggap sebagai penyebab segala masalah yang bila diselesaikan akan menyelesaikan keseluruhan permasalahan. Analogi lainnya adalah menggambarkan permasalahan sebagai pohon dan penyebab utamanya disebut sebagai akarnya.
Persoalan sistemik tak jarang nir bisa diselesaikan menggunakan pendekatan semacam itu. Semua komponen pertarungan saling terkait membangun suatu hubungan sebab dampak yg kompleks (jaring-jaring pertarungan). Persoalan sistemik membutuhkan pendekatan lintas sektor/bidang buat melengkapi pemahaman akan permasalahan dan penyelesaian persoalannya.
Kesalahan memilih cara pandang dalam akhirnya akan menyebabkan kesalahan pemahaman persoalan. Begitu pentingnya pemahaman duduk perkara ini sampai-sampai terdapat pepatah mengungkapkan bahwa apabila kita tahu dilema menggunakan sahih maka kita telah setengah jalan pada proses penyelesaiannya. Kesalahan pemahaman persoalan akan berujung pada kesalahan analisis & pemilihan rekomendasi aksi; yang tentu saja akhirnya nir akan merampungkan permasalahan secara efektif atau bahkan menimbulkan dilema baru.
Jadi hati-hati dengan cara berpikir anda, jangan sampai salah pilih, salah aksi!
(David Sutasurya - YPBB)




HEADLINE TV (hdtv.co.id) terus berupaya meningkatkan wawasan dan pengetahuan para pemirsa dan juga menjadi media yang memiliki kredibilitas, kecepatan dan ketepatan dalam menyampaikan informasi di Kalimantan


hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv

Kamis, 23 Juli 2020

[Pikir] Dari Kedaulatan Pangan Menuju Keberdayaan Pangan

David Sutasurya [2] & Any Sulistyowati [3]
Kedaulatan pangan adalah suatu pengertian yang didasarkan pada paradigma imperialisme, di mana suatu kekuatan secara paksa mengambil kebebasan negera lain. Pengertian kedaulatan muncul sebagai pengakuan atas hak suatu negara untuk mengendalikan negaranya sendiri. Oleh karena itu dalam "Food Sovereignty: A Righ for All", Pernyataan Politik NGO/CSO pada Forum Kedaulatan Pangan di Roma, 8-13 Juni 2002 yang lalu kedaulatan pangan didefinisikan sebagai,
"HAK setiap orang, kelompok-kelompok masyarakat dan setiap negara untuk menentukan sendiri kebijakan-kebijakan pertanian, ketenagakerjaan, perikanan, pangan dan tanah, sesuai dengan kondisi ekologi, sosial ekonomi dan budaya mereka".
Konsep imperialisme ini kemudian diperluas namun masih menyiratkan konflik vertikal antara negara utara dan selatan atau dalam suatu negera antara pemerintah dan rakyat. Hal ini dapat kita lihat antara lain dalam turunan konsep tersebut menjadi aksi. Misalnya La Via Campesina menyatakan bahwa persoalan bukanlah masalah kekurangan pangan tetapi masalah hak atas pangan. Hak atas pangan ini dapat dicapai antara lain dengan mereformasi perdagangan global, memberikan petani kontrol akan alat-alat produksi dan pertanian berkelanjutan.

Peta Konflik ke Depan

Salah satu ciri dominan peta konflik ke depan, dalam kaitan dengan pangan dapat dijelaskan dari peran perusahaan multinasional. Suatu jaringan lintas negara yang menguasai uang dan produk. MNC membuat konflik antar negara tidak lagi menjadi penting tetapi lebih sebagai salah satu bentuk metoda yang digunakan MNC untuk mencapai tujuannya.
Pengaruh MNC bisa muncul di mana saja dengan banyak alternatif instrumen. Selain melalui jalur ekonomi konvensional (sebagai sebuah perusahaan), mereka memiliki lobby kuat di tingkat negera, perundingan-perundingan internasional (walaupun mereka secara resmi tidak ada wakilnya). Semua itu dapat mereka jalankan dengan basis anggaran yang kuat.
Mereka juga layaknya sebuah negara dengan basis 'rakyat' yang cukup besar dan bersifat lintas negera. Para rakyat ini terlibat, baik sebagai tenaga kerja, konsumen, pemodal, mitra bisnis atau mitra politik. Di tingkat lokal situasinya sering tampak sebagai konflik yang tidak jelas maka kawan dan mana lawan, karena tidak mudah lagi mengidentifikasi keterkaitan antara seseorang dengan suatu perusahaan multinasional, tidak seperti pada konflik antar negera atau ras.
Yang paling mutakhir adalah: Keterkaitan seseorang pada suatu perusahaan multinasional seringkali terjadi secara sukarela, karena yang bersangkutan memperoleh keuntungan dari perusahaan itu. Secara global situasinya mirip dengan yang disebutkan dalam teori imperialisme, di mana kaum buruh ‘non pemilik modal’ disogok oleh kaum pemilik modal. Dengan kenyamanan hidup yang diperolehnya ini, kaum buruh yang disogok ini menjadi apatis dan tidak peduli atau tidak sadar bahwa mereka sebenarnya adalah para budak di bawah hegemoni perusahaan multinasional dan bahwa sogokan hidup yang diperolehnya itu sebenarnya diperoleh melalui penindasan/pemerasan terhadap kelompok non pemodal lainnya. Sogokan ini seringkali muncul sebagai semacam insentif bagi seseorang untuk masuk di bawah hegemoni.

Penyerahan Kedaulatan secara sukarela

Saat ini semakin disadari peran MNC dan kebijakan neoliberal yang dipromosikannya melalui berbagai jalur dalam berbagai produk pangan (salah satu yang mutakhir adalah makanan rekayasa genetik). MNC membuat berbagai pabrik di berbagai tempat, memperkerjakan banyak tenaga kerja (biasanya dipilih di tempat yang paling murah). Ini kemudian menjadi basis pengaruhnya di tingkat lokal.
Konflik seringkali tidak terjadi melalui penindasan langsung tetapi melalui insentif agar pihak yang ditindas menyerahkan diri ke dalam hegemoni mereka. Prosesnya dilakukan melalui berbagai cara halus seperti 'penyogokan' dengan gaji besar kaum non pemodal yang berstatus sebagai staff/karyawan. Walaupun tentu saja keuntungan jauh lebih besar akan tetap diperoleh pemodal dan uang yang digunakan oleh penyogok sering diperoleh melalui penindasan/pemerasan kelompok lain (buruh atau petani) ataupun dengan menciptakan kebergantungan (yang seringkali tidak perlu) kepada produk mereka.
Dengan menggunakan sistem insentif bagi para pekerja dan penciptaan kebergantungan konsumen sebagai senjata utama, tidak sulit bagi MNC untuk mengakui kedaulatan pangan tanpa sedikitpun merubah intensitas hegemoni mereka. Dalam hal ini situasinya adalah mereka tidak 'merebut' kedaulatan tetapi masyarakatlah yang secara sukarela meyerahkan kedaulatannya di bawah hegemoni MNC.
Lalu apakah perjuangan menegakkan kedaulatan pangan menjadi efektif dalam situasi demikian ?

Masyarakat sipil yang manja

Taktik memanjakan sekelompok masyarakat (dengan menguras sumberdaya masyarakat yang lain sehingga tidak terlalu mengurangi keuntungan yang diperoleh pemilik modal) adalah metoda baru yang perlu diwaspadai. Kelompok masyarakat yang dimanjakan inilah yang diharapkan memiliki daya beli yang cukup tinggi untuk produk-produk 'mewah' produksi MNC.
Tercipta sekelompok masyarakat yang hidup mewah dan apatis. Mereka merasa hidup mereka berkecukupan sehingga tidak merasa ada sesuatu yang salah. Misalnya,masalah pemerasan kelompok masyarakat yang lain untuk menghidupi kemewahan ini tanpa mengurangi keuntungan yang diperoleh pemodal tidak disadari atau terlalu dipikirkan. Mereka bahkan merasa hidup mereka bergantung pada pemodal dan tak dapat hidup tanpa mereka. Menjadi karyawan (baca: setengah budak) menjadi cita-cita kebanyakan golongan muda di Indonesia.
Kebergantungan juga tercipta antara masyarakat dan pemerintah. Hal ini dilakukan semula melalui pengambilan paksa kedaulatan di berbagai tempat melalui berbagai kebijakan[4]. Akibatnya masyarakat terbuai untuk bergantung pada pemerintah, tanpa bersikap kritis tentang siapa yang mendapatkan keuntungan terbesar pada situasi ini. Setiap ada masalah mereka bergantung pada pemerintah. Sementara itu sikap apatis yang semakin meluas ini membuat kotnrol terhadap berbagai elemen pemerintahan semakin lemah dan yang mengambil keuntungan adalah (sekali lagi) para pemodal. Akibatnya timbullah berbagai kebijakan yang sangat aspiratif kepada pemodal karena merekalah yang melakukan proses sistematis kepada berbagai elemen pemerintah. Sementara itu perkembangan sentralisasi kebijakan membuat proses mengakses kebijakan menjadi semakin mahal sehingga akhirnya para pemodallah yang paling memiliki sumberdaya untuk itu.
Contoh pada sektor pangan : kebergantungan pada BULOG untuk distribusi dan penyimpanan pangan, kebergantungan pada pemerintah untuk manajemen air.

Konflik kota-desa, penghisapan oleh kota, kehancuran bagi semua

Fenomena masyarakat sipil yang manja melalui proses penyogokan yang dananya diperoleh melalui eksploitasi kelompok masyarakat lain (yang menjadi korban), saat ini terkristalisasi menjadi kelompok masyarakat kota dan masyarakat desa. Urbanisasi adalah salah satu ciri masyarakat industri, meningkat pesat sejak pusat-pusat industri terbentuk pada awal revolusi industri dan sekarang semakin meningkat.
Orang kota khususnya kalangan menengah ke atas dapat diklasifikasi sebagai masyarakat sipil manja yang disogok. Sebagian besar dari mereka adalah masyarakat apatis yang hidup dalam hedonisme. Bagaimana sumberdaya untuk menyogok kelompok masyarakat ini diperoleh?
Revolusi hijau adalah teknologi yang muncul untuk melayani masyarakat kota. Intensifikasi produksi pangan sebenarnya dibutuhkan untuk memasok makanan untuk masyarakat kota yang tidak menanam makanannya sendiri. Masyarakat desa, apalagi petani kecil dan buruh tani, tidak mendapat keuntungan dari produksi makanan ini, malah kualitas hidupnya terus menurun. Pestisida, pupuk kimia dan sistem irigasi dll semakin menurunkan kualitas lingkungan pedesaan. Melalui kebijakan makanan murah, orang desa 'dipaksa' untuk mensubsidi orang kota secara finansial. Sementara itu para pemilik hegemoni justru dapat meningkatkan akumulasi modalnya.
Revolusi hijau adalah juga proses sentralisasi produksi. Input pertanian diperoleh secara tersentralisasi pada beberapa pabrik pupuk dan pestisida. Saat ini bahkan benih diproduksi secara tersentralisasi dengan dipromosikannya bioteknologi modern (rekayasa genetik dan kultur jaringan). Air diperoleh secara tersentralisasi pada bendungan-bendungan besar. Siapakah yang mendapatkan keuntungan pada proses produksi padat modal ini? Tentu saja para pemodal yang didukung oleh para semi-budak. Sentralisasi ini sekarang semakin mengkristal menjadi sentralisasi global di tangan MNC.
Para semi budak ini tidak sadar bahwa mereka hanya mendapatkan keuntungan untuk sementara. Kualitas lingkungan yang terus menurun pada akhirnya akan menurunkan produksi pangan itu sendiri dan setelah itu harga makanan akan semakin mahal. Dalam kondisi ini para semi budak akan menjadi miskin (daya belinya menurun karena makanan semakin mahal), sementara itu para pemodal masih akan mampu membayar, atau dengan cara tertentu mengambil keuntungan dari situasi ini.
Sebaliknya masyarakat desapun mulai terpengaruh dengan gaya hidup kota ini, apalagi dengan gencarnya propaganda di media yang mengiklankan gaya hidup ini. Masyarakat desa dan orang-orang miskin, yang miskin informasi dan pengetahuan adalah korban paling besar dari iklan produk pangan yang kurang berkualitas. Sementara sistem produksi pertanian desa diubah untuk menghasilkan pangan bagi masyarakat perkotaan; masyarakat desa ingin mengkonsumsi produk makanan orang kota, misalnya aneka produk makanan instan yang kualitasnya diragukan.

Peran kegiatan perdagangan

Agenda liberalisasi perdagangan yang dilancarkan atas dukungan para perusahaan multinasional sebagai pemilik modal dan pemerintah yang mengadopsinya dalam bentuk berbagai kebijakan pembangunan ikut memperparah kesenjangan antara kota-desa dan negara kaya -miskin. Liberalisasi perdagangan mengandaikan bahwa setiap negara memiliki kesempatan dan kekuatan yang sama dalam sistem perdagangan (lapangan permainan yang seimbang/even playing field). Persaingan akan didasarkan pada siapa yang paling kompetitif, dialah yang akan menang. Setiap negara memiliki keunggulan komparatif yang berbeda dengan negara yang lain. Agar efisien, negara-negara dituntut menjadi spesialis menurut keunggulan komparatif masing-masing. Sebagai hasil akhirnya, total output secara global akan maksimal.
Dalam kasus pangan, misalnya, paradigma ini menggeser paradigma swasembada pangan di tingkat negara menjadi di tingkat regional/global. Misalnya untuk menjamin kecukupan pangan, Indonesia tidak perlu memproduksi sendiri seluruh beras yang dibutuhkan, tetapi melihat di pasar internasional. Apabila harga beras lebih murah di pasar internasional, maka lebih baik Indonesia memproduksi produk-produk hasil industri yang lebih mahal dan membeli beras. Dengan demikian Indonesia akan memperoleh surplus dari perdagangan tersebut.
Kenyataannya kebijakan liberalisasi perdagangan ini tidak menyelesaikan masalah pangan dan kelaparan, tetapi justru menimbulkan masalah baru. Pertama, terbukanya pasar domestik pada produk pangan impor yang biasanya murah karena seringkali di negara asalnya disubsidi besar-besaran justru menyebabkan petani lokal (yang sudah terjebak pada mekanisme pasar modern) kehilangan daya saing. Akibatnya, ia tidak dapat bertahan dalam profesinya sebagai produsen pangan dalam jangka panjang karena tidak dapat bertahan hidup dengan profesinya sebagai petani. Dalam jangka panjang, kemampuan seluruh negara untuk memproduksi pangan di dalam negeri terancam. Kedua, begitu masuk dalam sistem ekonomi pasar, maka diperlukan sebagai alat tukar. Padahal saat ini uang pun menjadi komoditi yang diperdagangkan; yang nilainya berfluktuasi. Konsekuensinya harga panganpun akan berfluktuasi sesuai dengan nilai mata uang serta hukum permintaan dan penawaran. Akan ada saat-saat di mana harga makanan begitu murah dan sebaliknya di saat lain sangat mahal. Hal ini mungkin tidak masalah untuk kalangan atas, yang hanya menggunakan sebagian kecil penghasilannya untuk pangan; tetapi ini akan bermasalah sangat besar untuk kalangan bawah (mayoritas penduduk) yang sebagian besar penghasilannya digunakan untuk membeli pangan.
Ketergantungan pada sistem uang
Ekonomi modern menggunakan uang sebagai alat tukar yang praktis. Implikasinya, sistem ekonomi ini menghitung segala sesuatu dalam satuan uang. Misalnya GNP/GDP untuk menghitung tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara dan ukuran penghasilan dalam bentuk sejumlah uang tertentu untuk mengukur tingkat kemiskinan sebuah keluarga/komunitas. Sistem ini seringkali bias dan salah mengartikan realita. Petani-petani subsisten di komunitas-komunitas asli seperti Baduy mungkin memiliki sedikit sekali uang; tetapi kualitas hidupnya bisa jadi jauh lebih baik dari buruh di kota yang digaji di atas UMR. Dari segi pangan, petani-petani subsisten akan lebih aman posisinya dibandingkan dengan kaum buruh di kota yang sangat tergantung dari pangan murah hasil subsidi pemerintah dan penindasan kaum tani. Mereka ini sangat rentan pada kenaikan harga pangan, misalnya jika subsidi pangan dihapus atau harga BBM naik.
Masyarakat kota tidak memiliki mekanisme keamanan pangannya dalam jangka panjang dan menyimpan tabungannya dalam bentuk uang. Demikian juga pola revolusi hijau telah mengubah kebiasaan para petani modern dari budaya menabung dalam bentuk ternak, pohon buah-buahan dan hasil panennya menjadi dalam bentuk uang.
Padahal sistem uang ini telah terhubung secara global. Akibatnya, apa yang terjadi pada Bursa Saham di Tokyo atau New York akan mempengaruhi petani kopi di Timor. Dalam sistem yang sekarang, uang tidak sekedar menjadi alat tukar, tetapi juga komoditi. Artinya membeli uang untuk dijual lagi untuk memperoleh keuntungan berupa uang. Saat ini ekonomi uang mencakup 2/3 dari seluruh total ekonomi global dan nilainya berkembang jauh melebihi sektor riil yang menopangnya.
Sebagai komoditi, nilai uang juga berfluktuasi. Jika kita mendasarkan sistem tabungan kita pada uang, konsekuensinya nilai tabungan kita akan berfluktuasi pula sesuai dengan nilai uang. Celakanya, yang paling diuntungkan dengan sistem uang ini adalah para pemilik modal dan masyarakat banyak yang menanggung akibatnya. Contoh yang paling dekat adalah krisis moneter tahun 1999, di mana George Soros disebut-sebut sebagai salah satu kambing hitamnya. Dalam krisis tersebut, dalam waktu singkat penghasilan riil sebagian besar masyarakat Indonesia menurun hanya menjadi sekitar sepertiga sampai seperempat kali penghasilan semula, meskipun secara nominal angkanya naik.

Keberdayaan Pangan

Telah dijelaskan di atas bahwa taktik utama yang digunakan oleh para pemegang hegemoni saat ini adalah menciptakan insentif bagi kebergantungan masyarakat pada mereka. Insentif ini dijalankan melalui penyogokan melalui gaji besar untuk para karyawan atau iming-iming hasil produksi masksimal untuk para petani. Pemerintahpun menjadi pendukung mereka dengan janji perolehan pajak yang besar dan terbukanya lapangan kerja yang besar.
Padahal gaji itu diperoleh sebagai hasil penghisapan kalangan marginal (biasanya buruh dan petani) dan penciptaan produk yang memanjakan orang kota, antara lain dengan pemanjaan lidah dan kemudahan hidup, yang produksi dan penggunaannya biasanya juga merusak lingkungan dan mengandalkan kebergantungan konsumen dan produsen. Sementara untuk para petani; sejarah telah membuktikan bahwa peningkatan produksi dalam sistem pasar kapitalisme tidak akan menguntungkan petani dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan hukum penawaran dan permintaan, yang menyebutkan bahwa jika produksi meningkat maka harga akan turun. Mengikuti hukum ini, jika produksi berlebih dengan sendirinya harga akan turun yang artinya keuntungan petani akan ikut turun. Jika terjadi kelebihan produksi, maka petani akan merugi.
Sementara itu para pemegang hegemoni terus memperkuat diri dengan :
1. produk/teknologi yang semakin tersentralisasi secara global; yang paling canggih sentralisasi produksi benih dengan teknik rekayasa genetika dan kultur jaringan.
2. mengembangkan lobi-lobi politik untuk menciptakan iklim kebijakan yang kondusif seperti : hak paten, pendagangan bebas dan berbagai aspek ekonomi neoliberal lainnya yang menguntungkan mereka.
Dalam kondisi seperti ini, tidak ada proses perebutan kedaulatan secara kasat mata. Yang terjadi adalah penciptaan situasi yang mendorong penyerahan kedaulatan secara sukarela dan penciptaan pagar-pagar yang merupakan 'pemaksaan' penyerahan kedaulatan secara sangat halus dan canggih.
Dan pada akhirnya sekarang para pemegang hegemoni dalam keadaan yang cukup siap untuk mengakui secara formal kedaulatan tanpa kehilangan sedikitpun hegemoni de facto mereka. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat telah kehilangan kemampuan mereka untuk merealisasikan kedaulatan mereka.
Di sinilah letak pertempuran yang sebenarnya, selain mengembangkan strategi defensif[5] untuk menjaga kedaulatan pangan, saat ini sudah mendesak untuk melakukan proses pengembangan keberdayaan pangan. Yaitu: kemampuan masyarakat untuk menyediakan sendiri pangannya.
Masyarakat di sini adalah masyarakat tingkat akar rumput sampai tingkat yang paling kecil (sampai tingkat keluarga atau individu). Hal ini penting mengingat bahwa perang kedaulatan sekarang sudah tidak lagi pada tingkat negara tetapi di tingkat lokal menjadi konflik horisontal antar anggota masyarakat.
Pengembangan keberdayaan pangan ini akan membuat MNC kehilangan senjatanya. Ia akan kehilangan pasar karena masyarakat tidak lagi membutuhkan produknya. Ia akan kehilangan tenaga kerja karena masyarakat tidak lagi membutuhkan sogokan dari dirinya.

Bagaimana Mengembangkan Keberdayaan Pangan?

Kedaulatan pangan pada dasarnya dikembangkan dengan membuat masyarakat di tingkat akar rumput (termasuk di kota) dapat memproduksi makanan untuk dirinya sendiri, dengan demikian :
1. Situasi eksploitasi kota desa dihilangkan sehingga hilang kebutuhan untuk mengembangkan pertanian intensif yang merupakan lahan bisnis para pemegang hegemoni. Pestisida kimia dan bibit unggul yang hanya dapat dikembangkan oleh produksi intensif modal tidak dibutuhkan lagi.
2. Sebanyak mungkin memproduksi pangan untuk kebutuhan sendiri. Jika perlu pangan dari luar; maka dipilih yang diproduksi selokal mungkin. Dengan demikian yang memperoleh keuntungan dari proses produksi pangan adalah kita sendiri dan masyarakat di sekitar kita.
3. Mengurangi kebergantungan akan ekonomi uang dengan:
§ Meminimalkan kegiatan perdagangan yang selanjutnya akan mengerutkan ekonomi uang. Hal ini akan membuat para pemegang hegemoni semakin kehilangan kesempatan untuk meningkatkan akumulasi modal dalam bentuk uang.
§ Mengembangkan sistem pertukaran produk tanpa menggunakan uang, antara lain dengan sistem barter dalam komunitas-komunitas di tingkat lokal.
Membuat orang kota menghasilkan makanan sendiri dianggap mengurangi kesejahteraan orang desa. Hal ini tampaknya benar dalam kerangka ekonomi pertanian kapitalis. Padahal meskipun penghasilan orang desa dari segi uang meningkat, kualitas hidupnya justru menurun. Makanan bahkan perlu dianggap sebagai common resources sehingga tercipta kestabilan ketersediaan pangan dalam jangka panjang. Dalam sistem ini, makanan tidak akan terpengaruh oleh ketidakstabilan ekonomi. Uang akan semakin sedikit tetapi kualitas hidup semakin meningkat.
Pertanian bukan lagi menjadi kegiatan produksi dengan tenaga spesialis petani tetapi lebih merupakan kegiatan domestik semua orang. Petani bukan lagi menjadi profesi. Dengan ekoteknologi dapat dibuat sistem pertanian yang menghemat waktu dan tenaga sehingga waktu masyarakat dapat dialokasikan untuk berbagai kegiatan kebudayaan, pengetahuan dan spiritual yang akan meningkatkan kualitas masyarakat. Hal ini ditopang dengan sistem pendidikan yang merata yang akan meningkatkan kualitasi intelektual masyarakat.
Dalam percaturan ekonomi-politik saat ini ada berbagai peluang yang dapat kita ambil untuk mengembangan keberdayaan pangan :
1. Kembangkan ekonomi berbasis common knowledge yang tidak bisa dijangkau oleh IPR.
2. Setiap pengetahuan baru cepat-cepat didesimenasi sehingga cepat menjadi common knowledge. Hal ini dapat dengan mudah didukung oleh sistem komunikasi elektronik yang sudah berkembang pesat saat ini[6].
3. Kembangkan ekonomi berbasis sumberdaya dan lingkungan lokal. Pengetahuan tradisional masyarakat Indonesia sangat kaya akan berbagai alternatif teknologi untuk mengembangkan ekonomi seperti ini. Teknologi seperti ini tidak terjangkau oleh IPR.
Untuk lebih memuluskan strategi di atas, kita juga dapat melakukan sejumlah perubahan kebijakan makro. Dari segi kebijakan, kondisi makro apa yang mendukung terjadinya keberdayaan pangan ini?
1. Harga pangan harus merefleksikan biaya produksi yang sebenarnya. Saat ini harga pangan murah karena subsidi dari pemerintah atau melalui eksploitasi terselubung terhadap kaum tani. Dengan harga pangan yang baik, minimal mencerminkan biaya produksi, akan mendorong semakin banyak orang untuk meproduksi pangan. Ini akan mengurangi urbanisasi dan membuat sektor ekonomi di desa-desa bergerak. Untuk kota sendiri akan menguntungkan karena mengurangi kepadatan penduduk yang membebani sumber daya kota.
2. Alokasikan luasan lahan yang cukup untuk petani, terutama untuk produksi pangan. Banyak petani kecil, terutama di Jawa tidak dapat hidup dari sektor pertanian karena lahannya terlalu kecil, sementara itu banyak lahan-lahan kosong dalam bentuk villa tanpa penghuni, padang rumput liar maupun alang-alang dimiliki oleh orang-orang kaya. Banyak lahan pertanian kelas satu yang semula untuk memproduksi pangan diubah untuk industri, perkebunan atau pertanian cash crop berorientasi ekspor karena dianggap lebih menguntungkan. Ini adalah bentuk-bentuk pemborosan penggunaan sumberdaya.
3. Desentralisasi produksi pangan. Desentralisasi produksi pangan akan meminimalisir biaya penyediaan dan distribusi pangan di tingkat nasional. Biaya tersebut antara lain biaya transportasi dan pergudangan dan penyediaan input-input pertanian. Daerah dapat menentukan sendiri kebijakan pangannya dan sedapat mungkin memproduksi kebutuhannya sendiri sampai di tingkat keluarga atau komunitas. Dengan demikian, misalnya beban daerah-daerah penghasil beras untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional dapat berkurang. Ini menuntut cara baru pengelolaan Negara Kesatuan Republik Indonesia di bidang ekonomi; terutama pangan.
4. Pertanian yang didukung oleh teknologi lokal yang terdesentralisasi; misalnya pertanian organis. Pertanian organis tidak membutuhkan pupuk dan pestisida kimia; apalagi membeli benih transgenik buatan pabrik. Petani dapat membuat sendiri asupan pertaniannya; alat produksinya. Pertanian organis juga mensyaraktkan petani memiliki luasan lahan tertentu agar optimal. Dari karakteristiknya pertanian organis akan mendobrak hegemoni perusahaan multinasional penjual pupuk dan pestisida kimia. Hanya saja, yang perlu dicermati dalam pengembangan pertanian organis ini adalah jangan sampai terjebak pada paradigma lama; yang mengakibatkan perusahaan multinasional menjual pupuk dan pestisida alami dan menjadi pedagang utama produk pertanian organis untuk pasar ekspor. Jika ini yang terjadi pertanian organis akan kehilangan esensinya.
***




[1] Disiapkan untuk Seminar dan Lokakarya Membangun Kedaulatan Pangan Berbasis Gerakan Rakyat, Jakarta, 7-8 Mei 2003.
[2] Direktur Eksekutif Yayasan Biosains dan Bioteknologi.
[3] Peneliti ELSPPAT.
[4] Misalnya kebijakan pangan murah semasa orde baru.
[5] Sekalipun tidak menjadi satu-satunya yang esensial perjuangan ini tetap penting mengingat para pemegang hegemoni secara formal tetap akan berusaha tidak mengakui kedaulatan untuk mengangkat posisi tawar mereka.
[6] Teknologi yang fitrahnya bersifat nontersentralisasi ini sangat ideal karena tidak dapat dikuasai oleh siapapun. Namun di tingkat internasioal tetapi perlu diwaspadai setiap usaha penguasaan teknologi ini.



































































Cloud Hosting Indonesia