Tampilkan postingan dengan label David Ardes Setiady. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label David Ardes Setiady. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Juli 2020

[Masalah Kita] Arti Kebahagiaan Untuk Aktivis



Kebahagiaan adalah makna dan tujuan hidup, tujuan keseluruhan dan akhir dari eksistensi manusia.” – Aristoteles (Filsuf Yunani, 384 – 322 SM)


Begitu pentingnyakebahagiaan sehingga gerak hidup manusia didasari oleh upaya mencari kebahagiaan sebagai suatu tujuan, seperti yang diungkapkan  Aristoteles di atas. Kebahagiaan tidak sekedar tujuan yang kita tentukan, akan tetapi juga bagaimana kita memaknainya sebagai langkah awal sebelum kita sampai kepadanya.


Kita lihat misalnya dihari Kasih Sayang atau biasa juga disebut Valentine Day yang dimana-mana dirayakan dengan pelbagaicara. Mulai dari  memberikan coklat pada seseorang, sampai dengan kencan spesial dengan orang tersayang. Tindakan-tindakan kita dalam mengekspresikan kasih sayang pada hari itu apakah memiliki suatu arti? Rasanya iya.Kita melakukan kesemua itu demi membahagiakan orang-orang tertentu dalam hidup ini. Harapannya dengan melihat orang tersebut berbahagia, kita pun ikut bahagia.


Setiap orang mempunyai makna kebahagiaannya masing-masing dan hal-hal yg membantu mereka mencapai kebahagiaan dalam hayati. Beberapa waktu ini KAIL mencoba buat melihat arti kebahagiaan di antara para aktivis dengan cara menanyakan beberapa pertanyaan terkait kebahagiaan ini. Kami melakukan wawancara tertulis kepada 9 narasumber dari aneka macam komunitas.Hasil dari wawancara ini dimaksudkan untuk melihat gambaran sekilas bukan citra besar , yg diharapkan mampu menaruh ilham bagi rekan-rekan aktivis yang lain dalam meraih kebahagiaan.


Kami menciptakan 5 item pertanyaan buat dijawab oleh responden :
  1. Dalam hidupmu, kapankah saat-saat paling membahagiakan dalam hidup kamu?
  2. Mengapa kamu menganggap jawaban no.1 adalah momen paling membahagiakan dalam hidup?
  3. Menurut kamu, berbahagia itu seperti apa?
  4. Apakah menurutmu masyarakat di dunia ini berbahagia atau tidak? Mengapa?
  5. Menurutmu, bagaimana cara lebih baik, cepat dan mudah untuk berbahagia?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut diperlukan bisa menggambarkan pemaknaan seseorang mengenai kebahagiaan dan faktor-faktor apa sajakah yg menciptakan mereka berbahagia. Pandangan mereka terhadap kebahagiaan yang ada berdasarkan pada diri tergambar dari tiga pertanyaan pertama mengenai momen kebahagiaan beserta karena dan deskripsi berbahagia seperti apa. Sedangkan faktor berdasarkan luar akan tergambar pada jawaban terhadap pertanyaan nomor 4 yg adalah proyeksi kebahagiaannya yg masih ada pada lingkungannya. Kemudian, kita akan berbagi ide berdasarkan rekan-rekan aktivis ini tentang tips yg cepat & gampang buat berbahagia.


Dari tiga pertanyaan pertama, kebanyakan narasumber menerima kebahagiaan terkait menggunakan keberadaan orang lain. Kebahagiaan yang terkait dengan orang lain bisa dikatakan menjadi kepuasan di mana apa yg kita kerjakan terkait menggunakan orang lain & reaksi orang lain atas apa yg kita kerjakan itulah yang memberikan perasaan senang . Atau kebahagiaan itu terkait dengan sebuah momentum pada mana kebersamaan dengan orang lain menghadirkan rasa nyaman.


Kita coba bandingkan jawaban dari dua narasumber berikut :
  1. “Saat paling membahagiakan adalah saat bisa berkumpul dengan suami, anak, mama dan keluarga” – Dydie Prameswari.
  2. “Apabila dikaitkan dengan aktivitas saya sebagai trainer, maka saat yang paling membahagiakan adalah ketika saya menemukan ada partisipan training yang saya berikan bisa membuktikan dalam hidupnya bahwa materi yang saya berikan berguna untuk kehidupannya” – Elisabeth Dewi.
Kedua jawaban di atas menggambarkan soal kebahagiaan yang didapat karena faktor keberadaan orang lain, tetapi tidak berarti kebahagiaan kita menjadi bergantung kepada orang lain. Kehadiran orang lain bisa membantu menguatkan perasaan bahagia kita seperti yang tertuang dalam jawaban narasumber yang bernama Monica Anggen : “Saya merasa hidup saya menjadi lebih berguna baik bagi diri saya sendiri dan yang paling utama saya berguna bagi orang lain.” Merasakan bahwa diri kita memiliki fungsi bagi orang lain menjadi kunci pembuka menuju kepada kebahagiaan, ketika kita membuat sesuatu dan bukan hanya diri kita yang menikmati, namun orang lain juga turut merasakannya.


Mungkin bukan kebetulan apabila para narasumber yang adalah aktivis pada bidangnya masing-masing, merasa senang saat sanggup berbuat bagi orang lain. Apakah ini mengartikan bahwa para aktivis merupakan orang-orang yg berbahagia dengan berbuat bagi orang lain? Rasanya bukan hanya para aktivis, akan namun sifat alami setiap manusia buat hidup saling menyebarkan. Pernahkah mendengar istilah-istilah ?Makanan sepiring untuk empat orang mungkin nir relatif mengenyangkan perut, namun lebih menurut relatif buat memuaskan batin? Atau ?Makan tidak makan berasal ngumpul? Perkataan itu hendak membicarakan bahwa bukan kebutuhan fisik yang bisa memberikan kebahagiaan sejati, melainkan berkumpul bersama menggunakan orang-orang yang kita sayangi.


Kebahagiaan memang tidak tergantung dari luar diri kita. Para narasumber menyadari hal tersebut, bahwa menjadi bahagia itu dimulai dari dalam. Semua itu dapat dilakukan dari hal-hal yang sederhana, misalnya tidur cukup, makan cukup. Seperti yang diungkapkan oleh Anilawati : “Sederhana aja, bisa makan cukup, tidur tenang, bisa kumpul-kumpul dan bisa “memberi” kepada orang lain. (“memberi” = tidak selalu berupa materi)”.  Dari pernyataan itu, bisa dilihat bahwa terdapat unsur orang lain yang menambah lengkap kebahagiaan.


Namun terdapat pula narasumber yg memaknai kebahagiaan lantaran hadirnya orang yang dicintai. Rahmi Fajri merasa bahwa senang merupakan waktu orang yg dicintai beserta dengan kita, menggunakan adanya mereka kita sanggup meminta apa yang kita inginkan. Yang menarik pada sini adalah apakah yg sebenarnya kita perlukan berdasarkan orang lain buat senang ? Mungkin ini jawabannya nir tunggal.


Bagaimanakah kita melihat global pada sekitar waktu ini? Apakah dunia sedang berbahagia atau sedang dirundung sedih? Pertanyaan ini mungkin akan mengarahkan kita pada apa yang bisa kita lakukan atas hidup ini atau mungkin hanya sekedar bertanya buat mengamankan kebahagiaan kita sendiri, tapi apakah kebahagiaan merupakan tentang diri sendiri? Narasumber merasakan bahwa sepertinya global ini sedang tidak berbahagia, berbagai media di tanah air lebih banyak diisi menggunakan keterangan-informasi jelek yang tidak mengangkat syarat negeri ini sebagai lebih baik. Mereka jua melihat bahwa kebanyakan orang terjebak melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak berkenan pada di hati mereka, terpaksa melakukannya karena keterbatasan. Oleh karena yang sama, manusia mengejar materi sebesar-banyaknya sehingga ada yang tega mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri.


Di sisi lain, terdapat yang tetap optimis terhadap global saat ini, seberat apa pun bala yang menimpa global ini, akan selalu terdapat orang yang mampu melihat sisi positif dari peristiwa-peristiwa jelek itu dan mengupayakan suatu tindakan buat membuat situasi menjadi lebih baik. Memang tidak mudah buat melihat yg positif berdasarkan suatu bencana, sebagai akibatnya terdapat yg sanggup mengoptimalkannya sebagai kebahagiaan & terdapat yg nir. Semuanya tergantung pada kapasitas masing-masing langsung.


Persepsi seorang terhadap global pada sekitarnya, mungkin nir bisa sepenuhnya objektif, apalagi terkait dengan menyimpulkan apakah mereka berbahagia atau tidak. Tetapi setiap orang diberkahi pemberian yg sama buat mengetahui apakah suatu keadaan sedang melenceng berdasarkan yg seharusnya, yg memberikan peringatan buat berbuat sesuatu demi perubahan. Para narasumber mencoba mendengar menggunakan baik perasaan global ini dan berbuat seturut panggilan nurani sebagai aktivis. Merengkuh kebahagiaan menggunakan pilihan-pilihan yang dibentuk, menemukan bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yg terdapat di setiap diri pribadi. Bertemu menggunakan orang-orang, membantu mereka dalam proses pembelajaran, mendapati bahwa mereka akhirnya berhasil & menciptakan perubahan, sebagai nilai kebahagiaan tersendiri bagi rekan-rekan aktivis yang menjadi narasumber kali ini. Bagaimana menggunakan Anda?
(David Ardes Setiady)








































Minggu, 12 Juli 2020

[Jalan-Jalan] Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Banyu Biru

Terik matahari pagi mengiringi kami menuju lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Banyu Biru milik Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT). Dengan menumpang sebuah mobil yang dikemudikan oleh Pak Aep, kami menuju ke wilayah pinggir sungai yang cukup sempit. Di sana, terlihat pipa-pipa menjulur dari kaki gunung. Ujung pipa-pipa itu berakhir di sebuah bangunan berisi mesin-mesin yang mampu mengkonversi arus air menjadi arus listrik. Bangunan yang luasnya kira-kira 3 x 8 meter itu tampak masih baru, ditandai oleh segarnya polesan cat pada dindingnya. Di depan bangunan terdapat sebuah antena parabola. Namun, antena tersebut belum berfungsi. Rencananya, antena parabola tersebut akan berfungsi sebagai pengontrol mesin PLTMH jarak jauh. Di dekat bangunan kecil PLTMH itu, terdapat tanah seluas 200 m2 yang direncanakan untuk berbagai fungsi di kemudian hari.

Perjalanan ini  dilakukan oleh tim KAIL dalam rangka kegiatan evaluasi keberadaan PLTMH Banyu Biru yang didanai oleh Hivos. Tim KAIL beranggotakan Any Sulistyowati sebagai evaluator, dan para asisten yang terdiri dari Selly Agustina, Hilda Lionata, dan David Ardes. Adapun Tim KAIL mengevaluasi PLTMH dari segi sosial-kemasyarakatan, sedangkan dari segi teknis dilakukan oleh Pak Ady dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelum menuju lokasi PLTMH, rombongan terlebih dahulu mampir ke sekretariat SPPQT yang terletak di Kalibening. Di sekretariat itu, rombongan melakukan wawancara terhadap seluruh pengurus SPPQT tentang mikro hidro dan profil organisasi.


PLTMH dibangun pada Dusun Bendo Sari, Desa Kebumen Banyu Biru, Kabupaten Semarang. Perjalanan menuju lokasi PLTMH membutuhkan saat sekitar 45 mnt berdasarkan sekretariat SPPQT di Kalibening. PLTMH diresmikan pada 15 Mei 2012, oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan. Beliau berharap, menggunakan eksistensi PLTMH Banyu Biru, warga Indonesia mengetahui bahwa upaya mengadakan tenaga berkelanjutan memang sedang dikerjakan, bukan sekedar tentang. Harapan lanjut berdasarkan eksistensi PLTMH ini merupakan agar bisa menginspirasi gerakan serupa di loka-tempat lain. Dengan menggunakan PLTMH ini, kebutuhan bahan bakar fosil menjadi komponen pembangkit listrik akan diminimalkan. Setidaknya itulah keliru satu tujuan pembangunan PLTMH, yg diungkapkan sang Mas Faisol, Sekjen SPPQT.


PLTMH Banyu Bening mampu menghasilkan daya listrik hingga sekitar 170 kVA. Total daya listrik tersebut kemudian dijual kepada PLN sebagai pembeli tunggal dengan harga Rp 600/ KWH, atau total sebesar 50 juta rupiah. Listrik tersebut akan disalurkan untuk daerah-daerah di  Jawa Tengah, yang menurut Mas Faisol sangat kekurangan pasokan listrik.


Untuk mengurus kegiatan PLTMH ini, SPPQT membentuk CV (Comanditer Venotschaap) Qaryah Thayyibah, dengan Bapak Turjangun sebagai direkturnya saat ini. Pembentukan CV dirasa sejalan dengan prinsip kebersamaan yang dijunjung tinggi oleh SPPQT, karena seluruh hasil yang didapat dari PLTMH ini sepenuhnya akan dimanfaatkan demi kesejahteraan petani SPPQT. Bapak Tarom yang banyak terlibat dalam proses pembangunan PLTMH memaparkan bahwa mereka telah merencanakan beberapa alokasi penggunaan dana yang didapat dari penjualan listrik.


Salah satu alokasi penggunaan dana dari hasil penjualan listrik tersebut adalah konservasi alam di sekitar daerah aliran sungai (DAS) yang menjadi sumber tenaga PLTMH. Dari pemaparan Bapak Abidin, ketua paguyuban petani dusun Bendo Sari, konservasi ini dilakukan berkat kesadaran masyarakat sekitar untuk menjaga lingkungan di sekitar DAS yang menjadi sumber air bagi dusun mereka. Upaya konservasi yang akan dilakukan adalah dengan menanam pohon-pohon guna mencegah abrasi dan memastikan debit air terus terjaga. Sementara itu, jenis pohon yang akan ditanam adalah pohon aren. Rencana ini telah dikonsultasikan dengan Dinas Kehutanan setempat dan pihak SPPQT akan membentuk sebuah tim yang secara khusus  menangani kegiatan konservasi di sekitar PLTMH.


Dari pembicaraan mengenai konservasi lahan di sekitar PLTMH, Mas Rukham mengungkapkan tentang program pertanian berkelanjutan, yaitu mengajarkan petani teknik bertanam hortikultura. Tujuannya adalah, agar lahan dapat digunakan semaksimal mungkin. Namun, pelaksanaan program ini dirasa sulit. Beliau berkata, ”Petani itu baru percaya kalau melihat hasilnya, tidak pernah cukup dengan mendengar”. Kecenderungan petani di dusun Bendo Sari adalah memanfaatkan lahannya untuk satu jenis tanaman saja. Sehingga, ketika terjadi kegagalan hasil panen, tidak ada hasil yang didapatkan sama sekali. Untuk itulah lahan seluas 200 m2 yang dimiliki oleh SPPQT akan dimanfaatkan untuk mengajarkan pertanian berkelanjutan dengan menanamkan cabe rawit di pot, peternakan sapi-kambing, perikanan, dan biogas.


Beberapa alokasi penggunaan dana lainnya, misalnya yang diungkapkan oleh Mas Rukham, merupakan buat pendidikan, koperasi, & penguatan kelembagaan. Sebagian dana akan dipakai SPPQT buat pendidikan anak-anak petani. Perlu diketahui, ketika ini SPPQT telah mempunyai Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah.


Mengapa penekanan kegiatan lebih diutamakan pada aktivitas perlindungan & pertanian berkelanjutan daripada aktivitas koperasi & penguatan kelembagaan, lantaran menurut Pak Tarom, dengan penekanan utama tersebut, diperlukan terjadi peningkatan kesejahteraan petani. ?Kalau kebutuhan pokok bisa dipenuhi dengan baik, hal-hal lain sanggup dilakukan menggunakan lancar.? Demikian alasan Pak Tarom.


Walaupun rencana alokasi penggunaan dana output penjualan listrik telah dipersiapkan, PLTMH Banyu Biru belum dioperasikan lantaran masih mempersiapkan petugas operator. Untuk ketika ini, baru terdapat enam orang yang dievaluasi siap menjalankan kiprah operator. Namun, pada masa mendatang kaderisasi petugas operator wajib terus dilakukan pada siapapun yang berminat.


Sembari menunggu beroperasinya PLTMH, pengurus SPPQT terus berkiprah buat menyebarluaskan mimpi mereka mengenai kemandirian petani dan kedaulatan pangan. Mereka ingin meyakinkan para petani bahwa mereka sanggup menghidupi diri sendiri, & sebagai petani merupakan pekerjaan yang sama baiknya dengan pekerjaan lain.


Sementara itu, SPPQT telah melakukan pemetaan buat melihat potensi pengembangan PLTMH di loka lain, pada antaranya : Wonosobo, Semarang, Temanggung, Kendal, Magelang, & Batang. Entah kapan akan didirikan, namun planning itu sudah terdapat dan SPPQT berharap dapat merealisasikannya.


Sekilas mengenai SPPQT :
Berdiri pada tahun 1999, dengan ketua pertama bernama Ahmad Bahruddin. Beranggotakan sekitar 16.348 petani yang bernaung di 120 paguyuban yg tersebar di 11 kabupaten/kota. Sekretariat SPPQT terletak pada Jl. Ja?Far Shodiq no.25 Kalibening Kec. Tingkir Kota Salatiga. Saat ini SPPQT diketuai oleh seseorang perempuan bernama Ruth.

Referensi berita :
http://bisniskeuangan.Kompas.Com/read/2012/05/15/18153592/Petani.Jual.Listrik.Ke.PLN

(David Ardes Setiady)








































Kamis, 09 Juli 2020

[MEDIA] Internet dan Kerelawanan



Rasanya cukup mengherankan bila anak muda masa kini tidak mengenal internet, bahkan rasanya internet telah menjadi kebutuhan atau gaya hidup manusia. Banyak hal yang disediakan oleh internet, terutama berbagai bentuk hiburan dan juga ruang eksplorasi yang tidak ada habisnya. Terlebih setelah media jejaring sosial muncul, seperti Friendster, Facebook, Twitter, dll. Semuanya itu menjadi daya pikat yang menyita waktu banyak orang untuk berkutat di dunia cyber tanpa pernah bosan.


Internet mulai bertindak misalnya ?Warung serba terdapat? Yang menyediakan apa pun bagi orang-orang yang mencari sesuatu. Segala hal yg dapat diubah ke dalam bentuk digital akan tersedia, terlebih sejak fasilitas mesin pencari seperti Google muncul, pencarian warta melalui internet semakin mudah untuk dilakukan.


Kerelawanan adalah salah satu topik yang bisa dicari di dalam dunia internet, seiring dengan adanya kebutuhan untuk mencari kegiatan dan juga nilai-nilai sosial yang ada di dalam diri setiap orang untuk berbagi. Kini orang-orang semakin mudah untuk mencari  kegiatan-kegiatan yang membutuhkan relawan, bahkan katakanlah semakin mudah untuk menjadi relawan.

Dalam situs http://www.worldvolunteerweb.org/dipergunakan istilah online volunteering, yang merujuk kepada kegiatan kerelawanan berbasis komputer dan internet. Mereka memaparkan bahwa kegiatan online volunteering memberikan ruang baru bagi kegiatan kerelawanan di organisasi, kemampuan dan bakat, serta basis relawan yang baru. Online volunteering ini juga membantu mempromosikan organisasi dan misi mereka kepada khalayak yang lebih luas.




Beberapa kegiatan online volunteering yang dipaparkan di dalam www.worldvolunteerweb.orgdi antaranya adalah :
  • Penelitian
  • Penerjemahan
  • Desain web
  •  Analisis data
  • Pembangunan database
  • Menulis proposal
  • Editing artikel
  • Mentoring online
  • Desain publikasi
  • Moderasi kelompok diskusi online


Kegiatan-kegiatan tersebut nir membutuhkan rendezvous secara eksklusif dan bisa dilakukan menggunakan adanya fasilitas personal komputer dan internet. Dengan demikian, mereka yg mempunyai keterbatasan saat & transportasi bisa menyalurkan kebutuhan buat menjadi relawan menggunakan bentuk kegiatan tadi.

Internet telah memperluas bentuk kegiatan kerelawanan dan menjadi sebuah bentuk pelengkap bagi kerelawanan di lapangan (onsite). Kegiatan kerelawanan online seperti ini sudah ada di Indonesia, khususnya di Bandung, salah satunya YPBB yang secara berkala membuka ruang untuk menjadi relawan penterjemah.


Sumber : dokumen YPBB






Gambar di atas merupakan informasi kegiatan kerelawanan onlineyang ditawarkan oleh YPBB dengan mempromosikannya melalui Facebook. Kegiatan kerelawanan online yang ditawarkan masih cukup terbatas, menurut pengakuan Anilawati Nurwakhidin, dikarenakan YPBB masih memfokuskan diri untuk membangun sistem di internalnya. Sejauh ini, kegiatan yang berhubungan dengan relawan adalah menjaga relasi dengan mereka, berupa sapaan di media jejaring sosial. Selain Facebook, YPBB juga memiliki blog dan Twitter yang memiliki fungsinya masing-masing. Secara khusus, blog difungsikan sebagai media pendaftaran bagi para calon relawan, sepanjang tahun 2012 (sampai dengan Agustus 2012) tercatat ada sekitar 200 orang yang mendaftar.


Contoh yang lain adalah Yappika (Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia), yang menawarkan skema kerelawanan online (dapat dilihat di http://yappika.or.id/media/Skema_relawan_online.pdf) dengan beberapa ruang kegiatan sebagai berikut :


  • Penerjemahan bahasa Indonesia-Inggris , Inggris-Indonesia
  • Searching isu untuk mendukung kegiatan riset, advokasi kebijakan dan kampanye
  • Desain dan layout produk cetak maupun cenderamata
  • Memberikan dukungan petisi atas suatu isu yang sedang digulirkan
  • Menyebarluaskan informasi
  • Memberikan dukungan berupa opini dalam sebuah artikel
  • Memberi saran dan masukan melalui email atau pada kolom ‘interaktif’ di situs Yappika
  • Memberikan donasi
-
Skema ini mulai ditawarkan semenjak tahun 2006, sebagai pengembangan dari  skema kerelawanan onsite yang digarap secara serius pada tahun 2003. Dengan adanya kerelawanan online ini, Yappika mengatasi kendala geografis bagi mereka-mereka yang ingin terlibat dalam kegiatan Yappika.


Internet dalam beberapa tahun terakhir di satu sisi telah menunjukkan manfaatnya dalam memperluas ruang bagi orang-orang dalam kegiatan kerelawanan. Sebagaimana sebuah penelitian yang dilakukan oleh Molly O’Rourke dan Greg Baldwin pada tahun 2004[1]terhadap situs www.volunteermatch.org tentang bagaimana internet telah mengubah kerelawanan.


Situs VolunteerMatch.Org merupakan situs yang menyediakan layanan bagi para calon relawan buat menemukan ruang kerelawanan dan bagi organisasi-organisasi non-profit untuk menemukan relawan yang tepat buat organisasi mereka. Penelitian ini melibatkan sebesar 1122 orang pengguna VolunteerMatch.Org & 996 organisasi non-profit.

Dari penelitian ini galat satu temuannya merupakan organisasi non-profit menganggap kekuatan internet sebagai strategi rekrutmen relawan merupakan yg terbaik nomor 2 selesainya penyampaian mulut. Kekuatan internet semakin menguat sesudah teknologi mampu membuat indera komunikasi portabel yg terhubung menggunakan internet, lihat saja ponsel-ponsel yg memiliki akses internet menggunakan biaya terjangkau. Hal ini berdampak pada penggunaan internet yg melampaui batas ruang & saat, orang-orang bisa terhubung kapan saja dengan internet.







Dari penelitian tadi, kita bisa melihat bagaimana orang-orang (baik pihak relawan maupun organisasi pengguna) sebagai semakin gampang untuk menemukan apa yang mereka butuhkan. Para calon relawan lebih mudah menemukan gosip spesifik yang sebagai preferensi, ad interim organisasi pengguna lebih gampang menemukan relawan sesuai dengan spesifikasi yg dibutuhkan.


Bidang kerelawanan yg paling banyak digeluti oleh para relawan adalah bidang anak-anak & orang belia, diikuti dengan bidang satwa. Selain itu, menurut segi jenis kelamin, 84% berdasarkan pengguna situs adalah wanita. Sedangkan menurut segi usia, 50% pengguna berusia di bawah 30 tahun. Hal ini mungkin memperlihatkan bahwa minat kerelawanan lebih poly masih ada dalam perempuan muda.

Tentunya hasil dari penelitian ini tidak dapat dikatakan bersifat umum, tapi kita dapat mengambil inspirasi untuk diadaptasi dan diterapkan di dalam organisasi masing-masing. Setidaknya penelitian itu mengantarkan kita pada eksplorasi yang masih terus berlangsung terhadap fungsi dan peran internet dalam kerelawanan. Di Indonesia, mungkin kesadaran untuk memanfaatkan internet dalam kerelawanan belum begitu tinggi, pandangan ini diamini oleh Anilawati Nurwakhidin. Namun hal ini justru menunjukkan besarnya potensi pemanfaatan internet untuk kerelawanan di waktu yang akan datang. Bagaimanapun juga, internet tidak berarti menggantikan pertemuan tatap muka, dalam bahasan ini, online volunteering tidak bermaksud menggantikan onsite volunteering. Kedua kegiatan itu saling melengkapi dan diperlukan untuk mendukung kinerja organisasi dalam mencapai visi-misi.
(David Ardes Setiady)


[1] Dari The Journal of Volunteer Administration - How the Internet has Changed Volunteering: Findings from a VolunteerMatch User Study, Vol.22, No.3, 2004


























































Selasa, 07 Juli 2020

[OPINI] Takut Untuk Sukses, Sumber Kegagalan Terbesar



Sebuah pertanyaan yang biasa ditanyakan orang tua kepada anak-anaknya adalah, “Kalau sudah besar mau jadi apa?”, lantas anak-anak akan memberi beragam jawaban mengenai cita-cita mereka. Bahkan walikelas saya di SD pada suatu hari pernah menanyakan kepada seluruh siswa, apa cita-citanya. Jawaban yang diutarakan kurang lebih sama, menjadi dokter, astronot, atau pilot.
Terlepas berdasarkan apa yang mengakibatkan adanya keseragaman jawaban tadi, impian merupakan galat satu indikator kesuksesan yg hendak diraih. Sukses, merupakan kata yang akan kita bahas bersama di sini.






Kalau setiap orang ditanya “Apakah Anda ingin sukses?”, kita bisa mendapatkan jawaban, bahwa sebagian besar orang menginginkannya. Namun, keinginan tersebut tidak serta merta membuat kesuksesan itu tercapai begitu saja, ada beberapa faktor yang menyebabkan tercapainya kesuksesan tersebut. Apapun faktor yang mendasari tercapainya kesuksesan tersebut, ternyata salah satunya terkait dengan ketakutan. Ketakutan? Ya, walaupun seseorang menginginkan kesuksesan dalam hidupnya, rupanya ada faktor di dalam diri setiap orang yang justru takut terhadap kesuksesan tersebut. Ketakutan ini terkait dengan keyakinan (belief) yang kita miliki terhadap kesuksesan. Keyakinan tersebut menurut Antonius Arif merupakan limiting belief ataupun mental block.


Ada 3 tipe keyakinan (belief)yang terkait dengan ketakutan untuk sukses (Robert Dilts, 1990) :


1. Hopelessness (tidak ada harapan)


Tipe ini dimiliki oleh seorang yang merasa nir mempunyai asa terhadap impian yg diinginkan. Perasaan tiada asa ini umumnya terkait ketiadaan pengetahuan mengenai kemungkinan buat sukses tersebut. Orang dengan tipe ini umumnya selalu beralasan macam-macam terhadap kerja keras. Orang dengan tipe ini akan menyampaikan, ?Orang lain saja nir sanggup, apalagi saya?. Tipe orang menggunakan keyakinan misalnya ini terbentuk lantaran sepanjang hayati orang tersebut melihat kerja keras tidak berbanding lurus dengan hasil yg didapat. Untuk tipe ini, pernahkah Anda melihatnya atau mengalaminya sendiri?


2. Helplessness (tidak berdaya)


Keyakinan ini masih ada pada diri seorang yang melihat orang lain sanggup melakukannya, tetapi dia sendiri merasa nir mampu melakukannya. Keyakinan akan ketidakmampuan ini kemudian membentuk perasaan tidak berdaya, atau kebalikannya. Jika ke 2 hal tersebut saling menguatkan maka akan semakin membuat seseorang nir berkecimpung ke mana-mana. Hidup orang seperti ini akan sebagai stagnan. Pernahkah Anda mendengar seseorang yang mengatakan bahwa kesuksesan itu adalah milik orang-orang yg punya uang saja? Ataukah Anda pernah mencicipi tidak bisa sukses karena Anda bukanlah orang yg pandai ?
Situasi ini sebetulnya tak jarang kita dapati dan sepertinya memang kondisi yg generik terjadi. Sebagai model, ungkapan ini, ?Ya, lantaran bapaknya dokter, makanya beliau pandai belajar kedokteran?.
Adanya agama mengenai faktor keturunan, akhirnya membatasi suatu pekerjaan eksklusif hanya pantas dikerjakan sang orang-orang dari keturunan tertentu. Sehingga keyakinan yang muncul merupakan ?Mana mungkin saya bisa menjadi seseorang dokter, aku kan anaknya seseorang penarik becak.? Dengan keyakinan misalnya ini, orang tadi terjebak menggunakan pemikiran bahwa mimpinya dibatasi sang siapa orang tuanya. Padahal, mungkin saja dia mempunyai talenta dalam memahami global kesehatan. Akibat keyakinan tadi, maka peluang yang ada menjadi hampir nir ada.


3. Worthlessness (tidak berharga)


Keyakinan  ini terjadi jika seseorang merasa bahwa walaupun hal tersebut mungkin dan bisa dilakukan, namun dirinya merasa tidak pantas dan tidak layak. Contoh yang sering terjadi adalah pada percintaan, misalnya seperti ini, “Saya mencintai pasangan saya dan  yakin sebenarnya bisa berdamai dengannya . Hanya saja, saya merasa tidak pantas dan tidak layak untuk bersama dengan dia.”


Contoh lain yang mampu kita lihat adalah pada pertemanan. Apakah Anda pernah lihat orang-orang yang menarik diri berdasarkan pergaulan sehari-hari? Terlepas dari kemungkinan adanya faktor lain yang mempengaruhi, pikiran bahwa ?Saya nir pantas berteman dengan mereka? Atau ?Saya nir layak menerima perhatian dari mereka? Adalah keliru satu penyebab yg timbul pada pergaulan di masa sekarang.
Saya sendiri pernah mengamati pola ini terjadi pada mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyusun skripsi dalam waktu yang cukup lama. Kepercayaan diri yang sedang menurun, diimbuhi oleh manajemen stress yang kurang cakap, cenderung membuat mahasiswa tingkat akhir menarik diri dari pergaulan untuk sementara waktu. Ditambah pemikiran “Ah, sudah bukan jamannya saya lagi”  membuat keyakinan itu bertambah kuat.


Semua tipe keyakinan di atas tidak lahir begitu saja, namun dibentuk oleh lingkungan seseorang, baik melalui nilai yang ditanamkan oleh orang tua maupun institusi pendidikan. Pendidikan seseorang secara tidak langsung memberikan sumbangsih terhadap pembentukan keyakinan-keyakinan seperti itu, hingga secara tidak sadar  seseorang tidak sungguh-sungguh mengejar kesuksesan yang  diinginkan. Lebih parah lagi apabila seseorang mengejar kesuksesan yang diciptakan oleh orang lain dan ia tidak sadar sedang melakukannya.


Saat saya masih kuliah, saya berteman dengan seseorang yang mengambil kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi. Tapi, sebetulnya dia lebih menginginkan kuliah di Institut Kesenian Jakarta. Ini disebabkan karena orang tuanya berpendapat tidak ada masa depan untuk seniman. Dia pun terpaksa memilih jurusan Ilmu Komunikasi karena hanya program tersebut yang masih mungkin ia sukai. Di kemudian hari, dia tidak pernah serius menjalani kuliahnya dengan berbagai alasan yang kemudian membuat dia memutuskan untuk mundur di batas akhir waktu perkuliahannya.


Cerita serupa cukup mudah didapati dalam mahasiswa-mahasiswa yg prestasi belajarnya rendah (jikalau indikatornya adalah IPK), walaupun belum tentu hal ini terkait dengan faktor intelektual. Ada banyak mahasiswa yang memilih acara studi tanpa mempertimbangkannya menggunakan matang berdasar hati nuraninya. Banyak yang belum menyadari, bahwa buat mencapai panggilan hidupnya, beliau wajib menjalani perkuliahan di perguruan tinggi eksklusif sinkron dengan minat & bakatnya. Tidak banyak orang yg akhirnya lalu sanggup berkembang sampai potensi terbaiknya.


Kalau mau ditelusuri lebih lanjut, bahkan jauh sebelum duduk di bangku kuliah, kerangka berpikir masyarakat pada Indonesia mengenai pendidikan tidak membiasakan peserta didik buat menentukan berdasarkan hati nuraninya. Paradigma pendidikan di masyarakat kita membatasi masa depan yang hanya bisa diraih menurut jurusan-jurusan yg tersedia di perguruan tinggi. Lebih parahnya lagi pendidikan yang dianggap baik terbatas dalam perguruan tinggi bergengsi.
Dampak dari paradigma pendidikan tersebut adalah terkuburnya impian-impian luhur bagi dunia yang lebih baik. Impian-impian, yang kita sebut juga sebagai visi hidup tidak pernah dapat tercapai, bahkan  tidak mampu memikirkannya. Mengapa? Karena memang kita tidak pernah dididik untuk memikirkan sesuatu dalam perspektif waktu yang panjang, kita dibatasi oleh apa yang kita miliki sekarang, sehingga apabila kita memikirkan sesuatu yang tidak ada, kita dianggap “gila”.





Paradigma masyarakat, baik melalui pendidikan juga kehidupan sehari-hari, telah usang menyumbangkan ketakutan pada keyakinan individu, dan menutup kenyataan bahwa sesungguhnya kesuksesan itu unik bagi setiap orang dan adalah hak setiap orang. Ketika banyak sekali tipe keyakinan tumbuh & semakin mengakar pada dalam diri seorang, sangat sulit baginya buat menemukan kesuksesan yg ?Sesungguhnya? Pada dalam hidupnya.



Tetapi demikian, setiap manusia bisa membebaskan diri menurut keyakinan yang menghalangi kesuksesannya itu. Berikut ini merupakan tips buat keluar berdasarkan belitan keyakinan tersebut :


1      Kenali; bagaimana pandangan kita terhadap diri sendiri? Apakah ada salah satu jenis ketakutan tersebut?


2      Lepaskan; hal-hal yang memang tidak kita butuhkan, sudah saatnya untuk kita lepaskan, berikan “ruang” untuk hal-hal yang baik dalam hidup kita.


3      Berdamailah dengan segala “keburukan” di masa lalu kita, terimalah itu sebagai bagian yang indah dari keutuhan diri.


4      Tanamkan ide ke dalam diri, “saya berhak untuk sukses dan bisa mencapainya”.
5      Fokus pada apa yang kita inginkan.
Meski sulit, tetapi dengan kemauan yang keras, setiap orang bisa membebaskan diri dari belitan keyakinan tersebut, dan berlari mengejar kesuksesannya.

Jadi, mampu kita lihat bahwa penghalang bagi kesuksesan sanggup dari dari pada, yaitu keyakinan kita sendiri tentang kesuksesan. Lalu keyakinan ini ditentukan sang pendidikan yang ditanamkan, baik pada lingkungan tempat tinggal juga pada sekolah. Ditambah dengan pandangan masyarakat (orang-orang pada lebih kurang) yg berlaku di masa itu, maka keyakinan itu akan semakin mengakar bertenaga di dalam diri orang.


“Jikalau ingin sukses, keinginanmu untuk sukses harus lebih besar dari rasa takutmu terhadap kegagalan” – Bill Cosby, komedian berkebangsaan Amerika Serikat.


(David Ardes Setiady)














































































Minggu, 05 Juli 2020

[JALAN-JALAN] Menengok Sanggar Waringin



Siang itu, perjalanan menuju ke Jalan Stasiun Timur agak menggerahkan sebetulnya. Matahari bersinar cukup terik ,meningkatkan temperatur di pada Angkutan Umum Sadang Serang ? Stasiun Hall. Kurang lebih perjalanan sekitar 40 mnt berdasarkan Pahlawan hingga sampai ke lokasi.
Ini pertama kalinya saya mengunjungi Sanggar Waringin, berbekal informasi dari teman di KAIL. Begitu sampai di tugu Kereta Api, saya berbelok menuju ke terminal angkutan umum  Stasiun Besar Bandung, di situlah lokasi Sanggar Waringin berada. Melihat bangunan dengan empat papan nama yang salah satunya sangat jelas bertuliskan “Rumah Baca Sanggar Waringin”. Sedangkan, papan nama yang lain bertuliskan : “Rumah Perlindungan Anak”, “SMK Kalam Bangsa 2”, “PKBM Citra Bangsa 4”.

Papan nama di depan bangunan Sanggar Waringin (dok. Kail)


Saat itu, Sanggar Waringin tampak lengang menggunakan beberapa anak-anak berusia sekitar lima tahun berkegiatan pada sana. Ada seorang anak lelaki yang bermain dengan personal komputer satu-satunya yg memang diperuntukkan bagi siapapun yang mau memakai. Ia tampak asyik bermain menggunakan permainan yang terpampang di layar monitor. Sementara ada beberapa anak perempuan yang menonton permainan tadi. Ketika mereka mulai bosan, mereka berkecimpung & menciptakan kegiatan sendiri. Saya meneruskan langkah ke ruangan berikutnya dan bertemu dengan Pak Ana Sumarna yg merupakan salah seseorang penggagas berdirinya Rumah Baca Sanggar Waringin.


Rumah Bagi Anak Jalanan


Bapak Ana Sumarna menceritakan tentang tempat tinggal ini & semangat yang menjiwai berdirinya tempat yg diperuntukkan bagi tumbuh kembang anak-anak pada lebih kurang Stasiun Besar Bandung, atau yang biasa disebut dengan Stasiun Hall.
Tempat yang dikenal dengan nama Sanggar Waringin ini berdiri pada tahun 2010, melalui bantuan berbagai pihak yang diorganisir oleh Pak Ana. Ternyata, Sanggar Waringin bukan sekedar taman bacaan biasa. Terbukti dari  papan-papan nama yang  menunjukkan fungsi lain dari rumah tersebut. Di tempat ini, anak-anak jalanan dapat tidur di malam hari. Setiap malam, selalu ada  yang tidur di tempat itu. Menurut Pak Ana, setiap malam minggu, tempat itu ramai dan banyak yang menginap selepas bermain ataupun bercengkerama.
Mengapa anak jalanan?
Saya mah udah pengalaman hidup di jalan sejak 5 SD, jadi saya tahu gimana gak enaknya hidup di jalan. Anak-anak (di jalan) itu kan modalnya cuma modal nekat aja. Sok bayangin, mereka gak punya apa-apa, mau makan harus cari duit sendiri”
Begitulah penuturan Pak Ana menceritakan awal mula keprihatinan serta kepeduliannya kepada anak-anak jalanan.
?Bukan cuma makan, bila mau tidur, ya tidur aja pada mana mampu. Biasanya ya tidur pada emperan atau pada pinggir jalan, isap asap knalpot. Hidup anak jalanan itu rentan sakit sebetulnya, akan tetapi diabaikan. Akhirnya mereka cara berpikirnya ya mengenai hari ini aja, gimana caranya bisa duit buat bertahan hidup. Kalau misalnya itu, tidak akan terdapat perubahan pada hayati mereka dan akhirnya terjebak di jalan. Makanya aku kemudian mulai mengambil beberapa yg terdapat di lebih kurang sini buat kembali hayati menggunakan ?Sahih?. Saya tawarin sekolah, tinggal sama saya. Akhirnya terbukti sanggup berhasil juga, mereka sanggup tanggal berdasarkan jalanan. Kemarin kami baru ngembaliin dua orang ke kota dari mereka. Anak-anak jalanan yg terdapat di Bandung ini homogen-rata datang berdasarkan luar kota.?
Tutur kata Pak Ana yang halus tentang kehidupan keras jalanan sungguh mengakibatkan cerita ini terdengar unik. Keras dan halus berpadu mendeskripsikan sebuah potret kehidupan manusia perkotaan. Rambut Pak Ana sudah memutih & berdasarkan guratan wajahnya, kita sanggup melihat kerasnya kehidupan yg telah dialami sang beliau.


Kegiatan Positif Bagi Warga Sekitar


Sanggar Waringin hadir tidak sekedar buat anak jalanan saja, namun pula buat warga pada kurang lebih terminal . Di sini anak-anak berdasarkan aneka macam usia dan latar belakang famili mampu berkumpul, berinteraksi & saling menyebarkan pengetahuan dan keceriaan. Masyarakat sekitar juga mampu mendaftarkan anaknya buat bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan Kalam Bangsa dua atau mengikuti PKBM Citra Bangsa 4 yang pula adalah acara kerja sama dengan Yayasan Insan Abdi Bangsa Republik Indonesia (IABRI), yg didirikan sang Bapak Edi Nuryakin. Program kerja sama ini tidak dipungut biaya sama sekali, adalah siapapun sanggup mengikutinya dengan gratis.
Di tempat ini, terdapat beberapa kegiatan rutin yang diperuntukkan bagi anak-anak. Ada les bahasa Inggris, membuat origami, dan kursus tari. Semuanya diselenggarakan pada hari Selasa dan Kamis pada jam 15.00 WIB. Les bahasa Inggris dilakukan di lantai dua yang merupakan atap shelter yang dimodifikasi menjadi tempat yang teduh untuk berkegiatan. Kegiatan membuat origami beberapa waktu terakhir dilakukan bersama dengan orang-orang Jepang yang merupakan kenalan dari Pak Ade, salah seorang pengurus Sanggar Waringin.

Tempat les bahasa Inggris di Sanggar Waringin


Ada pula kegiatan olahraga seperti karate, taekwondo, dan sepak bola yang diselenggarakan pada luar ruang. Karate dan taekwondo bekerja sama dengan perguruan yg berada di lebih kurang wilayah Stasiun Besar Bandung. Kegiatan olahraga ini dilaksanakan setiap hari Sabtu & umumnya diikuti sang anak-anak yang lebih besar .
Selain kegiatan-kegiatan tersebut, terkadang ada juga kegiatan lain yang diadakan atas inisiatif para relawan yang datang, seperti kegiatan Character Building yang diselenggarakan awal Mei kemarin.


Spanduk kegiatan Character Building Festival


Untuk saat ini, Sanggar Waringin belum memiliki kegiatan rutin harian untuk anak-anak yang datang dari pagi sampai  siang. Biasanya yang datang hanya bermain sesuai dengan kehendak hati mereka. Ada pun Kang Dian, yang setiap hari Senin sampai dengan Sabtu selalu berjaga di tempat tersebut, biasanya turut mengawasi dan membantu anak-anak yang datang. Namun peran utama Kang Dian sendiri adalah mengurus administrasi dan menginput data buku-buku yang ada di Sanggar Waringin.
Memang buat energi yg secara rutin mengelola Sanggar Waringin hanya ada 4 orang & nir semuanya bisa hadir setiap hari pada tempat ini.


Sebuah Metamorfosis : Berangkat dari Sejarah Kelam

Dari segi bangunan, rupanya Sanggar Waringin merupakan sebuah kreasi dari Ridwan Kamil yang juga adalah salah seorang pengurus Yayasan Wahana Karya Bhakti Pertiwi. Bangunan ini dulunya berupa bilik-bilik yang dipergunakan oleh berbagai kalangan dunia “hitam” dalam beraktivitas. Mulai dari para maling berbagi hasil curian, preman membagi jatah palakan, sampai pengguna narkoba nyimeng. Bilik-bilik ini terletak di shelter Terminal Stasiun Bandung, sebuah bangunan jaman Belanda yang biasanya difungsikan untuk menanti jemputan ataupun menurunkan penumpang sebelum masuk ke dalam stasiun. Di bawah sheltertersebutlah, Sanggar Waringin mendirikan bangunannya, mengubah bilik-bilik “kelam” menjadi penuh keceriaan anak-anak. Selain itu, atap shelter yang dipakai untuk kursus Bahasa Inggris juga terdapat kolam ikan yang dipelihara oleh Pak Ana. Kolam ini memanfaatkan desain bangunan yang memang terdapat cekungan.





Bila kita berjalan melewati Sanggar Waringin, kita akan menemui beberapa pedagang serta rumah makan yang berjualan sebelum akhirnya menemukan angkutan umum karena memang bersebelahan dengan Terminal Stasiun Besar Bandung. Shelter terminal yang memanjang dimanfaatkan oleh warga setempat menjadi tempat usaha dan tempat tinggal dengan membangun bilik papan. Ada yang membuka warung nasi tegal, menjual gorengan, warung kopi. Sementara bila berjalan ke sebelah kanan Sanggar Waringin, kita akan menemukan sebuah hotel dengan arsitektur Belanda, tampak cukup tua dan kurang terawat. Selain itu, jalanan terminal ini tidak diaspal sehingga ketika hujan akan berlumpur dan bau menyengat karena sampah basah akan bercampur dengan oksigen yang dihirup. Terminal Stasiun Besar Bandung menjadi persinggahan angkot-angkot  dan juga minibus yang melayani rute antar kota dalam provinsi.
Kehadiran Sanggar Waringin yang terletak persis pada samping terminal Stasiun Besar Bandung bagaikan oase yang meneduhkan bagi anak-anak. Jika melihat syarat terminal yg masih jauh berdasarkan kata nyaman, apalagi kondusif sebagai loka bermain anak, Sanggar Waringin memang memberikan ruang bermain yg layak buat anak-anak. Padahal bermain merupakan kegiatan yg krusial untuk tumbuh kembang anak, yg apabila nir terpenuhi akan menjadi problem di lalu hari.



Anak-anak di Sanggar Waringin

Buku-buku di Sanggar Waringin

Belajar komputer di Sanggar Waringin



Penutup


Bermain menggunakan anak-anak pada Sanggar Waringin, buat saya, penuh menggunakan keterkejutan atau boleh juga diklaim ketakjuban. Mendengar kata-istilah misalnya ?Anj#ng? & ?G@bl%g?, keluar berdasarkan verbal anak-anak yang dituturkan pada teman bermainnya merupakan keliru satu pemandangan yang relatif jamak dicermati pada sini. Saya juga takjub mengamati seorang anak bernama Iki yg mampu meminta temannya buat melakukan seperti yg beliau minta, mulai menurut belajar membaca huruf-alfabet , mengembalikan kitab yang sudah dibaca, atau mengingatkan teman-temannya buat tidak melakukan hal-hal yang telah tidak boleh. Usia Iki mungkin baru sekitar 4 tahun. Di sini, mungkin orang akan mengalami keterkejutan lantaran nir biasa melihat perilaku & ungkap kata dari anak-anak yang berkegiatan di Sanggar Waringin. Atau mungkin bersikap biasa-biasa saja lantaran memiliki lingkungan yang seperti misalnya pada Sanggar Waringin.
Untuk itulah, bagi Anda-anda yang memiliki waktu luang, Anda bisa mengisinya dengan bermain bersama anak-anak di Sanggar Waringin. Karena dengan bermain bersama anak-anak, kita turut membantu tumbuh kembang mereka, yang siapa tahu suatu hari nanti adalah calon pemimpin yang membawa perubahan lebih baik bagi negeri ini. Mari bermain ke Sanggar Waringin, Jalan Stasiun Selatan no. 29.

(David Ardes Setiady)






Penulis tertarik menggunakan tema pengembangan diri, menyadari mempunyai sisi introvert yg relatif kuat. Menjejakkan kaki pada Bandung sejak tahun 2003 buat melanjutkan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran. Pernah belajar tentang hipnoterapi yang seutuhnya digunakan membantu orang-orang yang membutuhkan. Saat ini menjadi staff KAIL, secara spesifik menjadi trainer Cara Berpikir Sistem.


Penulis adalah staff Kuncup Padang Ilalang (Kail) Bandung





























































Sabtu, 04 Juli 2020

[MASALAH KITA] Mempersiapkan Anak Menghadapi Tantangan Jaman



Pengantar

Ibu EG memiliki seorang putri yang berusia 7 tahun . Akhir-akhir ini putrinya menggemari makanan-makanan yang dijajakan di sekolah. Biasanya Bu EG  menyiapkan bekal makanan dari rumah untuk putrinya, namun karena ada teman sekolah yang sesekali merayakan ulang tahun dan memberikan bingkisan ulang tahunberisi makanan ringan, putrinya pun mau tidak mau berkenalan dengan makanan tersebut. Awalnya Bu EG langsung menyeleksi makanan-makanan itu karena khawatir dengan kandungan seperti MSG, pengawet, dan pewarna. Akan tetapi dengan pertimbangan untuk mendidik anaknya mengenai rasa dan kesehatan makanan, Bu EG mengizinkan putrinya untuk mengonsumsi makanan seperti itu namun dibatasi dan diberikan pengertian agar menyadari dampak makanan tersebut pada dirinya. Dengan penerapan disiplin tersebut, Bu EG berharap putrinya akan tetap lebih memilih makanan rumahan daripada yang dijajakan di sekolah.


Berbicara mengenai tumbuh kembang anak, berdasarkan masa ke masa, memiliki tantangannya masing-masing;

mulai dari pola pengasuhan, pendidikan, lingkungan, & teknologi. Setiap generasi menghadapi masalah & tantangannya masing-masing, begitupun menggunakan orang tua dan anak di masa kini , yang kita rasa mungkin akan semakin berat ke depannya. Seperti yg dihadapi oleh Bu EG, tantangan yg beliau hadapi menjadi orang tua adalah menanamkan pemahaman soal makanan sehat kepada putrinya, ad interim lingkungan sekolah umumnya tak jarang dijejali dengan pedagang makanan yg nir kentara kandungannya. Orang tua dimanapun mengharapkan anak-anaknya berada dalam keadaan sehat, tumbuh dengan penuh kebahagiaan. Namun, lingkungan terkadang tidak turut mendukung.

Selain di pada keluarga, tumbuh kembang anak juga dipengaruhi sang lingkungan tempatnya dibesarkan. Lingkungan yg nir mendukung, sanggup mengakibatkan anak tumbuh lebih cepat dari usianya karena mencontoh perilaku yang belum ia mengerti. Atau malah menyebabkan anak tumbuh lebih lambat lantaran tertahan oleh aneka macam macam larangan. Yang relatif sering kita lihat kini ini adalah perilaku anak-anak yg tampak misalnya orang dewasa. Mungkin kita akan tertawa geli melihat konduite demikian karena situasi tersebut dicermati aneh. ?Anak-anak tapi perilakunya sok telah dewasa?, mungkin itulah pikiran yang mengiringi reaksi geli kita. Tapi apakah Anda masih akan tertawa bilamana mendapati anak perempuan berusia 6 tahun yg lebih seringkali berbicara mengenai pacaran, ciuman, & bagaimana bersikap pada versus jenis? Anak perempuan ini dari luar tampak seperti anak-anak pada umumnya, yg bermain kejar-kejaran atau bermain kiprah. Tidak terdapat yang tidak sama jika hanya melihat sekilas, tetapi pada saat dilihat lebih jauh, apa yg beliau bicarakan benar-benar mengejutkan. Seolah-olah dia sudah tahu apa yang dimaksud dengan pacaran ataupun ciuman. Lalu mengapa anak perempuan ini mampu berbicara misalnya itu?


Anak-anak merupakan makhluk pembelajar yg luar biasa, begitupun menggunakan anak wanita tersebut, dia menilik semuanya itu dari apa yang dia lihat. Di lingkungan tempatnya tumbuh, seringkali kali beliau mendapati orang-orang dewasa mengumbar kemesraan. Ditambah dengan anak-anak remaja yang sedang puber, bergaya menggunakan dandanan yang menor, anak perempuan itu menyaksikannya. Kemudian ditambah lagi dengan tontonan sinetron yg sangat nir mendidik, jadilah anak wanita itu benar-sahih dipenuhi menggunakan fakta yang belum sahih-benar dia pahami, tapi dia serap menggunakan baik.


Ada pula kasus seorang anak laki-laki yang getol bermain game online pada warnet (warung internet), yang harus dijemput orang tuanya buat pergi. Anak itu menghabiskan semua uang saku hadiah orang tuanya hanya buat bermain game online, sekalipun lapar, beliau akan menahannya hanya demi bermain game online. Ataupun anak-anak yg gemar bermain Playstation (PS) berjam-jam, tidak ingat makan dan minum.


Kasus-perkara demikian, menjadi keprihatinan bersama yg mengundang tanya, apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan kita?

Tantangan bagi  para orang tua masa kini



Tim KAIL sudah melakukan wawancara dengan orang tua yg memiliki anak dengan rentang usia 1 ? 13 tahun. Wawancara ini dilakukan buat melihat, tantangan misalnya apa yang dihadapi oleh para orang tua tersebut. Ada lima orang yang sudah bersedia menjadi responden dalam wawancara ini, menggunakan komposisi 4 orang bunda & 1 orang ayah.


Para responden menjawab bahwa tantangan yang dihadapi mereka menjadi orang tua, meliputi pendidikan, perkembangan teknologi, tontonan televisi, lingkungan pergaulan, & kuliner.
Tantangan pendidikan yang dirasakan oleh para responden terkait bagaimana anak-anak dididik sesuai dengan usia dan tahapan perkembangannya, serta memastikan bahwa anak-anak mereka mendapatkan cukup kasih sayang dalam proses pendidikan tersebut.  Pendidikan di rumah dipandang sebagai hal yang sangat penting dalam mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi berbagai tantangan ke depannya. Yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah menjalankan peran sebagai teman yang turut serta mendukung proses belajarnya. Walau ada yang merasa dukungan tersebut tidak selalu berhasil, tapi hal tersebut tetap diberikan agar anak-anak senang dengan kegiatan belajar.


Tantangan dari perkembangan teknologi adalah pengawasan terhadap arus informasi yang didapatkan oleh anak. Ada dua responden yang menyoroti hal ini. Koneksi internet yang semakin cepat dan mudah, membantu anak-anak untuk memperluas wawasannya, namun di situ terdapat  bahaya bilamana informasi yang boleh diakses tidak dipilah sesuai dengan usia. Konten porno, kekerasan, ataupun hal-hal lain yang belum bisa dicerna oleh anak-anak beredar bebas di internet. Dampak dari informasi tersebut kemungkinan akan mempengaruhi perilakunya.


Televisi yang sudah lekat dengan kehidupan masyarakat perkotaan juga menjadi tantangan tersendiri, terutama karena tontonannya yang sangat tidak bersahabat dengan anak-anak. Sinetron, berita infotainment, lagu-lagu Indonesia, dirasakan tidak mendidik. Responden merasa cemas dengan tontonan televisi Indonesia.


Tantangan dari lingkungan juga terkait dengan informasi, meliputi nilai-nilai yang berpotensi mempengaruhi anak. Apabila nilai-nilainya sejalan dengan yang diajarkan di rumah, tentu orang tua tidak khawatir. Anak-anak di masa pertumbuhannya perlu berinteraksi dengan lingkungannya agar tidak merasa asing bila berhadapan dengan dunia  luar. Interaksi yang terjadi tidak hanya dengan lingkungan tapi juga dengan manusia yang ada, yaitu teman-teman sebaya. Namun, kondisi setiap anak tidaklah sama karena berbagai hal, entah faktor kondisi keluarga ataupun lingkungan tempat ia dibesarkan. Oleh karena itu, di dalam interaksi yang terjadi dengan teman-temannya juga terjadi pertukaran informasi, yang mungkin tidak pantas. Pergaulan tidak mungkin dihindari karena bagaimanapun merupakan bagian dari proses pendidikannya dan juga hakikatnya sebagai makhluk sosial. Tantangan ini disorot oleh 3 responden.


Anak-anak dalam umumnya belum memiliki kepekaan tentang kuliner sehat lantaran umumnya hanya mempertimbangkan kepada rasa saja. Manakala ketika ini kuliner-kuliner yg beredar pada pasaran ataupun yang dijajakan pada pinggir jalan banyak mengandung penyedap rasa dan bahan-bahan kimia lainnya, anak-anak suka dengan cita rasanya namun belum tentu baik buat tubuhnya. Dua orang responden ibu sangat menyadari hal ini, mereka melihat pentingnya buat mengatur pola makan anak-anak agar asupan gizinya tercukupi setiap hari. Tidak dipungkiri bahwa anak-anak perlu diperkenalkan tentang berbagai rasa serta sehingga nir terjebak dalam satu jenis kuliner saja.


Strategi para orang tua menghadapi tantangan


Menjawab tantangan-tantangan tersebut, para responden mengungkapkan cara-caranya tersendiri yg dirasa sempurna buat anak-anaknya.


Terkait dengan pendidikan, orang tua diharapkan untuk tidakmemaksa anaknya dengan  tuntutan harus bisa ini dan itu. Tidak juga dengan membebani dengan suatu capaian prestasi yang luar bisa. Orang tua disarankan untuk menyikapi pendidikan anaknya dengan memberikan semangat dan dukungan agar anak-anak terpacu untuk belajar, merasakan pengalaman positif dalam pembelajarannya. Pemberian semangat dan dukungan  merupakan wujud kasih sayang orang tua, tentu perlu dikomunikasikan lebih lanjut dengan sang anak, apakah dia benar-benar merasakan kecukupan kasih sayang dari mereka. Di sini orang tua perlu membangun keterbukaan anak untuk menceritakan apa pun yang mereka dapatkan dan rasakan, sehingga orang tua kemudian bisa mengetahui nilai-nilai yang sedang dibentuk di dalam dirinya pula.


Keterbukaan anak sebagai upaya untuk mengatasi seluruh tantangan tersebut karena apabila orang tua bisa mengetahui apa yang terjadi pada anaknya, orang tua bisa mencari solusi buat mengatasinya.


Lebih lanjut, selain keterbukaan anak, diperlukan langkah-langkah lain untuk meminimalisir dampak buruk dari tantangan-tantangan yang lain, terutama mengenai akses informasi. Media-media menuju informasi harus dibatasi penggunaannya, terutama lama penggunaan serta kontennya. Gadget memang bisa bermanfaat untuk membantu pendidikan dengan adanya fasilitas games yang edukatif, namun games yang dimainkan terlalu lama bisa menjadi tidak edukatif lagi, melainkan adiktif atau kecanduan. Hal tersebut bisa berpengaruh buruk kepada anak-anak. Sementara televisi jelas harus dibatasi, kapan boleh menonton dan berapa lama boleh menonton. Sulitnya membatasi televisi adalah karena tontonannya tidak dapat diatur, televisi nasional maupun lokal tidak memiliki segmentasi dan juga tidak dapat diblokir. Untuk itu bila menonton, walaupun acaranya mungkin tampak diperuntukkan bagi anak-anak, orang tua sebaiknya selalu mendampingi untuk dapat memberikan pengertian.


Mengatasi masalah pola makan anak, orang tua disarankan buat menjalankan disiplin yg relatif ketat, walau bukan berarti melarang anak buat mengkonsumsi kuliner eksklusif. Membangun pencerahan anak dalam menentukan makanan yg terbaik baginya adalah pilihan yg lebih tepat & membangun karena di kemudian hari, sang anak akan mewariskannya kepada keturunannya menggunakan penuh kesadaran. Apabila anak masih ingin mengonsumsi makanan-kuliner yang dirasa kurang relatif sehat, maka ijinkan untuk mengonsumsinya sambil selalu diberikan pengertian.

Penutup

Perkembangan jaman tidak dapat ditahan dan tidak dapat pula dihindari. Siapapun akan menjadi bagian di dalam perkembangan jaman, kita tidak hanya sekedar menerima perubahan yang terjadi, namun juga menghadapinya. Sebagai orang tua, mempersiapkan anak-anak dengan berbagai keterampilan hidup adalah sebuah upaya yang menjadi harus dilakukan. Untuk mendukung upaya tersebut, orang tua harus senantiasa belajar dan belajar, menambah wawasan agar bisa mendampingi anak dengan baik terutama dalam memberikan pengertian. Selain itu, harus diingat bahwa bagaimanapun juga orang tua adalah teladan utama untuk anak-anaknya. Baiklah kiranya orang tua menyesuaikan diri dengan jaman, mencoba memahami
anaknya, dan terus membimbing anaknya.

(Melly Amalia & David Ardes)
Keduanya merupakan staff Kuncup Padang Ilalang (KAIL) Bandung



























































Rabu, 01 Juli 2020

[Pikir] Pengaruh Seni Dalam Hidup Manusia



Oleh: David Ardes Setiady

Seni untuk individu bermanfaat buat mengasah rasa sehingga hayati menjadi berwarna-warni & lebih bersemangat. Sementara pada sisi lain, seni mempunyai fungsi sosialnya menjadi media komunikasi, yaitu buat mengembangkan pesan-pesan sosial. Bilamana lalu posisinya pada tengah masyarakat, apakah memihak rakyat atau sebagai alat propaganda penguasa semata, sebagai hal lain yang dapat diperdebatkan. Tetapi, seni perlu dilihat lagi dalam perspektif manfaat bagi perkembangan diri manusia, di mana insan semakin menemukan dirinya melalui seni.

SENI DAN MANUSIA


Seni merupakan proses kreativitas manusia, yg berasal menurut wangsit, gagasan, luapan perasaan

yg diekspresikan melalui media tertentu, sehingga orang lain bisa turut menikmatinya dan dapat turut mengapresiasi pesan yang disampaikan oleh penghasil karya seni tadi. Manusia sangat erat dengan pesan-pesan, yg diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Melalui seni, manusia mewariskan pesan-pesan kehidupan, sebuah kebijaksanaan buat mengatasi tantangan kehidupan. Metafora alam diceritakan menggunakan penuh pesona pada sebuah cerita legenda, ataupun diterjemahkan ke pada tari-tarian ataupun jua nyanyian.







Seni merupakan produk budaya manusia yg usianya telah sangat tua, di setiap peradaban pasti memberitahuakn bentuknya. Memang tidak semuanya mengalami nasib yang cukup baik buat bisa hingga pada tangan generasi masa sekarang, sebagian rusak nir terawat, bahkan sebagian dimusnahkan karena alasan agama. Tetapi, seni terus mengalir berdasarkan generasi ke generasi, memperbaharui bentuknya yg kontekstual terhadap jaman. Misalkan, lakon Odiesus yg tersohor menurut jaman Yunani kuno, hingga masa sekarang kerap dipentaskan oleh kelompok-gerombolan teater. Ataupun, cerita Romeo & Juliet yang hingga hari ini sebagai simbol kisah percintaan yg tragis. Karya seni tersebut berjalan menembus ruang & ketika, mendapatkan tempatnya pada generasi masa kini .


SENI VS KEKUASAAN


Seni yang sejatinya adalah aktivitas mengekspresikan wangsit, gagasan, bahkan perasaan, terkesan tidak mempunyai hubungan apapun menggunakan yg namanya politik. Tetapi, sejarah pada beberapa loka, memberitahuakn betapa seni bisa terasa menakutkan bagi pihak berkuasa hingga beliau dirasakan perlu untuk dibungkam. Larangan diberlakukan dengan tegas dan keras, yg melanggar akan langsung ditahan tanpa proses peradilan, atau bahkan dihilangkan seolah-olah nir pernah lahir.


Seni sangatlah subjektif, namun mempunyai kekuatannya yang masif ketika dia disebarkan buat dinikmati & diresapi pesan yang terkandung. Tak heran, pihak berkuasa berulang kali mengupayakan sebuah pengendalian terhadap seni, hasilnya?

Marilah kita melihat sejenak ke belakang, apa yang pernah terjadi dalam seni di negeri ini.





Majalah TEMPO edisi 30 September 2013, menurunkan edisi khusus mengenai LEKRA, yaitu Lembaga Kebudayaan Rakyat, yang pada perjalanan sejarah disalahpahami menjadi bagian berdasarkan PKI. LEKRA, pada ulasan TEMPO, disebutkan memiliki sikap kebudayaan bahwa seni buat masyarakat. Lebih lanjut, dipaparkan kegiatan para seniman dan pendidikan seni yang dilakukan pada para pelaku seni dengan ?Turun ke bawah?, yang kemudian disingkat menjadi ?Turba?. Hal ini bertujuan agar artis terhubung menggunakan realitas kehidupan warga sehingga dalam berkesenian, karya seninya mempunyai arti yang sungguh hidup. Memang prinsip yang dipegang LEKRA relatif keras, lantaran pendirinya menduga ?Jika artis hanya membuat seni buat dirinya sendiri, beliau tidak memiliki arti?. Pada masa itu, LEKRA mendorong seni sahih-sahih hayati di warga & hidup buat warga . Berbagai pagelaran & pameran diadakan pada hari-hari peringatan besar seperti HUT Kemerdekaan, HUT PKI, dan HUT LEKRA. Dari catatan TEMPO, kehidupan seniman berada pada taraf yang ?Layak? Karena disokong oleh LEKRA, tentu dengan anggaran yg harus diikuti.

Sayang seribu sayang, ketika seni dijadikan menjadi indera propaganda & kehilangan ruhnya sebagai media ekspresi jiwa, bahkan fungsi sosialnya pun dikebiri. Ketika Orde Baru mendapatkan panggungnya di negara yg saat itu sedang bergolak, LEKRA diberangus & seni dikendalikan oleh pemerintah melalui forum sensor. Seni nir lagi bebas, dibendung atas nama keamanan. Seniman yang karyanya dianggap mengancam kekuasaan akan diciduk, dipenjara, atau bahkan dibunuh. Pemerintah mengecilkan kiprah & fungsi seni menjadi hanya sekedar hiburan, artis direduksi menjadi penghibur semata. Posisi seni makin usang mengambang dalam posisinya yang eksklusif pada mereka yg secara khusus mengabdikan diri buat seni, seni nir lagi sebagai bagian di dalam kehidupan insan Indonesia.





Cerita lain, yang sudah cukup sering didengar adalah kisah seorang Pramoedya Ananta Toer, novelis yang telah diakui oleh dunia luar. Novel almarhum sarat nilai historis dan unsur budaya yang kental, memotret feodalisme yang kerap membelenggu masyarakat Indonesia. Sayang, pemerintah malah menganggap novel-novel Pram (panggilan Pramoedya Ananta Toer) sebagai ancaman, sehingga diberangus dan bahkan Pram sendiri dipenjara tanpa proses peradilan. Pramoedya Ananta Toer, masih memiliki hubungan dengan LEKRA karena ketika masih muda pernah bergabung dengan tim redaksi Harian Rakjat, harian yang berada di bawah naungan LEKRA. Hidup Pram mungkin tidak pernah tenang pada rezim Orde Baru, namun produktivitasnya tetap tajam pada masa “pembuangan” oleh pemerintah. Goresan pena menggurat tajam menjadi novel Bumi Manusia, yang dijadikan salah satu bahan belajar mengenai sastra Indonesia. Pemerintah bisa berupaya membungkam kegiatan seni Pram, namun kreativitas terus mengalir bahkan di balik jeruji besi. Novel-novel yang dituliskan oleh Pram berisikan pesan yang kuat tentang kesewenang-wenangan pemerintah. Novel tersebut bukan sekedar hiburan semata, yang membuat pembaca terenyuh lalu menutupnya tanpa kesan yang mendalam. Novel Pram meninggalkan kesan yang mendalam untuk para pembacanya, mengingatkan para pembacanya tentang salah satu episode kehidupan di bumi Indonesia pernah ada kesewenang-wenangan.


Masih poly kisah pembungkaman terhadap seni yang dilakukan oleh para pihak berkuasa, umumnya lantaran menduga karya seni tersebut merupakan ancaman bagi kekuasaan. Para pelaku seni ditangkap, bahkan dibunuh hanya demi membungkam seni yg bisa memacu gelora perubahan. Kepekaan dan kegelisahan para pelaku seni terhadap situasi yang memasung kreativitas, dikhawatirkan memantik semangat perlawanan terhadap kesewenang-wenangan. Seni pada masanya nir pernah hanya sekedar seni yg dikagumi semata, namun menghadirkan kesadaran tentang apa yg terjadi pada lingkungannya.


SENI DALAM KEHIDUPAN


Seni dalam posisi tertentu mempunyai dimensi yg begitu luas, sedangkan bagi mata yg umum , mungkin seni ditinjau hanya pada produk lukis semata. Padahal, produk seni begitu majemuk. Tetapi yg paling penting bukanlah produk seninya, melainkan proses kreatif yang terjadi. Seni membantu manusia buat tahu dirinya, sesamanya, dan dunianya. Mungkin akan ada pihak-pihak yang merasa terganggu menggunakan karya seni yang didapatkan, menggunakan banyak sekali alasan. Namun, kita harus ingat bahwa proses kreatif sejatinya tidak dapat dibendung.


Memang di masa kini ini, produk teknologi sedang diagung-agungkan, begitupun dengan kegiatan ekonomi yg sebagai kegiatan primer kehidupan berdasarkan sejak usang. Ketika insan abai terhadap seni yang menjadi wadah buat meneduhkan jiwanya yang sedang galau & penuh indikasi tanya, insan sebagai sakit karena nir mampu mengendalikan amarahnya. Kita lihat di kota-kota besar misalnya Jakarta, sangatlah mudah untuk memantik kerusuhan, sedikit gesekan yg dibumbui menggunakan embel-embel penistaan agama sudah mampu sebagai kekacauan sosial. Masyarakat Indonesia saat ini tak jarang goyah lantaran jarang berkesenian, seni jauh berdasarkan keseharian. Kebanyakan memosisikan diri sebagai penonton ketimbang pelaku, banyak alasan yg dikemukakan. Mulai berdasarkan nir berbakat, nir sanggup, nir pantas, dll.

Sesungguhnya berkesenian nir memerlukan kemampuan atau keterampilan spesifik, karena untuk mengekspresikan ide, gagasan & perasaan bisa dilakukan menggunakan sebebas-bebasnya. Tidak terdapat yang berhak buat menghakimi, menilai apakah karya seni kita bagus atau tidak. Kita wajib berkesenian lantaran di dalamnya merupakan proses pertumbuhan, pematangan diri dengan mengekspresikan pandangan baru, gagasan, perasaan yg terdapat pada dalam diri secara terjadwal. Tanpanya, manusia akan menjadi makhluk yg ?Kosong? Lantaran nir bisa mengekspresikan dirinya.

David Ardes Setiady



Lahir di penghujung tahun 1984. Tertarik dengan tema pengembangan diri, menyadari memiliki sisi introvert yang cukup kuat. Menjejakkan kaki di Bandung sejak tahun 2003 untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran. Pernah belajar tentang hipnoterapi yang seutuhnya dipergunakan membantu orang-orang yang membutuhkan. Saat ini menjadi staff KAIL, secara khusus sebagai trainer Cara Berpikir Sistem.































































Minggu, 28 Juni 2020

[OPINI] Plus Minus Asuransi Kesehatan

Oleh David Ardes Setiady
Gambar diambil menurut http://www.Kesehatanmasyarakat.Berita/?P=338

Sekarang ini tentu kita sudah nir asing lagi dengan produk asuransi kesehatan. Berbagai perusahaan premi memperlihatkan produk premi kesehatan dengan macam-macam fitur yg pada pada dasarnya memberikan kemudahan dan jaminan saat mengakses layanan kesehatan. Mengapa iuran pertanggungan kesehatan tersebar? Dan apa itu iuran pertanggungan kesehatan?
Asuransi kesehatan muncul ketika biaya kesehatan menjadi mahal. Membengkaknya biaya kesehatan menjadi momok yang mengerikan bagi siapapun. Maksud hati berobat untuk sembuh, namun ketika mendapati biaya berobat melebihi kemampuan untuk membayar, maka penyakit lain malah bertambah. Dunia kesehatan Indonesia, beberapa waktu terakhir ini, menampilkan kasus-kasus yang menyedihkan. Salah satunya adalah peristiwa dibuangnya pasien miskin di RSUD Lampung, alasan yang diketahui adalah pasien tersebut tidak mampu membayar biaya pengobatan yang diterimanya. Mundur ke tahun 2012, seorang pemulung harus merelakan putrinya terkena muntaber hingga menghembuskan nafas terakhirnya, alasannya tidak mampu membayar biaya pengobatan ke puskesmas. Kedua cerita itu hanya sepotong kecil dari situasi dunia kesehatan yang kadang begitu kejam membiarkan nyawa manusia melayang karena tidak mampu membayar. Atas dasar hal itulah, asuransi kesehatan makin menancapkan kehadirannya di tengah masyarakat.


Asuransi kesehatan pada dasarnya seperti produk asuransi lainnya, yakni memberikan jaminan perlindungan dalam dunia kesehatan. Artinya bilamana terjadi sesuatu  secara tidak terduga pada kesehatan kita, asuransi akan menggantikan biaya kesehatan yang dikeluarkan akibat penyakit yang diderita. Biaya yang digantikan ini tidak berlaku sama untuk semua produk asuransi kesehatan, melainkan tergantung jenis dan kebijakan dari perusahaan penyedianya. Ada yang menawarkan penggantian secara penuh, ada yang  memasang batas maksimal penggantian sehingga apabila biaya yang dikeluarkan melebihi batas, pasien pengguna asuransi kesehatan harus mengeluarkan biaya sisanya.

Umumnya, untuk asuransi kesehatan,  perusahaan-perusahaan penyedia asuransi kesehatan bekerja sama dengan pihak rumah sakit. Hal ini berhubungan dengan pengaturan pembiayaan bagi pemegang polis asuransi kesehatan, karena bila tidak ada kerjasama, beberapa rumah sakit akan mengharuskan pasien untuk membayar biaya pengobatan atau bahkan menolak pasien tersebut. Sementara dari pihak perusahaan asuransi, cenderung  mengarahkan pemegang polis untuk berobat ke rumah sakit yang sudah memiliki jaringan dengan mereka. Hal ini kadang menyulitkan pemegang polis terutama terkait dengan lokasi rumah sakit yang dimaksud.
Penulis pernah melihat pengalaman seorang teman menurut Swedia yg kebetulan mampir ke Indonesia. Teman tersebut mengalami semacam masuk angin, tetapi karena tidak biasa mengalaminya, dia masuk tempat tinggal sakit buat mencari memahami apa yg terjadi padanya. Sebelum masuk ke tempat tinggal sakit, beliau harus memastikan bahwa tempat tinggal sakit yg akan dikunjungi masuk pada kategori tempat tinggal sakit yang akan ditanggung sang iuran pertanggungan yg diikutinya. Setelah mendapatkan kepastian, barulah dia berobat di rumah sakit itu.



Gambar diambil dari http://www.asuransi-kesehatan.org/wp-content/uploads/2010/12/asuransi-kesehatan-terbaik.jpg
Bayangkan, bila kita membeli asuransi, lalu dalam suatu keadaan yang mendesak kita harus pergi ke sebuah kota yang rumah sakitnya tidak memiliki jaringan dengan perusahaan penyedia asuransi tersebut. Apakah kita harus terbang ke kota lain yang memiliki rumah sakit yang berjaringan dengan perusahaan asuransi tersebut? Kalau penyakitnya ringan, mungkin masih sempat. Tapi bagaimana kalau penyakit berat atau bahkan penyakit yang bisa mencabut nyawa kita? Tentu sangat merepotkan.


Asuransi kesehatan, dalam sistem yang berlaku sekarang ini, menaruh keringanan pada biaya pengobatan, terlebih jika kita diharuskan untuk melakukan operasi. Namun pada prakteknya, perusahaan asuransi selalu mensyaratkan hal ini dia buat menjadi pemegang polis :

  1. Riwayat penyakit yang diderita; semakin panjang daftar penyakit yang pernah kita derita, semakin kecil kemungkinan kita dapat menjadi pemegang polis asuransi.
  2.  Penghasilan; ini bukan syarat yang diajukan oleh asuransi secara tertulis, namun dari kewajiban menyetor sejumlah uang untuk membeli polis asuransi, maka penghasilan adalah syarat yang penting.
Jadi katakanlah, bila kita cukup sehat buat menjadi pemegang polis asuransi, namun jika nir memiliki penghasilan yg mencukupi, maka kita tidak bisa mempunyai iuran pertanggungan kesehatan. Sementara kalau kita mempunyai penghasilan yg lebih menurut cukup, akan tetapi jika sejarah penyakit yg pernah kita derita atau berada pada kondisi fisik yang jelek, maka kita pun tidak mendapat persetujuan dari perusahaan premi buat mempunyai polis. Untuk itu, agar dapat mempunyai sebuah polis asuransi, kedua syarat tersebut harus dipenuhi.

Selain kondisi yang telah disebutkan pada atas, perusahaan premi juga melihat faktor usia yg akan menghipnotis besarnya polis yang harus dibayarkan. Logika yang mendasari merupakan semakin tua usia seseorang, mereka dicermati memiliki kerentanan terhadap penyakit sebagai akibatnya kemungkinan besar akan tertimpa resiko terhadap penyakit. Dengan kondisi demikian, perusahaan iuran pertanggungan akan mengeluarkan uang relatif banyak buat menjamin resiko yang ditanggung oleh pemegang polis. Maka kompromi yg dilakukan merupakan menggunakan meningkatkan harga polis.
Kecenderungan generik yg terjadi adalah perusahaan asuransi selalu memberikan produk asuransi kesehatan pada orang-orang yg sehat. Hal ini dikarenakan perusahaan iuran pertanggungan ingin orang menyimpan uang pada bentuk polis & pada jangka waktu yang cukup panjang tidak menggunakannya. Semakin sporadis seorang pemegang polis sakit pada rentang pelunasan polisnya, maka uang yang ditanamkan akan cukup besar buat diputar ke dalam usaha yg lain. Sementara sebaliknya, apabila seorang pemegang polis beberapa kali sakit atau mengalami sakit yg parah, maka perusahaan asuransi harus mengeluarkan porto yg cukup akbar buat menanggung pengobatannya. Tentu, sebagai sebuah perusahaan pada paradigma bisnis, maka yang diupayakan adalah mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.
Sementara pengelolaan dana asuransi kesehatan dalam dasarnya memakai prinsip subsidi silang. Penjelasannya berikut ini, iuran pertanggungan kesehatan mempunyai rentang ketika pembayaran polis, homogen-rata 10 tahun lamanya. Pemegang polis diwajibkan buat membayar polis asuransi pada kurun waktu tadi setiap bulan. Di sini, tergantung kebijakan perusahaan premi dalam mengaktifkan perlindungannya. Ada yang pribadi mengaktifkan proteksi terhadap pemegang polis, yang merupakan sehabis pemegang polis melakukan pembayaran dalam bulan pertama lalu tertimpa penyakit, maka perusahaan asuransi akan menanggung porto pengobatan sesuai menggunakan konvensi. Ada jua yg mensyaratkan bahwa proteksi hanya terbatas dalam penyakit tertentu, misalnya operasi tidak ditanggung. Hal demikian tergantung pada kebijakan premi & hal itu jua bergantung pada model usaha yg dibangun sang perusahaan bersangkutan.
Bagaimanapun modelnya, secara prinsip, mereka yang tidak pernah sakit akan digunakan dananya untuk menanggung yang sakit. Apabila dananya tidak dipergunakan dalam rentang waktu tertentu, maka dananya akan diputar dalam instrumen keuangan yang lain agar menghasilkan profit bagi perusahaan tersebut. Profit tersebut yang kemudian digunakan untuk membayar ongkos operasional dan menggaji para staf. Dulu, pernah ada kasus yang membuat trauma masyarakat Indonesia di tahun 1990-an, di mana asuransi kesehatan akan hangus bila tidak digunakan. Kebijakan ini dibuat oleh Perusahaan Asuransi Bumiputera. Dampak yang dihasilkan cukup membekas di hati para korban sehingga mereka alergi untuk mendengar kata ‘asuransi’. Persoalannya adalah polis yang dibayarkan tidak dapat dicairkan kembali setelah masa  pertanggungan berlalu. Polis yang hangus kemudian menjadi hak perusahaan asuransi.Kondisi ini yang menyebabkan para pemegang polis merasa dirugikan.
Dalam kondisi sekarang, hal tersebut tidak  berlaku lagi, yakni ketika polis telah jatuh tempo, dana yang telah dikumpulkan dapat dicairkan kembali. Bahkan beberapa perusahaan memberikan bonus kepada pemegang polis, bila selama masa pertanggungan tidak pernah terjadi kerugian. Kondisi ini mungkin bisa dikatakan sebagai hasil pembelajaran para perusahaan asuransi, atau strategi pemasaran yang dilakukan untuk menarik para nasabah. Jadi, bila kita membeli polis asuransi, maka kita tidak perlu kuatir bahwa polis akan hangus.
Sebagai penutup, iuran pertanggungan kesehatan bagi beberapa orang merupakan pilihan yg paling wajar dalam mengamankan hidup, mempertimbangkan porto kesehatan yang mahal. Di sisi lain, pada sistem keuangan yg berlaku ketika ini pada mana segalanya bertumpu pada uang, maka menekan pengeluaran keuangan pada jangka panjang melalui pembelian polis menjadi sangat masuk akal pula. Tetapi, yang perlu disadari pada membeli asuransi kesehatan merupakan pola hayati kita sendiri. Selama pola hayati yg kita miliki seimbang, antara apa yg kita makan & keluarkan, maka kita tidak perlu kuatir akan menderita sakit parah sehingga nantinya porto pengobatan menjadi mahal. Maka kiranya nir arif apabila kita merogoh keputusan membeli asuransi kesehatan karena kekuatiran belaka. Kita wajib memikirkan dengan akal sehat dan sadar bahwa asuransi kesehatan adalah instrumen pendukung pada kehidupan masa kini buat memudahkan kehidupan keuangan masa sekarang.























Rabu, 24 Juni 2020

[PIKIR] Sudahkah Bangsa Indonesia Berdaulat Pangan?

Penulis: David Ardes Setiady


1http://www.Spi.Or.Id/wp-content/uploads/2011/10/Aksi-Pemuda-Peduli-Pangan3.Jpg


Menyambut peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-69, sebuah pertanyaan yang selalu relevan buat ditanyakan merupakan ?Sudahkah kita merdeka??. Pertanyaan tadi merupakan upaya pemaknaan yang dibutuhkan agar kita menciptakan kesadaran kritis mengenai kondisi negeri ini. Bagaimanakah perkembangan kehidupan bangsa ini sesudah mendeklarasikan kemerdekaannya tahun 1945 silam? Mimpi para pendiri bangsa ini merupakan menyaksikan rakyatnya berdaulat, berdikari dalam mengelola kehidupannya. Di sini, pertanyaannya bisa diganti menjadi ?Sudahkah bangsa ini sebagai berdikari??.


Kemandirian bangsa ini, bukan persoalan administratif semata, melainkan segala aspek kehidupan, terutama hal-hal fundamental yang diperlukan bagi penyelenggaraan kehidupan. Di antaranya adalah masalah pangan, yang kian hari kian mengkhawatirkan. Krisis pangan yg mulai mendera bangsa ini, menjadi sebuah indikasi tanya akbar karena tanah nusantara sesungguhnya tanah yang kaya & berlimpah. Persoalan kekeringan yg ditimbulkan oleh tidak menentunya kondisi cuaca, seringkali dituding menjadi penyebab primer terjadinya krisis pangan. Sementara masalah teknis pertanian, yakni ketergantungan pupuk dan bibit adalah penyebab lain yang menegaskan adanya krisis pangan. Hal lain terkait pangan yang cukup mengkhawatirkan adalah pola makan rakyat Indonesia saat ini, yg cenderung menggunakan bahan sintetis/kimiawi dimana impak terhadap kesehatan tubuh sangatlah berbahaya dalam jangka panjang. Sementara penggunaan bahan sintetis tersebut mulai menunjuk kepada ketergantungan pada tingkat tempat tinggal tangga. Belum lagi, serbuan kuliner instan menggunakan kandungan bahan sintetis yg menyebar melalui pasar swalayan ataupun warung-warung mini . Kesemuaannya itu perlu kita lihat satu per satu sebagai sebuah upaya untuk menjawab ?Sudahkah kita mandiri??, khususnya pada bidang pangan.


Krisis Pangan, Kesalahan Pengelolaan?
Cukup mudah mendeteksi tanda-tanda krisis pangan yg mulai melanda Indonesia, salah satunya merupakan melihat tingginya nomor impor yang dilakukan sang bangsa ini, baik melalui pemerintah juga para pengusaha impor. Yang mengkhawatirkan adalah jumlah impor yg tinggi jua terjadi dalam bahan pangan, yg sebetulnya sanggup dihasilkan oleh huma pada Indonesia. Bahan-bahan misalnya beras, jagung, kedelai, bawang, bahkan garam dan gula hanyalah segelintir bahan yang diimpor berdasarkan luar negeri. Periode Januari ? November 2013, data BPS mencatat nilai impor Indonesia mencapai US$ 8,1 miliar menggunakan volume mencapai 17 miliar kilogram. Angka ini sebetulnya termasuk tinggi untuk negara yg mengklaim dirinya menjadi negara agraris dan maritim.


Kalau misalnya kita bandingkan dengan kondisi geografis negara Indonesia, luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan mencapai 3.257.483 km2. Di dalamnya terkandung keanekaragaman hayati yang tinggi, serta kenyataan bahwa alam Indonesia berada dalam jalur vulkanik (ring of fire), di mana debu gunung berapi mengembalikan unsur hara di dalam tanah yang baik bagi pertanian. Berbagaitumbuhan di Indonesia cukup banyak yang masuk ke dalam kategori tanaman pangan, misalnya umbi-umbian yang mengandung karbohidrat, buah-buahan, jagung, dll. Selain itu, sumber pangan lain terdapat pada hewan, baik di darat maupun yang hidup di perairan. Kalau berkaca dari negara Jepang, konsumsi ikan termasuk tinggi dan menunjukkan pengaruh positif terhadap pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat mereka. Artinya, alam Indonesia (baik darat maupun laut) sebetulnya menyediakan lebih dari cukup untuk kebutuhan pangan bagi rakyat negeri ini.


Kisah yang relatif ironis menurut impak impor ini adalah sempat menghilangnya produk kedelai dari pasaran, yakni memahami dan tempe. Kondisi tadi terjadi pada pertengahan tahun 2013. Para pengrajin tahu dan tempe mengeluhkan dua hal : pertama merupakan mahalnya bahan baku kedelai di pasar, kedua merupakan minimnya ketersediaan bahan standar kedelai. Kedua hal tersebut saling berafiliasi pada prosedur pasar, pada mana harga bahan baku yang mahal adalah akibat berdasarkan minimnya jumlah bahan standar yang tersedia. Seperti yang sudah dituliskan pada atas, kedelai merupakan galat satu bahan pangan yg diimpor, nilainya mencapai US$ 1 miliar menggunakan volume 1,62 miliar kg. Angka tersebut termasuk tinggi[1].
Kondisi tadi semakin memprihatinkan saat melihat banyaknya para petani yang beralih profesi ke sektor lain. Data sensus pertanian 2013 yg dirilis oleh BPS memberitahuakn penurunan rumah tangga pertanian yakni sejumlah 26,13 juta rumah tangga dibandingkan dengan tahun 2003 yg berjumlah 31,17 juta rumah tangga[2].


Ketergantungan Pangan : Haruskah Makan Beras?
?Kalau belum makan nasi berarti belum makan?, kata-kata ini sudah lazim kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, yg menampakan persepsi warga Indonesia terhadap pola makan. Kemudian kata-istilah itu juga memberitahuakn ketergantungan terhadap beras yg relatif tinggi sebagai makanan pokok. Mungkin kita telah lupa bahwa kuliner pokok suatu wilayah nir selalu beras. Di Papua, rakyat asli umumnya akrab dengan umbi-umbian seperti sagu & singkong menjadi asal karbohidrat. Begitupun menggunakan pulau Jawa sendiri, sebetulnya pula mengenal umbi-umbian menjadi asal karbohidrat selain beras. Di Madura, jagung sebagai makanan pokok.



2http://www.Ristek.Go.Id/file/gallery/2012/04/beras.Jpg

Perubahan kuliner pokok di banyak sekali daerah pada Indonesia, salah satunya disebabkan oleh Revolusi Hijau yang dijalankan sang rezim Orde Baru sampai tahun 1990-an. Revolusi Hijau telah menyebabkan perubahan alih fungsi lahan buat membentuk beras sebanyak-banyaknya. Yang lebih lanjut berdampak kepada pola makan rakyat yang sebagai bergantung pada beras. Di ketika ini, sudah mulai timbul gerakan buat mengurangi konsumsi beras pada masyarakat menggunakan mempromosikan asal-sumber karbohidrat yg sanggup ditumbuhkan oleh Indonesia, seperti sagu, ubi, singkong, jagung. Bahan pangan yg sebelumnya telah dikenal sang masyarakat Indonesia.


Zat Aditif, Gaya Hidup Berbahaya
Sejak reformasi bergulir, ekonomi Indonesia cenderung dibuka seluas-luasnya buat disusupi sang asing sebagai akibatnya terjadi industrialisasi pada aneka macam aspek. Industrialisasi pangan pun nir terhindarkan hingga menyebabkan pengelolaan pangan dengan memakai mesin & menaikkan jumlah makanan pada bungkus. Salah satu produk industri pangan yg ?Spesial ? Indonesia ketika ini merupakan mi instan. Sebuah norma yang mulai ?Membudaya? Pada warga adalah saat terjadi bencana alam, maka keliru satu sumbangan yg diberikan berupa mi instan. Alasannya merupakan agar lebih mudah dan cepat buat segera menyantap jenis kuliner yg dimaksud.


Menurut data World Instant Noodles Association (WINA), konsumsi mi instan di Indonesia dalam tahun 2012 mencapai 14,1 miliar kemasan. Dari peringkat yang disusun WINA, Indonesia berada pada peringkat kedua setelah RRT (Republik Rakyat Cina?) pada hal mengonsumsi mi instan[3].
Padahal kita tahu, bahwa kandungan di pada mi instan tadi sangatlah tidak sehat bagi tubuh. Penggunaan zat-zat aditif seperti MSG (monosodium glutamate), pengawet, pewarna kuliner, dsb, sangatlah banyak terdapat pada makanan yg diproduksi sang pabrik. Gempuran makanan pabrik didukung juga oleh jaringan pasar swalayan yang kian hari bertambah pesat hingga ke pelosok. Artinya, yang mengenal kuliner pabrik nir lagi masyarakat perkotaan, tetapi jua pedesaan.



3http://sin.Stb.S-msn.Com/i/8D/778C880E830314360945D96841F33.Jpg

Kedaulatan Pangan Di Indonesia, Kapan?
Melihat situasi pada atas, sesungguhnya kita belum bisa berkata bahwa Indonesia sudah berdaulat pangan. Tantangan yg kita hadapi nir hanya soal menahan laju impor, tetapi lebih-lebih mengangkat kualitas manusia Indonesia buat mengelola pangannya menggunakan baik. Pengelolaan pangan berupa kemampuan menghasilkan sendiri yg baik, tentu menggunakan sendirinya mampu mengerem kebutuhan impor pangan. Selain itu, kita pula harus memiliki pendidikan mengenai kesehatan pangan, buat menanamkan kesadaran pada pentingnya memilih pangan yg sehat & alami. Karena kita sedang berhadapan menggunakan gempuran kuliner pabrik yang mengandung berbagai bahan sintetis yang buruk bagi kesehatan tubuh.
Setelah semuanya itu dilakukan, pertanyaan terakhir adalah ?Kapankah kita berdaulat pangan??




[1] Dikutip berdasarkan http://usaha.Liputan6.Com/read/791549/daftar-29-bahan-pangan-yang-diimpor-ri-hingga-november
[2] Seperti yg dirilis melalui http://www.Tempo.Co/read/news/2013/09/07/092511259/BPSi-Jumlah-Petani-Berkurang
[3] Dikutip berdasarkan : http://www.Infobanknews.Com/2013/10/orang-indonesia-makan-mi-instan-26-826-kemasan-per-mnt/

































































Jumat, 19 Juni 2020

[MASALAH KITA] – Peran Ayah Dalam Keluarga Masa Kini

Oleh: David Ardes Setiadydan Navita Astuti

Pengantar



Foto: dokumen pribadi Navita
Peran seorang ayah kerap diasosiasikan dengan peran sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah yang harus berada di luar rumah. Selain itu, sosok ayah yang dingin dan kurang dekat dengan anak-anaknya kerap menjadi pemandangan umum dalam keluarga di Indonesia. Namun, seiring dengan perkembangan jaman dan dinamika sosial masyarakat, peran ayah dalam keluarga sedikit demi sedikit mulai bergeser. Desakan finansial sedikit banyak telah menempatkan ayah dan ibu sebagai pencari nafkah untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan keluarga. Pada situasi yang lain, seorang ayah tidak lagi harus mencari nafkah dengan berada di luar rumah, bekerja bisa dilakukan dari dalam rumah, maka di sini ayah bisa turut berperan dalam mengerjakan tugas rumah tangga “yang biasanya” dikerjakan oleh para ibu. Secara umum, para ayah semakin banyak terlibat dalam pekerjaan domestik yang biasanya hanya dikerjakan oleh para ibu, seperti mengasuh dan mendidik anak.


Dalam edisi Proaktif Online kali ini, kami menyebarkan kuesioner kepada beberapa responden untuk mendapatkan gambaran mengenai peran ayah masa kini di dalam keluarga. Bagaimana tantangan yang dihadapi oleh para ayah tersebut dengan kondisi yang unik, serta menjadi bahan permenungan kita bersama tentang posisi dan peran ayah dalam keluarga masa kini.


Tugas Rumah Tangga : Keterlibatan Ayah dan Fleksibilitas
Dewasa ini, ayah dan ibu yang bekerja menjadi pemandangan yang semakin umum di Indonesia. Salah satu faktor penyebabnya adalah desakan ekonomi yang menuntut ibu untuk turun tangan dalam menambah pemasukan bagi neraca keuangan rumah tangga. Untuk itu, kami mengajukan pertanyaan kepada responden tentang bagaimana pembagian tugas rumah tangga di antara ayah – ibu.
Pada umumnya, para responden tidak memaparkan prinsip pembagian tugas yang jelas. Pembagian tugas tidak lagi didasarkan pada peran gender, di mana ayah wajib mencari nafkah sementara ibu yang wajib mendidik dan mengasuh anak. Umumnya para responden, sebagai ayah, terlibat dalam tugas rumah tangga. Namun skala keterlibatannya yang berbeda-beda sesuai kesepakatan dengan pasangannya masing-masing.
Di sinilah peran ayah menunjukkan fleksibilitas, di mana ayah tidak lagi sebatas sebagai pencari nafkah semata yang tidak terlibat dalam tugas rumah tangga. Seorang ayah bisa saja mencuci pakaian, memandikan anak, menemani anak belajar, menidurkan anak. Ayah semakin hadir dalam kehidupan anak-anak. Keterlibatan ayah dapat dimungkinkan karena pekerjaan tidak lagi mengharuskan seseorang untuk keluar dari rumah.
Dalam hal pembagian tugas rumah tangga, seluruh responden menyatakan terlibat dalam pekerjaan domestik rumah tangga, terutama dalam hal pengasuhan anak.


Peran Ayah  Ideal yang Diharapkan di Masa Kini
Setiap pria dulunya adalah seorang anak yang memiliki kesan tersendiri tentang ayahnya, yang sedikit banyak menjadi dasar ataupun pedomannya untuk mengambil perannya ketika menjadi ayah. Peran ayah yang lebih fleksibel dan lebih terlibat dalam tugas rumah tangga, terkait erat dengan pemahaman akan peran sebagai ayah dalam keluarga. Interaksi antara kesan (kenangan) dan kesadaran gender, sepertinya berpengaruh pada pemahaman tentang peran ayah di dalam keluarga. Para responden, secara umum, mengamini bahwa peran ayah ideal adalah sebagai mitra bagi istri dan sebagai teman bagi anak.
Hal ini teridentifikasi dari pernyataan-pernyataan sebagai berikut :
  •           Menjadi rekanan yang sejajar bagi istri
  •           Ayah harus hadir di tengah urusan keluarga dengan prinsip : ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani
  •           Ayah dan ibu mengurus anak secara bersama
  •           Bisa berkomunikasi dengan anak
  •           Sebagai sahabat, teman, saudara
  •           Menjadi pendengar yang baik
  •           Intens memberikan perhatian dan pendampingan


Para responden juga menyadari bahwa peran ayah yang ideal adalah terlibat dalam proses tumbuh kembang anak, intinya adalah hadir dalam hidup mereka. Kehadiran tersebut terwujud dalam komunikasi yang terjalin di setiap hari, di sinilah ayah berperan sebagai teman bagi anak. Namun hubungan pertemanan ini menghendaki ayah yang tegas, bukan keras dalam artian otoriter, sebagaimana yang diungkapkan oleh 2 orang responden.




Father and child in arms
Tantangan Menjadi Seorang Ayah

Menjadi seorang ayah seperti yang diharapkan menemukan tantangannya pada setiap pribadi dan keluarga. Tantangan yang bervariasi yang diungkapkan oleh para responden, di antarnya :


  • Soal waktu untuk bersama dengan keluarga (istri dan anak). Ketersediaan waktu yang dimiliki seorang ayah dipengaruhi oleh beban pekerjaan yang ia kerjakan ataupun manajemen waktu yang dilakukan. Menyediakan waktu bagi keluarga, termasuk di dalamnya adalah hadir di dalam proses tumbuh kembang anak, hadir di kala anak membutuhkan sosok ayahnya. Terkadang dengan jenis pekerjaan yang menuntut waktu di luar rumah, hal pengasuhan anak terpaksa dipindahtangankan atau membutuhkan bantuan dari tenaga pengasuh.
  • Soal pengendalian emosi.Terkadang pada saat beban kerja sedang tinggi, ataupun pada kondisi yang kurang menyenangkan, bersikap tenang dan berkepala dingin menjadi tantangan. Terutama pada saat menghadapi anak-anak. Tidak jarang, anak-anak mendapatkan pelampiasan emosi negatif orang tua tanpa sempat memahaminya dengan bijaksana. Pengendalian emosi ini mungkin terkait dengan persoalan pengenalan diri dalam pribadi sang ayah. Salah seorang responden mengemukakan bahwa dengan mengenal diri akan membantu ayah untuk dapat berpartisipasi dalam mengelola keluarganya dengan baik.
  • Soal nilai-nilai yang berbeda dari lingkungan pergaulan.Setiap anak-anak tidak dapat terhindarkan untuk bergaul dengan lingkungan tempat tinggalnya, di mana interaksi nilai-nilai terjadi dan kemungkinan memiliki pertentangan dengan nilai-nilai yang telah diajarkan kepada anak-anak.
  • Soal gadget smartphone. Dewasa ini hampir semua keluarga memiliki smartphoneyang menawarkan berbagai fitur canggih, terutama untuk hiburan. Terkoneksi dengan internet setiap hari, kerap menyita perhatian orang tua dari perhatian. Di sisi lain, ketika anak-anak terpapar dengan smartphone menyebabkan mereka jauh dari realitas hidup sehari-hari dan kurang bergerak. Hal ini turut menurunkan kualitas kesehatan anak-anak. Disiplin dalam penggunaan smartphonedan kesepakatan antara ayah-ibu menjadi kunci dalam penegakan disiplin tersebut.
Tantangan-tantangan tersebut mungkin tidak dialami oleh semua ayah (keluarga), karena setiap keluarga memiliki tantangannya masing-masing.

Penutup
Dengan berbagai tantangan kehidupan di jaman sekarang ini, peran seorang ayah di dalam keluarga tidak lagi cukup sebatas pencari nafkah. Keterlibatan ayah dalam mengasuh anak dan mendampingi mereka dalam proses tumbuh kembang menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan. Di samping itu, relasi antara ayah-ibu semakin mengarah pada hubungan kemitraan yang setara, di mana ayah dan ibu bekerja sama untuk mengelola rumah tangga dengan pembagian tugas yang fleksibel.
Ke depannya, peran ayah dan ibu merupakan hasil kesepakatan di antara pasangan, bukan sesuatu yang diharuskan oleh masyarakat. Bagaimanapun, ayah dan ibu adalah yang paling mengerti apa yang mereka hadapi di dalam hidup sehari-hari. Ayah pun diharapkan dapat semakin hadir dalam hidup anak-anaknya.


Ayah - ibu - anak


































Cloud Hosting Indonesia