Oleh: Jeremia Bonifasius Manurung
Media adalah mengenai banyak hal. Namun waktu berbicara tentang media, kita tidak bisa menghindari dialog tentang keliru satu fungsi media sebagai alat penyampai pikiran atau pandangan baru. Media bukan hanya melaporkan insiden semata yang berisi akidah 5w & 1h. Mereka jua menyampaikan inspirasi & konteks. Ide & konteks yg coba disampaikan kadang menyelimuti peristiwa yg diberitakan, atau kadang malah secara halus disembunyikan pada dalam liputan. Sebuah warta bisa saja menceritakan peristiwa orang meninggal. Namun tentu hal yang ditangkap sang audiens akan sangat tidak sinkron antara mati lantaran ditabrak atau mati karena terorisme. Akan terdapat wangsit-inspirasi atau pun konteks yg coba dibangun sang media denga memanfaatkan kejadian atau peristiwa eksklusif.
Karena sifatnya yang seperti itu, media dimanfaatkan oleh segelintir orang sebagai senjata ampuh untuk menyebarkan ide tertentu yang menguntungkan mereka. Mereka yang mempunyai media adalah mereka yang mempunyai power. Ini sudah jadi pengetahuan awam. Namun perlu diketahui bahwa power disini adalah netral. Media bisa menjadi sangat baik namun juga menjadi sangat buruk. Beberapa kampanye atau bahkan revolusi bisa dimulai dari media. Di sisi lain, pengalihan isu, penggiringan opini, sampai hoax juga dihasilkan oleh media.
Audiens tidak menyadari operasi seperti itu. Mereka yang mengoperasikan media mengerti bahwa manusia adalah makhluk emosional. Manusia cenderung terlalu cepat untuk percaya atau tidak percaya pada hal-hal yang membuat mereka cepat merasa senang atau sedih. Dengan menembak dahulu emosi seseorang, media membuat orang tersebut seperti terblok untuk bisa berpikir rasional. Kombinasikan hal ini dengan modal besar yang bisa membuat bombardir ide terjadi secara masif dan frekuensi tinggi, maka media menjadi alat berdaya tinggi.
New Media
Jika kita kuliti lagi, proses penyampaian ilham & konteks dalam media terjadi tidaklah dan merta. Ada proses pengumpulan data, pengolahan, & lalu eksploitasi data dalam bentuk analisa yang nantinya tersaji ke publik. Mereka memberikan konteks dan inspirasi memanfaatkan kejadian yg lalu diolah entah itu secara logis atau seolah-olah logis.
Menurut Zen RS (CEO Narasi) dalam sebuah workshop tentang New Media yang dihelat secara terbatas, New media, atau media baru bukan hanya tentang perubahan bentuk media seperti misalnya dari yang awalnya cetak jadi elektronik. Ia lebih dalam dari itu. New media adalah tentang prilaku baru institusi apapun (tidak hanya media konvensional yang umumnya dicitrakan sebagai penyampai berita) yang bisa menggali atau mengumpulkan data/ide/kejadian, mengolahnya, lalu kemudian mengeksploitasinya dengan cara baru.
Intinya adalah di cara pengumpulan, pengolahan, dan eksploitasi yang baru. Umumnya, cara baru yang mereka lakukan adalah dengan berbagai teknik terbaru entah itu artificial intelegence, machine learning, atausoftware dan aplikasi digital lainnya. Alat-alat itu mereka gunakan sehingga aktivitas-aktivitas di atas bisa mereka kerjakan dengan kecepatan dan dalam skala yang sulit dibayangkan. Dahulu, media memerlukan banyak wartawan untuk menggali informasi. Saat ini, mereka hanya butuh satu orang ahli IT dengan kemampuan di atas rata-rata dan dampak yang dihasilkan bisa berkali lipat dari banyak wartawan digabung sekalipun. Siapa sangka bahwa tim berisi empat orang bisa mengekstrak, mengolah, dan mengeksploitasi informasi hingga bisa memenangkan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat?
![]() |
Artikel The Guardian yang menjelaskan tentang cara kerja Cambridge Analytica memanfaatkan data untuk kepentingan kampanye politik. |
Cara Kerja New Media
Ada banyak hal baru yang dikerjakan new media jika dibandingkan dengan old media. Pertama cara mendapatkan informasi. New media mendapatkan informasi dari “pencurian data” melalui berbagai cara. Mereka “membajak” akun kita, mengekstraksi semua data bahkan data teman kita juga.
Dalam menganalisa data, saat ini sudah ada artificial intelligence dan machine learning yang membuat data bisa diolah dengan kecepatan tinggi dan dalam skala yang amat besar. Banyak sekali informasi dan keputusan yang bisa dihasilkan dari situ.
Ujungnya, eksploitasi data bukan hanya mengenai analisis dari data yg coba ditampilkan atau disajikan ke konsumen. Tetapi sampai konsumen itu sendiri dijadikan target konklusi analisis. Mereka sanggup menarget mana konsumen yg harus disodorkan menggunakan artikel yang mana & mana konsumen yang wajib disodorkan artikel yg lainnya.
Mengakali New Media
Mengapa kita perlu mengakali new media? Memangnya apa yang membuat mereka harus diakali?
Menggunakan new media, kita kan keranjinga sesuatu yang di-setting oleh orang lain, informasi privat menjadi barang yang mudah diketahui, dan yang paling penting adalah proses pengambilan keputusan yang tak lagi didasarkan pemikiran yang mandiri. Tentu kita tidak mau menjadi “korban” dari itu semua.
Sebagai contoh, tim yang memenangkan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikt sebelumnya juga bekerja mengampanyekan brexit. Setelah diadakan referendrum Brexit, pencarian “What is Brexit” dan “What is Eurpean Union” menjadi top google trend di Inggris Raya. Bisa disimpulkan bahwa propaganda lebih dulu masuk ke orang-orang Inggris sebelum mereka benar-benar berpikir dan mengambil keputusan matang tentang Brexit.
![]() |
Tren pencarian google pada Inggris Raya. |
Sebelum masuk ke dalam aksi untuk mengakali new media kita harus paham dulu apa yang mereka lakukan. Bagaimana mereka bisa mengekstraksi data pribadi kita dan bagaiamana mereka bisa membombardir kita dengan informasi yang bertujuan khusus untuk membuat mereka bisa mencapai kepentingan mereka.
Mereka ingin kita mengambil keputusan dari emosi. Mereka ingin kita berpikir sesuai koridor yg mereka siapkan melalui bombardir liputan dalam skala yg masif dan frekuensi tinggi. Hal itu menciptakan kita membiarkan emosi mengambil alih kendali pengambilan keputusan & mengesampingkan pencerahan. Ketika pencerahan kita sudah hilang, keputusan yang kita ambil tidaklah merdeka. Keputusan tersebut terikat pada hal-hal remeh & tidak utama.
Untuk menjaga kesadaran pertama-tama kita perlu mandiri dalam berpikir. Kita perlu tahu cara kerja new media yang membuat kita tidak mandiri dalam berpikir. Ketidakmandirian kita dalam berpikir bisa diruntuhkan oleh New Media karena mereka paham diri kita. Melalui data yang mereka dapatkan entah itu secara legal atau ilegal, mereka jadi tahu tiap-tiap orang yang mereka target.
Di sini kita harus mengerti bagaimana menjaga privasi kita sebagai akibatnya mereka tidak seenaknya sanggup mengekstraksi data kita. Lebih pada, lagi kita perlu pula pelajari prosedur pemecahan -prosedur pemecahan pengambilan data yang mungkin mereka lakukan. Intinya, kita perlu sebagai lebih pandai berdasarkan teknologi yg digunakan para media baru ini.
Kemudian, yg paling penting, kita perlu sahih-sahih nir membiarkan emosi sebagai kendali diri yg menyetir bagaimana kita mengambil keputusan. Sesuatu yang membuatmu senang , murung , atau murka terlalu cepat justru patut kamu ragukan. Tentu rasa-rasa pada atas akan sangat sulit dikendalikan. Kita nir mampu memilih emosi apa yg kita rasakan karena emosi adalah hal yang spontan. Namun kita sanggup menentukan aksi apa yg mau kita lakukan menggunakan emosi tadi. Dengan kesadaran dan sedikit menahan diri buat disetir emosi, kita bisa balik ke alam rasio sebelum menentukan tindakan yg mau kita ambil.
Terakhir, apalagi bila keputusan yang kita ambil cukup penting dan akan memengaruhi hidup kita, bolehlah kita menghabiskan sedikit lebih banyak waktu untuk melakukan check and recheck. Cari berbagai macam informasi dari sumber kedua, ketiga, dan seterusnya. Kalau perlu kita coba lihat cara pandang yang bahkan kita tidak sukai sama sekali. Untuk bisa melengkapi aksi ini, kita juga perlu banyak belajar tentang sesat pikir (logical fallacy) dan cara pengambilan keputusan secara abduktif, induktif, atau deduktif. Dengan demikian kita punya kemampuan atau sense yang lebih lengkap untuk menentukan mana yang lebih bisa dipercaya atau tidak.
Memang nir gampang. Namun kita bisa mulai melatih diri berdasarkan hal yg sederhana. Ketika kita sanggup mendapatkan kabar dengan gampang dan ketersediaan fakta yang teramat melimpah seperti waktu inilah, kita perlu sangat menaikkan kemampuan kita supaya kita sanggup mengambil keputusan menurut pertimbangan valid, rasional, & berdikari.