Dunia yang semakin tua ini sekarang penuh oleh kecamuk perkara. Beragam perkara, mulai menurut perkara sosial kemasyarakatan, lingkungan, hingga kemanusiaan. Setiap konflik tak jarang berujung dalam degradasi kualitas hayati manusia, dari segi kesehatan, kesejahteraan sampai moralitas.
Di tengah hiruk pikuk permasalahan yang sering melanda masyarakat dunia, terdapat segelintir orang yang memberikan sumbangsih berupa tenaga, dana, pikiran, untuk mendorong ke arah penyelesaian masalah. Bahkan mengupayakan ke arah perubahan yang lebih baik. Para penggerak perubahan itu adalah para aktivis dan relawan. Ulasan tentang aktivis secara detail dapat juga Anda klik di sini.
Tidak semua aktivis adalah relawan. Tetapi, kebanyakan aktivis seringkali memulai debutnya dengan menjadi relawan. Bila aktivis mendedikasikan seluruh hidupnya untuk keberpihakan tertentu, maka relawan adalah orang-orang yang menyisihkan sebagian waktunya untuk memberikan sumbangsih tertentu pada sebuah gerakan ke arah perubahan. Namun demikian, ada juga orang-orang yang memilih jalan hidupnya sebagai relawan
full time. Jadi, ada beberapa orang menjalani hidupnya sebagai aktivis sekaligus relawan.
Menjadi Relawan : Tanpa Nyali & Berani Mati?
Rachel Corrie, adalah nama yang sangat fenomenal di dalam dunia aktivis dan relawan. Lahir pada tahun 1979 di Washington, Amerika Serikat, gadis ini semenjak kecil telah memiliki keprihatinan pada masalah-masalah kemanusiaan. Semasa sekolah, ia telah menjadi relawan yang menyuarakan masalah-masalah kemiskinan, gelandangan dan kelaparan. Setelah lulus kuliah, gadis ini berangkat ke Palestina untuk menjadi aktivis perdamaian. Ia gugur oleh sebuah buldozer milik Israel yang melindas tubuhnya di Kota Rafah, Jalur Gaza. Buldozer milik Israel itu tengah menghancurkan perumahan warga Palestina dengan alasan hendak mencari kaum teroris di Kota Rafah.
 |
Rachel Corrie |
Sumber foto : www.Rachelcorrie.Org
apabila Anda ingat dalam beberapa pemberitaan di aneka macam media elektronik tentang penanganan bala maupun pertarungan, dari puluhan sampai ratusan relawan terjun buat membantu para korban. Ada relawan yg bertugas menggotong mayat-mayat korban bala, ad interim relawan lainnya masuk ke puing-puing tempat tinggal yg runtuh, dengan risiko nyawanya sendiri bisa melayang bila terjadi keruntuhan susulan. Relawan lainnya harus berhadapan dengan pihak separatis atau militer eksklusif yang secara brutal dapat memuntahkan peluru dari senjatanya. Betapa hayati relawan misalnya sebuah telur yg berada pada ujung tanduk.
Namun demikian, ada juga relawan yang tak harus berhadapan dengan marabahaya. Misalnya, relawan donor darah atau relawan pendidikan yang bertugas mengajar anak-anak di tenda pengungsian. Ada juga relawan yang bergerak di pelestarian lingkungan hidup, dengan kegiatan penanaman pohon, kampanye nol sampah atau bersih-bersih sungai dari sampah. Jadi, tidak semua relawan harus berani mati atau tanpa nyali dalam melakukan kegiatannya. Namun demikian, bukan berarti relawan yang tak berhadapan dengan marabahaya bisa
leyeh-leyehdalam melakukan tugasnya.
Semua orang yang menentukan buat terjun pada pada dunia relawan mempunyai tanggung jawab moral yg sama besarnya pada membantu menuntaskan masalah kemanusiaan apapun bentuk pekerjaannya. Relawan adalah orang yang memiliki keprihatinan terhadap aspek tertentu di pada rakyat, kemudian ia tergerak buat melakukan sesuatu, & yg perlu digarisbawahi, orang-orang tersebut merealisasikan keberpihakannya dengan sukarela, tanpa pamrih.
Latar Belakang Seseorang Menjadi Relawan
Seseorang menjadi relawan dengan berbagai motivasi. Hal pertama yang sangat mungkin menggerakkan seseorang untuk menjadi relawan adalah adanya
GERAKAN HATI. Hati yang tergerak karena menyaksikan ketidakadilan yang terjadi di depan mata. Hati yang gelisah karena terjadi penindasan yang menginjak-injak nilai kehidupan seorang manusia.
Gerakan hati sanggup ada karena perasaan yg peka dalam diri seseorang. Di sisi lain, gerakan hati tidak muncul begitu saja misalnya wangsit undian berhadiah. Gerakan hati timbul karena masa lalu dan pengalaman yang menempa seseorang. Sebagai contoh, hati seorang tergerak buat mendedikasikan dirinya bagi perkembangan pendidikan & permainan seorang anak, karena orang tadi mengalami sendiri masa kecilnya yang serba terkekang, dan nir mengalami kepuasan sebagaimana anak mini dalam umumnya.
Latar belakang lainnya yg menggerakkan seorang menjadi relawan adalah, karena orang tersebut ingin belajar sesuatu berdasarkan pengalaman kerelawanannya. Misalnya, dengan menjadi relawan lingkungan hayati, seorang belajar tahu pengertian mengenai pemanasan dunia atau rapikan cara membentuk pupuk organik & kertas siklus ulang.
Selain motivasi belajar dan menambah pengalaman, seseorang menjadi relawan karena ia merasa bertanggung jawab pada masyarakatnya sendiri. Hal ini biasanya terjadi pada korban yang merasakan dampak dari kondisi yang tidak adil atau tidak sesuai dengan perikemanusiaan. Contoh nyata dapat kita temui pada penduduk lokal yang terkena bencana gempa atau tsunami. Para penduduk lokal rela bahu membahu menjadi relawan untuk mencari korban yang selamat di antara reruntuhan puing-puing bangunan yang rubuh akibat gempa. Ada juga penduduk lokal yang merelakan diri menjadi relawan kesehatan untuk ibu-ibu hamil dan menyusui di desanya. Atau, penduduk lokal yang mau menjadi relawan pendidikan untuk mengajari anak-anak putus sekolah di desanya.
 |
Yanti, gadis pengungsi pasca tsunami Aceh, menjadi relawan pengajar di tenda pengungsi untuk anak-anak putus sekolah |
Sumber foto : http://volunteer-story.blogspot.com/2012/03/kisah-para-relawan-guru-wanita-tujuan.html
Relawan : Turis yang Melakukan Wisata Kemanusiaan?
Bagaimana menggunakan orang-orang yg sebagai relawan semata-mata lantaran bahagia berada di daerah terkena bencana yg menurutnya bombastis? Orang-orang ini berniat menjadi relawan karena senang memacu adrenalinnya sendiri. Seperti orang yg hobi melakukan olahraga arung jeram atau panjat tebing, akan tetapi, yang satu ini terjun menjadi relawan demi kepuasan dirinya sendiri.
Relawan menggunakan kriteria misalnya disebutkan pada atas, tidak akan pernah seratus persen mendedikasikan tenaga & pikirannya buat masalah-masalah kemanusiaan, darurat bala maupun lingkungan hidup. Ia menjadikan insiden-peristiwa tersebut sebagai ajang pamer diri, tanpa pernah memaknai donasi dirinya terhadap persoalan-persoalan yg diterjuninya. Orang-orang seperti ini bagaikan seorang turis pada sebuah daerah wisata berpemandangan bala atau fenomena lingkungan.
Contoh orang-orang misalnya ini dapat kita temukan dalam wilayah-wilayah bencana, misalnya wilayah terkena lumpur Lapindo, wilayah terkena tsunami Aceh, wilayah korban gempa pada Padang atau Yogyakarta, daerah terkena banjir bandang pada Wasior, Papua hingga wilayah-wilayah pertarungan misalnya Ambon, Sampit, Lampung Selatan. Relawan ?Turis?, akan memanfaatkan peristiwa humanisme hanya ketika momen tersebut tengah menerima perhatian penuh berdasarkan banyak sekali pihak, dan diberitakan terus menerus oleh media massa. Ketika perhatian pada peristiwa tersebut menurun, relawan ?Turis? Ini akan pulang dan hilang tak berbekas.
Meski demikian, terdapat beberapa orang yang berangkat menjadi relawan ?Turis? Menggunakan motivasi sekedar ingin memahami atau sekedar memacu adrenalin, mengalami perubahan diri selesainya bersentuhan pribadi dengan fenomena kemanusiaan dan lingkungan yg dihadapinya. Perubahan terjadi pada komitmen dan pemaknaan diri mereka sesudah terjun sebagai relawan. Perubahan ini sangat baik, lantaran merupakan titik balik bagi individu yg bersangkutan. Di pada dirinya terjadi transformasi diri, dari langsung yang awalnya hanya memikirkan kesenangan & kepuasan diri, menjadi pribadi yg rela melakukan sesuatu bagi orang lain.
Oleh karena itu, berhati-hatilah dengan motivasi diri, ketika Anda memutuskan menjadi relawan. Senantiasa mengintrospeksi diri akan mengasah motivasi diri dalam melakukan sesuatu bagi orang lain dan lingkungan.
 |
Relawan Greenpeace bergotong-royong membangun bendungan di hutan gambut, Desa Kuala Cenaku |
Sumber foto : http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/picture-desk/lebih-dari-30-relawan-akan-bek/
Relawan : Dapat Apa?
Beberapa orang mungkin akan berpikir, buat apa susah-susah bekerja sebagai relawan, namun nir terdapat imbalan materi sedikit pun yang dihasilkan. Orang-orang misalnya ini akan berpikir seribu kali saat datang tawaran sebagai relawan buat sebuah kegiatan humanisme atau lingkungan hidup. Jadi, sesungguhnya, apa yg membuat seseorang menentukan dan menjalani kegiatan sebagai relawan?
Meski bukan materi berlimpah berupa uang atau benda-benda mewah, seseorang relawan sesungguhnya mendapatkan banyak hal. Hal yang terutama adalah ekspresi. Seorang relawan akan merasa menjadi manusia yg sesungguhnya, waktu bisa menyumbangkan energi & pikirannya bagi orang lain dan lingkungan hidup pada sekitarnya. Berangkat berdasarkan aktualisasi diri ini, selanjutnya akan membangkitkan kebahagiaan tersendiri di dalam hayati, rasa percaya diri dan kenyamanan batin.
Hal lain yg dihasilkan seorang relawan antara lain adalah pengalaman dan jaringan pertemanan. Pengalaman yang dihasilkan seseorang relawan bisa dijadikan bekal hayati pada lalu hari. Sementara jaringan pertemanan adalah investasi penting pada segala hal.
Pada akhirnya, dengan semakin poly menaruh diri menjadi relawan, seorang akan semakin banyak mendapat. Apa yang didapatnya bukanlah materi yg dengan mudah habis tidak berbekas. Hal-hal yg didapat sang seseorang relawan bersifat menetap, bermanfaat, meski tidak terlihat secara eksklusif menurut luar. Manfaat di pada diri itulah yg membuat seorang sanggup memaknai kehidupannya, mensyukuri segala hal pada pada hidupnya, dan melihat global melalui tatapan optimis.
Siapkah Anda menjadi relawan?
(Navita Kristi Astuti)