Tampilkan postingan dengan label Proaktif-Online Agustus 2013. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Proaktif-Online Agustus 2013. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 Juli 2020

[JALAN-JALAN] Menengok Sanggar Waringin



Siang itu, perjalanan menuju ke Jalan Stasiun Timur agak menggerahkan sebetulnya. Matahari bersinar cukup terik ,meningkatkan temperatur di pada Angkutan Umum Sadang Serang ? Stasiun Hall. Kurang lebih perjalanan sekitar 40 mnt berdasarkan Pahlawan hingga sampai ke lokasi.
Ini pertama kalinya saya mengunjungi Sanggar Waringin, berbekal informasi dari teman di KAIL. Begitu sampai di tugu Kereta Api, saya berbelok menuju ke terminal angkutan umum  Stasiun Besar Bandung, di situlah lokasi Sanggar Waringin berada. Melihat bangunan dengan empat papan nama yang salah satunya sangat jelas bertuliskan “Rumah Baca Sanggar Waringin”. Sedangkan, papan nama yang lain bertuliskan : “Rumah Perlindungan Anak”, “SMK Kalam Bangsa 2”, “PKBM Citra Bangsa 4”.

Papan nama di depan bangunan Sanggar Waringin (dok. Kail)


Saat itu, Sanggar Waringin tampak lengang menggunakan beberapa anak-anak berusia sekitar lima tahun berkegiatan pada sana. Ada seorang anak lelaki yang bermain dengan personal komputer satu-satunya yg memang diperuntukkan bagi siapapun yang mau memakai. Ia tampak asyik bermain menggunakan permainan yang terpampang di layar monitor. Sementara ada beberapa anak perempuan yang menonton permainan tadi. Ketika mereka mulai bosan, mereka berkecimpung & menciptakan kegiatan sendiri. Saya meneruskan langkah ke ruangan berikutnya dan bertemu dengan Pak Ana Sumarna yg merupakan salah seseorang penggagas berdirinya Rumah Baca Sanggar Waringin.


Rumah Bagi Anak Jalanan


Bapak Ana Sumarna menceritakan tentang tempat tinggal ini & semangat yang menjiwai berdirinya tempat yg diperuntukkan bagi tumbuh kembang anak-anak pada lebih kurang Stasiun Besar Bandung, atau yang biasa disebut dengan Stasiun Hall.
Tempat yang dikenal dengan nama Sanggar Waringin ini berdiri pada tahun 2010, melalui bantuan berbagai pihak yang diorganisir oleh Pak Ana. Ternyata, Sanggar Waringin bukan sekedar taman bacaan biasa. Terbukti dari  papan-papan nama yang  menunjukkan fungsi lain dari rumah tersebut. Di tempat ini, anak-anak jalanan dapat tidur di malam hari. Setiap malam, selalu ada  yang tidur di tempat itu. Menurut Pak Ana, setiap malam minggu, tempat itu ramai dan banyak yang menginap selepas bermain ataupun bercengkerama.
Mengapa anak jalanan?
Saya mah udah pengalaman hidup di jalan sejak 5 SD, jadi saya tahu gimana gak enaknya hidup di jalan. Anak-anak (di jalan) itu kan modalnya cuma modal nekat aja. Sok bayangin, mereka gak punya apa-apa, mau makan harus cari duit sendiri”
Begitulah penuturan Pak Ana menceritakan awal mula keprihatinan serta kepeduliannya kepada anak-anak jalanan.
?Bukan cuma makan, bila mau tidur, ya tidur aja pada mana mampu. Biasanya ya tidur pada emperan atau pada pinggir jalan, isap asap knalpot. Hidup anak jalanan itu rentan sakit sebetulnya, akan tetapi diabaikan. Akhirnya mereka cara berpikirnya ya mengenai hari ini aja, gimana caranya bisa duit buat bertahan hidup. Kalau misalnya itu, tidak akan terdapat perubahan pada hayati mereka dan akhirnya terjebak di jalan. Makanya aku kemudian mulai mengambil beberapa yg terdapat di lebih kurang sini buat kembali hayati menggunakan ?Sahih?. Saya tawarin sekolah, tinggal sama saya. Akhirnya terbukti sanggup berhasil juga, mereka sanggup tanggal berdasarkan jalanan. Kemarin kami baru ngembaliin dua orang ke kota dari mereka. Anak-anak jalanan yg terdapat di Bandung ini homogen-rata datang berdasarkan luar kota.?
Tutur kata Pak Ana yang halus tentang kehidupan keras jalanan sungguh mengakibatkan cerita ini terdengar unik. Keras dan halus berpadu mendeskripsikan sebuah potret kehidupan manusia perkotaan. Rambut Pak Ana sudah memutih & berdasarkan guratan wajahnya, kita sanggup melihat kerasnya kehidupan yg telah dialami sang beliau.


Kegiatan Positif Bagi Warga Sekitar


Sanggar Waringin hadir tidak sekedar buat anak jalanan saja, namun pula buat warga pada kurang lebih terminal . Di sini anak-anak berdasarkan aneka macam usia dan latar belakang famili mampu berkumpul, berinteraksi & saling menyebarkan pengetahuan dan keceriaan. Masyarakat sekitar juga mampu mendaftarkan anaknya buat bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan Kalam Bangsa dua atau mengikuti PKBM Citra Bangsa 4 yang pula adalah acara kerja sama dengan Yayasan Insan Abdi Bangsa Republik Indonesia (IABRI), yg didirikan sang Bapak Edi Nuryakin. Program kerja sama ini tidak dipungut biaya sama sekali, adalah siapapun sanggup mengikutinya dengan gratis.
Di tempat ini, terdapat beberapa kegiatan rutin yang diperuntukkan bagi anak-anak. Ada les bahasa Inggris, membuat origami, dan kursus tari. Semuanya diselenggarakan pada hari Selasa dan Kamis pada jam 15.00 WIB. Les bahasa Inggris dilakukan di lantai dua yang merupakan atap shelter yang dimodifikasi menjadi tempat yang teduh untuk berkegiatan. Kegiatan membuat origami beberapa waktu terakhir dilakukan bersama dengan orang-orang Jepang yang merupakan kenalan dari Pak Ade, salah seorang pengurus Sanggar Waringin.

Tempat les bahasa Inggris di Sanggar Waringin


Ada pula kegiatan olahraga seperti karate, taekwondo, dan sepak bola yang diselenggarakan pada luar ruang. Karate dan taekwondo bekerja sama dengan perguruan yg berada di lebih kurang wilayah Stasiun Besar Bandung. Kegiatan olahraga ini dilaksanakan setiap hari Sabtu & umumnya diikuti sang anak-anak yang lebih besar .
Selain kegiatan-kegiatan tersebut, terkadang ada juga kegiatan lain yang diadakan atas inisiatif para relawan yang datang, seperti kegiatan Character Building yang diselenggarakan awal Mei kemarin.


Spanduk kegiatan Character Building Festival


Untuk saat ini, Sanggar Waringin belum memiliki kegiatan rutin harian untuk anak-anak yang datang dari pagi sampai  siang. Biasanya yang datang hanya bermain sesuai dengan kehendak hati mereka. Ada pun Kang Dian, yang setiap hari Senin sampai dengan Sabtu selalu berjaga di tempat tersebut, biasanya turut mengawasi dan membantu anak-anak yang datang. Namun peran utama Kang Dian sendiri adalah mengurus administrasi dan menginput data buku-buku yang ada di Sanggar Waringin.
Memang buat energi yg secara rutin mengelola Sanggar Waringin hanya ada 4 orang & nir semuanya bisa hadir setiap hari pada tempat ini.


Sebuah Metamorfosis : Berangkat dari Sejarah Kelam

Dari segi bangunan, rupanya Sanggar Waringin merupakan sebuah kreasi dari Ridwan Kamil yang juga adalah salah seorang pengurus Yayasan Wahana Karya Bhakti Pertiwi. Bangunan ini dulunya berupa bilik-bilik yang dipergunakan oleh berbagai kalangan dunia “hitam” dalam beraktivitas. Mulai dari para maling berbagi hasil curian, preman membagi jatah palakan, sampai pengguna narkoba nyimeng. Bilik-bilik ini terletak di shelter Terminal Stasiun Bandung, sebuah bangunan jaman Belanda yang biasanya difungsikan untuk menanti jemputan ataupun menurunkan penumpang sebelum masuk ke dalam stasiun. Di bawah sheltertersebutlah, Sanggar Waringin mendirikan bangunannya, mengubah bilik-bilik “kelam” menjadi penuh keceriaan anak-anak. Selain itu, atap shelter yang dipakai untuk kursus Bahasa Inggris juga terdapat kolam ikan yang dipelihara oleh Pak Ana. Kolam ini memanfaatkan desain bangunan yang memang terdapat cekungan.





Bila kita berjalan melewati Sanggar Waringin, kita akan menemui beberapa pedagang serta rumah makan yang berjualan sebelum akhirnya menemukan angkutan umum karena memang bersebelahan dengan Terminal Stasiun Besar Bandung. Shelter terminal yang memanjang dimanfaatkan oleh warga setempat menjadi tempat usaha dan tempat tinggal dengan membangun bilik papan. Ada yang membuka warung nasi tegal, menjual gorengan, warung kopi. Sementara bila berjalan ke sebelah kanan Sanggar Waringin, kita akan menemukan sebuah hotel dengan arsitektur Belanda, tampak cukup tua dan kurang terawat. Selain itu, jalanan terminal ini tidak diaspal sehingga ketika hujan akan berlumpur dan bau menyengat karena sampah basah akan bercampur dengan oksigen yang dihirup. Terminal Stasiun Besar Bandung menjadi persinggahan angkot-angkot  dan juga minibus yang melayani rute antar kota dalam provinsi.
Kehadiran Sanggar Waringin yang terletak persis pada samping terminal Stasiun Besar Bandung bagaikan oase yang meneduhkan bagi anak-anak. Jika melihat syarat terminal yg masih jauh berdasarkan kata nyaman, apalagi kondusif sebagai loka bermain anak, Sanggar Waringin memang memberikan ruang bermain yg layak buat anak-anak. Padahal bermain merupakan kegiatan yg krusial untuk tumbuh kembang anak, yg apabila nir terpenuhi akan menjadi problem di lalu hari.



Anak-anak di Sanggar Waringin

Buku-buku di Sanggar Waringin

Belajar komputer di Sanggar Waringin



Penutup


Bermain menggunakan anak-anak pada Sanggar Waringin, buat saya, penuh menggunakan keterkejutan atau boleh juga diklaim ketakjuban. Mendengar kata-istilah misalnya ?Anj#ng? & ?G@bl%g?, keluar berdasarkan verbal anak-anak yang dituturkan pada teman bermainnya merupakan keliru satu pemandangan yang relatif jamak dicermati pada sini. Saya juga takjub mengamati seorang anak bernama Iki yg mampu meminta temannya buat melakukan seperti yg beliau minta, mulai menurut belajar membaca huruf-alfabet , mengembalikan kitab yang sudah dibaca, atau mengingatkan teman-temannya buat tidak melakukan hal-hal yang telah tidak boleh. Usia Iki mungkin baru sekitar 4 tahun. Di sini, mungkin orang akan mengalami keterkejutan lantaran nir biasa melihat perilaku & ungkap kata dari anak-anak yang berkegiatan di Sanggar Waringin. Atau mungkin bersikap biasa-biasa saja lantaran memiliki lingkungan yang seperti misalnya pada Sanggar Waringin.
Untuk itulah, bagi Anda-anda yang memiliki waktu luang, Anda bisa mengisinya dengan bermain bersama anak-anak di Sanggar Waringin. Karena dengan bermain bersama anak-anak, kita turut membantu tumbuh kembang mereka, yang siapa tahu suatu hari nanti adalah calon pemimpin yang membawa perubahan lebih baik bagi negeri ini. Mari bermain ke Sanggar Waringin, Jalan Stasiun Selatan no. 29.

(David Ardes Setiady)






Penulis tertarik menggunakan tema pengembangan diri, menyadari mempunyai sisi introvert yg relatif kuat. Menjejakkan kaki pada Bandung sejak tahun 2003 buat melanjutkan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran. Pernah belajar tentang hipnoterapi yang seutuhnya digunakan membantu orang-orang yang membutuhkan. Saat ini menjadi staff KAIL, secara spesifik menjadi trainer Cara Berpikir Sistem.


Penulis adalah staff Kuncup Padang Ilalang (Kail) Bandung





























































[OPINI] Menimbang Teknologi, Mendampingi Buah Hati : Refleksi atas teknologi dan peran orang tua dalam pengasuhan anak



Di sebuah restoran tempat kami makan, tampak di satu meja sebuah keluarga dimana sang ayah, ibu dan anak-anak mereka membawa gadget-nya masing-masing. Sang ibu tampak sibuk meng-updatelaman Facebooknya. Sang ayah sibuk membalas komentar di Twitter. Anak yang satu asyik ber-whatsapp ria dengan temannya sambil mendengarkan musik di telinganya, sedang dua anak lainnya bermain game di tablet-nya masing-masing. Dan tak heran, begitu makanan datang, tak seorang pun mematikan ‘mainan’nya. Sebuah pemandangan yang tampaknya mulai kerap dan biasa terjadi di banyak tempat makan di kota besar saat ini.


Benarkah ini sebuah gejala kewajaran dalam wajah sosial masyarakat kita?


Di satu kesempatan lain, saya mendapati keponakan saya yang sedang mempersiapkan diri menghadapi ulangan umum. Di telinganya terpasang headphone

dengan lagu-lagu terkini menemani, sebuah laptop menyala dengan laman facebook di depannya. Masih kurang, dengan mobile-phone di tangannya ia sibuk membalas pesan SMS yang masuk. Saya bingung membayangkan bagaimana anak ini bisa belajar dengan semua distraksi di depannya. Kemampuan multitasking yang dia gembor-gemborkan sungguh saya pertanyakan, tetapi saya akui kemampuan switchingperhatian dari satu ke lainnya patut saya acungi jempol.

Namun tak disangkal saya mendapati diri saya merasa ikut bangga ketika seorang teman saya bercerita bahwa putranya yang berusia 11 tahun, sebutlah Anton namanya, mampu memproduksi gambar-gambar arsitektur digital seperti yang dilakukan ibunya yang seorang arsitek. Ibunya mengatakan apa yang dilakukan anaknya adalah hasil proses setahun saat ia belajar di bangku kuliah. Sebuah fenomena yang luar biasa bagaimana kerumitan dunia digital sedemikian cepat bisa diadopsi oleh seorang anak.


Lahirnya generasi digital


Munculnya istilah generasi digital, atau pribumi digital (digital native) lahir pada saat di mana perkembangan teknologi digital sudah menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Generasi digital pribumi ini dalam dua kategori yaitu Generasi Milenia (lahir di antara tahun 1980 dan 2000an) dan Generasi Xers (lahir diantara tahun 1960 dan 1970an). Saya yakin sebagian besar dari pembaca, ada diantara rentang generasi digital ini. Dalam satu dekade terakhir, perkembangan dan penggunaan teknologi sungguh luar biasa dalam setiap aspek kehidupan. Anak-anak ini lahir, besar, dan hidup dikelilingi oleh teknologi yang jauh lebih kompleks dari yang pernah ada dalam sejarah manusia. Pertanyaan kritis yang muncul kemudian adalah apakah ini teknologi ini baik atau buruk untuk diberikan, dan seberapa intensif penggunaannya yang terukur – wajar digunakan anak-anak kita?


Anak-anak digital ini terbiasa untuk mencari informasi, sangat adaptif dengan berbagai perkembangan alat informasi, kemampuan problem-solving, kemampuan melihat detail dan bahkan disebutkan mampu melakukan banyak pekerjaan sekaligus (multitasking). Sel otak anak pun mengalami proses ‘rewiring’, berubah sedemikian signifikan hingga mempengaruhi perilakunya. Mengapa demikian?


Dr Gary Small, dan Gigi Vorgan  dalam bukunya iBrain: Surviving The Technological Alteration in Modern Mind (2009: hal 4-5), menyoroti perbedaan perkembangan dan fungsi otak anak jaman kini dengan kehadiran teknologi ini. Setiap kali mata kita terpapar gambar dari layar komputer atau televisi, impuls cahaya mengirimkan sinyal ke otak melalui saraf optik. Dari saraf optik, neurotransmitter mengirimkan sinyal ke jaringan otal yang lebih kompleks dari neurons, axons, dan dendrites. Jutaan neuron otak kita terpicu dengan reaksi kimia dan listrik yang menghasilkan persepsi atas gambar tadi. Proses ini terjadi dalam hitungan sepersekianribu detik. Persepsi ini yang kemudian menghasilkan respon otomatis fisik atau respon emosional. Paparan yang sering dan konsisten menghasilkan respon yang berulang dan ini bisa menghasilkan sinapsis jaringan otak permanen yang membentuk siapa kita; apa yang kita rasakan, yang kita pikirkan dan apa yang akan kita lakukan. Neuroscientistberhasil memetakan dan mempelajari perubahan signifikan pembentukan kerja otak yang kompleks yakni terbentuknya 1 juta kali 1 miliar sinapsis jaringan otak, yang terbentuk sangat cepat dan menyeluruh. Sebuah titik dimana evolusi otak yang dicapai ribuan tahun oleh sejarah manusia dicapai satu generasi dalam satu dekade.


Teknologi, khususnya teknologi komunikasi dan informasi (information and communication technologies, ICTs) muncul sebagai wujud aplikasi ilmu matematika, sains, seni, dan semua yang terkait dengannya yang dimanfaatkan oleh segenap umat manusia. Inklusi teknologi dilakukan dalam berbagai aspek kehidupan: penguat jaringan sosial, media komunikasi yang efektif, sekaligus sarana pendidikan. Alat-alat komunikasi modern seperti mobile-phone, komputer, tablet, dianggap sebagai alat untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dan mendorong pendidikan. Anak-anak tak lagi membawa kamus yang tebal untuk sekedar tahu arti kata – mereka cukup memasukkannya ke kamus online dan dalam hitungan detik, mereka mendapatkan arti dari kata yang mereka cari.


Berbeda dengan media televisi yang satu arah, ICT khususnya internet memberikan sejumlah jawaban bagi berbagai keingintahuan mulai dari mencari berbagai informasi terbaru dan menjadi trend, sekedar untuk hiburan hingga tempat bersosialisasi. Ribuan paparan informasi, foto, video akan hadir hanya dengan menuliskan kata kunci pada mesin pencari seperti Google, atau Ask.com, dan semua jawabannya akan langsung hadir di depan mata. Kecepatan dan efektivitas menjadi sedemikian penting dalam pertarungan teknologi menyangkut tarik-menarik pencarian dan pemrosesan informasi.


Namun, di balik kemampuan adaptasi tinggi terhadap teknologi yang dimiliki generasi digital ini, pertanyaan mendasar lainnya adalah bagaimana dengan kemampuan berpikir mereka yang disertai dengan pemahaman terhadap konteks dan penilaian moral yang baik? Kemampuan berpikir, yaitu kapasitas untuk berefleksi, menganalisis dan menarik kesimpulan berdasarkan pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh anak dengan usia yang barangkali sudah matang secara teknologi, umumnya masih jauh dari matang secara emosional.


Suka atau tidak, kita sebagai orang tua haruslah melihat fenomena ini lebih mendalam. Perdebatannya sudah tidak melulu soal baik-buruknya penggunaan teknologi, tetapi bagaimana menggunakannya sebijaksana dan seaman mungkin. Pertanyaannya: Mampukah kita sebagai orang tua mendampingi anak-anak kita untuk berelasi dengan teknologi sebijak mungkin?


Orangtua di jaman transisi


Faktanya, kini kita sebagai orang tua juga tengah mengalami transisi jaman. Ada kalanya kita mengalami ‘frustrasi teknologi dan media’ –saat kita kewalahan tak mampu mengikuti perkembangannya. Frustrasi teknologi mengakibatkan kita menolak untuk memahami perubahan-perubahan jaman yang pelan-pelan meninggalkan kita: ketidaksiapan kita untuk selalu paham dengan informasi terbaru. Namun di sisi lain, gejala euforia teknologi terlihat mewabah di kalangan orang dewasa –ketika kita merasa semua persoalan bisa diatasi dengan teknologi. Namun, alih-alih memanfaatkan teknogi dan media sebagai sarana dengan tujuan mulia, kita tenggelam dalam hiruk pikuk gadget terbaru, ber-facebook ria dengan tak kenal lelah dan menjadikan dunia maya senyata mungkin. Perilaku bermedia dan bergadgetini tentu akan disaksikan oleh anak-anak kita. Mereka akan dengan sangat mudah menirukan dan mengidentifikasi diri seperti orang tuanya.


‘Generasi layar sentuh’ kini makin muda sebanding dengan makin banyaknya orang tua yang memiliki kemampuan finansial mulai memberikan tablet pada anak-anak mereka  yang berusia di bawah 5 tahun. Usia umum pengguna gadget, seperti iPad atau tablet,yang termuda saat ini adalah dari usia 2 tahun. Babysitter elektronik yang satu ini kini bagaikan magnet yang akan membuat anak sibuk bermain sendiri. Berbagai situs maupun aplikasi dengan embel-embel ‘edukatif’ dengan harga terjangkau dan mudah diakses kini sudah biasa menjadi teman bermain anak-anak ini. Batita dan balita kini tidaklah terlalu merepotkan orangtuanya dengan kehadiran iPad dan tablet. Mereka tidak lagi membuat kotor dan berantakan rumah. Gadget seperti iPad dan mobile phone yang memuat sejumlah permainan online di dalamnya, terdengar TMTS – ‘too much, too soon’, yakni efektif menyibukkan anak namun menimbulkan adiksi (kecanduan), hingga dalam parameter tumbuh kembang anak digital sekalipun, hal ini perlu mendapat perhatian khusus para orang tua.






Murid TK belajar membuat huruf melalui aplikasi pendidikan usia dini dengan telepon selular bantuan dari Nokia di TK Penuai di kawasan Ujung Berung, Bandung, Jawa Barat, Kamis (29/3). TEMPO/Prima Mulia
Sumber http://www.tempo.co/read/news/2012/07/17/174417417/6-Kebiasaan-Lama-yang-Membantu-Anak-Sukses
Lalu bagaimana dengan media sosial dan remaja? Remaja usia belasan tahun adalah target teknologi yang saat ini meningkat dengan pesat dalam enam tahun terakhir. Menurut sebuah studi yang dipublikasikan oleh Pew Internet Research, pengguna social media oleh remaja meningkat tajam dari temuan pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 2006. Tentu ini membawa risiko karena mereka meletakkan di domain publik berbagai hal yang bersifat privat/pribadi seperti penggunaan identitas asli dalam profil mereka seperti foto asli, nomor handphone, status relasi, hingga mengunggah video pribadi mereka[1].


Facebook kini menjadi platform yang sangat dominan bagi para remaja sebagai ruang ‘manajemen reputasi’. Remaja seakan punya dunia sendiri untuk membentuk reputasi diri, mengatur jaringan, membagi informasi secara terbuka, menutupi informasi yang tidak ingin diketahui oleh jaringan teman mereka. Bahkan mereka mau menanggung ‘drama’ dalam ber-sosial media, karena dengan mudahnya mereka bisa menghilangkan orang dan teman yang tidak diinginkan. Itu semua dilakukan hanya dengan modal tingkat kepercayaan diri yang tinggi dan kemampuan setting teknis yang sederhana. Antusiasme pada media sosial yang satu ini tak jarang adalah untuk tujuan pengakuan eksistensi atau sekedar partisipasi agar tak dirasa ketinggalan jaman. Sebanyak 52% dari para remaja yang disurvey mengatakan bahwa mereka merasa dunia maya ini menjadi semacam tempat pelarian (escapism) yang paling mudah bagi para remaja untuk memproyeksikan diri mereka.






Sumber: http://www.greenbook.org/marketing-research.cfm/millennial-cause-study

Dalam jaman yang bertransisi seperti ini, apa tantangan bagi orang tua dalam membesarkan si buah-hati?


Membesarkan anak dalam serbuan media: Tantangan orangtua jaman ini


Sebagai orang tua, kita sendiri mengalami masa dimana adopsi teknologi belum dicapai dengan kesadaran yang sesungguhnya diperlukan: yakni ‘merangkul sekaligus berjarak’ dan ‘memanfaatkan sekaligus kritis’ dalam pengunaannya. Yang kita harapkan adalah agar anak-anak dapat bertanggung jawab dengan apa yang mereka lakukan di dunia online. Ketika kita mengenalkan anak-anak kita pada televisi, komputer dan berbagai teknologi komunikasi tersebut, kita mempertaruhkan hal yang sungguh besar jika mereka tidak kita lengkapi dengan pengaman kesadaran dan tanggung jawab. Pengalaman hidup nyata yang otentik, yang melibatkan semua panca inderawi amat dibutuhkan karena ia menjadi fondasi membangun generasi muda yang sehat dan berwawasan kuat. Kita ingin agar kapasitas anak yang masih murni ini tetap terlindungi dan tidak semata-mata menjadi konsumen gaya hidup yang artifisial, korban adegan kekerasan dan seksual atau target pasar yang menjanjikan.


Literasi media perlu terus diberikan orang tua selama mendampingi anak menonton, ber-internet atau bermain games. Waktu dan perhatian adalah kata kuncinya. Bersama anak mengeksplorasi berbagai pertanyaan mereka dan mengenalkan bagaimana cara mencari jawabannya. Kehadiran orang tua diperlukan untuk menjadi teman diskusi antara apa yang disebut realitas dan ‘make-believe’ – selain kita sendiri sebagai orangtua juga perlu memasukkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang kita percaya dan ingin anak-anak kita hidupi. Pendidikan ber-media akan sangat membantu anak untuk memberikan perlindungan keamanan pada anak-anak kita. Anak-anak perlu mengenali pesan media, membaca dan menjadi kritis dalam proses menginternalisir pesan tersebut. Orang tua perlu terus mendampingi dengan menjadi teman diskusi untuk mengolah pesan-pesan tadi agar anak semakin mawas dan terampil mengambil mana yang yang baik dan meninggalkan yang tidak sesuai nilai.


Dr Larry Rosen dalam bukunya Me, MySpace and I (2007), merekomendasikan rasio 1:5, dimana setiap menit yang digunakan untuk penggunaan teknologi dikompensasi dengan 5 menit waktu untuk melakukan kegiatan nyata seperti berinteraksi dengan orang lain, bermain di alam terbuka, berolahraga, melakukan permainan yang mendorong imajinasi dan kreativitas, mengasah kepekaan sosial, yang semuanya itu berguna untuk menenangkan aktivitas otak. Rekomendasi lamanya permainan untuk anak dibawah 4-5 tahun adalah selama 30 menit permainan gadgetdiseimbangkan dengan 150 menit untuk melakukan aktivitas nyata seperti di atas. Rasio ini berkembang saat anak memasuki usia remaja, yaitu 50:50.


Hal lain yang bisa dilakukan secara praktis oleh orang tua tentu dengan menyediakan akses internet di rumah yang bertujuan agar pengawasan lebih terjamin. Dengan ini anak tidak perlu keluar untuk mengakses internet –misalnya ke warnet atau ke rumah temannya—dan orang tua dapat mengawasi semua yang dijelajah anak. Tempatkan akses ini di ruang yang dapat dilihat oleh banyak orang, misalnya ruang tengah. ‘Parental lock’ dapat pula membantu proses pengawasan untuk berbagai situs yang tidak layak diakses anak. Yang jelas, konsistensi dalam keterbukaan antara orang tua dan anak sangat vital misalnya dalam mengatur kesepakatan durasi waktu penggunaan, batasan antara content yang boleh diakses dan tidak.


Melek teknologi – sebuah catatan akhir


Orang tua wajib melek teknologi dan media. Kita, para orangtua, kini tengah hidup dalam jaman di mana perkembangan teknologi dan media tidak sepenuhnya kita sadari dan kuasai. Maka proses mempelajari kembali (re-learn) menjadi penting untuk kembali menjadi tuan atas teknologi yang berkembang sedemikian pesat. Tidak bisa lagi orang tua sekedar mengikuti – orang tua juga perlu memandu dan bahkan harus menjadi model bagi anak-anak mereka dalam menyeimbangkan aktivitas sehari-hari antara hidup online dan hidup nyata off-line.


Sebagai catatan berbagi: Kami sendiri adalah keluarga yang sangat terbuka dengan teknologi. Sikap kami jelas, bahwa teknologi adalah sarana mencapai tujuan, sehingga penggunaannya sedapat-dapatnya untuk tujuan baik. Pengenalan teknologi secara bertahap dan keseimbangan aktivitas baik online dan offline dalam proporsi kebutuhan menjadi perhatian utama kami. Kini anak kami yang berusia 8 tahun pun mulai terbiasa dengan penguasaan teknologi digital. Sebagai sebuah konsekuensi tinggal terpisah dengan ayahnya, kami menggantungkan komunikasi kami lewat skype atau facetime. Dia aktif menggunakan email untuk mengirimkan laporan belajar dan memperlancar komunikasi lewat tulisan. Kami juga memanfaatkan teknologi dalam berkomunikasi dan berjejaring untuk kegiatan belajar, juga dalam memenuhi kebutuhan materi pendidikan rumah (home education) bagi anak-anak kami. Tentu kami mengharapkan agar jika waktunya tiba, mereka siap untuk hidup dengan penuh tanggung jawab, di mana pikiran dan tindakan adalah hasil dari proses internal yang matang dalam berinteraksi dengan teknologi.

Di ujung catatan ini, perkenankan saya membagikan sebuah refleksi: Sebagai orang tua, kita harus terus mempersiapkan anak-anak untuk memiliki kepercayaan diri, bersikap dan berpikir etis, mampu menghargai perbedaan agar mampu mengatasi persoalan di depan mereka. Inilah tugas terberat kita, karena kehidupan bermasyarakat yang modern tidak melulu soal teknologi eksternalnya. Seperti yang dikatakan Lowell W, Monke, “Ironi masyarakat post-modern adalah bahwa untuk menyiapkan anak-anak di masa depan yang berteknologi tinggi, kita mesti memusatkan perhatian pada pemahaman tentang apa itu menjadi manusia, yang hidup dan menjadi bagian dari komunitas sosial dan biologis – sebuah upaya di mana teknologi bukan makin menjadi jawaban, melainkan menjadi masalah.” (***)

(Dominika Oktavira Arumdati)

Penulis adalah seorang ibu rumah tangga purnawaktu dan menjalankan home education bagi kedua anaknya. Saat ini, ia sedang merintis pengembangan Komunitas Masyarakat Mandiri untuk Indonesia bagi pemberdayaan petani lokal dan Komunitas anak 'Akar Wangi', yang bergerak dalam pendidikan seni, lingkungan dan literasi digital untuk anak. Ia juga aktif terlibat dalam gerakan permakultur dan saat ini sedang fokus membangun landsekap percontohan. Penulis bertempat tinggal di Yogyakarta.






[1] Lihat http://www.pewinternet.org/Reports/2013/Teens-Social-Media-And-Privacy/Summary-of-Findings/Teens-Social-Media-and-Privacy.aspx#footnote2

































































































[TIPS] Membangun Kepedulian Sosial pada Anak



Perkembangan teknologi yg begitu cepat, seakan mengubah pola kehidupan kita. Alih-alih memperhatikan sekitarnya, perhatian orang-orang waktu ini sepertinya lebih poly tersedot oleh telpon genggam yang semakin sophisticated, atau tablet & tab yang semakin mini ukurannya sehingga mudah dibawa ke mana-mana & digunakan setiap saat. Tampaknya kemajuan teknologi belum diimbangi dengan peningkatan kecerdasan sosial, sehingga muncul kenyataan tadi.
Masalah kepedulian sosial sebenarnya bukan masalah  baru yang  muncul bersamaan dengan masalah penggunaan “gadget” yang tidak pada tempatnya. Masalah ini muncul tidak kenal waktu, ketika seseorang belum memiliki kecerdasan sosial yang cukup.
Sebenarnya masih banyak hal lain di luar pengaruh gadget yang mencerminkan bagaimana kepedulian seseorang terhadap lingkungannya. Namun, daripada meributkan kondisi yang ada saat ini, mungkin lebih baik kita fokus kepada anak-anak yang ada saat ini, bagaimana membangun sikap peduli sosial, dan bagaimana menanamkannya  sehingga kelak mereka memiliki kesadaran untuk berkontribusi pada sesama.
Howard Kirschenbaum membicarakan, hampir semua masalah pada kehidupan terkait

dengan pendidikan nilai & pendidikan moral. Pendidikan seperti inilah yang cita rasanya luput menurut sistem pendidikan formal kita karena seluruh yg diukur hanyalah kecerdasan akademis.
Rasa peduli terhadap orang lain tidak dapat dibangun hanya dengan menaruh simpati saja. Kita perlu rasa yang lebih kuat untuk menggerakkan tindakan berbagi dari sekadar jatuh kasihan.  Kita harus peka, kemudian berempati yang menggerakkan kita memberikan kontribusi.
Kalau kita cermati, ada dua hal yang memiliki peran paling besar dalam menanamkan kepedulian seorang anak terhadap lingkungan sekitarnya, yaitu keluarga dan lingkungan. Fondasi utamanya tentu lingkaran keluarga. Namun, sebagai tempat dimana  anak banyak belajar dan menghabiskan waktunya, sekolah memiliki peranan yang penting dalam membangun kepedulian sosial.




Sumber :http://earlychildhoodeducation.Vanguard.Edu




Membangun Empati dalam Anak
Empati. "Put ourselves in others shoes". Kita berusaha memahami perasaan dan sikap orang lain, dan peduli kepadanya. Definisinya sangat mudah kita pahami. Tapi apakah mencerna dan melakukannya sesederhana itu?
Sangat mudah membaca kemampuan anak untuk berempati. Di rumah, sikap anak dalam merespon anggota keluarga yang ada di rumahnya, hingga bagaimana ia bersikap kepada ART (Asisten Rumah Tangga), supir, tukang kebun, bahkan tetangga dan penjaga warung, dapat menggambarkan kecerdasan sosialnya. Di sekolah, dinamika kelas sangat mencerminkan kecerdasan sosial para siswanya. Kegiatan yang menumbuhkan rasa empati dan menghargai untuk menghindari kasus bullying di kelas, belajar bersama anak berkebutuhan khusus, bisa menjadi sumber belajar istimewa yang membangun kehidupan sosial anak di sekolah. Perhatikan saja perilaku dan caranya menyelesaikan permasalahan sehari-hari.
Memang beberapa orang lebih mudah berempati menurut yg lain. Tetapi saya yakin yg penting merupakan bukan gampang atau sulit, tetapi bagaimana caranya buat lebih empatik. Banyak hal yang dapat dilakukan buat membentuk rasa empati pada anak-anak, sebagai akibatnya mereka bisa menjadi orang yg memiliki kasih sayang terhadap orang lain.
Dalam wawancara dengan tvo, sebuah stasiun televisi pada Canada, Mary Gordon, penulis kitab "Roots of Empathydanquot; menyampaikan bahwa secara alamiah anak-anak lahir dengan kapasitas ikut merasakan. Lantaran didikan atau lingkungan, kapasitas berempati ini mampu maksimal berkembang, atau malah menipis. Kalau anak nir punya model, pula menipis.
Sebenarnya tidak sulit mengasah kepekaan sosial pada anak, karena pada dasarnya anak merupakan makhluk yg penuh rasa ingin tahu. Rasa ingin memahami akan sekitarnya itulah yang lalu dicernanya sebagai sebuah kepedulian.
Mengasah kepedulian sosial nir mengenal umur. Saat mendampingi anak-anak belajar empati, orang tua pun banyak belajar dan diingatkan pula. Tidak ada istilah terlambat & berhenti buat membuatkan kepedulian sosial, lantaran hingga kapanpun pun kita akan selalu berhadapan dengan perseteruan sosial yang semakin berkembang.
Banyak sekali cara untuk mengembangkan kepedulian sosial. Hal yang sederhana adalah mendongeng dan menggali nilai-nilai dari dongeng. Bermain peran, salah satu kegiatan yang menyenangkan untuk anak dan mudah untuk melihat bagaimana seorang anak memasukkan dirinya dalam satu kondisi tertentu. Bermain peran tidak harus dilakukan di sekolah, bisa juga dilakukan di rumah. Bermain peran tentang kehadiran anak baru yang datang ke kelas mereka bisa menjadi salah satu pencegah bullying. Setelah bermain peran, diskusikan sikap-sikap yang mereka perlihatkan dan alasannya.
Pada anak-anak yang telah mulai berkiprah dewasa, aktif pada organisasi dapat membuatkan kepedulian anak terhadap teman-temannya & menaikkan kemampuan berinteraksi dengan poly orang. Anak jua semakin mandiri memecahkan konflik.



Sumber :http://sem-ya.Com.Ua



Membaca & Mendengar dengan hati


Menurut saya, salah satu laboratorium terasyik buat mengasah kepekaan sosial menurut mini merupakan transportasi umum, seperti angkutan kota (angkot) yg sebagai moda mobilisasi yg paling aku sukai. Kita nir akan pernah menjumpai satu keadaan yg sama di angkot. Setiap saat selalu berubah, dengan beragam orang yg keluar masuk tanpa bisa kita pilih. Sering mengajak anak memakai angkot buat bepergian nir hanya mengajarkan anak menjaga diri, tetapi juga memberikan pelajaran kepada anak tentang menempatkan diri dan bersikap. Contohnya saat menggunakan tas punggung, tasnya dipangku agar kita dapat duduk menyandar & kaki kita nir menghalangi jalan. Seperti juga kita harus menunggu orang keluar terlebih dahulu sebelum kita masuk atau bergeser agar orang yang baru masuk gampang duduk.
Mendampingi anak memahami, mengolah, dan memecahkan permasalahan yang terjadi dalam kesehariannya sangat membantu mereka mengembangkan empati dan kepedulian terhadap orang lain.  Orang tua dan guru hanya perlu memberikan anak kesempatan untuk itu,  karena secara alami, anak-anak memiliki kemampuan dan naluri untuk merefleksikannya.
Menurut Stan Baker, seorang praktisi pendidikan dari Safe Caring and Restorative Schools di Kawartha Pine Ridge District School Board, Kanada, tahap pertama dalam membangun empati adalah meningkatkan kemampuan mendengar. Hal ini terlihat mudah, namun dalam kenyataannya terkadang tidak semudah itu menjadi pendengar yang baik. Kemampuan mendengar ini adalah hal yang paling nyata dan efektif untuk mengajarkan anak-anak (juga orang dewasa) untuk lebih empatik.  Setelah itu, pendampingan sebagian besar dilakukan hanya dengan memancing mereka dengan beberapa pertanyaan ketika anak mengalami suatu kejadian.
Menurut saya, nir hanya mendengar tetapi juga membaca. Tidak sekadar mendengar dan membaca menggunakan indera pendengaran & mata kita saja, tetapi juga dengan hati. Ketidakpedulian kita terjadi sesederhana ketika kita nir mendengar dan tidak melihat.
Ada enam pertanyaan mendasar yang membantu anak mengambil pelajaran menurut pengalamannya.


  • Apa yang terjadi?
  • Mengapa anak melakukannya?
  • Apa yang ia pikirkan saat melakukannya (atau setelah melakukannya)?
  • Siapa yang terkena akibatnya?
  • Mengapa orang-orang tersebut terkena akibatnya?
  • Dan pertanyaan paling penting adalah apa yang perlu ia lakukan untuk membuat semuanya lebih baik?
Hal yg penting, kita menanyakannya dengan perilaku netral, tanpa menghakimi atau menyalahkan. Lantaran emosi, guru atau orang tua kadang menyampaikannya menggunakan nada tinggi, sehingga anak merasa disalahkan atau dihakimi lalu menutup diri & defensif. Kita pula perlu menahan diri ketika anak masih emosional lantaran ketika itu anak sebagai defensif dan sulit buat diajak bicara. Saat kejadian, tangani yg perlu, nanti dibicarakan lagi jika sudah berkurang emosinya dan berkurang defensifnya. Jika anak telah bisa dan terbiasa memasak pengalamannya, ia pun memiliki pencerahan buat terus mengambangkan kepedulian sosialnya, & nir menjadi hal yang dogmatis.




Sumber :http://www.Telegraph.Co.Uk




Penutup
"The attitude that you have as a parent is what your kids will learn from, more than what you tell them. They don't remember what you try to teach them. They remember what you are."
Petikan menurut Jim Henson di atas seperti cermin buat kita. Apakah kita ?Sebagai orang tua, sebagai bagian menurut masyarakat- telah cukup peduli dengan lingkungan lebih kurang kita? Apakah kita terus mengasah kemampuan kita buat berempati dalam lingkungan kita? Karena sebenarnya anak-anak perlu contoh buat mencerna apa itu kepedulian sosial. Anak-anak punya sistem sendiri tentang mencerna pengalamannya. Kita hanya perlu membantu mereka agar bisa memahaminya & berbuat buat sebuah keadaan yg lebih baik menggunakan sebagai model.
Semoga ketika kita ingat bahwa satu aksi mini yang dilakukan beserta dapat menggerakkan rakyat, kita nir merasa kelelahan sendiri buat terus melakukannya. Dan semoga, kita tidak sulit bertemu dengan anak yg dengan tulusnya memperlihatkan bantuan, ?Kamu kenapa? Sini saya bantu!?


Referensi :
Gordon, Mary, Baker, Stan. The Importance of Teaching Kids Empathy. Tvoparents.Tvo.Org.
Kirschenbaum , Howard. 1995. "100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools and Youth Settings". Massachusetts : Allyn & Bacon


(Ardanti Andiarti)



Penulis adalah seorang yang menikmati hidup di dunia pendidikan. Setelah bertualang melalui beberapa pekerjaan, akhirnya menetapkan diri untuk berlabuh di dunia pendidikan. Pernah menjadi pengajar di Rumah Belajar Semi Palar, Bandung dan aktif dalam beberapa program pendidikan, di antaranya menjadi kurator Bincang Edukasi Bandung, fasilitator program anak di Sahabat Kota, menjadi co-trainer di Program Sekolah Sobat Bumi.






























































Sabtu, 04 Juli 2020

[MEDIA] Berinternet Bersama Anak



?Didiklah orang belia menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun dia nir akan menyimpang berdasarkan jalan itu? (Proverb)


Teknologi itu seperti pedang bermata dua, sanggup membangun dan sebaliknya mampu juga menghancurkan. Semuanya bergantung dalam bagaimana kita menggunakannya. Dalam hal teknologi internet, kami memilih buat memanfaatkannya bagi pendidikan anak-anak kami.


Kami tidak menyediakan televisi di tempat tinggal semenjak anak-anak masih kecil. Sebagai sarana belajar

anak-anak pada tempat tinggal , kami menyediakan mainan, buku-kitab , dan vcd/dvd (sebelum ada internet). Setelah akses internet terbuka, selain buku & mainan, anak-anak kami ajak untuk memanfaatkan internet sebagai sarana belajar & bermain/hiburan.

Selain untuk bermain, internet merupakan wahana belajar bagi anak-anak kami. Kami mampu mengunduh worksheet-worksheet dari internet buat dikerjakan anak-anak. Mereka jua bisa belajar secara online dari internet, baik pelajaran rutin sehari-hari contohnya matematika, juga keterangan-informasi yg ingin mereka ketahui. Contoh: kalau mereka sedang suka dengan kereta api & ingin tahu berita tentang kereta api, ad interim kami tidak sanggup menaruh penjelasan yang lengkap, maka kami membantu anak-anak mencarinya pada internet.


Beberapa website/situs yang acapkali dibuka oleh anak-anak kami akhir-akhir ini merupakan :
  • Di www.kidzui.com anak-anak bisa main game dengan aman tanpa gangguan iklan-iklan dewasa. Selain itu, mereka juga bisa menonton video anak-anak di www.zui.com.
  •  Untuk belajar matematika dan bahasa Inggris dapat menggunakan www.ixl.com . Pembelajaran dikategorikan sesuai usia, dari pre-school hingga kelas 8. Terdapat pula kategorisasi aljabar dan geometri.
  • Untuk mempelajari bahasa, kami menggunakan website www. duolingo.com . Di website ini, kami dapat mempelajari berbagai bahasa secara online, antara lain bahasa Spanyol, Jerman, Italia dan Inggris.
  • Untuk belajar membuat game dan animasi online, anak-anak menggunakan website http://scratch.mit.edu .
  • Keahlian mengetik dengan sepuluh jari juga dapat dipelajari di www.bbc.co.uk/schools/typing .
  • www. littlealchemy.com menyajikan aplikasi online sederhana untuk mempelajari bagaimana terbentuknya berbagai elemen di bumi atau terbuat dari elemen apa sajakah sebuah benda
  • www. animaljam.com , sebuah website yang menyajikan permainan secara online sekaligus pembelajaran tentang hewan-hewan. Website ini didukung oleh National Geographic Kids. Jadi, selain permainan, mereka juga menyediakan fakta ilmiah tentang alam. Bagusnya lagi, website ini menyediakan ruang bagi para orang tua untuk melakukan follow up ataupun mendampingi anak-anak dalam melakukan permainan di website tersebut.
  • www.starfall.com merupakan game online edukatif yang menyediakan pembelajaran sambil bermain bahasa inggris disertai dengan cara pengucapannya.
  • www. e-learningforkids.org menyediakan pembelajaran secara online meliputi matematika, sains, kesehatan, lingkungan, seni dan bahasa serta komputer.
  • www.langitselatan.com menyediakan beragam informasi tentang ilmu astronomi.
  • Beberapa video di www.youtube.com juga bisa menjadi bahan pembelajaran, baik bahasa, sains, maupun craft.

Belajar pemrograman berdasarkan internet, dokumen eksklusif



Belajar mengetik sepuluh jari menurut internet, dokumen pribadi



Seiring dengan pertumbuhan dan peningkatan pemahaman anak-anak, mereka mulai bisa mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Mereka tinggal mengetikkan kata kunci pada mesin pencari, lalu semua informasi yang dibutuhkan akan muncul di depan mata. Pada saat ini kami harus lebih hati-hati dan memberikan wawasan, agar mereka tidak membuka situs-situs yang tidak pantas dibuka. Selain itu, jika ada situs yang meminta anak untuk melakukan pendaftaran/sign-up, kami menekankan bahwa orang tua harus mengetahui nama dan password mereka, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti cyber bullying.


Semua komputer di tempat tinggal diletakkan pada satu ruangan terbuka, sebagai akibatnya kami mampu mengetahui setiap kali anak-anak mengakses internet. Orang tua perlu mengetahui situs-situs internet yang diakses sang anak-anak. Kadang-kadang kami menonton beserta, main beserta, & mendiskusikan beserta game-game yang dimainkan anak-anak & film yg mereka saksikan.


Teman-teman dan komunitas adalah faktor pendukung pada pembelajaran anak-anak kami. Mereka sebagai sumber kabar dan pendukung baik secara real juga impian. Lewat internet, kami mampu memperoleh warta mengenai situs-situs yg bermanfaat bagi anak-anak kami. Anak-anak bisa jua belajar secara online menurut teman-sahabat kami yang mempunyai kapasitas dan menguasai kecakapan atau topik tertentu. Bahkan anak-anak juga sanggup bergantian mengajar satu sama lain tanpa harus bertemu secara fisik. Semua berkat donasi internet.


Hal yg paling sulit kami lakukan merupakan membatasi saat anak-anak bermain internet. Ini dikarenakan kami menjadi orang tua juga termasuk orang-orang yang suka duduk di depan komputer selama berjam-jam. Kami menyadari bahwa hal ini sebenarnya nir seimbang, & hingga ketika ini berusaha buat mengantisipasi ketidakseimbangan ini dengan banyak sekali aktivitas lain. Bermain sepeda, membaca, jalan-jalan, melakukan permainan lain, hingga menciptakan jadwal, sudah kami coba untuk mengurangi waktu pada depan personal komputer . Kadang-kadang berhasil, akan tetapi tidak sporadis usaha ini gagal. Sampai saat ini kami masih belajar dalam hal ini.


Akhir kata, hal terpenting yang perlu selalu diingat merupakan teladan orang tua. Anak mungkin tidak selalu mendengarkan nasihat-nasihat orang tuanya, tetapi mereka melihat konduite ayah dan ibunya , menyimpan semua dalam benaknya, lalu menirunya. Kalau orang tua memiliki kebiasaan baik pada hubungan dengan internet, anak-anak jua akan meneladani orang tuanya, demikian juga kebalikannya.


(Agustein Okamita)



Penulis adalah relawan Kail untuk program  Hari Belajar Anak, juga merupakan ibu dari dua anak homeschooler.




































[MASALAH KITA] Mempersiapkan Anak Menghadapi Tantangan Jaman



Pengantar

Ibu EG memiliki seorang putri yang berusia 7 tahun . Akhir-akhir ini putrinya menggemari makanan-makanan yang dijajakan di sekolah. Biasanya Bu EG  menyiapkan bekal makanan dari rumah untuk putrinya, namun karena ada teman sekolah yang sesekali merayakan ulang tahun dan memberikan bingkisan ulang tahunberisi makanan ringan, putrinya pun mau tidak mau berkenalan dengan makanan tersebut. Awalnya Bu EG langsung menyeleksi makanan-makanan itu karena khawatir dengan kandungan seperti MSG, pengawet, dan pewarna. Akan tetapi dengan pertimbangan untuk mendidik anaknya mengenai rasa dan kesehatan makanan, Bu EG mengizinkan putrinya untuk mengonsumsi makanan seperti itu namun dibatasi dan diberikan pengertian agar menyadari dampak makanan tersebut pada dirinya. Dengan penerapan disiplin tersebut, Bu EG berharap putrinya akan tetap lebih memilih makanan rumahan daripada yang dijajakan di sekolah.


Berbicara mengenai tumbuh kembang anak, berdasarkan masa ke masa, memiliki tantangannya masing-masing;

mulai dari pola pengasuhan, pendidikan, lingkungan, & teknologi. Setiap generasi menghadapi masalah & tantangannya masing-masing, begitupun menggunakan orang tua dan anak di masa kini , yang kita rasa mungkin akan semakin berat ke depannya. Seperti yg dihadapi oleh Bu EG, tantangan yg beliau hadapi menjadi orang tua adalah menanamkan pemahaman soal makanan sehat kepada putrinya, ad interim lingkungan sekolah umumnya tak jarang dijejali dengan pedagang makanan yg nir kentara kandungannya. Orang tua dimanapun mengharapkan anak-anaknya berada dalam keadaan sehat, tumbuh dengan penuh kebahagiaan. Namun, lingkungan terkadang tidak turut mendukung.

Selain di pada keluarga, tumbuh kembang anak juga dipengaruhi sang lingkungan tempatnya dibesarkan. Lingkungan yg nir mendukung, sanggup mengakibatkan anak tumbuh lebih cepat dari usianya karena mencontoh perilaku yang belum ia mengerti. Atau malah menyebabkan anak tumbuh lebih lambat lantaran tertahan oleh aneka macam macam larangan. Yang relatif sering kita lihat kini ini adalah perilaku anak-anak yg tampak misalnya orang dewasa. Mungkin kita akan tertawa geli melihat konduite demikian karena situasi tersebut dicermati aneh. ?Anak-anak tapi perilakunya sok telah dewasa?, mungkin itulah pikiran yang mengiringi reaksi geli kita. Tapi apakah Anda masih akan tertawa bilamana mendapati anak perempuan berusia 6 tahun yg lebih seringkali berbicara mengenai pacaran, ciuman, & bagaimana bersikap pada versus jenis? Anak perempuan ini dari luar tampak seperti anak-anak pada umumnya, yg bermain kejar-kejaran atau bermain kiprah. Tidak terdapat yang tidak sama jika hanya melihat sekilas, tetapi pada saat dilihat lebih jauh, apa yg beliau bicarakan benar-benar mengejutkan. Seolah-olah dia sudah tahu apa yang dimaksud dengan pacaran ataupun ciuman. Lalu mengapa anak perempuan ini mampu berbicara misalnya itu?


Anak-anak merupakan makhluk pembelajar yg luar biasa, begitupun menggunakan anak wanita tersebut, dia menilik semuanya itu dari apa yang dia lihat. Di lingkungan tempatnya tumbuh, seringkali kali beliau mendapati orang-orang dewasa mengumbar kemesraan. Ditambah dengan anak-anak remaja yang sedang puber, bergaya menggunakan dandanan yang menor, anak perempuan itu menyaksikannya. Kemudian ditambah lagi dengan tontonan sinetron yg sangat nir mendidik, jadilah anak wanita itu benar-sahih dipenuhi menggunakan fakta yang belum sahih-benar dia pahami, tapi dia serap menggunakan baik.


Ada pula kasus seorang anak laki-laki yang getol bermain game online pada warnet (warung internet), yang harus dijemput orang tuanya buat pergi. Anak itu menghabiskan semua uang saku hadiah orang tuanya hanya buat bermain game online, sekalipun lapar, beliau akan menahannya hanya demi bermain game online. Ataupun anak-anak yg gemar bermain Playstation (PS) berjam-jam, tidak ingat makan dan minum.


Kasus-perkara demikian, menjadi keprihatinan bersama yg mengundang tanya, apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan kita?

Tantangan bagi  para orang tua masa kini



Tim KAIL sudah melakukan wawancara dengan orang tua yg memiliki anak dengan rentang usia 1 ? 13 tahun. Wawancara ini dilakukan buat melihat, tantangan misalnya apa yang dihadapi oleh para orang tua tersebut. Ada lima orang yang sudah bersedia menjadi responden dalam wawancara ini, menggunakan komposisi 4 orang bunda & 1 orang ayah.


Para responden menjawab bahwa tantangan yang dihadapi mereka menjadi orang tua, meliputi pendidikan, perkembangan teknologi, tontonan televisi, lingkungan pergaulan, & kuliner.
Tantangan pendidikan yang dirasakan oleh para responden terkait bagaimana anak-anak dididik sesuai dengan usia dan tahapan perkembangannya, serta memastikan bahwa anak-anak mereka mendapatkan cukup kasih sayang dalam proses pendidikan tersebut.  Pendidikan di rumah dipandang sebagai hal yang sangat penting dalam mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi berbagai tantangan ke depannya. Yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah menjalankan peran sebagai teman yang turut serta mendukung proses belajarnya. Walau ada yang merasa dukungan tersebut tidak selalu berhasil, tapi hal tersebut tetap diberikan agar anak-anak senang dengan kegiatan belajar.


Tantangan dari perkembangan teknologi adalah pengawasan terhadap arus informasi yang didapatkan oleh anak. Ada dua responden yang menyoroti hal ini. Koneksi internet yang semakin cepat dan mudah, membantu anak-anak untuk memperluas wawasannya, namun di situ terdapat  bahaya bilamana informasi yang boleh diakses tidak dipilah sesuai dengan usia. Konten porno, kekerasan, ataupun hal-hal lain yang belum bisa dicerna oleh anak-anak beredar bebas di internet. Dampak dari informasi tersebut kemungkinan akan mempengaruhi perilakunya.


Televisi yang sudah lekat dengan kehidupan masyarakat perkotaan juga menjadi tantangan tersendiri, terutama karena tontonannya yang sangat tidak bersahabat dengan anak-anak. Sinetron, berita infotainment, lagu-lagu Indonesia, dirasakan tidak mendidik. Responden merasa cemas dengan tontonan televisi Indonesia.


Tantangan dari lingkungan juga terkait dengan informasi, meliputi nilai-nilai yang berpotensi mempengaruhi anak. Apabila nilai-nilainya sejalan dengan yang diajarkan di rumah, tentu orang tua tidak khawatir. Anak-anak di masa pertumbuhannya perlu berinteraksi dengan lingkungannya agar tidak merasa asing bila berhadapan dengan dunia  luar. Interaksi yang terjadi tidak hanya dengan lingkungan tapi juga dengan manusia yang ada, yaitu teman-teman sebaya. Namun, kondisi setiap anak tidaklah sama karena berbagai hal, entah faktor kondisi keluarga ataupun lingkungan tempat ia dibesarkan. Oleh karena itu, di dalam interaksi yang terjadi dengan teman-temannya juga terjadi pertukaran informasi, yang mungkin tidak pantas. Pergaulan tidak mungkin dihindari karena bagaimanapun merupakan bagian dari proses pendidikannya dan juga hakikatnya sebagai makhluk sosial. Tantangan ini disorot oleh 3 responden.


Anak-anak dalam umumnya belum memiliki kepekaan tentang kuliner sehat lantaran umumnya hanya mempertimbangkan kepada rasa saja. Manakala ketika ini kuliner-kuliner yg beredar pada pasaran ataupun yang dijajakan pada pinggir jalan banyak mengandung penyedap rasa dan bahan-bahan kimia lainnya, anak-anak suka dengan cita rasanya namun belum tentu baik buat tubuhnya. Dua orang responden ibu sangat menyadari hal ini, mereka melihat pentingnya buat mengatur pola makan anak-anak agar asupan gizinya tercukupi setiap hari. Tidak dipungkiri bahwa anak-anak perlu diperkenalkan tentang berbagai rasa serta sehingga nir terjebak dalam satu jenis kuliner saja.


Strategi para orang tua menghadapi tantangan


Menjawab tantangan-tantangan tersebut, para responden mengungkapkan cara-caranya tersendiri yg dirasa sempurna buat anak-anaknya.


Terkait dengan pendidikan, orang tua diharapkan untuk tidakmemaksa anaknya dengan  tuntutan harus bisa ini dan itu. Tidak juga dengan membebani dengan suatu capaian prestasi yang luar bisa. Orang tua disarankan untuk menyikapi pendidikan anaknya dengan memberikan semangat dan dukungan agar anak-anak terpacu untuk belajar, merasakan pengalaman positif dalam pembelajarannya. Pemberian semangat dan dukungan  merupakan wujud kasih sayang orang tua, tentu perlu dikomunikasikan lebih lanjut dengan sang anak, apakah dia benar-benar merasakan kecukupan kasih sayang dari mereka. Di sini orang tua perlu membangun keterbukaan anak untuk menceritakan apa pun yang mereka dapatkan dan rasakan, sehingga orang tua kemudian bisa mengetahui nilai-nilai yang sedang dibentuk di dalam dirinya pula.


Keterbukaan anak sebagai upaya untuk mengatasi seluruh tantangan tersebut karena apabila orang tua bisa mengetahui apa yang terjadi pada anaknya, orang tua bisa mencari solusi buat mengatasinya.


Lebih lanjut, selain keterbukaan anak, diperlukan langkah-langkah lain untuk meminimalisir dampak buruk dari tantangan-tantangan yang lain, terutama mengenai akses informasi. Media-media menuju informasi harus dibatasi penggunaannya, terutama lama penggunaan serta kontennya. Gadget memang bisa bermanfaat untuk membantu pendidikan dengan adanya fasilitas games yang edukatif, namun games yang dimainkan terlalu lama bisa menjadi tidak edukatif lagi, melainkan adiktif atau kecanduan. Hal tersebut bisa berpengaruh buruk kepada anak-anak. Sementara televisi jelas harus dibatasi, kapan boleh menonton dan berapa lama boleh menonton. Sulitnya membatasi televisi adalah karena tontonannya tidak dapat diatur, televisi nasional maupun lokal tidak memiliki segmentasi dan juga tidak dapat diblokir. Untuk itu bila menonton, walaupun acaranya mungkin tampak diperuntukkan bagi anak-anak, orang tua sebaiknya selalu mendampingi untuk dapat memberikan pengertian.


Mengatasi masalah pola makan anak, orang tua disarankan buat menjalankan disiplin yg relatif ketat, walau bukan berarti melarang anak buat mengkonsumsi kuliner eksklusif. Membangun pencerahan anak dalam menentukan makanan yg terbaik baginya adalah pilihan yg lebih tepat & membangun karena di kemudian hari, sang anak akan mewariskannya kepada keturunannya menggunakan penuh kesadaran. Apabila anak masih ingin mengonsumsi makanan-kuliner yang dirasa kurang relatif sehat, maka ijinkan untuk mengonsumsinya sambil selalu diberikan pengertian.

Penutup

Perkembangan jaman tidak dapat ditahan dan tidak dapat pula dihindari. Siapapun akan menjadi bagian di dalam perkembangan jaman, kita tidak hanya sekedar menerima perubahan yang terjadi, namun juga menghadapinya. Sebagai orang tua, mempersiapkan anak-anak dengan berbagai keterampilan hidup adalah sebuah upaya yang menjadi harus dilakukan. Untuk mendukung upaya tersebut, orang tua harus senantiasa belajar dan belajar, menambah wawasan agar bisa mendampingi anak dengan baik terutama dalam memberikan pengertian. Selain itu, harus diingat bahwa bagaimanapun juga orang tua adalah teladan utama untuk anak-anaknya. Baiklah kiranya orang tua menyesuaikan diri dengan jaman, mencoba memahami
anaknya, dan terus membimbing anaknya.

(Melly Amalia & David Ardes)
Keduanya merupakan staff Kuncup Padang Ilalang (KAIL) Bandung



























































[PIKIR] Menilik Realita Anak Jaman Sekarang



Sesuai judulnya, tulisan ini mengajak kita mengamati situasi anak kita melalui perspektif waktu. Kalau kita ingin bicara tentang realita anak-anak kita jaman sekarang, tentunya kita perlu melongok bagaimana hal-hal yg sama terjadi pada saat-waktu yang kemudian? Setidaknya sewaktu kita mini dulu. Hari ini, kita terdapat di pada situasi pada mana teknologi sudah merasuk ke segala sisi kehidupan & juga menjangkau banyak sekali sisi kehidupan anak-anak kita. Tulisan pendek ini akan menyoroti apa & bagaimana impak-efek yang ada dari berbagai perubahan yang ada bagi proses tumbuh kembang anak-anak kita saat ini.
Kita coba mulai dari jajak singkat situasi dulu dan sekarang. Sewaktu aku duduk pada bangku SD dulu, nir poly ditemui tempat tinggal yang mempunyai pesawat telepon sendiri.

Hari ini di kota-kota mini bahkan di pelosok, kita sudah melihat anak-anak memegang telepon genggamnya sendiri. Perangkat yang nir hanya bisa menelepon akan tetapi menggunakan layar sentuhnya telah bisa mengakses internet & segala konten yang terhubung melaluinya.
Dulu hanya beberapa keluarga yang cukup mampu yang memiliki televisi di rumahnya, di mana di sore hari keluarga bisa asyik menyaksikan tayangan dari satu saja kanal siaran yang tersedia: TVRI, itupun dalam tayangan hitam dan putih. Saat ini, banyak rumah sudah bisa menyaksikan tayangan dari pilihan puluhan kanal TV kabel di layar datar pesawat TV lengkap dengan audio surround ibarat di ruang bioskop.
Dulu sewaktu mini , saya begitu beruntung bisa bermain menjelajah sawah & tegalan, dan tidur-tiduran pada saung milik pak Tani. Sekarang buat berkegiatan di luar tempat tinggal -pun sebagai sulit lantaran banyaknya motor kemudian lalang, dan ruang ruang terbuka pada perkotaan yg berubah menjadi bangunan. Anak-anak kita kini mengisi waktu luangnya pada rumahnya, pada ruangan tertutup kamarnya sendiri atau pada mal-harta benda sewaktu akhir pekan.
Situasi sudah begitu berubah, hanya dalam tempo kurang menurut satu generasi. Sebuah rangkaian perubahan yg luar biasa cepat sebagai akibatnya kita pun insan tergopoh-gopoh memahami dan memaknainya. Apakah hal-hal tadi yg lazimnya kita pandang menjadi kemajuan kemudian menjelma sebagai kebaikan, tentunya sangat sebagai pertanyaan.


Dunia Bermain dan Belajar Anak-anak

              Anak-anak kita yg tinggal pada kota (kita bicara pada konteks kota Bandung) setidaknya kehilangan sangat poly hal. Ruang terbuka yang kondusif dan memadai adalah salah satu pada antaranya. Padahal proses tumbuh kembang mereka membutuhkan ruang gerak & eksplorasi jasmaniah yang kaya. Anak-anak pada usia 0-7 tahun perlu menerima kesempatan memahami tubuh & lingkungan sekitarnya secara jasmani. Mereka perlu banyak sekali berlari-lari, memanjat pohon, tersandung dan terjerembab. Mereka perlu mengalami bersentuhan eksklusif dengan alam sekitarnya, bermain batu-batuan dan dedaunan, melangkah di atas tanah dan kerikil, menapak di atas rumput dan DOK : SEMI PALAR? ? ? ? ? ? ? ? ?Saat ini, anak-anak bahkan di usia 2-3 tahun sudah banyak kita lihat duduk hening memangku gadget, memainkan permainan pada atas layar datar memakai jari-jemarinya. Alih-alih bermain bola sepak di lapangan, anak-anak kita duduk membisu pada pada ruangan. Jari-jarinya yg bermain ?Winning eleven? Di atas layar tablet. Hilang sudah pengalaman bermain yg begitu kaya. Pengalaman multisensori yg mereka dapatkan menurut menendang dan mengoper bola, tersandung jatuh terdorong, berlari sekencang-kencangnya mengejar bola sudah hilang. Begitu juga kesempatan buat mengalami derasnya arus emosi yg meruap bersama sahabat satu tim ketika menang juga bagaimana berdamai dengan dirinya buat menerima kekalahan. Hal-hal seperti ini yg sekarang semakin menghilang dari DOK : PRIBADI


KEGIATAN BERKEBUN DI SEMI PALAR | DOK : SEMI PALAR
                 Saat ini, anak-anak bahkan di usia 2-3 tahun sudah banyak kita lihat duduk tenang memangku gadget, memainkan permainan di atas layar datar menggunakan jari-jemarinya. Alih-alih bermain bola sepak di lapangan, anak-anak kita duduk diam di dalam ruangan. Jari-jarinya yang bermain ‘winning eleven’ di atas layar tablet. Hilang sudah pengalaman bermain yang begitu kaya. Pengalaman multisensori yang mereka dapatkan dari menendang dan mengoper bola, tersandung jatuh terdorong, berlari sekencang-kencangnya mengejar bola sudah hilang. Begitu juga kesempatan untuk mengalami derasnya arus emosi yang meruap bersama teman satu tim saat menang maupun bagaimana berdamai dengan dirinya untuk menerima kekalahan. Hal-hal seperti ini yang sekarang semakin menghilang dari alam belajar anak-anak kita.






Di sisi lain, anak-anak kita juga poly kehilangan ketika beserta orangtuanya. Saat ini sudah terdapat layanan-layanan ?Pendidikan? Yang ditawarkan bagi anak mulai berdasarkan usia 6 bulan. Usia anak bersekolahpun semakin belia. Di usia dua tahun, orangtua telah sibuk menemukan sekolah bagi anaknya. Jam sekolah-pun semakin lama semakin panjang. Kalaupun tidak, anak-anak pergi berdasarkan satu belajar khusus ke les privat lainnya ? Dimulai dari usia TK. Di sisi lain tuntutan kehidupan terkini, terutama secara ekonomi juga menciptakan orangtua serba sibuk buat memenuhi kebutuhan famili ? Belum lagi menanggapi kebutuhan gaya hidup yang tidak habis-habisnya. Semakin tipis sudah kesempatan orangtua memberikan ketika, kebersamaan dan perhatian bagi anak-anaknya.


Sementara itu tayangan TV & filem-filem menggunakan beragam tema dan tampilan serba menarik sudah menjauhkan? Anak-anak kita dari dongeng sebelum tidur & bermain bersama orangtua. Perubahan-perubahan ini sudah mengikis habis alam dongeng dan khayalan yang dulu banyak dihantarkan sang orangtua kita ketika sebelum tidur ataupun di kesempatan-kesempatan lain. Kakek & nenek yang dulu senang sekali mendongeng & membuatkan cerita pada cucunya, ketika ini tergantikan sang tokoh-tokoh lucu yang direkayasa industri hiburan lengkap dengan baju, boneka dan tasnya sekaligus. Kita lupa bahwa banyak sekali nilai kehidupan & hantaran keindahan yang dibawakan oleh dongeng cerita rakyat dan sejenisnya. Tanpa disadari orangtua semakin terlena membiarkan anak-anak mereka hidup pada dalam ruangan di hadapan layar kaca dan berbagai perangka elektroniknya.


Pergeseran pada Dunia Pendidikan
Sementara itu tayangan TV dan filem-filem dengan beragam tema serta tampilan serba menarik telah menjauhkan  anak-anak kita dari dongeng sebelum tidur dan bermain bersama orangtua. Perubahan-perubahan ini sudah mengikis habis alam dongeng dan imajinasi yang dulu banyak dihantarkan oleh orangtua kita saat sebelum tidur ataupun di kesempatan-kesempatan lain. Kakek dan nenek yang dulu senang sekali mendongeng dan berbagi cerita kepada cucunya, saat ini tergantikan oleh tokoh-tokoh lucu yang direkayasa industri hiburan lengkap dengan baju, boneka dan tasnya sekaligus. Kita lupa bahwa banyak sekali nilai kehidupan dan hantaran keindahan yang dibawakan oleh dongeng cerita rakyat dan sejenisnya. Tanpa disadari orangtua semakin terlena membiarkan anak-anak mereka hidup di dalam ruangan di hadapan layar kaca dan berbagai perangka elektroniknya.


Saya akan coba ulas dari satu sisi, bagaimana media belajar sangat memengaruhi terbangunnya pola pikir anak. Media digital memang memperlihatkan banyak kemudahan bagi penggunanya. Media ini memiliki kemampuan buat mengindeks, mencari teks (search) & lain sebagainya. Penggunanya dapat mencari keterangan dengan cepat (instan). Perlu kita sadari benar bahwa hal ini dapat sangat memperlemah terbangunnya pola pikir anak. Padahal di era sekarang pada mana anak-anak kita kebanjiran informasi, mereka perlu punya kemampuan buat menyaring dan mengolah fakta. Hal lain yg sering nir disadari adalah bahwa personal komputer & perangkat sejenisnya beroperasi pada mode multi tasking dan multimedia. Saat bermain komputer, anak dengan mudah beralih pelaksanaan / atau mereset permainan saat mereka kalah atau menghadapi kesulitan. Hal ini jua sangat melemahkan kemampuan anak buat sanggup memusatkan perhatian & menyelesaikan satu hal hingga tuntas.


Di sisi lain, buku merupakan media paling tepat buat sanggup membentuk pola pikir anak dengan baik. Melalui kitab , anak bisa poly berlatih untuk penekanan, memusatkan perhatian dan merangkai makna. Melalui buku, anak wajib bergerak menurut baris kalimat ke baris kalimat? Berikutnya, menurut halaman ke laman berikutnya. Berpikir secara runut & terstruktur & mengimajinasikan apa yang terekam dalam teks supaya dapat bermakna bagi dirinya. Walaupun tampak sederhana, kitab adalah media pembelajaran yang sangat kaya bagi anak.
JABA WASKITA : JAM BACA WAWASAN KISAH DAN CERITA DI SEMI PALAR yang acapkali kita korelasikan dengan kemajuan, ternyata berdampak sangat besar dalam proses tumbuh kembang anak-anak kita. Proses yang semestinya berjalan alamiah dan penuh kewajaran. Kita jangan pernah melupakan bahwa alam punya tempo & ritmenya sendiri. Kita & anak-anak kita ? Manusia - merupakan pula bagian berdasarkan alam. Anak-anak kita punya tempo dan ritmenya sendiri dalam menumbuhkembangkan segala aspek kediriannya secara utuh dan seimbang.
Di sisi lain, buku adalah media paling tepat untuk bisa membangun pola pikir anak dengan baik. Melalui buku, anak dapat banyak berlatih untuk fokus, memusatkan perhatian dan merangkai makna. Melalui buku, anak harus bergerak dari baris kalimat ke baris kalimat  berikutnya, dari halaman ke halaman berikutnya. Berpikir secara runut dan terstruktur dan mengimajinasikan apa yang terekam dalam teks agar dapat bermakna bagi dirinya. Walaupun tampak sederhana, buku adalah media pembelajaran yang sangat kaya bagi anak.






Ruang tulisan ini memang sangat terbatas buat membahas masalah ini secara memadai, gampang-mudahan apa yang tertuang di atas ini memberikan gambaran tentang situasi kita, terutama anak-anak kita, pada dunia yg sedang berubah dengan cepatnya. Bagaimanapun pilihan buat merespon perubahan ini terdapat di diri kita masing-masing.


Bandung, 9 September 2013


(Andy Sutioso)
Andy Sutioso, lahir dan tinggal pada Bandung, beserta istri dan 2 orang anak. Latar belakang pendidikan merupakan bidang arsitektur, sejak 14 tahun yg kemudian memilih bergiat di komunitas & memperdalam mengenai pendidikan, khususnya pendidikan keseluruhan. Memiliki banyak minat termasuk di dalamnya seni budaya, lingkungan hayati, spiritualitas, sejarah dan teknologi. Waktu luangnya diisi bersepeda, membaca, blogging dan potret memotret. Sejak 2004 merintis Rumah Belajar Semi Palar, (www.Semipalar.Sch.Id) sekolah formal dengan pendekatan pendidikan holistik pada Bandung.
Ruang tulisan ini memang sangat terbatas untuk membahas masalah ini secara memadai, mudah-mudahan apa yang tertuang di atas ini memberikan gambaran tentang situasi kita, terutama anak-anak kita, di dunia yang sedang berubah dengan cepatnya. Bagaimanapun pilihan untuk merespon perubahan ini ada di diri kita masing-masing.

Bandung, 9 September 2013

(Andy Sutioso)





Andy Sutioso, lahir dan tinggal di Bandung, bersama istri dan dua orang anak. Latar belakang pendidikan adalah bidang arsitektur, sejak 14 tahun yang lalu memilih bergiat di komunitas dan memperdalam tentang pendidikan, khususnya pendidikan holistik. Memiliki banyak minat termasuk di dalamnya seni budaya, lingkungan hidup, spiritualitas, sejarah dan teknologi. Waktu luangnya diisi bersepeda, membaca, blogging dan potret memotret. Sejak 2004 merintis Rumah Belajar Semi Palar, (www.semipalar.sch.id) sekolah formal dengan pendekatan pendidikan holistik di Bandung.
























































Jumat, 03 Juli 2020

[PIKIR] Pola Pengasuhan Anak di Masa Kini

Perubahan & Tantangan Jaman

Dunia yang kita hidupi ini senantiasa berubah menurut masa ke masa. Beragam inovasi ilmu pengetahuan telah membangun kemajuan teknologi yg memudahkan insan dalam melakukan banyak sekali hal, mulai menurut alat transportasi sampai sumber fakta juga perangkat komunikasi.Misalnya, bila dahulu insan mengandalkan surat menyurat melalui pos buat berkomunikasi jarak jauh dengan seorang, kini mereka dapat melakukannya dengan berkomunikasi pribadi melalui telepon atau menuliskannya pada surat elektronik atau e-mail. Jika dahulu insan memakai hewan-hewan menjadi indera bantu buat mempermudah transportasi, sekarang, sehabis inovasi mesin & bahan bakar, insan bisa menempuh bepergian dengan kendaraan beroda empat, motor bahkan pesawat terbang.
Dunia semakin sophisticated. Segalanya serba gampang dan cepat. Tak perlu berlama-usang

menunggu pak pos datang mengantarkan surat yang sudah satu minggu sebelumnya ditulis oleh kerabat kita. Dengan teknologi internet, mengirim surat dapat dilakukan menggunakan hanya beberapa detik saja. Untuk menyegarkan diri dengan menonton sebuah pertunjukan, tak perlu pula kita bersusah payah pergi ke gedung teater. Di rumah, kita bisa duduk lezat menonton tayangan televisi. Bahkan, menggunakan perkembangan gadget seperti saat ini, anak-anak hanya relatif duduk dan memainkan permainan selera mereka dalam sebuah kotak mini bernama ?Tablet? Atau smartphone.
Perubahan pada teknologi dan peradaban manusia tentunya menyebabkan perubahan pola pikir dalam manusia secara individu maupun di pada keluarga. Jika dahulu para orang tua dianggap menjadi yg paling mengetahui dan anak sebagai pihak yg harus mendengarkan & melaksanakan apapun yg dikatakan orang tua, maka pada masa kini , keadaannya telah berbeda. Informasi mampu didapatkan di mana saja, pada banyak sekali media misalnya majalah, koran, televisi, radio sampai internet. Dengan majemuk media tadi, anak mampu mendapatkan pengetahuan berdasarkan sumber selain orang tua mereka.
Derasnya arus warta menurut luar membawa beberapa perubahan pada pola pengasuhan pada dalam keluarga, sebagai akibatnya orang tua dituntut untuk menyeimbangkan perubahan-perubahan tadi. Pola asuh pada jaman dahulu, yg terkenal menggunakan gaya disiplin & kaku, tidak lagi berlaku pada jaman sekarang yg serba cepat & terbuka. Alih-alih menjadi insan berkualitas dan bertanggung jawab, anak kita justru berada di bawah ancaman kenakalan remaja atau kurang rasa percaya diri bila diberi pola pengasuhan yg kaku & keras.
Oleh karenanya, bagaimana menyikapi perubahan jaman, dikaitkan dengan interaksi antara pola asuh pada pada famili dengan perkembangan karakter anak akan menjadi fokus pembahasan pada dalam artikel ini.




Sumber : http://tkalirsyad.blogspot.com/2011/02/seperti-apa-sih-pola-asuh-yang-benar.html




Pola asuh orang tua


Diana Blumberg Baumrind, seseorang pakar psikologi dan perkembangan anak di New York, Amerika Serikat memeriksa hubungan antara pola asuh yg diterapkan orang tua dengan perkembangan karakter anak-anaknya.Penelitian yang dilakukan pada tahun 1971berhasil menyimpulkan empat jenis pola pengasuhan anak pada pada famili, antara lain :


(1) Permissive Indulgent Parenting Style
Pola asuh misalnya ini dilakukan sang orang tua yg selalu memenuhi impian anak-anaknya, tetapi tanpa disertai adanya pengendalian.Kehangatan kasih sayang orang tua diberikan kepada anak secara berlebihan, bahkan ketika anak melakukan kesalahan, orang tua tidak memberi teguran.


Anak yg diasuh menggunakan pola seperti ini akan menjadi eksklusif yg manja, gampang menyerah jika menemui kesulitan, dan mengutamakan kepentingan dirinya sendiri.


Jika dikaitkan menggunakan perkembangan global waktu ini, anak yg terbentuk berdasarkan pola pengasuhan di atas kemungkinan akan mengalami kesulitan. Misalnya, ketika semua orang berlomba-lomba berjuang mencari pekerjaan yang layak, anak menggunakan karakter manja & mudah menyerah akan berada dalam posisi paling belakang. Karena ia lebih mementingkan diri sendiri, apa yang ia pikirkan bukanlah bagaimana mengatasi usaha hidup, tetapi kenikmatan bagi dirinya semata.


(2) Permissive Uninvolved Parenting Style


Berbeda sedikit dengan pola di atas, pola Permissive Uninvolved tidak disertai dengan kehangatan kasih sayang. Anak diberikan segala hal yang diinginkan, namun tidak disertai kehangatan kasih sayang maupun perhatian dari orang tua. Dalam hal ini orang tua hanya mencukupi kebutuhan anak dari segi materi saja, misal : uang, pakaian, mainan atau gadget yang canggih.


Anak yg dibesarkan menggunakan pola asuh ini akan tumbuh sebagai anak dengan perasaan minder, tak berharga lantaran tidak diperhatikan. Tak jarang jua anak menggunakan pola asuh misalnya ini jatuh dalam jebakan kenakalan remaja & narkoba.


Orang yang nir menghargai dirinya sendiri akan menduga segala aspek pada dalam dirinya sebagai sesuatu yang negatif. Maka, dikaitkan menggunakan perkembangan global saat ini, tentu orang dengan karakter seperti ini juga akan tertinggal jauh menghadapi persaingan ketat kehidupan. Rasa tidak percaya diri akan mengungkung dirinya berdasarkan perjuangan menghadapi kerasnya kehidupan. Ia akan selalu merasa tidak mampu dibandingkan orang lain.


(3) Authoritarian Parenting Style


Pola asuh otoriter merupakan pola asuh yang diterapkan orang tua yg senantiasa memaksakan kehendak dan pemikirannya kepada anak-anaknya, tanpa diberi kesempatan buat mengemukakan pendapat. Jika anak-anak melakukan kesalahan, senantiasa diberi hukuman. Kesalahan yang disengaja juga tidak disengaja selalu diganjar dengan hukuman, tanpa terdapat pembahasan tentang kesalahan yg dilakukan.


Anak yg diasuh menggunakan pola seperti ini akan sebagai eksklusif yg menjalankan segala sesuatu bukan karena keinginannya, namun lantaran takut dalam anggapan orang lain, atau takut dalam sanksi. Seringkali anak yg dibesarkan menggunakan pola asuh otoriter sebagai eksklusif yang tidak percaya diri dan nir memiliki konsentrasi yg baik dalam belajar.


Jika dikaitkan dengan perkembangan jaman, orang yang senantiasa takut dalam anggapan orang lain akan selalu berada pada bawah bayang-bayang orang lain. Ia nir bisa sebagai pemimpin, dan selama hidupnya


(4) Authoritative Parenting Style

Pola asuh Authoritative merupakan pola asuh yang memberi ruang dalam kebebasan beropini dalam anak. Dibandingkan dengan pola asuh authoritarian yang mengedepankan posisi hirarki antara orang tua & anak, sebaliknya, pola asuh authoritative mengutamakan posisi yg egaliter antara orang tua & anak. Anak diberi kesempatan buat mengekspresikan diri, sekaligus diberi bimbingan tentang nilai & kebiasaan-kebiasaan. Hukuman dan bantuan gratis (reward and punishment) berlaku pada dalam pola pengasuhan ini, disertai penerangan menurut apa yang telah dilakukan oleh anak.
Anak menggunakan pola asuh misalnya ini tumbuh menjadi anak berdikari & percaya diri. Ia jua memiliki rasa solidaritas yg tinggi terhadap sesamanya.


Bila dikaitkan dengan perkembangan saat ini, anak dengan pola pengasuhan ini mampu bertahan pada ketatnya persaingan, lantaran memiliki agama diri yg tinggi. Berkat kemandiriannya, ia sanggup melesat dalam karir maupun tujuan hidupnya, karena dia tidak perlu bergantung pada pertolongan orang lain.


Banyak faktor berperan dalam pembentukan karakter anak. Salah satunya, adalah pola pengasuhan orang tua.Oleh karena itu, ayah & mak perlu memilih pola asuh yg paling baik bagi pembentukan karakter anak, terutama karakter yang tangguh dalam menghadapi tantangan jaman. Pertanyaan bagi para orang tua kini , pola asuh manakah yg paling efektif pada membuat karakter anak yg bisa menghadapi perkembangan jaman?




Sumber : http://www.balitasehat.net/artikel/Psikologi/Balita/10.pola.asuh.untuk.anak.cerdas/001/007/1080/1




Pola asuh dan karakter yang andal menghadapi tantangan jaman


 Mari kita tengok sementara waktu karakter apa saja yg dimiliki para tokoh yang sukses di jaman sekarang. Sebutlah alm. Steve Jobs dengan produk Apple-nya,atau Michael Jordan, oleh pemain basket angka satu pada Amerika. Tak ketinggalan juga J.K. Rowling, penulis buku Harry Potter yg terkenal. Dapat dikatakan, mereka adalah orang-orang yang sukses mengatasi tantangan serta melaluinya menggunakan baik.
Kunci utama kesuksesan orang-orang tersebut galat satunya terletak pada rasa percaya diri dan upaya yg gigih buat mencapai tujuannya. Contohnya, Michael Jordan, sempat tak dipilih bermain oleh timnya pada pertandingan bergengsi pada negerinya. Namun, berkat kegigihan & upaya tanpa kenal lelah, ia berhasil menandakan dalam sang pelatih bahwa beliau bisa diandalkan. Begitu pula Steve Jobs, berkat keyakinan & kreativitas yg tinggi, beliau membawa komputer Apple yang awalnya hampir bangkrut, ke posisi atas penjualan personal komputer dunia.
Percaya diri, mandiri, tak kenal menyerah adalah karakter-karakter yg diperlukan seseorang buat menghadapi kerasnya tantangan kehidupan kapanpun & dimanapun. Semua itu nir ada begitu saja dalam diri seorang, melainkan sebuah pembiasaan semenjak kecil. Lagi-lagi, pola asuh yg tepat turut ambil bagian pada pembiasaan dan penanaman karakter semenjak dini.

Penutup

Berbagai pola asuh serta karakter yang mungkin terbentuk dari pola asuh tertentu telah dijabarkan. Jenis karakter yang kiranya mampu menghadapi tantangan jaman  telah diulas. Maka kini, saatnya bagi para orang tua untuk menentukan, pola asuh mana yang kiranya dapat menghasilkan karakter anak yang mampu menghadapi tantangan jaman.
Kunci keberhasilan pengasuhan pula terletak pada konsistensi ayah dan bunda pada tempat tinggal pada menjalankan pola pengasuhan yg telah disepakati. Sebaiknya jangan berganti-ganti pola pengasuhan, lantaran hal ini akan menyebabkan kebingungan pada anak. Contohnya, pada hari eksklusif, ayah & mak memberi kesempatan pada anak buat membicarakan pendapat atas sesuatu hal, tetapi di hari lain, ayah & mak tidak memberikan kesempatan tadi. Tentu hal ini akan menyebabkan rasa bingung, murung , dan merasa tidak dihargai pada anak.
Akhir kata, pilihan untuk menggunakan pola pengasuhan manapun terletak di tangan ayah dan ibu sendiri. Para orang tua tentu bisa memilih berbagai macam jenis pola pengasuhan untuk anak. Hendaknya, pilihan pola asuh tersebut sebaiknya disesuaikan berdasar karakter dasar dari anak. Apapun pilihan pola asuhnya, kita juga harus ingat, bahwa ini semua dilakukan demi masa depan sang anak. Karena anak semata-mata adalah titipan Tuhan dan kita tak mungkin selalu ada dan melindungi anak-anak kita di masa yang akan datang.

(Navita Kristi Astuti)


















































































Editorial Pro:aktif Online, edisi Agustus 2013


Salam inspiratif dan transformatif!


Pro:aktif Online edisi Agustus 2013 balik hadir menggunakan tema ?Anak dan Tantangan Jaman?.


Perbincangan soal anak seperti tidak ada habisnya buat dibahas. Apalagi, menggunakan segala perubahan dan percepatan yang dialami dunia dalam hal teknologi & kabar, segala hal terkait mengasuh & membesarkan anak mendapat imbasnya juga. Oleh karenanya, tema kali ini fokus pada konflik seputar anak serta tantangan yg dihadapi sang para orang tua pada mendampingi anak-anak mereka bertumbuh dan belajar pada masa kini .


Mari kita tengok lebih jauh lagi buah-buah pandangan baru dari edisi kali ini!


Pada rubrik Pikir, terdapat 2 artikel. Pertama, artikel yg ditulis oleh Andy Sutioso, pemerhati pendidikan & pendiri Rumah Belajar Semi Palar Bandung. Beliau memaparkan realita yang dihadapi sang anak-anak pada masa kini . Mulai berdasarkan berkurangnya ruang bermain & belajar dalam anak, hingga perkembangan teknologi yang dihadapi anak masa sekarang. Artikel ke 2, ditulis sang Navita, mengulas banyak sekali jenis pola asuh yang sanggup diterapkan dalam anak, serta banyak sekali kemungkinan karakter anak yang dihasilkan menurut jenis-jenis pola asuh tersebut.


Pada rubrik Masalah Kita, Melly Amalia & David Ardes menuliskan hasil wawancara tertulis terhadap beberapa orang tua tentang hal-hal apa saja yg menjadi tantangan mereka dalam mengasuh & membesarkan anak, serta bagaimana para orang tua tadi menyiasati pola pengasuhan pada masa kini .


Selanjutnya, dalam rubrik Opini, Dominika Oktavira Arumdati (Ira), praktisi homeschooler & permaculture di Yogyakarta mengungkapkan betapa pentingnya para orang tua untuk menjadi melek media & teknologi, agar dapat tahu perkembangan teknologi digital, dan dapat mendampingi putra-putri mereka bertumbuh di era digital.


Kemudian, pada rubrik Tips, Ardanti Andiarti aktivis pendidikan pada Bandung, mengupas banyak sekali langkah inspiratif bagi para orang tua pada membentuk kepedulian sosial pada anak pada jaman yg semakin individual ini.


Berikutnya, pada rubrik Media, kita dapat menemukan pemaparan Agustein Okamita, seorang ibu berdasarkan dua anak homeschooler serta relawan kami pada Kuncup Padang Ilalang (KAIL), mengenai pengalamannya berinternet bersama kedua anaknya. Dari artikel ini, kita jua dapat mengetahui beberapa alamat website yg berguna buat dipakai sebagai media pembelajaran bagi anak.


Rubrik Profil kali ini diisi oleh sebuah komunitas yang memperlihatkan aktivitas cara lain dan edukatif bagi anak-anak di perkotaan, yaitu Komunitas Sahabat Kota (KSK) yang beralamat pada Kota Bandung.


Rubrik Jalan-Jalan diisi sang David Ardes Setiady, staff kami pada Kuncup Padang Ilalang. Ia menuliskan hasil kunjungannya ke Sanggar Waringin yg berlokasi di dekat terminal angkutan generik Stasiun Besar Bandung. Membaca artikel ini, kita akan dibentuk terkejut oleh ulasannya, betapa loka yg dahulu memiliki sejarah kelam, kini sudah disulap sebagai sebuah loka bermain dan belajar bagi anak-anak jalanan juga rakyat di sekitarnya.


Akhir istilah, kami sebagai redaksi Pro:aktif Online mengucapkan selamat membaca, selamat menemukan butir-buah pandangan baru menurut edisi ?Anak dan Tantangan Jaman? Ini!

































[PROFIL] Komunitas Sahabat Kota




Apa yang akan terjadi puluhan tahun ke depan jika nir terdapat orang yg peduli akan lingkungan hidupnya? Hal ini patut kita pikirkan bersama. Tidak hanya kita saja yg akan merasakan manfaat lingkungan & hayati pada dalamnya, namun anak cucu kita pula akan merasakan hal yg sama. Tapi bagaimana apabila kondisi lingkungan yang kita rasakan sekarang tidak sinkron menggunakan apa yang akan anak cucu kita rasakan nanti?
Maka,  kita sebagai manusia yang hidup di dalamnya harus menjaga kondisi lingkungan dan berusaha untuk melestarikannya. Atas dasar tersebut didirikanlah sebuah organisasi sosial yang begerak dalam bidang pendidikan informal mengenai lingkungan kota yang dikemas secara menarik bagi anak-anak. Mengapa anak-anak? Pendidikan mengenai lingkungan kota harus diterapkan sejak dini, mereka harus mengetahui kondisi dan memiliki rasa cinta terhadap lingkungannya. Maka saat mereka beranjak dewasa

dan memegang kiprah krusial pada lingkungannya, mereka tahu apa yg harus mereka lakukan buat menjaga dan melestarikan lingkungannya.
Komunitas Sahabat Kota (KSK) dibuat sejak tahun 2007 sang 6 pemuda berdasarkan Bandung. Pada awalnya acara KSK dibentuk buat mengisi libur panjang anak-anak sebagai Petualangan Jelajah Kota yang menyenangkan. Anak-anak diajak berjalan-jalan mengelilingi kota buat mengamati bagaimana syarat lingkungan kota. Mereka diajak buat berpikir secara kritis dalam merogoh peran aktif buat membentuk lingkungan yang ramah bagi mereka.





Kini, KSK dengan gerakan Come Out and Play-nya aktif mengajak anak-anak untuk belajar dan bermain di ruang kota dengan program-program utama, yaitu Kidsventure Club, Alun Ulin dan Sahabat Kota Summer Camp. Kidsventure Club merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap bulan, di sini anak-anak diajak belajar dan bermain untuk mengeksplorasi kota dengan tema yang berbeda setiap bulannya.
Program lainnya ialah Alun Ulin. Alun Ulin berasal dari bahasa Sunda 'Alun-alun Keur Ulin' yang berarti pusat kumpul dan bermain. Pada program ini anak-anak diarahkan sebagai co-designer ruang bermain mereka, di sini mereka akan menjadi user, tester, informant, dan partner design. Anak-anak akan diberi workshop co-design dengan metode design thinking, storytelling dan pendekatan ESD (Education for Sustainable Development) yang merupakan dasar dari aktivitas Sahabat Kota.
Sahabat Kota Summer Camp ialah program yang dirancang sekali dalam setahun untuk mengisi liburan anak-anak dengan kegiatan yang menyenangkan dan edukatif. Mereka akan menjelajahi dan mengeksplorasi kota dalam beberapa hari untuk memacu mereka agar memiliki critical thinking dan kepedulian terhadap lingkungan kotanya.





Selain aktivitas di atas, KSK jua memperluas kerjasamanya menggunakan pihak luar pada upaya membentuk kota ramah anak. Beberapa proyek kerjasama menggunakan pihak luar tersebut antara lain Baraya Sakola, Petualangan Banyu dan Visual Artist for City Movement.
Baraya Sakola adalah proyek kerjasama menggunakan beberapa sekolah dasar dan komunitas anak pada Kota Bandung. KSK berhubungan menggunakan organisasi-organisasi tadi agar program-acara KSK dikenalkan sebagai pengisi mata pelajaran atau ekstra kurikuler.
Petualangan Banyu merupakan proyek kerjasama dengan salah satu komunitas yang bergerak di bidang lingkungan, yaitu Greeneration Indonesia. Proyek Petualangan Banyu merupakan proses pembuatan serial film animasi edukatif dengan basis ESD untuk anak-anak usia 6-12 tahun yang mengambil tema lingkungan, seperti energi, sampah dan air. Film animasi ini pertama kali dibuat pada tahun 2009.
Proyek ketiga adalah Visual Arts for City Movement. Dalam proyek ini KSK bekerjasama dengan seorang seniman, yaitu Oma Anna, untuk menciptakan karya seni visual yg merepresentasikan sebuah kota yg ideal. Karya seni visual ini berupa notebook hasil buatan tangan Oma Anna. Keuntungan yang dihasilkan berdasarkan penjualan notebook tersebut akan diberikan pada anak-anak yang mempunyai latar belakang ekonomi menengah ke bawah dalam program-acara KSK.
Akhir istilah, bagi Anda yang tertarik buat bergabung dalam kegiatan beserta Komunitas Sahabat Kota, dapat langsung menghubungi Wilma Zulianti, Public Relations Sahabat Kota di angka 0821 3016 3053 atau bisa mendatangi alamat kantor mereka pada Jl. Cisaga no. 6, Bandung.


(Tim Komunitas Sahabat Kota)





























Cloud Hosting Indonesia