Oleh : Ratna Ayu Wulandari
Menjadi seseorang yang bergerak di isu lingkungan memang tidak mudah. Awal masuk dunia perkuliahan belum terpikirkan nantinya akan menjadi apa. Sejalan dengan aktivitas perkuliahan, muncul keinginan untuk bisa menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain. Terinspirasi ketika melihat iklan di TV tentang dedikasi seorang wanita untuk mengajar di pedalaman hutan di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Semenjak saat itu selalu tertarik untuk melihat hal-hal yang berbau edukasi untuk anak-anak di pedalaman, sampai akhirnya terbuka peluang untuk melakukan studi akhir melengkapi tuntutan agar bisa menyelesaikan kuliah. Saya memilih untuk mengambil penelitian mengenai pendidikan konservasi untuk masyarakat di sekitar TNBD.
Banyak hal baru yang bisa saya dapatkan, termasuk berkesempatan untuk mengenal lebih tentang masyarakat rimba atau suku Anak Dalam (begitu pemerintah kita menyebutnya). Selesai kuliah dengan idealisme yang masih tinggi, saya lebih memilih untuk bergabung dengan lembaga-lembaga yang bergerak untuk edukasi dan masyarakat. Saya tertarik mempelajari kearifan tradisional yang ada dan telah berakar lama di masyarakat.
Sampai pada akhirnya,memilih bergabung dengan sebuah lembaga yang bergerak untuk perlindungan hutan dan satwaliar. Bergabung menjadi tim edukasi dan sosialisasi ke masyarakat termasuk untuk anak-anak sekolah. Pengalaman berkeliling desa untuk sosialisasi program telah mengguratkan berbagai pengalaman suka dan duka, beserta tantangannya, namun hal itu justru terkadang menerbitkan rindu untuk kembali ke perkampungan di pedalaman Sumatera.
![]() |
Foto beserta anak-anak suku Talang Mamak (Dokumen eksklusif) |
Berhadapan dengan warga yang tidak semua menerima dengan baik apa yang kita kerjakan, bahkan ada yang menolak dengan mendatangi saya dan tim begitu tiba di desa. Tentu saja ada juga yang meminta untuk meninggalkan desa. Rasa panik, takut yang muncul sampai akhirnya proses komunikasi dan negosiasi dilakukan dengan warga dan dibantu Bapak Kepala Desa. Sebenarnya warga sangat terbuka dengan hal-hal yang berbau edukasi terutama untuk anak-anak, saya dan tim memang menitik beratkan pada edukasi anak. Warga sudah bosan dan jenuh dengan janji-janji yang tidak jelas, begitu ungkap Bapak Kepala Desa. Lokasi desa itu berada di titik terujung dari Taman Nasional yang waktu itu hanya bisa dilalui dengan mobil double gardan. Entah apa alasan dimasukkannya desa Melayu Tua ke dalam kawasan Taman Nasional, padahal mereka telah lama ada jauh sebelum penetapan kawasan Taman Nasional itu sendiri. Di desa ini terdapat kecemburuan yang sangat tinggi dengan desa tetangga terdekat yang berjarak sekitar 23 km karena desa tetangga memiliki kesempatan untuk memiliki aktivitas produksi yang bernilai ekonomi, sedangkan mereka sendiri hanya bisa bertani secara alami dengan tanaman karet. Ternyata dari apa yang kita bawa menjadi penentu bisa diterima di masyarakat, dan yang terpenting jangan pernah menjanjikan sesuatu yang tidak jelas ke masyarakat.
Bergerak buat isu lingkungan, terutama yang berkaitan dengan konservasi hutan, banyak pertarungan kepentingan yang seringkali saya temukan di lapangan. Gesekan antara masyarakat dengan pemerintah atau sesama warga . Pemicunya kentara peningkatan ekonomi warga untuk pemenuhan kebutuhan hayati, kecemburuan dengan perusahaan-perusahaan yg ?Sepertinya mendapatkan ijin pengelolaan hutan lebih mudah?. Tingkat kebutuhan yg tinggi itu yg mengakibatkan masyarakat berani buat membuka hutan, memanfaatkan huma negara bahkan hutan lindung buat menjadi area produksi. Tetapi nir seluruh masyarakat membuka hutan baru itu untuk memenuhi kebutuhan primer, terkadang itu hanya sifat manusia yang tidak pernah merasa puas & punya asa memilki lebih banyak pada segala hal.
Upaya konservasi yang poly dilakukan sang lembaga-forum baik lokal juga internasional merupakan upaya buat mencegah kerusakan hutan yg hebat. Saya sadar secara pribadi nir punya kuasa dan kewenangan buat sanggup berbuat lebih buat kelestarian hutan, tetapi konfiden apa yang saya lakukan ada manfaatnya.
![]() |
Foto beserta anak-anak suku Talang Mamak (Dokumen eksklusif) |
Sampai suatu saat saya memutuskan untuk berhijrah ke bandung, sekitar 2,5 tahun yang lalu dan masih bertahan untuk bekerja mengangkat isu lingkungan. Semua yang kita lakukan mempunyai tantangan dan kendala tersendiri, tidak bisa kita bandingkan dengan tempat lain, semua lokasi mempunyai tingkat kebutuhan yang berbeda. Saat ini berhadapan dengan masyarakat perkotaan, tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial yang berbeda. Ini pengalaman baru, karena selama ini selalu berhadapan dengan masyarakat desa pinggiran hutan. Tingkat pendidikan dan ekonomi tinggi pun tidak menjadi jaminan kita mudah diterima masyarakat kalau apa yang kita kerjakan tidak bermanfaat.
Pernah merasakan berkiprah buat masyarakat pedalaman, pinggiran hutan, dan perkotaan menjadikan pengalaman hidup ini sangat berharga. Mungkin aku sendiri belum sanggup membawa pengaruh besar dengan apa yg sudah aku lakukan.
Begitu banyak pengalaman hidup aku dapatkan, bertemu orang baru yang ternyata nir seseram yg aku bayangkan, mengusut sesuatu yang baru yg nir sama buat setiap lokasi yang aku datangi , membuahkan hambatan & tantangan menjadi motivasi buat terus maju dan bergerak.
Saya percaya dengan menyenangi pekerjaan dan menjadi bermanfaat bagi orang lain, pekerjaan yang berat pun akan terasa menjadi ringan, dan saya terus berusaha untuk melakukan itu.