Tampilkan postingan dengan label Tabrani Yunis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tabrani Yunis. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Juni 2020

[MEDIA] POTRET, 14 Tahun Membangun Budaya Baca Di Kalangan Perempuan

Oleh Tabrani Yunis

Pemimpin Redaksi Majalah POTRET, Media Perempuan Kritis dan Cerdas

Alhamdulilah, pada tanggal 11 Januari 2017 ini, majalah POTRET, Media perempuan kritis dan cerdas ini genap berusia 14 tahun. Sebuah usia yang sudah lumayan lama untuk sebuah media, namun bila dianalogikan dengan usia manusia, ini adalah usia yang masih belia, bahkan masih di bawah umur. Namun, bila menelusuri lorong-lorong sejarah lahirnya, orientasinya dan bahkan cita-citanya, serta secara geografis, usia 14 tahun bagi majalah POTRET, termasuk usia yang lumayan lama. Ini menjadi masa yang seharusnya berada pada masa yang matang. Dikatakan demikian, karena latar belakang ( background) lahirnya majalah POTRET tidak sama dengan majalah-majalah yang terbit di ibu kota, dengan template dan patron yang bisa dikatakan business oriented. Ya, berbeda orientasinya dengan majalah-majalah yang terbit di pusat kota Jakarta. Majalah POTRET lahir dari sebuah keprihatinan terhadap nasib kaum perempuan yang menderita, terutama perempuan akar rumput yang ada di wilayah perdesaan.

Majalah POTRET yang mulai terbit pada tanggal 11 Januari 2003, sebelum bencana tsunami meluluhlantakkan Aceh itu, terbit dilatarbelakangi dari keprihatinan akan nasib kaum perempuan di Aceh yang hidup terbelenggu kemiskinan. Secara kasat mata, kemiskinan yang dialami perempuan adalah kemiskinan harta benda atau kemiskinan material. Namun, bila kita telusuri lebih dalam, kemiskinan yang menghimpit perempuan adalah kemiskinan intelektual dan spiritual, yang wujudnya, miskin ilmu pengetahuan, miskin keterampilan dan miskin sikap atau spirit untuk maju. Kemiskinan ini semakin memperkecil akses dan kontrol kaum perempuan, terutama perempuan akar rumput (grassroots) yang hidup di perdesaan di Aceh, terhadap pembangunan, akses terhadap pendidikan. Kondisi ini membuat perempuan tidak punya kemampuan membaca, tidak punya minat membaca dan bahkan sama sekali kehilangan semangat untuk maju dan keluar dari belenggu kemiskinan tersebut.

Nah, berangkat dari keprihatinan tersebut, maka Center for Community Development and Education (CCDE), Banda Aceh, sebagai sebuah organisasi nirlaba (nonprofit), atau LSM yang peduli dan bekerja untuk perempuan, melakukan berbagai kegiatan pendidikan alternatif bagi kaum perempuan di Aceh. Kegiatan-kegiatan itu mulai dari kegiatan pertemuan membangun konsolidasi, membangun kesadaran dan hingga pada kegiatan pelatihan dan lain sebagainya yang bisa membuka mata perempuan, serta mendorong perempuan untuk secara aktif berkarya di tengah-tengah masyarakat, agar bisa keluar dari belenggu kemiskinan dalam berbagai bentuk dan jenisnya.

Akhirnya, lantaran niat & komitmen buat berbuat, membarui kondisi kemiskinan & kebodohan wanita yang parah itu menjadi lebih baik, maka selain memberikan pelayanan pendidikan alternatif, CCDE pada tahun 1998 menggagas lahirnya media belajar bagi kaum perempuan di Aceh. Lalu, selesainya melalui proses yg panjang, mempersiapkan penulis-penulis perempuan , dengan melatih 25 perempuan menurut 6 kabupaten pada Aceh menggunakan membentuk pencerahan membaca & membuat karya tulis, penggalangan dana buat penerbitan, maka buat pertama kali majalah POTRET diterbitkan dalam lepas 11 Januari 2003 kemudian. POTRET lahir pada bentuk media yg sangat minim, lantaran bentuknya masih newsletter. Tetapi demikian, menggunakan semangat membaca, POTRET ketika pertama kali terbit menggunakan tagline ? Media perempuan Aceh?. Artinya, masih terbatas pada kalangan perempuan pada Aceh saja. Sayangnya, baru 3 edisi terbit, bala tsunami meluluhlantakkan Aceh dan POTRET berhenti terbit. Sementara impian membentuk budaya & kebiasaan membaca masih belum beranjak. Tetapi, virtual itu nir meninggal, walau seluruh yg dimiliki CCDE dan POTRET habis disapu tsunami.

Nah, ketika trauma masih belum pulih, impian membantu perempuan keluar dari kemiskinan intelektual masih belum selesai, maka pada pertengahan 2006, tepatnya bulan Juli, POTRET kembali terbit dalam bentuk buletin setelah mendapat bantuan dari Hivos. Hadirnya POTRET saat itu menjadi amunisi baru untuk menyemangati kerja-kerja pencerdasan kaum perempuan lewat kegiatan membangun budaya baca di Aceh, pasca bencana tsunami tersebut. Sejak itu, upaya untuk menumbuhkan semangat membaca kaum perempuan, terutama yang menjadi penerima manfaat (beneficiaries) program CCDE semakin menggeliat. CCDE dengan terbitan POTRET mengadakan sejumlah pelatihan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan baca kaum perempuan Aceh dari 18 kabupaten di Aceh. Sejak saat itu, hingga tahun 2011, lebih dari 1000 perempuan di Aceh dilatih dengan kemampuan membaca dan menulis, sebagai bagian dari upaya membangun gerakan menulis di kalangan perempuan di Aceh saat itu. CCDE dan POTRET membangun kemampuan membaca dan menulis kaum perempuan dengan memposisikan perempuan sebagai pelaku atau subjek media, bukan sebagai objek, sebagaimana layaknya dan banyaknya media yang terbit lainnya.

Dengan cara ini, perempuan bukan hanya sanggup membuka mata menaikkan kemampuan atau daya baca, tetapi dibantu dan dibimbing buat sebagai lebih produktif dalam mengekspresikan pikiran, perseteruan, menganalisis dan jua mencari jalan keluar menurut sejumlah dilema yg dialami atau dihadapi sang kaum wanita di Aceh khususnya dan masyarakat global dalam umumnya. POTRET, di samping menjadi media buat membaca, sekaligus menjadi media belajar menulis, menuangkan wangsit atau pikiran secara tertulis.

Metodologi yang dipakai oleh majalah ini, jauh berbeda menggunakan media-media mainstream lainnya di tanah air. Jika majalah-majalah yg terbit di kota Jakarta, menerima naskah yg diketik menggunakan rapi dengan kriteria yg tinggi, maka majalah POTRET menerima kiriman karya tulis kaum wanita yang ditulis tangan & kemudian diketik & dilakukan penyuntingan yg tidak mengganggu pesan yang ingin disampaikan oleh para penulis wanita tadi. Kemudian POTRET terus bermetamorfosis, berdasarkan majalah komunitas sebagai majalah generik yg tidak hanya diterima gratis oleh para wanita yg menjadi beneficiaries menurut program CCDE, akan tetapi lalu masuk ke pasaran dan sebagai bacaan serta referensi bagi wanita-perempuan pada luar wanita akar rumput. POTRET menjadi satu-satunya majalah perempuan yg sangat peduli terhadap perkara perempuan . Satu-satunya majalah wanita yang terbit di Aceh & masuk menembus ke level nasional, bahkan sebagai media bagi perempuan pada taraf dunia. Buktinya, semakin banyak penulis & pembaca yang asal berdasarkan mancanegara yang mengirimkan goresan pena, baik pada Bahasa Indonesia, maupun Bahasa Inggris. Untuk memenuhi kebutuhan para wanita yg berada pada luar Aceh, majalah POTRET lalu menyediakan versi online, yg kini sanggup diakses pada www.Potretonline.Com

Episode yang membahagiakan Sejalan dengan semakin meluasnya jangkauan atau capaian pembaca dan penulis POTRET, maka tagline “POTRET, Media Perempuan Aceh” menjadi tidak relevan lagi. Sehingga kemudian tagline itu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi, bahwa POTRET bukan lagi hanya menjadi media perempuan Aceh, akan tetapi menjadi media perempuan kritis dan cerdas, di mana saja berada. Jadi, walaupun terbit di Aceh, namun bukan hanya Aceh, akan tetapi juga semua perempuan di nusantara dan mancanegara. Ternyata dengan perubahan tersebut, kemudian semakin banyak perempuan di nusantara dan mancanegara yang terlibat aktif mengisi majalah ini untuk saling berbagi informasi, menyediakan bacaan yang menarik bagi para pembaca yang umumnya adalah perempuan.

Meluasnya jangkauan majalah POTRET terkait dengan semakin banyaknya goresan pena yg masuk berdasarkan para perempuan dari luar komunitas & menurut luar Aceh hingga ke mancanegara, membuat majalah POTRET menjadi semakin strategis bagi upaya menciptakan budaya baca di kalangan wanita, baik di Aceh, maupun pada luar Aceh. Bahkan dalam perjalanan selama 14 tahun, peran majalah POTRET membentuk budaya baca dan budaya literasi di kalangan perempuan , kemudian meluas masuk ke ranah pendidikan formal, dimana majalah POTRET sebagai bahan bacaan bagi para pelajar di sejumlah sekolah, pesantren dan perpustakaan. Dengan demikian, fungsi majalah POTRET merupakan menjadi media baca atau jua sumber bacaan perempuan dan warga generik.

Tentu saja, waktu majalah POTRET menjadi satu-satunya majalah wanita yang terbit pada Aceh untuk Indonesia ini, wajib sebagai media bersama yg bersinergi buat membangun budaya membaca, budaya berkarya atau budaya literasi, bukan hanya di kalangan wanita, tetapi pula pada kalangan rakyat generik pada Aceh & pada tanah air. Oleh karena itu, eksistensi majalah POTRET sebagai media perempuan kritis & cerdas, wajib selayaknya menerima dukungan positif menurut seluruh pihak yang peduli dan merasa krusial menciptakan budaya baca pada kalangan wanita, sampai semua wanita idealnya terbebas berdasarkan belenggu kebodohan & kemiskinan, sebagaimana hasrat atau impian awal majalah POTRET. Mari kita bangun sinergi menciptakan budaya baca pada masyarakat kita. Ini merupakan hal yg menggembirakan menurut bepergian panjang hadirnya majalah POTRET selama 14 tahun membentuk gerakan literasi di kalangan perempuan pada Aceh & nusantara.

Memilukan

Banyak hal yang membahagiakan dan melegakan hati dari sejarah perjalanan terbitnya POTRET dan kerja-kerja membangun budaya baca selama 14 tahun tersebut. Bisa bertahannya majalah ini selama kurun waktu 14 tahun adalah sebuah fakta yang menakjubkan, karena banyak media yang terbit di Aceh bertumbangan karena banyak faktor. Sementara POTRET, walau seperti kerakap tumbuh di batu, hingga kini masih eksis, ya masih terbit. Namun, di balik cerita suka cita tersebut, tidak sedikit pula cerita duka yang menyelimuti majalah POTRET.

Sebagaimana kita ketahui bahwa keberlanjutan sebuah media cetak, baik surat kabar maupun majalah ada pada ketersediaan pendanaan (sustainability of fund) dan ketersediaan tema dan artikel yang akan dipublikasikan. Ketersediaan dana, bisa dalam bentuk dukungan iklan dari berbagai pihak dan ketersediaan bahan untuk isi media yang dijadikan sebagai modal yang akan dijual kepada pembaca. Lalu, duka apa yang dialami oleh majalah POTRET?

Salah satu duka nestapa yang dialami sang majalah ini merupakan hilangnya kekuatan kapital keuangan buat seluruh proses produksi & distribusi. Ketiadaan dana membuahkan kegiatan penerbitan terseok-seok. Majalah POTRET terbit tanpa didukung oleh sponsor iklan atau asal pernapasan bagi sebuah media. Hal ini membuat majalah POTRET kesulitan dalam hal pembiayaan. Sehingga, majalah POTRET bagai kerakap tumbuh di batu; hayati enggan, tewas tidak mau. Kondisi ini semakin tidak baik ketika nir ada lagi donatur yang ikut membantu. POTRET harus terbit secara mandiri. Jadi, ini memang memilukan & semakin memilukan lagi, ketika Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yg mendengung-dengungkan kata sinergi, dalam kenyataannya itu hanya ilusi. Begitu jua pada kalangan LSM yg bekerja buat perempuan . Mereka nir melihat eksistensi majalah POTRET sebagai sebuah potensi atau kekuatan yg sebagai bagian berdasarkan gerakan wanita. Jadi memang memilukan. Karena ketika ini, majalah POTRET masih belum dianggap sebagai sebuah media yg mencerdaskan & diperlukan sang semua orang. Padahal, impian majalah ini adalah terbangunnya budaya baca dan berkarya di kalangan perempuan .

Cloud Hosting Indonesia