Tampilkan postingan dengan label Patricia Siswandi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Patricia Siswandi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 08 Agustus 2020

[Jalan-jalan] Oleh-oleh dari Thailand



Pada akhir November hingga Desember 2002 yg lalu dua orang aktivis KaIL, Intan Darmawati dan Patricia Siswandi, mendapat kesempatan buat berkunjung & mengamati contoh-contoh & metode-metode pembinaan pada beberapa sentra pelatihan di Thailand. Yang terkait dengan berita lingkungan hidup, kami mengunjungi Pusat Pelatihan yang dipimpin sang Chirapol Sintunawa di Bangkok. Sayang sekali saat itu kami tidak sempat bertemu eksklusif dengan Mr Chirapol. Namun, menggunakan didampingi 2 orang rekan Mr Chirapol, KaIL diperbolehkan buat terlibat pada holistik proses training tadi.


Secara garis akbar, ada beberapa persamaan metode pembinaan yang dipakai dalam pelatihan lingkungan hayati ini, dengan metode pembinaan yg selama ini dipergunakan di Indonesia. Sebuah metode training yg memadukan antara simulasi permainan, diskusi kelompok, dan pemutaran film, buat memunculkan adanya proses kesadaran sinkron menggunakan tema terkait.


Tetapi demikian ada beberapa metode yg baru bagi aku , dan ini merupakan metode yang berdasarkan saya cukuplah efektif buat menunjang timbulnya proses kesadaran para peserta. Beberapa metode baru yg menarik tersebut diantaranya:


1. Metode point.
Di awal proses training ini, setiap peserta dibagi pada gerombolan -kelompok. Setiap kelompok menerima point yang sama akbar dengan kelompok lain. Kelompok akan memperoleh penambahan point, ketika gerombolan sanggup menyelesaikan tugas-tugas pada setiap simulasi dengan baik & sempurna waktu. Sementara itu, grup juga akan memperoleh pengurangan point, ketika gerombolan nir mampu merampungkan tugas serta nir memiliki kepekaan akan kondisi lingkungan kurang lebih.


Kepekaan terhadap kondisi sekitar tadi, umumnya diuji dengan adanya lampu yang menyala pada siang hari bolong, air yg nir terpakai namun dibiarkan mengucur, dan poly hal lagi yang berkaitan dengan pemborosan energi.


Setiap grup akan saling berkompetisi buat mengumpulkan point sebesar-banyaknya, karena tentu saja disediakan bantuan gratis bagi kelompok yang terbaik, yg akan diberikan pada penutupan proses pembinaan.


Dua. Permainan.
Permainan-permainan yang diubahsuaikan dengan tema, sangat mempercepat proses penyadaran dalam peserta. Seperti permainan mendistribusikan air. Dalam permainan ini, peserta dihadapkan pada peta yg terdiri menurut 5 daerah besar . Tugas peserta adalah mendistribusikan air pada galon secara merata pada kelima wilayah tersebut. Pendistribusian ini sebagai begitu sulit lantaran peserta diharuskan memakai alat yg tersedia.


Itulah sekilas pengalaman yg kami rasakan ketika berkesempatan mengunjungi, mengamati, dan terlibat pada proses pembinaan lingkungan hayati. Satu hal yg sangat berkesan bagi kami, materi tidak hanya disampaikan dalam proses tatap muka, tapi pada keseluruhan proses pembinaan selalu diwarnai dengan kaitan dalam tema. Penghematan air misalkan, pembinaan ini tidak memberi kesempatan mandi sore hari, namun tengah malam begitu acara selesai. Dasar pemikirannya merupakan tengah malam orang sudah tidak beraktivitas lagi. Sehingga mandi malam sahih-benar berfungsi buat kesegaran & kebersihan semua badan.
(Patricia Siswandi)





HEADLINE TV (hdtv.co.id) terus berupaya meningkatkan wawasan dan pengetahuan para pemirsa dan juga menjadi media yang memiliki kredibilitas, kecepatan dan ketepatan dalam menyampaikan informasi di Kalimantan


hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv

Jumat, 07 Agustus 2020

[Masalah Kita] Benarkah aktivis selalu bermasalah dengan keluarga?

MASALAH-MASALAH AKTIVIS
Gerakan mahasiswa berkembang sangat pesat dalam saat bergulirnya berita reformasi. Salah satu titik klimaks gerakan mahasiwa terjadi pada bulan Mei 1998, yakni dalam waktu mahasiswa melakukan pendudukan gedung DPR/MPR, menuntut mundurnya Soeharto. Hingga sekarang gerakan mahasiswa masih terus bergulir, dan bahkan demonstrasi sebagai wahana komunikasi yg dirasa relatif efektif oleh sebagian akbar orang, terutama saat mengalami kebuntuan komunikasi.

Berbagai sinyalemen dan komentar dari tokoh pun timbul terhadap gerakan mahasiswa tadi, misalnya Eep Saefulloh Fattah. Dalam sebuah goresan pena surat berita dikatakan sang beliau bahwa gerakan mahasiswa adalah gerakan yg sebetulnya wajar namun sayang sering dilakukan secara tergopoh-gopoh. Hal ini ditegaskan jua oleh seorang pengamat gerakan mahasiswa dari kalangan mahasiswa sendiri, yang mengungkapkan bahwa sering gerakan mahasiswa terjebak pada kerangka ?Ketidaksabaran?.


Ketergopoh-gopohan & ketidaksabaran tersebut bukanlah merupakan kenyataan sosial semata. Tetapi apabila diamati lebih jauh, syarat tersebut bisa menyiratkan adanya ekspresi ketidakmatangan yg secara kolektif melanda para aktivis gerakan mahasiswa.


Berbagai pengalaman perjumpaan secara personal kiranya bisa semakin menguatkan hal tadi pada atas. Seringkali dijumpai seorang aktivis mahasiswa yang di depan podium bisa bersuara dengan lantang, menyuarakan suara warga , tetapi menjadi pribadi yang begitu pemalu, ragu-ragu, pesimis, & begitu tertutup ketika wajib berhadapan seorang diri menggunakan sekelompok orang-orang baru.


Mantan seorang koordinator gerakan mahasiswa pada Surabaya, mengatakan bahwa rata-homogen aktivis gerakan mahasiswa kurang memiliki kemampuan buat mengkomunikasikan aktivitasnya, terutama menggunakan pihak famili. Hal ini ditimbulkan adanya perbedaan cara pandang akan makna tugas dan kewajiban mahasiswa, perbedaan kepentingan antara orang tua menggunakan si anak, serta perbedaan orientasi.


Hal-hal tersebut di atas semakin meruncing sebagai sebuah permasalahan, waktu akhirnya aktivis lebih menentukan melakukan menggunakan pilihannya sendiri daripada mengkomunikasikan tetapi ujung-ujungnya berkonflik. Aktivis menjadi orang muda tentu mempunyai kebutuhan buat memperlihatkan keberadaan diri, buat mengaktualisasikan kemampuan dan cita-cita eksklusif. Pertanyaannya adalah sejalankah kebutuhan aktivis sebagai orang belia ini dengan famili?


Terkomunikasikan secara terbukakah harapan-impian aktivis menjadi langsung yang sedang berkembang ini?


TUNTUTAN KELUARGA
Keluarga, khususnya orang tua adalah figur yang kiranya paling bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anaknya. Masa depan seseorang anak adalah nir terlepas berdasarkan proses pendidikan yang ditempuhnya dan pola pergaulan yg melingkupinya. Hal ini karena pola pendidikan dan pola pergaulan merupakan adalah faktor yg memberikan donasi relatif besar bagi terbentuknya pola pikir seseorang akan masa depan, bahkan lebih jauh akan makna kehidupan seseorang.


Oleh karenanya, wajar kiranya jika proses pendidikan formal menjadi tolok ukur bagi para orang tua akan keberhasilan seseorang anak. Orang tua akan merasa lega, merasa berhasil, dan merasa telah menuntaskan tugas & tanggung jawabnya adalah ketika melihat si anak bisa menyelesaikan pendidikan formalnya dan memperoleh pekerjaan yg sesuai dengan bidang keilmuan dengan kompensasi yg layak. Ringkasnya paradigma keberhasilan para orang tua merupakan saat si anak sanggup hidup seperti orang lain, hayati misalnya rakyat pada umumnya.


Sehingga, buat mendukung keberhasilan tersebut, seringkali kita jumpai para orang tua yg rela bekerja keras, bahkan mungkin rela buat berpisah menggunakan famili dalam kurun saat yang relatif usang, demi merogoh tanggung jawab menjadi orang tua.


Paradigma keberhasilan tersebut semakin dikuatkan jua sang harapan dan penilaian dari warga . Bagi orang tua keberhasilan dan kegagalan dalam mendidik anak sebagai hal yang sangat krusial, karena kerangka berpikir keberhasilannya dalam mendidik dan membesarkan anak, akan sangat mensugesti bagaimana warga memandang dan memberikan evaluasi terhadap suatu keluarga tertentu.


Wajar kiranya, apabila lalu para orang tua menuntut si anak buat ?Membalas?Segala jerih payah tadi. Tuntutan yg sebenarnya tidak begitu tinggi. Tetapi permasalahannya merupakan terletak dalam kerangka berpikir keberhasilan, bahkan lebih jauh adalah kerangka berpikir ?Balasan? Atas budi jasa para orang tua.


FAKTA AKTIVIS DI INDONESIA
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Patricia Siswandi terhadap 10 orang responden yg dari menurut aneka macam wilayah yg tersebar pada daerah Jawa Timur, menyampaikan bahwa 9 orang responden mempunyai kasus dalam hubungannya dengan keluarga. Area perseteruan yang terungkap pada penelitian ini jumlah terbesar adalah area pertarungan menggunakan famili, daripada dengan teman atau menggunakan pihak atasan atau pimpinan kerja.


Sementara itu penelitian tersebut pula melihat lebih jauh kebutuhan-kebutuhan fundamental yang terpendam pada diri 10 orang responden tadi. Ditemukan bahwa sebagian akbar responden mempunyai kebutuhan yang rendah buat beprestasi, tetapi justru kebutuhan untuk memperlihatkan keberadaan diri yang relatif tinggi.


Artinya, aktivis-aktivis mahasiswa di Indonesia adalah adalah deretan orang-orang muda, yg mempunyai impian yg cukup besar untuk mendapat pengakuan baik dalam lingkungan pergaulan, lingkungan famili, juga lebih jauh lingkungan sosial. Komunikasi yang tidak pernah tuntas dalam lingkup famili, mengakibatkan aktivis lebih menentukan mencari media-media lain pada luar lingkungan keluarga, yg lebih mampu menaruh ketenangan baik secara batin juga fisik pada para aktivis.


Hal ini sebagai ironis, manakala kebutuhan eksistensi diri tadi nir diimbangi sang adanya kebutuhan berprestasi. Sehingga, kebutuhan akan pengetahuan bukan sebagai hal yang krusial. Ketika yg terjadi demikian, maka semakin kuatlah konklusi bahwa kebutuhan keberadaan diri yg sangat tinggi pada kalangan para aktivis pada Indonesia, adalah dikarenakan tidak terpenuhinya kebutuhan keberadaan ini pada lingkup terkecil, yakni keluarga, dan bukan berangkat dari pemaham utuh akan kepedulian ataupun keberpihakan pada dilema masyarakat luas.


Sehingga tidaklah mengherankan, bila sebagian akbar aktivis mahasiswa kurang memiliki kesadaran yg tinggi terhadap motivasi yang melatarbelakanginya buat terjun ke dalam dunia gerakan. Pertanyaan-pertanyaan senada, biasanya lebih tak jarang kita dengar dengan jawaban: karena hobby, karena diajak teman, karena senang, dan sebagainya.


Oleh karena itu, masuk akal kiranya waktu rona berdasarkan gerakan mahasiswa pada Indonesia, dievaluasi oleh beberapa pengamat menjadi gerakan yg tergopoh-gopoh, gerakan yang kurang diikuti oleh sebuah pemikiran jernih, yg berfokus pada kepentingan jangka panjang.


JALAN KELUAR
Suatu ungkapan sederhana yang kiranya perlu direnungkan beserta,?Orang tua pernah menjadi anak-anak di jamannya, tetapi anak-anak belum pernah menjadi orang tua?. Pokok permasalahan, kesenjangan komunikasi yang terjadi pada kalangan keluarga para aktivis, sering disebabkan sang para orang tua memperoleh keterangan terbanyak dari pengamatan-pengamatan yang tampak dari luar, didukung pula sang pemberitaan-pemberitaan media massa.


Konfirmasi yang dilakukan para orang tua terhadap anak-anaknya yang terjun pada global gerakan mahasiswa, acapkali tidak menemukan jalan keluar, hal ini dikarenakan para aktivis seringkali mengalami kendala utnuk mengungkapkan alasan mengapa dunia gerakan mahasiswa sebagai krusial bagi dirinya.


Bagi orang tua yang tampak adalah pendidikan formal yang seharusnya krusial, justru ditinggalkan oleh anak-anaknya yang terjun dalam global gerakan mahasiswa. Dunia gerakan yg penuh dengan resiko, bahaya, justru sebagai pilihan anak-anaknya. Pertanyaan yg seringkali tidak terjawab bagi para orang tua merupakan mengapa demikian?


Komunikasi yg terputus, mengakibatkan orang tua mencari tahu menggunakan caranya sendiri, akhirnya yang diketahui adalah liputan dari luar diri si anak. Oleh karenanya komunikasi dalam lingkungan famili para aktivis bisa jalan manakala seorang anak mampu mengkomunikasikan motivasi dasar yang muncul pada dirinya, yang menggerakkan dirinya untuk terjun dan berbuat sesuatu yg lebih nyata dalam masyarakat.


Pilihan antara sekolah formal & global gerakan mahasiswa merupakan sesuatu yang sulit, satu sama lain saling menaruh donasi bagi perkembangan seseorang. Pendidikan formal sanggup menaruh pengetahuan secara tak berbentuk, dan global gerakan mahasiswa justru adalah media buat melakukan pengecekan akan semua data & teori abstrak yang kita peroleh.


Oleh karenanya, bukanlah melakukan pilihan atas dua hal tersebut yg penting, namun justru bagaimana seseorang aktivis bisa menyeimbangkan ke 2 pilihan tersebut menjadi sebuah pilihan yg saling mendukung. Orang tua kiranya nir mempersoalkan bagaimana si anak menjalani & mengisi masa-masa mudanya, akan tetapi yang terpenting merupakan anak mampu merampungkan tuntutan orang tua.
(Patricia Siswandi)




HEADLINE TV (hdtv.co.id) terus berupaya meningkatkan wawasan dan pengetahuan para pemirsa dan juga menjadi media yang memiliki kredibilitas, kecepatan dan ketepatan dalam menyampaikan informasi di Kalimantan


hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv hdtv

Senin, 03 Agustus 2020

[TIPS] FASILITATOR dan BIDAN: Beda peran satu metodologi

Peran fasilitator memiliki perbedaan yang sangat jelas dengan kiprah narasumber dan kiprah penceramah. Banyak orang menyebut dirinya menjadi fasilitator, namun semua metode pendidikannya tidak lebih menurut seseorang pembicara pada sebuah seminar atau khotbah seseorang Kiyai dalam sholat Jum?At.

Berikut ini beberapa saran buat menjadi seseorang fasilitator dalam arti yg sebenarnya.


Belajar menurut Bidan
Peran fasilitator tidak ubahnya menggunakan peran seorang Bidan. Pengalaman bidan pada membantu kelahiran seorang anak, adalah filosofi dasar yg kiranya perlu direnungkan oleh seorang fasilitator. Kita tentunya pernah melihat bagaimana seseorang bidan membantu proses kelahiran seorang anak, yang telah jelas bukan anaknya sendiri. Tetapi dengan segala totalitas dan kompetensinya, semua itu dikerahkan semata-mata buat kelahiran si bayi. Tetapi begitu si bayi lahir, ibunyapun langsung menggendongnya dan mendekapnya. Bidan pun relatif senang waktu beliau bisa membantu proses kelahiran itu & waktu melihat seluruh orang bahagia dengan keberhasilan proses kelahiran tersebut.


Seorang fasilitator pada menjalankan peranannya jua tidak tidak selaras menggunakan seorang bidan. Peran fasilitator merupakan berfungsi buat memfasilitasi sebuah proses penemuan makna-makna baru dalam hidup partisipan, sama menggunakan bidan yg bekerja buat memfasilitasi sebuah proses kelahiran. Ketika sebuah proses tersebut berhasil, hendaknya fasilitator pun seperti seseorang bidan, yg relatif merasa bahagia saat telah berhasil.
Penting pula buat diperhatikan bahwa seorang fasilitator hendaknya menjauhkan diri berdasarkan pemikiran buat sebagai yg paling didengarkan, yang paling diperhatikan, & yang paling paling lainnya, lantaran memang keberhasilan proses terletak pada kedua belah pihak. Seperti pada proses melahirkan anak, Ibu merupakan adalah partisipan dan bidan adalah seorang fasilitator. Dapatkah proses kelahiran itu berhasil jika si bidan hanya berteriak-teriak tetapi si mak tidak mengikutinya? Begitu jua kebalikannya, dapatkah si mak melahirkan seorang diri tanpa donasi bidan?


Menjadi Pelajar dari Pengalamannya Sendiri
Perhatian primer dalam proses memfasilitasi yang perlu diberikan sang seseorang fasilitator adalah pada kemampuan belajar masing-masing partisipan. Lantaran partisipan terdiri menurut latar belakang dan kemampuan yang relatif beragam. Beberapa hal yg perlu diperhatikan seseorang fasilitator dalam menjalankan perannya:
1. Melibatkan diri menggunakan partisipan secara penuh dan terbuka. Hal ini untuk mengantisipasi adanya berpretensi yang hiperbola berdasarkan partisipan terhadap pengalaman barunya.
2. Melibatkan partisipan dalam proses berefleksi serta menyimak pengalamannya
tiga. Menyatukan konsep menggunakan percermatan ke pada teori yang logis
4. Menggunakan teori buat memicu partisipan pada membuat keputusan dan menuntaskan kasus.


SiMaK (Sigap, cerMat, peKa)
Dalam proses memfasilitasi sebuah proses, tentu akan ada banyak persoalan yg timbul. Hal ini umumnya lalu dihubungkan menggunakan perkara personal dan kemampuan berdasarkan fasilitator. Beberapa ciri di bawah ini dapat dipakai buat mengembangkan hal tadi, yakni:
1. Kepribadian yg menyenangkan, dengan kemampuannya untuk menerangkan persetujuan & apa yang dipahami partisipan
2. Kemampuan sosial, menggunakan kecakapan buat membangun dinamika gerombolan secara beserta-sama dan mengotrolnya tanpa merugikan partisipan
tiga. Mampu mendesain cara memfasilitasi yang dapat membangkitkan, menggunakan pengetahuan dan ketrampilan partisipan sendiri selama proses berlangsung
4. Cermat pada melihat dilema pribadi partisipan.
Lima. Fleksibel dalam merespon perubahan kebutuhan belajar partisipan
6. Pemahaman yg relatif atas materi pokok pendidikan
Uraian singkat pada atas, dapatlah dikerucutkan dengan satu kalimat, yakni: Seorang pelayan bagi sesamanya insan. Inilah kiranya nilai dasar yang perlu direnungkan bagi seorang yg ingin merogoh peran sebagai fasilitator. Fasilittaor bukan menjadi tokoh, sebagai ahli, apalagi menjadi artis, namun menjadi pelayan. Semoga menggunakan belajar menurut seseorang pelayan, kita dapat menjadi seorang fasilitator sejati. Selamat memfasilitasi.
Daftar Pustaka:
Fakih, Mansour, Roem Topatimasang dan Toto Rahardjo (2001). Pendidikan Popular Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.


Patricia Siswandi

































Cloud Hosting Indonesia