Siang itu, perjalanan menuju ke Jalan Stasiun Timur agak menggerahkan sebetulnya. Matahari bersinar cukup terik ,meningkatkan temperatur di pada Angkutan Umum Sadang Serang ? Stasiun Hall. Kurang lebih perjalanan sekitar 40 mnt berdasarkan Pahlawan hingga sampai ke lokasi.
Ini pertama kalinya saya mengunjungi Sanggar Waringin, berbekal informasi dari teman di KAIL. Begitu sampai di tugu Kereta Api, saya berbelok menuju ke terminal angkutan umum Stasiun Besar Bandung, di situlah lokasi Sanggar Waringin berada. Melihat bangunan dengan empat papan nama yang salah satunya sangat jelas bertuliskan “Rumah Baca Sanggar Waringin”. Sedangkan, papan nama yang lain bertuliskan : “Rumah Perlindungan Anak”, “SMK Kalam Bangsa 2”, “PKBM Citra Bangsa 4”.
![]() |
Papan nama di depan bangunan Sanggar Waringin (dok. Kail) |
Saat itu, Sanggar Waringin tampak lengang menggunakan beberapa anak-anak berusia sekitar lima tahun berkegiatan pada sana. Ada seorang anak lelaki yang bermain dengan personal komputer satu-satunya yg memang diperuntukkan bagi siapapun yang mau memakai. Ia tampak asyik bermain menggunakan permainan yang terpampang di layar monitor. Sementara ada beberapa anak perempuan yang menonton permainan tadi. Ketika mereka mulai bosan, mereka berkecimpung & menciptakan kegiatan sendiri. Saya meneruskan langkah ke ruangan berikutnya dan bertemu dengan Pak Ana Sumarna yg merupakan salah seseorang penggagas berdirinya Rumah Baca Sanggar Waringin.
Rumah Bagi Anak Jalanan
Bapak Ana Sumarna menceritakan tentang tempat tinggal ini & semangat yang menjiwai berdirinya tempat yg diperuntukkan bagi tumbuh kembang anak-anak pada lebih kurang Stasiun Besar Bandung, atau yang biasa disebut dengan Stasiun Hall.
Tempat yang dikenal dengan nama Sanggar Waringin ini berdiri pada tahun 2010, melalui bantuan berbagai pihak yang diorganisir oleh Pak Ana. Ternyata, Sanggar Waringin bukan sekedar taman bacaan biasa. Terbukti dari papan-papan nama yang menunjukkan fungsi lain dari rumah tersebut. Di tempat ini, anak-anak jalanan dapat tidur di malam hari. Setiap malam, selalu ada yang tidur di tempat itu. Menurut Pak Ana, setiap malam minggu, tempat itu ramai dan banyak yang menginap selepas bermain ataupun bercengkerama.
Mengapa anak jalanan?
“Saya mah udah pengalaman hidup di jalan sejak 5 SD, jadi saya tahu gimana gak enaknya hidup di jalan. Anak-anak (di jalan) itu kan modalnya cuma modal nekat aja. Sok bayangin, mereka gak punya apa-apa, mau makan harus cari duit sendiri”
Begitulah penuturan Pak Ana menceritakan awal mula keprihatinan serta kepeduliannya kepada anak-anak jalanan.
?Bukan cuma makan, bila mau tidur, ya tidur aja pada mana mampu. Biasanya ya tidur pada emperan atau pada pinggir jalan, isap asap knalpot. Hidup anak jalanan itu rentan sakit sebetulnya, akan tetapi diabaikan. Akhirnya mereka cara berpikirnya ya mengenai hari ini aja, gimana caranya bisa duit buat bertahan hidup. Kalau misalnya itu, tidak akan terdapat perubahan pada hayati mereka dan akhirnya terjebak di jalan. Makanya aku kemudian mulai mengambil beberapa yg terdapat di lebih kurang sini buat kembali hayati menggunakan ?Sahih?. Saya tawarin sekolah, tinggal sama saya. Akhirnya terbukti sanggup berhasil juga, mereka sanggup tanggal berdasarkan jalanan. Kemarin kami baru ngembaliin dua orang ke kota dari mereka. Anak-anak jalanan yg terdapat di Bandung ini homogen-rata datang berdasarkan luar kota.?
Tutur kata Pak Ana yang halus tentang kehidupan keras jalanan sungguh mengakibatkan cerita ini terdengar unik. Keras dan halus berpadu mendeskripsikan sebuah potret kehidupan manusia perkotaan. Rambut Pak Ana sudah memutih & berdasarkan guratan wajahnya, kita sanggup melihat kerasnya kehidupan yg telah dialami sang beliau.
Kegiatan Positif Bagi Warga Sekitar
Sanggar Waringin hadir tidak sekedar buat anak jalanan saja, namun pula buat warga pada kurang lebih terminal . Di sini anak-anak berdasarkan aneka macam usia dan latar belakang famili mampu berkumpul, berinteraksi & saling menyebarkan pengetahuan dan keceriaan. Masyarakat sekitar juga mampu mendaftarkan anaknya buat bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan Kalam Bangsa dua atau mengikuti PKBM Citra Bangsa 4 yang pula adalah acara kerja sama dengan Yayasan Insan Abdi Bangsa Republik Indonesia (IABRI), yg didirikan sang Bapak Edi Nuryakin. Program kerja sama ini tidak dipungut biaya sama sekali, adalah siapapun sanggup mengikutinya dengan gratis.
Di tempat ini, terdapat beberapa kegiatan rutin yang diperuntukkan bagi anak-anak. Ada les bahasa Inggris, membuat origami, dan kursus tari. Semuanya diselenggarakan pada hari Selasa dan Kamis pada jam 15.00 WIB. Les bahasa Inggris dilakukan di lantai dua yang merupakan atap shelter yang dimodifikasi menjadi tempat yang teduh untuk berkegiatan. Kegiatan membuat origami beberapa waktu terakhir dilakukan bersama dengan orang-orang Jepang yang merupakan kenalan dari Pak Ade, salah seorang pengurus Sanggar Waringin.
![]() |
Tempat les bahasa Inggris di Sanggar Waringin |
Ada pula kegiatan olahraga seperti karate, taekwondo, dan sepak bola yang diselenggarakan pada luar ruang. Karate dan taekwondo bekerja sama dengan perguruan yg berada di lebih kurang wilayah Stasiun Besar Bandung. Kegiatan olahraga ini dilaksanakan setiap hari Sabtu & umumnya diikuti sang anak-anak yang lebih besar .
Selain kegiatan-kegiatan tersebut, terkadang ada juga kegiatan lain yang diadakan atas inisiatif para relawan yang datang, seperti kegiatan Character Building yang diselenggarakan awal Mei kemarin.
![]() |
Spanduk kegiatan Character Building Festival |
Untuk saat ini, Sanggar Waringin belum memiliki kegiatan rutin harian untuk anak-anak yang datang dari pagi sampai siang. Biasanya yang datang hanya bermain sesuai dengan kehendak hati mereka. Ada pun Kang Dian, yang setiap hari Senin sampai dengan Sabtu selalu berjaga di tempat tersebut, biasanya turut mengawasi dan membantu anak-anak yang datang. Namun peran utama Kang Dian sendiri adalah mengurus administrasi dan menginput data buku-buku yang ada di Sanggar Waringin.
Memang buat energi yg secara rutin mengelola Sanggar Waringin hanya ada 4 orang & nir semuanya bisa hadir setiap hari pada tempat ini.
Sebuah Metamorfosis : Berangkat dari Sejarah Kelam
Dari segi bangunan, rupanya Sanggar Waringin merupakan sebuah kreasi dari Ridwan Kamil yang juga adalah salah seorang pengurus Yayasan Wahana Karya Bhakti Pertiwi. Bangunan ini dulunya berupa bilik-bilik yang dipergunakan oleh berbagai kalangan dunia “hitam” dalam beraktivitas. Mulai dari para maling berbagi hasil curian, preman membagi jatah palakan, sampai pengguna narkoba nyimeng. Bilik-bilik ini terletak di shelter Terminal Stasiun Bandung, sebuah bangunan jaman Belanda yang biasanya difungsikan untuk menanti jemputan ataupun menurunkan penumpang sebelum masuk ke dalam stasiun. Di bawah sheltertersebutlah, Sanggar Waringin mendirikan bangunannya, mengubah bilik-bilik “kelam” menjadi penuh keceriaan anak-anak. Selain itu, atap shelter yang dipakai untuk kursus Bahasa Inggris juga terdapat kolam ikan yang dipelihara oleh Pak Ana. Kolam ini memanfaatkan desain bangunan yang memang terdapat cekungan.


Bila kita berjalan melewati Sanggar Waringin, kita akan menemui beberapa pedagang serta rumah makan yang berjualan sebelum akhirnya menemukan angkutan umum karena memang bersebelahan dengan Terminal Stasiun Besar Bandung. Shelter terminal yang memanjang dimanfaatkan oleh warga setempat menjadi tempat usaha dan tempat tinggal dengan membangun bilik papan. Ada yang membuka warung nasi tegal, menjual gorengan, warung kopi. Sementara bila berjalan ke sebelah kanan Sanggar Waringin, kita akan menemukan sebuah hotel dengan arsitektur Belanda, tampak cukup tua dan kurang terawat. Selain itu, jalanan terminal ini tidak diaspal sehingga ketika hujan akan berlumpur dan bau menyengat karena sampah basah akan bercampur dengan oksigen yang dihirup. Terminal Stasiun Besar Bandung menjadi persinggahan angkot-angkot dan juga minibus yang melayani rute antar kota dalam provinsi.
Kehadiran Sanggar Waringin yang terletak persis pada samping terminal Stasiun Besar Bandung bagaikan oase yang meneduhkan bagi anak-anak. Jika melihat syarat terminal yg masih jauh berdasarkan kata nyaman, apalagi kondusif sebagai loka bermain anak, Sanggar Waringin memang memberikan ruang bermain yg layak buat anak-anak. Padahal bermain merupakan kegiatan yg krusial untuk tumbuh kembang anak, yg apabila nir terpenuhi akan menjadi problem di lalu hari.
![]() |
Anak-anak di Sanggar Waringin |
![]() |
Buku-buku di Sanggar Waringin |
![]() |
Belajar komputer di Sanggar Waringin |
Penutup
Bermain menggunakan anak-anak pada Sanggar Waringin, buat saya, penuh menggunakan keterkejutan atau boleh juga diklaim ketakjuban. Mendengar kata-istilah misalnya ?Anj#ng? & ?G@bl%g?, keluar berdasarkan verbal anak-anak yang dituturkan pada teman bermainnya merupakan keliru satu pemandangan yang relatif jamak dicermati pada sini. Saya juga takjub mengamati seorang anak bernama Iki yg mampu meminta temannya buat melakukan seperti yg beliau minta, mulai menurut belajar membaca huruf-alfabet , mengembalikan kitab yang sudah dibaca, atau mengingatkan teman-temannya buat tidak melakukan hal-hal yang telah tidak boleh. Usia Iki mungkin baru sekitar 4 tahun. Di sini, mungkin orang akan mengalami keterkejutan lantaran nir biasa melihat perilaku & ungkap kata dari anak-anak yang berkegiatan di Sanggar Waringin. Atau mungkin bersikap biasa-biasa saja lantaran memiliki lingkungan yang seperti misalnya pada Sanggar Waringin.
Untuk itulah, bagi Anda-anda yang memiliki waktu luang, Anda bisa mengisinya dengan bermain bersama anak-anak di Sanggar Waringin. Karena dengan bermain bersama anak-anak, kita turut membantu tumbuh kembang mereka, yang siapa tahu suatu hari nanti adalah calon pemimpin yang membawa perubahan lebih baik bagi negeri ini. Mari bermain ke Sanggar Waringin, Jalan Stasiun Selatan no. 29.
(David Ardes Setiady)

Penulis tertarik menggunakan tema pengembangan diri, menyadari mempunyai sisi introvert yg relatif kuat. Menjejakkan kaki pada Bandung sejak tahun 2003 buat melanjutkan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran. Pernah belajar tentang hipnoterapi yang seutuhnya digunakan membantu orang-orang yang membutuhkan. Saat ini menjadi staff KAIL, secara spesifik menjadi trainer Cara Berpikir Sistem.
Penulis adalah staff Kuncup Padang Ilalang (Kail) Bandung