Tampilkan postingan dengan label Proaktif-Online Desember 2014. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Proaktif-Online Desember 2014. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 Juni 2020

[MEDIA] Memperjuangkan Kebenaran : Kisah di Balik Pembuatan Film “Temani Aku Bunda”

Oleh: Dhitta PutiSarasvati (Associate KAIL)


Di bulan Mei tahun 2011, Abrar harus mengikuti sebuah hajatan besar yang diselenggarakan oleh orang dewasa. Selain Abrar, ada hampir lima juta anak lainnya, siswa-siswa SD kelas 6 (Kemendikbud, 2011/2012) yang harus mengikuti hajatan yang sama. Hajatan tersebut bernama Ujian Nasional (UN).


Untuk menghadapi UN, anak menjadi semakin sibuk. Jam belajar mereka di sekolah bertambah. Sesekali mereka menginap di sekolah untuk  melakukan istighosah, shalat malam, dan berdoa bersama menghadapi UN. Tak jarang mereka juga mengikuti bimbingan test.  Bermaknakah kegiatan-kegiatan tersebut? Tidak juga.


Jam belajar anak ditambahkan tapi yang dipelajari hanya latihan soal, biasanya berupa pilihan ganda. Anak bukan didorong untuk belajar mengobservasi alam, mencari data dari sekitar, membuat penelitian, membuat karya seni, membaca karya sastra bermutu ataupun menulis karya sendiri.  Kegiatan istighosah yang dilakukan sebelum menghadapi UN seakan-akan melihat UN sebagai sesuatu yang sakral. Siswa dilelahkan dengan kegiatan bimbingan test sehingga tak sempat lagi menjaga kebugaran tubuh dengan berolah raga, mengasah jiwa dengan kegiatan kesenian, maupun terjun ke masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan sosial. Penalaran pun tak diasah karena siswa hanya sibuk mengerjakan soal-soal yang menguji kemampuan berpikir tingkat rendah seperti hapalan.


UN menyebabkan kehidupan anak diisi dengan kegiatan-kegiatan yang tidak bermakna Itu saja sudah menyedihkan. Namun, apa yang terjadi pada Abrar jauh lebih menyedihkan lagi. Demi UN, Abrar dipaksa untuk melawan kata hatinya sendiri.


Dalam sebuah film berjudul “Temani Aku Bunda” yang dibuat oleh Yayasan Kampung Halaman, digambarkan bagaimana Abrar dipaksa gurunya untuk menandatangani sebuah surat kesepakatan. Surat kesepakatan tersebut bertujuan agar kecurangan UN yang terjadi di sekolahnya tidak diketahui oleh orang lainnya. Dalam film tersebut Abrar menyampaikan isi dari surat kesepakatan tersebut. Isinya sebagai berikut:
 “Saya berjanji tidak memberitahukan apapun yang terjadi saat UN sampai dewasa. Bila saya membocorkan rahasia ini, saya akan mendapatkan hukuman yang berat.


Abrar sendiri ingin jujur. Dia tidak ingin terlibat dalam kecurangan UN dan kata hatinya menyatakan bahwa ada yang salah dengan surat kesepakatan tersebut. Kenapa anak-anak harus diminta menandatangani surat kesepakatan untuk tidak sesuai kata hati mereka?


Berdasarkan kesadarannya sendiri, Abrar memutuskan untuk melanggar kesepakatan tersebut. Dia menceritakan apa yang terjadi di sekolahnya kepada ibunya. Kisahnya pun akhirnya didengar juga oleh masyarakat yang lebih luas melalui film Temani Aku Bunda.


Konsekuensinya? Abrar memang mendapatkan hukuman yang berat. Tak jarang Abrar diejek sebagai “sok pahlawan” oleh guru dan teman-temannya sendiri. Pernah Abrar diancam untuk tidak diterima di sebuah SMP negeri karena dianggap mencemarkan nama baik sekolah dan secara tidak langsung juga mencemarkan nama baik pendidikan di DKI Jakarta.


Apa yang terjadi pada Abrar pada dasarnya adalah bentuk-bentuk kekerasan pada anak. Meskipun bukan kekerasan fisik, hal-hal seperti memaksa anak menandatangani kesepakatan yang tidak disetujuinya, mengejek anak, maupun mengancam anak, merupakan bentuk-bentuk kekerasan verbal maupun psikologis.

***
Apa yang dilakukan Ibu Winda Lubis (ibunda dari Abrar) dalam menghadapi kasus di atas? Ada banyak. Pertama, beliau berbicara dari hati ke hati dengan anaknya. Tujuannya adalah agar beliau bisa lebih memahami isi hati anaknya. Yang Abrar inginkan sebenarnya sederhana. Abrar hanya ingin jujur. Abrar juga merasa tidak diperlakukan dengan adil.


Berikutnya Ibu Winda Lubis mendatangi pihak sekolah, meminta kejelasan mengenai kasus tersebut.. Menanyakan pihak sekolah mengapa kasus tersebut bisa terjadi. Beliau juga mendatangi berbagai pihak lain, termasuk Dinas Pendidikan DKI, Wakil Gubernur DKI, Komisi Perlindungan Anak, dan beberapa tokoh pendidikan untuk meminta kasus tersebut diusut. Sampai kini, kasus tersebut belum diusut secara tuntas, dan Ibu Winda terus memperjuangkannya.

Yayasan Kampung Halaman meminta izin Ibu Winda untuk membuat film dokumenter mengenai kasus Abrar. Awalnya, Ibu Winda menolak, tapi kemudian mengizinkan Yayasan Kampung Halaman untuk membuat film tersebut. Baginya, itu kesempatan untuk menyuarakan beberapa hal yang esensial. Di antaranya mengenai perlindungan anak di Indonesia yang masih lemah juga mengenai carut marut sistem pendidikan Indonesia, termasuk sistem UN.

Saya sempat menceritakan perjuangan Ibu Winda Lubis kepada seorang orang tua. Katanya, “Kalau saya menjadi orang tua dari Abrar, saya tidak akan melakukan itu. Dengan ‘bersuara’ itu berarti menempatkan anak saya pada posisi yang beresiko. Bisa saja dia kesulitan melanjutkan sekolah, di-bully, dan masa depannya jadi hancur. Saya akan lebih memilih untuk mengabaikan sistem dan menyekolahkan anak saya di sekolah yang mau menerimanya, sekolah swasta, misalnya. Kenapa mau menempatkan anaknya sendiri dalam resiko yang begitu besar?”


Ibu Winda Lubis memang akhirnya memilih untuk “tidak bermain aman”. Apa yang dilakukkannya memang perlu keberanian. Beliau tahu bahwa dengan menyuarakan apa yang terjadi pada anaknya, akan banyak tantangan yang dihadapi. Akan ada banyak pihak yang tidak suka, Ibu Winda dan juga anak-anaknya pasti akan mendapat tekanan dari berbagai pihak baik dalam bentuk ejekan, ancaman, dan sebagainya baik dari teman-teman sekolah anakny baik dari beberapa guru dan orang tua, dinas pendidikan, dan sebagainya. Untungnya Ibu Winda Lubis dan anaknya telah berkomunikasi dari hati ke hati. Ibu Winda menjelaskan kepada anaknya bahwa perjuangan yang dilakukan bukanlah perjuangan yang mudah. Abrar sendiri, pernah menyampaikan kepada ibunya bahwa dia tidak ingin ibunya menyerah. Ibunya harus tetap berjuang untuk memperjuangkan apa yang dirasa benar. Abrar pun begitu, terus memperjuangkan nilai-nilai yang memang diyakininya. Sungguh mengagumkan bahwa anak yang masih begitu muda bisa seberani dan setegar itu menghadapi semua tantangan yang terjadi.


Dalam diskusi Film “Temani Aku Bunda” yang diselenggarakan di rumah KAIL pada 1 Juni 2014 yang lalu, Ibu Winda sempat menyampaikan bahwa suaranya disampaikan bukan demi kepentingan anaknya semata, tapi juga demi kepentingan anak-anak Indonesia yang lainnya. Banyak juga anak-anak lainnya juga mengalami hal yang dialami Abrar namun mereka tidak punya kesempatan untuk bersuara. Semua anak di Indonesia seharusnya tidak mengalami hal-hal seperti itu. Di sisi lain, Ibu Winda sebenarnya juga mengajak para orang tua untuk lebih ‘melek’ terhadap sistem persekolahan yang ada di Indonesia. Bahwa ada banyak yang perlu diperbaiki dan pada dasarnya orang tua bisa bersatu untuk memberikan tekanan untuk mendorong pemerintah dalam memberikan lingkungan pendidikan yang lebih layak bagi semua anak. “Orang tua sebenarnya punya kekuatan yang sangat besar,” kata Ibu Winda Lubis saat itu.


Di satu sisi, Ibu Winda Lubis mungkin terlihat ‘egois’ karena perjuangannya menempatkan anaknya dalam menghadapi resiko yang besar. Namun, kalau dilihat dari sisi lainnya, Ibu Winda sebenarnya mencontohkan keberanian, kegigihan, dan kepeduliannya yang tinggi terhadap hak anak dan pendidikan pendidikan. Beliau peduli, bukan hanya pada hak dan pendidikan anaknya sendiri tapi juga hak dan pendidikan anak-anak lain yang ada di Indonesia.














































Selasa, 23 Juni 2020

[JALAN-JALAN] Mengunjungi Pengrajin Kreasi Perca Dampingan Dwaya Manikam

Oleh: Deta Ratna Kristanti
Foto: dokumentasi Penulis


Pada suatu Jumat siang yang agak mendung di Kota Bandung, aku menaiki angkutan umum dari Jalan Supratman ke arah Jalan Ahmad Yani. Di Jalan Ahmad Yani, aku kemudian berganti angkutan yang menuju ke wilayah Cicadas. Saya turun pada depan sebuah jalan kecil, Jalan Asep Berlian. Saya masuk ke jalan tadi, dan sinkron petunjuk pesan pada telepon seluler aku , saya menuju ke satu alamat: Gang Proklamasi Nomor tiga.
Alamat tujuan membawa aku ke sebuah bangunan sederhana serba hijau. Hanya ada satu ruangan seluas sekitar lima x 6 meter menggunakan teras mini , mirip kantor RW atau posyandu. Saya longok ke dalam, ada 2 orang ibu yang sedang berdiskusi. Segera aku mengucapkan salam, lalu masuk. Saya kemudian berkenalan menggunakan keduanya: Bu Ani dan Bu Nani.


Bu Ani & Bu Nani ternyata sedang menjahit pola-pola batik berbentuk hexagonal sebagai sebuah rangkaian. Untuk apa? Ternyata buat dijadikan corak sampul kain pembungkus buku notes. Semuanya berdasarkan kain perca. Wah, kok mampu sekreatif itu ya mak -ibu ini? Dari mana muncul ilham memanfaatkan perca kain buat membuat sampul kitab ?



Foto: dokumentasi Penulis



Tak lama kemudian tiba 2 orang mak lagi. Yang seseorang bernama mak Iyam, yang satunya dipanggil Ibu Mamah. Ibu Mamah ini tinggal di Cicalengka, menempuh bepergian lebih menurut satu jam untuk sampai pada tempat ini. Setelah kedatangan kedua ibu ini, mereka membandingkan output kerja masing-masing, mendiskusikannya sembari tangan mereka terus menjahit. Mereka masih menunggu kedatangan teman mereka dan seorang yg mereka tunggu-tunggu.


Tak lama kemudian, datanglah seseorang yg mereka tunggu-tunggu. Seorang anak muda bernama Fajar Ciptandi. Rupanya Fajarlah yang mengarahkan dan membimbing grup mak -ibu ini untuk berkreasi menggunakan perca-perca kain. Lewat Fajar juga terkadang mak -mak ini menerima pesanan pembuatan kerajinan tangan menurut perca-perca kain, seperti waktu ini, sampul buku bercorak heksagonal pesanan mahasiswa ITB. Jika sedang nir ada pesanan, para ibu ini membuat asesoris, demikian Fajar menyebutkan lalu.



Foto: dokumentasi Penulis



Kehadiran Fajar membuat ibu-ibu segera memberondongnya dengan berbagai pertanyaan dan permasalahan masing-masing, misalnya:  “Fajar, ini teh kok ukurannya beda ya,” “Jar, aku teh belum selesai jahit ini..”. Fajar menanggapi dengan senyum dan sabar satu persatu pertanyaan dari ibu-ibu tersebut, sambil kadang berkelakar. Fajar tampak paham betul bagaimana gaya dan pola kerja ibu-ibu ini. Meskipun waktu pengerjaan pesanan tinggal satu minggu, dan pekerjaan yang harus diselesaikan masih banyak, Fajar percaya bahwa ibu-ibu ini dapat menyelesaikan semuanya tepat waktu. Satu per satu kesulitan ibu-ibu ini ia carikan solusinya.


Tiba-tiba seseorang mengucap salam, “Assalamualaikuuum..!” Seorang ibu berkerudung putih datang. Fajar langsung memperkenalkan saya pada Ibu Ida. Sosok ibu yang satu ini lincah dan bersemangat. Bu Ida yang bersemangat langsung menghidupkan suasana dengan cerita-ceritanya. Lengkaplah sudah kelompok ibu-ibu yang berkumpul hari ini. Lima orang semuanya.


Di bawah bimbingan Fajar, sudah hampir dua tahun, kelima ibu ini – kadang berenam-- berkumpul rutin seminggu sekali untuk belajar berkreasi dengan perca kain. Ibu Ani, yang ditunjuk sebagai ketua kelompok, sehari-harinya adalah kepala PAUD Anggrek, tempat yang sekarang digunakan ibu-ibu ini berkegiatan. Pagi mengurus PAUD, siang menjadi ibu rumah tangga. Sedang Ibu Nani, adalah sepenuhnya ibu rumah tangga. Anak-anak Bu Nani sudah cukup besar, sudah ada yang menuntut ilmu di bangku kuliah dan satu lagi sudah di SMK.  Bu Iyam lain lagi. Usianya lebih tua dari yang lain. Sehari-hari, kegiatan Bu Iyam mengurus cucu – mengantar dan menjemputnya di sekolah. Sedangkan Bu Mamah, menurut teman-temannya, aktif berbisnis. Ibu Ida, sekarang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Anaknya yang pertama baru masuk kuliah, dan yang kedua duduk di kelas 2 Sekolah Dasar. Menurut Bu Ida, semasa mudanya, ia bekerja di bagian administrasi sebuah pabrik, jadi dia paham tentang pencatatan keuangan. Karena itulah di kelompok inipun, Ibu Ida ditunjuk sebagai pengurus keuangan, kas tabungan ibu-ibu.


Lalu, siapakah Fajar Ciptandi? Pemuda kelahiran 6 Desember 1986 ini adalah seorang mahasiswa Magister Desain ITB yang juga seorang dosen Program Studi Kriya Tekstil dan Mode di Universitas Telkom Bandung. Fajar  merupakan salah satu  Young Changemaker Ashoka tahun 2012. Berkarya dengan kain sudah bertahun-tahun ia tekuni, karena ia juga memiliki sebuah usaha asesoris  kain dan batik bernama Dwaya Manikam. Tahun 2013, Dwaya Manikam mengadakan Dwaya Manikam Start Empathy  yang merupakan sebuah program sosial untuk pemberdayaan komunitas melalui pelatihan peningkatan kapasitas untuk mengubah bahan mentah menjadi produk yang bernilai lebih tinggi (lihat dwayamanikam.blogspot.com). Komunitas yang didampingi oleh Tim Dwaya Manikam adalah ibu-ibu yang ada di daerah Dayeuh Kolot dan Cicadas.


Kelompok Ibu Ani & mitra-kawan merupakan galat satu grup ibu yang didampingi Tim Dwaya Manikam yang bertahan sampai saat ini. Menurut Fajar, pada daerah Cicadas sebetulnya terdapat beberapa gerombolan bunda yang beliau dampingi, loka kegiatannya bhineka. Dalam seminggu, Fajar mengatur jadwal buat mengunjungi gerombolan bunda yang berbeda. Kalau begitu, mengapa tidak disatukan saja?


“Setiap kelompok ibu sudah cocok dengan anggota kelompoknya, sudah kayak se-gank gitu, “ imbuh Fajar, “Jadi daripada disatukan malah nggak cocok, ya mendingan saya saja yang ke sana kemari.” Pernyataan ini diamini Ibu Ani dkk. “Pokoknya kita mah udah cocok banget deh, nggak pernah berantem!” kata Ibu Ida dan Ibu Mamah saling menimpali. Ya, mereka memang sudah akrab sekali. Sambil bekerja mereka saling bercerita, kadang curhat pada Fajar tentang kehidupan sehari-hari mereka.


Di Gang Proklamasi, juga ada  ibu-ibu lain. Awalnya banyak  ibu  mengikuti kegiatan berkreasi dengan perca kain ini. Namun seiring berjalannya waktu, hanya segelintir ibu itu saja yang bertahan untuk terus menekuni kegiatan ini. Menurut Ibu Ani dkk, mereka sudah berusaha mengajak ibu-ibu yang lain untuk kembali terlibat, tapi mereka tidak datang lagi. Menurut Ibu Ani dkk., mungkin ibu-ibu yang lain  belum melihat manfaat dari kegiatan ini. Bagi Bu Ani dkk., kegiatan ini berguna, untuk menambah pemasukan, bisa saling berbagi serta mengisi waktu luang mereka sebagai ibu rumah tangga.



Foto: dokumentasi Penulis



Cita-cita Ibu Ani dkk. Ke depan adalah mempunyai sebuah unit bisnis yang sanggup berjalan rutin, contohnya membuka warung atau berjualan pulsa. Tetapi, mereka masih berjuang mengumpulkan modal sedikit-sedikit menurut hasil menciptakan ciptaan perca kain. Ibu Ani dkk. Konfiden, suatu ketika nanti, mereka sanggup memperoleh penghasilan mandiri menurut kreasi kain perca yg mereka untuk ketika ini.

















































[MEDIA] Internet – Media Belajar Masa Kini

Oleh: Any Sulistyowati

Mau coba resep baru, lihat internet. Mau tahu tips hidup sehat, lihat internet. Mau tahu cara bercocok tanam di lahan sempit, lihat internet. Mau cari barang yang berkualitas harga terjangkau, lihat internet. Mau tahu apa yang dilakukan kaum muda di belahan dunia yang lain, lihat internet. Mau tahu organisasi-organisasi mana yang bergerak di bidang apa, lihat internet. Mau tahu apa yang terjadi dengan kawan lama kita, cari informasinya di internet.


Dalam tahun-tahun terakhir, penggunaan internet makin populer di kalangan masyarakat. Berbeda dengan pada awal penerapannya yang terbatas pada fasilitas email, penggunaan internet di masa kini jauh lebih luas. Internet menjadi media yang sangat efektif untuk penelusuran informasi. Kita dapat berbagi dan mendapatkan informasi yang kita butuhkan dengan mudah, dalam waktu singkat dan biaya yang relatif murah.




www.google.co.id




Jika dapat memanfaatkannya, internet juga dapat menjadi media belajar yang luar biasa efektif. Pada dasarnya belajar adalah proses mengakses informasi dan memasukkannya dalam otak. Belajar dapat dilakukan lewat media apa saja, termasuk internet. Dengan internet, kita dapat menelusuri informasi dengan cepat dan mudah. Sejauh ada koneksi, kita bisa terhubung dengan ilmu pengetahuan dari seluruh penjuru dunia yang juga terhubung di internet.


Berikut ini adalah media belajar yang dapat diakses melalui internet:
1) Publikasi : E-book/Jurnal Elektronik/Majalah dan Koran Elektronik
Di masa lalu, kita banyak belajar lewat buku, Koran dan majalah. Saat ini, banyak publikasi semacam itu juga dilakukan melalui internet. Buku, jurnal, majalah dan koran dipublikasi melalui internet. Publikasi tersebut ada yang gratis dan ada yang berbayar.
E-book adalah buku dalam versi elektronik. Kita dapat mencetaknya atau membacanya langsung di komputer, tablet maupun smartphone. Banyak e-book dapat diunduh secara gratis di internet. Kita dapat membaca dulu isinya sebelum melakukan pencetakan.
Menurut Wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/E-book), terjadi peningkatan penggunaan e-book dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, 23% orang dewasa pernah membaca e-book. Pada tahun 2014 jumlahnya meningkat menjadi 28%. Pada bulan Januari 2011, penjualan e-book di Amazon telah melampaui penjualan buku cetak.
E-book dapat diakses melalui internet, di antaranya melalui http://benetech.org/booksharelanding,  http://global-help.org/ (khusus untuk isu kesehatan),  http://www.openequalfree.org/ (khusus untuk sains) atau http://duniadownload.com/(untuk situs download e-book berbagai tema berbahasa Indonesia). Informasi mengenai situs-situs semacam ini dapat ditelusuri dengan melakukan pencarian di Google (https://www.google.com/) kemudian ketikkan kata kunci informasi yang ingin dicari.
Saat ini, banyak koran dan majalah online dapat diakses melalui internet. Bahkan banyak media yang semula terbit dalam versi cetak, sekarang juga memiliki versi online. Berbagai tema tulisan dapat kita telusuri di dalam situs-situs media online tersebut. Lebih jauh lagi, pembaca dapat melakukan pencarian dalam versi online secara cepat, lintas media, lintas tema menurut kata kunci apapun yang kita masukkan dalam pencarian.
Sebagai contoh, http://www.emagazine.com/ khusus mengulas masalah lingkungan. Contoh lainnya adalah beberapa link sepertiDetiksport.com,Goal.com,Bola.net,Simamaung.com, danBolanews.com yang khusus mengulas tentang olahraga yang berbahasa Indonesia. (http://olahraga.kompasiana.com/bola/2011/05/22/lima-situs-olah-raga-paling-ngetop-di-indonesia-366320.html).
Di http://www.onlinenewspapers.com/magazines/malah tersedia catalog e-online newspaper yang dipublikasikan secara online. Berbagai tema tersedia mulai dari soal bisnis sampai pesawat terbang, soal UFO sampai gaya hidup. Apabila tema tersebut diklik, kita dapat menemukan daftar publikasi online untuk tema tersebut dari seluruh dunia.


2) Webinar dan E-course
Webinar adalah semacam seminar yang  memungkinkan pesertanya berada di beberapa tempat yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Adapula yang menyebutnya sebagai online workshop. Dalam webinar peserta dan pembicara tetap dapat berinteraksi langsung dengan media internet. Melalui webinar, dimungkinkan seorang pembicara di Amerika berbicara panel dengan pembicara dari Australia dan sesi mereka diikuti oleh banyak orang di berbagai belahan dunia secara langsung.
Saat ini berbagai webinar ditawarkan melalui internet. Ada yang gratis dan ada yang berbayar. Biasanya para peserta harus mendaftar dulu untuk mengikuti webinar ini. Ketika mendaftar peserta biasanya akan menerima kode untuk masuk (login) yang dapat ia akses untuk mengikuti webinar tersebut. Salah satu prasyarat untuk keberhasilan mengikuti webinar adalah akses internet yang cukup besar dan cepat. Tanpa akses internet yang memadai, akses ke webinar menjadi tersendat sehingga informasi yang kita peroleh menjadi tidak maksimal.
Berbagai institusi juga menawarkan e-course dengan berbagai tema. Beberapa course atau webinar dapat diikuti secara gratis, sebagian lagi harus membayar. Pembayaran biasanya dapat dilakukan secara online dengan kartu kredit, atau transfer ke nomor rekening yang sudah ditentukan.
Beberapa contoh e-course gratis yang ditawarkan di internet antara lain dapat diakses melalui https://www.coursera.org/, https://www.futurelearn.com/, http://www.artyfactory.com/, http://www.sciencekids.co.nz/gamesactivities.html, http://interactivesites.weebly.com/science.htmldan masing banyak lagi.

Sebagai contoh, Coursera yang ditawarkan oleh École Polytechnique Fédérale de Lausanne.Melalui situs Cousera, kita dapat mengakses kursus online dengan gratis untuk berbagai topik, seperti matematika, engineering, sains, ekonomi, pendidikan dan kreativitas. Saat artikel ini ditulis pada bulan Desember 2014, tersedia lebih dari 880 materi kursus dapat diakses melalui situs Coursera dan melibatkan lebih dari 110 partner dan lebih dari 10.5 juta orang peserta kursus dari seluruh dunia (couserians).




Coursera



Dengan e-course, webinar, online workshop dan semacamnya, kita dapat berguru secara langsung dari para pemikir dunia, tanpa harus menghabiskan banyak waktu dan uang untuk menemui mereka. Bayangkan banyaknya biaya yang dapat dikurangi karena kita tidak harus melakukan perjalanan ke luar negeri berikut biaya akomodasinya.


3) Blog
Blog adalah fasilitas yang dapat digunakan untuk menulis dan mempublikasikan tulisan dan gambar melalui internet. Dengan blog kita dapat membuat catatan harian, merekam pembelajaran dan menyimpan kolekasi tulisan dan gambar kita. Ketika dipublikasikan melalui internet, tulisan dan gambar kita dapat diakses oleh orang lain. Demikian juga, sebagaimana kita dapat berbagi informasi melalui blog kita, kita juga dapat menelusuri blog orang lain untuk mencari informasi yang kita butuhkan. Jika dilihat sepintas, tampilan blog mirip dengan website. Perbedaannya adalah dalam blog, kita dapat melakukan penelusuran informasi secara kronologis.
Saat ini blog banyak digunakan baik secara perorangan maupun untuk organisasi, kelompok, kampus, perusahaan, media dan bahkan pemerintah. Di Amerika, blog bahkan sampai menyebabkan beberapa media cetak di Amerika gulung tikar. Karena begitu mudahnya mengakses informasi di internet dan gratis pula, banyak orang mulai meninggalkan media cetak. Saat ini blog menjadi salah satu media untuk jurnalisme partisipatif.
Blog untuk belajar dapat ditelusuri melalui internet. Misalnya, untuk belajar Bahasa Inggris melalui blog, kita dapat menemukan informasinya di http://www.fluentu.com/english/blog/blogs-for-learning-english/.  Atau mengenai seni, di https://artsforlearning.wordpress.com/. Atau mengenai pembelajaran dan pendidikan di http://www.scilearn.com/blog. Dan masih banyak lagi lainnya.
Blog juga memungkinkan tersebarnya tulisan-tulisan dalam bahasa yang digunakan oleh minoritas atau topik-topik yang sangat spesifik. Karena peminatnya cenderung sedikit, maka tidak ekonomis jika harus dicetak dan diperjualbelikan dengan cara yang biasa.
Belasan tahun setelah kemunculannya di akhir tahun 90-an, pada tanggal 16 Februari 2011, terdapat 156 juta blog terpublikasi. Pada tanggal 20 Februari 2014, jumlahnya mencapai 172 juta (Tumblr) dan 75.8 juta (WordPress). (http://en.wikipedia.org/wiki/Blog).


4) Website
Website memiliki banyak kegunaan dan digunakan untuk berbagai macam tujuan. Sebuah website dapat berupa website pribadi atau website organisasi. Pribadi atau organisasi yang memiliki website biasanya memiliki tujuan atau topik tertentu yang ingin ditampilkan melalui website. Website biasa digunakan oleh organisasi untuk menampilkan profil organisasinya, siapa saja yang terlibat di dalamnya dan kegiatan-kegiatan mereka. Website seumpama etalase toko yang memamerkan apa yang ada di organisasi tersebut. Kita dapat mempelajari layanan-layanan apa saja yang mereka berikan dan bagaimana cara kita mengaksesnya. Sebuah website dapat mengandung hyperlink ke situs-situs lainnya. Dengan fasilitas hyperlink ini, melalui website yang satu, kita dapat melakukan melakukan jembatan pencarian informasi ke website lainnya.
Sebuah website dapat merupakan website statis atau dinamis. Melalui website statis, pemilik website dapat menyediakan informasi yang tetap dan dapat diunduh oleh pencari informasi ketika mengklik tautan tersebut. Informasi yang terdapat di dalam website statis dapat berupa teks, gambar, suara dan video. Dalam sebuah website statis, perubahan tampilan perlu dilakukan secara manual. Sebaliknya, dalam  website dinamis, perubahan tampilan website dapat diatur untuk secara rutin dan otomatis.
Saat ini hampir semua institusi pendidikan yang ternama di seluruh dunia memiliki website, begitu juga organisasi-organisasi, perusahaan-perusahaan dan biro-biro pemerintahan. Kita tinggal memasukkan kata kunci nama organisasi tersebut di dalam mesin pencari Google, kemudian akan muncul daftar tautan yang mungkin. Kita tinggal menelusuri satu persatu informasi yang kita butuhkan.


Keunggulan belajar lewat internet
Keempat hal di atas adalah contoh-contoh akses informasi yang dapat diperoleh melalui internet. Di luar berbagai media tersebut, masih banyak fasilitas belajar yang dapat diakses melalui internet. Dengan perkembangan teknologi dan kreativitas para ahli teknologi informasi dan pemrograman komputer, berbagai aplikasi pembelajaran lewat internet akan makin pesat berkembang. Beberapa di antaranya adalah berbagai jenis media sosial, seperti Facebook dan Twitter, yang memungkinkan kita saling berbagi informasi dengan banyak orang di berbagai belahan dunia. Facebook memungkinkan kita berbagi informasi baik kepada publik maupun group tertentu yang kita pilih. Twitter memungkinkan kita mengirimkan pesan pendek kepada sesama pengguna Twitter. Dengan anggota yang jutaan orang di seluruh dunia, informasi yang kita kirim dapat menjangkau mereka yang selama ini tidak mungkin kita jangkau melalui pertemuan fisik. Sebaliknya, kita pun berkesempatan mengakses informasi dari mereka, yang di masa lalu lebih sulit untuk kita jangkau.
Berikut ini adalah berbagai keunggulan penggunaan internet sebagai media belajar:


1) Menghemat waktu
Dengan internet, kita tidak perlu menghabiskan waktu di jalan untuk mengakses informasi. Di manapun kita berada, sejauh kita terhubung dengan internet, maka kita dapat terhubung dengan berbagai sumber informasi di seluruh dunia secara cepat dan mudah. Dengan demikian, terjadi penghematan waktu untuk belajar.
Hanya saja, hal ini tidak berarti bahwa total waktu yang kita habiskan untuk belajar menjadi lebih sedikit. Karena banyaknya informasi menarik yang dapat diakses dengan cepat, dan begitu mudahnya terhubung dengan informasi dari seluruh belahan dunia, bisa jadi total waktu yang dihabiskan menjadi lebih banyak.


2) Menghemat biaya
Bagi orang yang suka belajar, penggunaan internet dapat menghemat biaya. Dengan internet, mereka dapat mengakses ilmu dari berbagai sumber di seluruh dunia dengan biaya yang relatif murah. Misalnya biaya langganan bulanan Speedy, sebuah provider internet, di rumah selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu membutuhkan biaya kurang dari Rp. 300.000,-. Fasilitas ini dapat digunakan untuk seluruh keluarga, katakanlah oleh 3-4 komputer dalam waktu yang bersaman. Dengan demikian untuk mengakses internet sepanjang waktu, untuk setiap komputer hanya diperlukan biaya kurang dari Rp. 100.000,- per bulan, atau kurang dari Rp. 3.500,- per hari. Dengan membayar biaya ini kita dapat melakukan penelusuran informasi, bicara dengan siapa saja dari seluruh dunia tanpa biaya tambahan. Tentu saja yang kita perlu jeli dalam memilih layanan-layanan bebas biaya yang ditawarkan berbagai provider penyedia layanan tersebut.
Demikian juga berbagai layanan yang ditawarkan oleh para provider penyedia akses internet. Berbagai skema dapat dipilih, yang kurang lebih biayanya adalah sekitar Rp. 50.000,- – Rp. 100.000,- per bulan untuk pemakaian unlimited untuk satu modem eksternal.
Bandingkan biaya yang diperlukan untuk membeli buku, menghadiri kursus, menelepon atau mengunjungi kawan. Apalagi dengan kenaikan harga BBM akhir-akhir ini. Kemungkinan akan berimbas pada kenaikan berbagai harga barang dan biaya transportasi.


3) Bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja
Penggunaan internet memungkinkan penggunaan waktu yang fleksibel. Informasi dapat diakses kapan saja. Seorang karyawan bisa jadi mengambil waktu malam hari sepulang dari bekerja untuk menelusuri berbagai informasi di internet. Seorang lain mungkin mengambil waktu di kendaraan umum sepanjang perjalanan berangkat dan pulang untuk membaca berbagai informasi internet di smartphone-nya. Seorang penjaga toko mungkin mengakses internet sambil menunggu pelanggan mendatangi tokonya.


4) Mendorong kemandirian
Penggunaan internet juga mendorong kemandirian. Belajar lewat internet akan semakin efektif untuk mereka yang dapat secara mandiri menentukan apa yang ingin dipelajari, berapa lama mempelajarinya dan bagaimana penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat secara mandiri menyusun agenda belajar berdasarkan waktu kita miliki. Dengan cara seperti ini, kita dapat secara mandiri mengatur kecepatan belajar kita, urutan topik yang ingin kita pelajari, target-target belajar untuk setiap kurun waktu tertentu dan pada waktu yang paling kita sukai. Tanpa kemandirian, penggunaan internet menjadi terbatas, tidak maksimal dan tanpa tujuan. Dengan demikian hasilnya pun menjadi tidak maksimal.


Internet sebagai media belajar para ibu
Para ibu pun tidak ketinggalan dalam pemanfaatan internet. Meskipun mungkin telah lama meninggalkan bangku sekolah atau kuliah, para ibu tetap membutuhkan kesempatan belajar untuk memperkaya pengetahuan dan keterampilan mereka. Jika seorang ibu kaya pengetahuan, maka sebagai pribadi ia akan berkembang dan sebagai ibu, kualitas parenting-nya bisa meningkat.
Berbagai fasilitas media sosial dapat mereka gunakan untuk mendukung berbagai kebutuhan ibu untuk belajar. Para ibu dapat secara mandiri menyusun agenda belajar berdasarkan waktu yang ia miliki dan memaksimalkan manfaat dari ketersediaan waktu tersebut. Ia dapat memilih hal-hal terpenting apa yang ingin dipelajari dan mengalokasikan waktu untuk itu. Ia dapat berkomunikasi dengan kawan-kawan dengan kebutuhan sama untuk saling bertukar informasi sehingga proses belajar bisa lebih cepat. Dari rumahpun, di sela kesibukan mengurus berbagai pekerjaan rumah tangga, para ibu bisa belajar dan terhubung dengan berbagai sumber informasi di seluruh dunia secara cepat.
Karena dapat dilakukan pada waktu yang fleksibel, para ibu dapat menunggu waktu ketika anaknya tidur atau ketika seluruh pekerjaan sudah selesai untuk mengakses internet. Seorang kawan, mengakses internet setiap jam 4 pagi sampai jam 6 pagi. Itulah waktu paling berharga untuk dirinya sendiri. Pada waktu itu, anak-anaknya masih tidur dan ia sendiri sudah tidur bersama anak-anak sejak jam 8 malam. Pada jam 6 pagi, ia akan memulai aktivitas bersama anak-anaknya. Seorang ibu lain mengakses internet pada jam 9 sampai 10 malam setiap hari ketika anak-anaknya sudah tidur dan seluruh pekerjaan rumah sudah selesai. Ibu yang lain lagi mengakses internet sambil menunggu anak-anak di sekolah. Ibu belajar sambil menunggu anak belajar.
Demikian penggunaan internet sebagai media belajar, termasuk untuk para ibu. Semoga makin banyak orang, termasuk para ibu yang dapat memanfaatkan media ini untuk perkembangan pribadi mereka. Semoga dengan adanya media ini, berbagai hambatan seperti waktu, ruang gerak fisik, biaya dan berbagai hambatan lainnya dapat diatasi dengan lebih mudah.


***


















































































Senin, 22 Juni 2020

[TIPS] Pengelolaan Keuangan Rumah Tangga

Oleh: Agustein Okamita
Kenaikan harga bahan bakar minyak beberapa waktu ini menciptakan harga-harga semakin melambung. Hampir semua orang merasakan akibat menurut kenaikan harga-harga itu. Para bunda tempat tinggal tangga berteriak, ?Bagaimana kami mampu membeli bahan-bahan makanan yang semakin mahal?? Bapak-bapak mengeluh karena beban mereka semakin berat sang kenaikan biaya hidup. Banyak anak yg terpaksa berhenti bersekolah karena keuangan orang tua mereka hanya cukup buat membeli kebutuhan sehari-hari. Penambahan penghasilan yg nir signifikan terhadap kenaikan harga menciptakan duduk perkara famili semakin bertambah rumit.
Sebagian orang berusaha buat menerima penghasilan yang lebih akbar supaya kebutuhan mereka sanggup tercukupi. Mereka mencari pekerjaan tambahan atau menciptakan usaha bisnis buat menaikkan pendapatan. Ada kalanya bisnis mereka berhasil, akan tetapi tidak sedikit pula yang gagal. Ketika bisnis-bisnis untuk memperbaiki situasi tadi nir berhasil, poly orang yg marah & mengutuk keadaan. Tidak sedikit keluarga yang cekcok dan pecah karena duduk perkara keuangan tempat tinggal tangga yang berlarut-larut. Bahkan terdapat orang-orang yang stres & depresi lantaran tidak mampu mengatasi kasus keuangannya.

Solusi lain buat mengatasi persoalan keuangan merupakan dengan melakukan pengelolaan keuangan. Uang yg terdapat dikelola atau diatur pengeluarannya, sebagai akibatnya diperlukan dapat mencukupi semua kebutuhan hidup. Tidak tertutup kemungkinan bahwa menggunakan pengaturan yang sahih akan ada kelebihan uang yg bisa ditabung atau dijadikan kapital kerja.
Peran Ibu pada Pengelolaan Keuangan
Peran ibu-ibu pada pengelolaan keuangan famili sangat signifikan. Memang terdapat sebagian suami-isteri yang menyepakati bahwa keuangan famili mereka diatur sang ayah, & terdapat pula yg sepakat buat masing-masing pihak mengelola keuangan sendiri. Akan tetapi, sebagian akbar keluarga umumnya menyerahkan pengaturan keuangan kepada mak .
Pengelolaan keuangan merupakan salah satu kecakapan yang perlu dikuasai oleh para ibu agar kelangsungan hidup keluarga mereka dapat terus berjalan. Meskipun demikian, sebagian besar ibu tidak secara khusus mendapat bekal keterampilan untuk mengatur keuangan keluarga, mereka mungkin belajar dari pengalaman orang tua atau teman-teman mereka. Sebagian di antara mereka belajar secara otodidak dengan trial and error setelah berumah tangga beberapa waktu lamanya. Hanya sebagian kecil yang secara khusus mempelajari keterampilan pengelolaan keuangan rumah tangga.
Sebelum berkeluarga saya tidak menduga pengelolaan keuangan menjadi suatu hal yg mendesak buat dilakukan. Keuangan saya terlihat baik-baik saja, saya nir pernah merasa kurang, dan aku masih mampu membeli barang-barang yg saya inginkan. Setelah berkeluarga dan memiliki anak-anak saya baru mencicipi perlunya pengelolaan keuangan.
Tips-tips pada Mengelola Keuangan
Ada banyak tips yg pernah saya dapatkan tentang pengelolaan keuangan famili, baik berdasarkan seminar-seminar, internet, maupun berdasarkan sahabat-sahabat yg mengembangkan tentang pengaturan keuangan. Mungkin kita telah pernah mendengar atau mempraktekkan sebagian menurut tips-tips tadi. Beberapa tips yang mampu dicoba buat dipraktekkan adalah menjadi berikut:
1. Catat dan evaluasi pengeluaran setiap hari selama satu bulan terakhir
Mungkin kita nir menyadari bahwa selama ini kita telah menggunakan sebagian akbar uang buat memuaskan impian ketimbang memenuhi kebutuhan. Untuk itu kita perlu mengevaluasi berapa banyak uang yg kita belanjakan buat memenuhi kebutuhan & berapa banyak yang kita gunakan buat memuaskan asa kita.
Hal ini bisa kita lakukan menggunakan mencatat secara rinci semua pengeluaran setiap hari selama sebulan dalam sebuah kitab atau catatan digital. Pada bagian kanan catatan mampu dibubuhi kolom bertuliskan ?Kebutuhan/keinginan?. Setelah seluruh pengeluaran selesai dicatat, jumlahkan semua pengeluaran yg bersifat kebutuhan & pengeluaran yg bersifat cita-cita secara terpisah. Periksalah hal-hal apa saja yang merupakan keinginan, & berapa pengeluaran kita buat hal itu. Lakukan tindakan yang sama buat barang-barang/hal-hal yang bersifat kebutuhan. Tuliskan kesimpulan berdasarkan pengeluaran tadi pada akhir catatan pengeluaran bulan itu.


Contoh Tabel Catatan Pengeluaran Keuangan
Setelah mencatat semua pengeluaran yang dilakukan, tuliskan di bagian bawah catatan tersebut:Gambar 1. Contoh tabel catatan pengeluaran setiap hari

  • a.      Jenis pengeluaran yang bisa dihilangkan, misalnya: rokok
  • b.      Jenis pengeluaran yang bisa dikurangi, misalnya: makan/minum di kafe
  • c.       Jenis pengeluaran yang bisa diganti dengan alternatif lain, misalnya: minuman soda diganti dengan air putih


Lakukan catatan itu untuk pengeluaran yang bersifat keinginan maupun yang bersifat kebutuhan.  Anda bisa menambahkan komentar/catatan di bawah bagian tersebut dengan tulisan “Dengan menghilangkan atau mengurangi pengeluaran ini aku bisa menghemat sebesar Rp …. / bulan atau Rp …. / tahun.”
2. Usahakan dan pertahankan kualitas hidup yang baik
Kualitas hayati yang baik adalah impian setiap orang. Hal itu mampu saja berupa kesehatan jasmani & rohani, pendidikan yg cukup, kebahagiaan famili, & lain-lain.
Ketika mulai bekerja dan punya penghasilan sendiri, saya mulai membeli pakaian, sepatu, pembersih, & lain-lain, yang bermerek tertentu dan harganya lebih mahal daripada yang biasa saya beli. Saya mulai sering makan di luar, & lebih memilih daging buat lauk pauk daripada tahu, tempe, dan sayuran. Saya berpikir dengan melakukan semua itu maka kualitas hayati aku akan lebih baik.
Sebenarnya kita dapat mencapai kualitas hidup yang baik tanpa harus mengeluarkan uang berlebih. Misalnya dalam hal makanan, mungkin sekali-sekali kita boleh makan daging, tetapi dengan mengonsumsi tahu dan tempe kita tetap bisa mendapatkan asupan protein yang cukup dengan harga murah. Jika memasak makanan di rumah, kita mungkin bisa melibatkan anggota keluarga yang lain untuk ikut ambil bagian. Kegiatan memasak bersama dapat memperkuat ikatan emosional antar anggota keluarga, yang berarti juga meningkatkan kualitas hidup. Kita bisa mencari cara-cara yang lebih kreatif dalam melakukan kegiatan lainnya dengan meminimalkan keterlibatan uang di dalamnya.

Gambar 2. Memasak bersama, mempererat ikatan emosi anggota keluarga


foto: dokumen penulis

Di sisi lain, penghematan pula nir berarti kita harus menurunkan kualitas hayati kita. Jika dengan tujuan berhemat akhirnya kita hanya mengonsumsi mi instan setiap hari, tentu saja hal itu tidak akan membuat kualitas hidup kita lebih baik. Makanan misalnya mi instan umumnya dibubuhi pengawet supaya tahan lebih usang & nir cepat membusuk dalam penyimpanan. Pengawet dan zat aditif berbahaya yg terdapat dalam makanan berkemasan justru akan mengganggu kesehatan kita. Pada akhirnya bukan hanya kualitas hayati kita yang akan menurun, kita juga akan mengeluarkan lebih banyak porto buat pengobatan bila kita jatuh sakit.
3. Lakukan perencanaan keuangan jangka panjang
Perencanaan keuangan jangka pendek mencakup perencanaan untuk sebulan atau beberapa bulan ke depan, misalnya biaya sekolah anak setiap bulan atau semester. Perencanaan jangka panjang bisa berupa tabungan untuk membeli rumah atau kendaraan, tabungan pensiun, tabungan untuk biaya kuliah anak, asuransi kesehatan/jiwa, dan lain-lain. Jika  pemasukan kita berasal dari penghasilan yang diterima sebulan sekali, kita bisa merencanakan berapa uang yang akan kita sisihkan setiap bulan. Jika sesekali kita mendapatkan uang berlebih, sebaiknya kita sisihkan sebagian besar uang tersebut untuk menambah jumlah tabungan kita.
Kita pula bisa menabung atau berinvestasi pada bentuk surat berharga/saham, tanah, emas, & lain-lain, yang dapat dijual balik dalam ketika kita membutuhkan. Pilihlah investasi yang memiliki nilai jual cenderung meningkat dalam masa yang akan datang.
Perencanaan seperti ini membutuhkan tekad dan disiplin. No pain no gain bisa menjadi prinsip kita. Kita mungkin harus sangat berhemat dan membatasi pengeluaran-pengeluaran lain yang kurang penting.
4. Berbagi dengan yang lain
apabila kita sanggup mengurangi pengeluaran buat hal-hal yang tidak adalah kebutuhan, ada kemungkinan kita sanggup menabung dalam jumlah tertentu. Bagaimana apabila kita mengalokasikan sebagian menurut uang itu untuk membantu orang lain?
Ada beberapa teman yg mengalokasikan sebagian penghasilannya buat membangun organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak pada peningkatan kualitas orang-orang belia & rakyat di lebih kurang tempat tinggalnya. Ada pula sahabat lain yg membantu yayasan sosial yg melayani anak-anak pada daerah-wilayah pedalaman. Sebenarnya yang menjadi problem bukan berapa besar bantuan yang kita berikan, tetapi dengan pemberian itu kita belajar mengenai kepedulian sosial dan berempati terhadap kasus orang lain.
5. Belajar untuk merasa cukup
Menurut definisi www.thefreedictionary.com, rasa cukup (contentment) adalah rasa puas dan bahagia dengan apa yang ada. Rasa cukup bukanlah perasaan yang kita dapatkan ketika semua kebutuhan kita sudah terpenuhi. Ketika semua sudah kita dapatkan, bisa saja kita masih merasa kekurangan dan tidak pernah puas.
Banyak pada antara kita yg merasa kuatir akan kekurangan, meskipun sebenarnya semua kebutuhan kita sudah tercukupi. Akhirnya kita berusaha buat bekerja lebih keras supaya uang terus mengalir ke pada pundi-pundi kita. Mungkin itu membuat kita mendapatkan lebih banyak uang, tetapi sering mengorbankan poly hal yg lebih berharga, seperti ketika buat keluarga, kesehatan fisik maupun mental, atau kesempatan buat menikmati semua yang sudah dikaruniakan pada kita. Perasaan tidak relatif inilah yg menciptakan kita selalu kuatir dan tidak senang .
Hal lain yang berkaitan dengan rasa cukup adalah pilihan gaya hidup. Kita bisa memilih untuk hidup sederhana atau ikut dalam arus trend sekarang. Ada beberapa orang yang memilih berpenampilan sederhana dan tidak berlebihan. Mereka tidak memaksakan diri untuk membeli barang-barang mewah atau gadget terbaru jika tidak dibutuhkan, meskipun sebenarnya mampu untuk membelinya. Ada keluarga yang mengambil langkah yang kurang populer seperti mendidik sendiri anak-anaknya di rumah (homeschooling) atau menyekolahkannya di sekolah yang biasa-biasa saja, sementara keluarga yang lain berlomba-lomba memasukkan anak-anaknya ke sekolah yang bergengsi dan mahal.  Beberapa ibu memilih memasak makanan di rumah dan mengonsumsi makanan yang sederhana tetapi lengkap kebutuhan gizinya daripada makan di luar yang belum tentu terjamin kebersihan apalagi kandungan nutrisinya.
Rasa cukup terkait dengan rasa syukur. Ketika kita bisa mengucap syukur dengan apa yg terdapat, kita akan merasa senang menggunakan apa yg terdapat. Kebahagiaan kita tidak dipengaruhi sang banyaknya uang atau harta yang kita miliki, tetapi karena kita mampu menikmati semua yang dianugerahkan pada kita.
Penutup
Sebagaimana keterampilan-keterampilan lainnya, kemampuan dalam pengelolaan uang sangat menolong para mak buat mendukung kelangsungan hidup keluarganya. Kecakapan pada mengatur keuangan sangat membantu pada perencanaan kehidupan famili jangka pendek juga jangka panjang, bahkan menghindarkan keluarga berdasarkan berbagai masalah yg berhubungan dengan uang.
Ada orang yang berpenghasilan nir besar , tetapi karena mampu mengatur keuangan & mengelola hidupnya dengan baik, mereka bisa hidup dengan kecukupan. Beberapa orang sanggup menabung buat meraih impian dan asa, bahkan melakukan sesuatu yg memberi manfaat bagi orang lain. Di pihak lain, terdapat pula orang-orang yang berpenghasilan besar dan terlihat glamor kehidupannya, namun akhirnya jatuh miskin atau tidak bisa menikmati harta kekayaannya, karena tidak mengatur keuangan dengan berfokus.
Saya sendiri juga mengalami bahwa mengelola keuangan bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Mengikuti pelatihan dan seminar tentang pengelolaan keuangan belum cukup jika kita tidak mempraktekkannya. Dalam praktek pasti ada trialdan error, dan ada situasi di mana kita merasa gagal atau tidak mampu mengelola uang dengan benar. Akan tetapi ketika kita sudah semakin terlatih dan melakukannya secara disiplin, kita akan mendapatkan manfaat yang tidak sedikit.









































[OPINI] Merenungkan Peran dan Beban Ganda Perempuan

Oleh: Theresia Sri Endras Iswarini


http://mariapandu.Files.Wordpress.Com/2011/02/peranganda200410-1.Jpg

 Hari ini keponakan saya lahir.  Semua bahagia. Sebagaimana biasa, lahirnya anggota keluarga baru membawa aura kegembiraan tersendiri meski tugas dan tanggungjawab orangtua bertambah. Bangun tengah malam, mengganti popok jika pipis, memberi minum jika haus atau sekedar menidurkannya jika tiba-tiba si kecil bangun. Semua dilakukan dengan kesadaran bahwa ini adalah sebuah tanggungjawab atas apa yang telah dipilih. Menjadi orangtua. Tentu saja tugas menjadi orangtua tidak hanya tugas ibu melainkan juga sang ayah. Itu sebabnya jauh hari saya sudah mengatakan pada adik saya untuk berbagi tugas domestik karena sulit bagi sang ibu untuk melakukannya sendiri karena pada saat yang sama dia juga harus mendapatkan istirahat yang cukup mengingat tugas reproduksiyang tidak mudah. Sang ibu harus menyusui dan demi mendapatkan susu yang sehat dan berlimpah maka sang ibu harus mendapatkan istirahat yang cukup, relaks dan gizi yang cukup.


Lalu setelah beberapa waktu, perempuan akan kembali bekerja di luar rumah untuk mencukupi kebutuhan hidup. Meski mungkin penghasilannya tidaklah besar, perempuan merasa tetap harus bertanggungjawab secara ekonomi. Pergi pagi, pulang malam adalah hal biasa dilakukan oleh perempuan dengan syarat bahwa perempuan tetap harus menyiapkan seluruh keperluan keluarga sebelum berangkat kerja dan menyiapkan makan malam jika pulang.  Sungguh, memiliki peran ganda, menjadi ibu dan pekerja bukanlah perkara mudah di tengah tuntutan ekonomi dan sosial yang semakin tinggi terhadap keluarga saat ini, apalagi jika tidak mendapatkan dukungan dari pasangannya.  Meski demikian, peran ganda tersebut bukanlah hal yang asing dilakukan bahkan dalam sejarahnya negara telah melegitimasi peran tersebut dalam konsep ‘ibu-isme’ yang mana perempuan ideal dilabelkan sebagai perempuan yang mampu bekerja baik di rumah maupun di luar rumah, menjadi ibu dan mengurus seluruh keluarga dan pada saat yang sama harus patuh dan tunduk pada suami. Itu sebabnya jika perempuan bergaji lebih tinggi dari suaminya maka suami akan merasa ‘terintimidasi’ karena bagaimanapun penghasilan istri hanyalah penghasilan tambahan.


Apakah peran ganda adalah suatu yang ideal meski dipuja-puja sebagai kekuatan perempuan? Dibentuk pandangan sistematis dan terstruktur bahwa perempuan idaman adalah perempuan yang mampu menjadi ‘super woman’.  Jauh di dalam hati, dengan melihat berbagai pengalaman perempuan yang saya temui, saya katakan peran ganda perempuan sebenarnya juga tidak sepenuhnya sehat. Karena dia memunculkan konsekuensi adanya beban ganda bahkan multi yang bisa mempengaruhi kualitas hidup seseorang.



Peran Ganda Permpuan

Bayangkan jika seseorang harus bekerja hampir 24 jam sehari, tidak memiliki waktu istirahat yang cukup dan makan yang kurang karena menomorsatukan yang lain. Orang itu, secara fisik dan mental, akan mudah sakit! Itu pula yang akan terjadi pada perempuan yang bekerja siang dan malam tanpa mengindahkan kesehatan jiwa dan raga. Perempuan akan gampang tersinggung, mudah emosi, cenderung lebih suka mengalah karena sudah terlalu lelah untuk berdebat, dan lebih patuh karena sudah kehabisan energi untuk menentang.  Akibatnya perempuan kemudian dicap sebagai manusia ringkih, emosional, gampang menangis, pasif dan karena itu harus dilindungi.  Akibat lebih jauhnya, perempuan akan mengalami penyakit-penyakit seperti kanker payudara yang terbukti dipicu juga oleh stress yang diakibatkan dari adanya ketimpangan gender antara perempuan dan laki-laki.


Sedangkan laki-laki yang lebih banyak berperan sebagai pemimpin di rumah dan publik, memiliki banyak pengetahuan karena pertemuannya dengan berbagai macam orang sehingga memiliki ruang lebih banyak untuk mengaktualisasikan diri. Laki-laki kemudian menjadi lebih aktif, lebih tegas, lebih didengarkan, lebih cepat membuat keputusan karena dibiasakan untuk memimpin. Cap tersebut kemudian menjadi sesuatu yang baku, tidak bisa diubah, ‘sudah dari sononya’ karena diamini dan dilakukan selama bertahun-tahun. Akibat selanjutnya adalah pemahaman yang salah tentang peran perempuan dan laki-laki.  Pemahaman yang salah tersebut kemudian disosialisasikan dari orangtua terutama ibu kepada anak-anaknya, dari generasi ke generasi.


Apakah peran ganda hanya berdampak pada perempuan? Bagaimana dengan laki-laki yang juga manusia dengan kualitas yang sama dengan perempuan saat dilahirkan? Jika direnungkan lebih jauh, peran ganda perempuan sebenarnya memberikan kontribusi pada matinya sisi feminin laki-laki. Mengapa demikian? Mari kita bayangkan laki-laki yang melulu hanya dilayani oleh perempuan maka dia tidak akan mampu mengembangkan kemampuan lainnya terutama dalam melengkapi tugas sebagai ayah dan suami.  Menjadi ayah atau suami sebenarnya tidak hanya membutuhkan kualitasdan maskulinitas semata seperti memperbaiki atap rumah atau mengisi bak mandi tetapi sisi feminim pun seharusnya dikembangkan. Jika sisi feminitas tersebut tidak dikembangkan maka ayah atau suami akan luput memahami kebutuhan sang anak akan afeksi. Ayah atau suami tidak cukup sensitif memahami perubahan perilaku dan pikiran dari anak-anak terutama mereka yang sedang beranjak remaja.  Saya membayangkan jika sang ayah juga bersedia untuk memasak sarapan pagi untuk keluarga maka anak akan belajar bahwa ayahnya memiliki rasa cinta yang sama dengan ibunya. Pada gilirannya, pembagian kerja yang adil di rumah akan menyumbang pada kedewasaan anak.  Anak akan memiliki pemahaman baru bahwa pekerjaan domestik dapat dilakukan baik oleh perempuan maupun laki-laki.


Pertanyaan berikutnya, sulitkah membangun dunia baru yang lebih adil bagi perempuan dan laki-laki? Jawabannya: tidak ada kata yang sulit jika kita mau dan bersedia untuk melakukan perubahan! Setidaknya mulailah dari diri sendiri, lalu keluarga dan akhirnya lingkar terdekat kita.  Lalu apa saja yang diperlukan untuk mendukung perubahan tersebut? Pertama, kesadaran; kedua, keterbukaan untuk menerapkan dan ketiga adalah ketahanan. Kesadaran bahwa ketimpangan pembagian kerja di rumah akan berkontribusi pada matinya kemampuan untuk menjadi diri sendiri, tidak berkembangnya sisi feminin dan maskulin dari kedua pihak dan berkembangnya pemahaman yang salah tentang peran perempuan dan laki-laki.  Begitu kesadaran itu tumbuh dan berkembang maka tantangan berikutnya adalah membangun keterbukaan untuk menerima dan menerapkan hal baru yang mungkin menantang seluruh bangunan kultural.  Disinilah dibutuhkan ketahanan tingkat tinggi sekaligus kelenturan untuk terus-menerus mempraktekkan perspektif baru tentang pembagian kerja yang adil di rumah dan di luar rumah. Akan ada banyak protes, cemoohan, ejekan, terhadap praktek baru ini seiring juga munculnya pujian atau acungan jempol karena berani berubah. Berani melakukan sebuah revolusi! Anda mau mencoba? Silakan dan sangat disarankan karena dampaknya akan sangat terasa baik pada diri sendiri maupun pada seluruh keluarga. Membayangkan banyak keluarga akan menjadi lebih sehat jiwa, raga dan psikologis tentu akan memberikan warna tersendiri bagi dunia ini.  Selamat mencoba!



























[PROFIL] Srikandi Nusantara : Perjuangan yang Tak Pernah Padam

Oleh: Melly Amalia

Dari masa perjuangan sebelum Proklamasi sampai mencapai kondisi seperti sekarang, Indonesia tidak akan bisa besar tanpa adanya uluran tangan para Srikandi Nusantara. Dengan gigih mereka berjuang, mengajak menggali harapan dan membangun perubahan demi kemajuan bangsa Indonesia. Tanpa pamrih, tanpa lelah, tanpa tanda jasa mereka terus berjuang dalam segala kondisi.Di masa sebelum proklamasi banyak tokoh-tokoh perempuan yang berjuang melawan penjajah. Lalu perlahan di masa orde lama peranan perempuan mulai dihargai dan mereka memperjuangkan hak-haknya untuk memperoleh pendidikan walaupun masih sangat terbatas. Kemudian di masa orde baru, mulai muncul kesetaraan bahwa perempuan punya hak untuk mengeluarkan pendapat dan pemikirannya. Di masa reformasi peranan perempuan  semakin dihargai dalam banyak hal. Perempuan juga bisa memegang jabatan atau posisi tertentu, punya banyak kesempatan dalam hal pendidikan, berpendapat, pemikiran bahkan berkarya.  Bentuk gerakan perubahan yang dilakukan oleh kaum perempuan ini setiap masa berbeda, ada yang melakukannya secara individu atau dalam satu wadah komunitas/organisasi.


Disini kita akan mengulas lebih dalam bagaimana para Srikandi Nusantara ini memulai gerakannya, apa yang melatarbelakangi perjuangannya, bagaimana cara mereka melakukan usaha & perubahan apa saja yang telah mereka kontribusikan berdasarkan masa ke masa.


Srikandi masa sebelum kemerdekaan


Dewi Sartika



Rd. Dewi Sartika

Dewi Sartika adalah salah satu pejuang pendidikan wanita pada tanah Sunda. Dari umur sepuluh tahun beliau telah terlihat berbakat menjadi pengajar. Dewi Sartika mini sering mengajarkan baca-tulis dan bahasa Belanda ke anak-anak pembantu pada Kepatihan dengan memakai media bantu papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting. Kejadian ini sangat mengejutkan masyarakat Cicalengka. Lalu dalam usia delapan belas tahun (1902), Dewi Sartika merintis pendidikan bagi kaum perempuan . Ia mengajarkan merenda, memasak, menjahit, membaca, menulis & sebagainya ke kaum perempuan disekitar kehidupannya. Dewi Sartika mendidik anak-anak perempuan bisa menjadi mak tempat tinggal tangga yg baik, bisa berdikari, luwes, dan terampil. Maka dari itu, pelajaran yg diberikan merupakan yang herbi training rumah tangga.Dia ingin perempuan jua mempunyai kesempatan buat menuntut ilmu. Akhirnya beliau pulang ke Bandung dan meneruskan cita-citanya.



Sakola Istri



Dua tahun kemudian (1904) Dewi Sartika mendirikan sekolah khusus buat kaum perempuan yang bernama Sakola Istri (Sekolah Perempuan), sekolah wanita pertama se-Hindia Belanda. Murid-siswa angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang, & mereka melakukan aktivitas menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung. Lama kelamaan muridnya bertambah poly dan membutuhkan ruangan yg cukup besar .Dengan berbekal tabungan pribadinya, Dewi Sartika membeli lokasi baru didaerah Kebon Cau. Meski awalnya menerima kontradiksi berdasarkan warga dampak budaya pengekangan dalam kaum perempuan , tetapi berkat kegigihannya, Sakola Istri mulai menerima tanggapan positif berdasarkan rakyat.

Nyi Ageng Serang
Nama aslinya merupakan Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi. Ia merupakan keturunan Sunan kali Jaga dan memiliki seseorang cucu yang kelak menjadi pahlawan pendidikan Indonesia, yaitu Ki hajar Dewantara. Meskipun namanya nir sepopuler R.A. Kartini, akan tetapi perjuangannya sangat bermanfaat bagi bumi Indonesia.


Di usia 16 tahun, dia mempunyai kepribadian yg luwes, cerdik, pandai dan berwatak keras. Harapannya buat membebaskan warga berdasarkan jajahan Belanda sangat kuat. Beliau selalu berbagi benih-benih nasionalisme ketengah-tengah rakyat buat melawan penjajah.


Ditengah norma yg masih kuat, Nyi Ageng Serang rajin mengikuti latihan militer beserta kaum lelaki. Ia jua tak jarang mengikuti ayahnya, seorang yg ahli dibidang keprajuritan yg terjun ke medan perang melawan penjajah Belanda. Sampai ayahnya wafat, Nyi Ageng Serang menggantikan posisi ayahnya menjadi penguasa Serang. Barulah nama gelar Nyi Ageng Serang ini diberikan kepada dia. Dengan kegigihannya, Nyi Ageng Serang membantu rakyatnya dan melakukan perlawanan fisik buat mengusir pasukan Belanda.


Nyi Ageng Serang juga membantu perjuangan Pangeran Diponegoro melalui laskar Semut Ireng-nya. Pangeran Diponegoro menganggap Nyi Ageng Serang adalah sesepuh dan seorang yang ahli dalam strategi perang. Yang paling membuat sedih Nyi Ageng Serang adalah bukan sekedar berjuang melawan penjajah, tapi ia harus melawan bangsanya sendiri yang sudah menjadi antek-antek Belanda.Perjuangannya tidak sampai disini, bahkan di usia lanjut pun beliau masih memimpin pasukannya meski dari atas tandu.


Di usia 76 tahun, beliau mangkat dan menyisakan Serang sebagai daerah yang merdeka. Banyak teladan yang ditinggalkan menurut seorang Nyi Ageng Serang. Semangat pengabdian, kegigihan, kesetiaannya terhadap bangsa Indonesia bahkan rela meninggalkan kemewahan demi perjuangannya.


Srikandi masa kini
Di era transformasi, kita menemui banyak kaum perempuan  yang memperjuangkan hak-haknya. Diantaranya ada Mama Yosefa , pendiri Yayasan Hak Asasi dan Kemanusia di Papua, yang berjuang membela kaum perempuan yang menjadi korban pelecehan, penganiayaan, pemerkosaan dan pembunuhan di pedalaman Kabupaten Mimika, Papua. Mama Yosefa juga mengimbau agar kaum pria menghargai hak dan martabat perempuan sehingga kasus-kasus yang dialami perempuan di  pedalaman Kabupaten Mimika, Papua tidak terulang lagi. Selain itu ada Ni Made Indrawati di Bali yang mengupayakan reaktualisasi sistem tradisional dalam mengelola manajemen lingkungan. Indra bersama penduduk desa Sumber Kelampok  di Taman Nasional Bali Barat membuat KUB (Kelompok Usaha Bersama) untuk mengatasi konflik yang terjadi dengan program peningkatan pendapatan, pertanian, konservasi hutan dan kelompok kerajinan tradisional dengan melibatkan nilai-nilai adat disana. Baru-baru ini bertepatan di Hari Ibu tanggal 22 Desember 2014, seorang aktivis perempuan Eva Susanti Hanafi Bande mendapat grasi dari Presiden jokowi. Eva dituduh melakukan tindak pidana penghasutan karena memperjuangkan hak agraria masyarakat di Sulawesi Tengah.Eva menjadi korban kriminalisasi karena melawan ketidakadilan dan menyuarakan hak-hak rakyat serta mengadvokasi konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan kelapa sawit.


Gerakan Perempuan Indonesia


Selain pejuang perempuan yang individu, poly jua gerakan-gerakan dalam bentuk organisasi atau serikat yang berita garapannya memperjuangkan & memfasilitasi kebutuhan kaum wanita. Diantaranya merupakan :


Suara Ibu Peduli
Suara Ibu Peduli (SIP) adalah suatu komunitas atau perkumpulan yang mayoritas pengurus dan anggotanya adalah kaum hawa. Awal didirikan untuk menjadi wadah bagi ibu-ibu yang memiliki rasa kepedulian tinggi terhadap permasalahan yang ada dalam lingkungan sekitarnya. Masa krisis moneter tahun 1998 menjadi titik  awal terbentuknya SIP. Kondisi waktu itu adalah harga sembako sangat mahal dan masyarakat miskin tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Hal ini menginspirasi sekelompok ibu rumah tangga untuk mendirikan komunitas. Waktu itu SIP salah satu bagian divisi sosial organisasi Jurnal Perempuan. Kemudian tahun  2002 SIP berdiri sendiri dan menjadi perkumpulan yang independen dan mempunyai ketertarikan dengan isu sosial, yang akhirnya bisa menjadi suara keprihatinan ibu dan perempuan. Pengurus SIP bersifat relawan . Mereka berjuang demi kepentingan sosial dan kepentingan masyarakat banyak dengan menggali potensi yang ada diantara mereka. Sebagai aktivis perempuan, anggota SIP tetap bisa menyeimbangkan antara mengurus keluarga dan aktivitasnya di SIP. Motto yang dianut oleh anggota SIP adalah : Karena kami manusia Kami bersuara, Karena kami ibu Kami peduli, Karena kami perempuan Kami berdaya.www.suaraibupeduli.org


The Urban Mama
The Urban Mama sebagai salah satu lembaga yg relatif menarik perhatian para orang tua dan calon orang tua. Hal-hal yg diulas pada The Urban Mama terkait dengan global parenting.
Kalau kita menengok websitenya http://theurbanmama.com/, ada berbagai tema menarik yang bisa kita ulik seperti breast feeding, parenting,finance, home&kitchen, recipes, health &fitness, dan ruang forum. Artikelnya sangat beragam dan sangat bermanfaat bukan hanya untuk yang sudah menikah tapi juga untuk calon orang tua, bahkan juga yang belum menikah.  Mereka percaya bahwa setiap orang tua mempunyai gayanya sendiri dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya.  The Urban Mama mempunyai forum khusus untuk memfasilitasi para membernya berbagi informasi dari topik bisnis sampai topik kesehatan maupun pendidikan.



https://www.facebook.com/theurbanmama



AMAN Indonesia
The Asian Muslim Action Network (AMAN) adalah jaringan Muslim dan non Muslim -baik individu maupun institusi- di Asia. Didirikan tahun 1990, AMAN bekerja untuk mempromosikan keadilan dan perdamaian, termasuk pemberdayaan masyarakat, dialog antar umat beragama, serta advokasi atas hak-hak asasi manusia dan perempuan. Sedang AMAN Indonesia adalah lembaga yang bekerja untuk Pembangunan Perdamaian melalui peningkatan kapasitas dan partisipasi perempuan dan mulai berdiri pada tahun 2007.
AMAN mempunyai visi terciptanya masyarakat harmoni tanpa kekerasan melalui peningkatan kapasitas dan partisipasi perempuan dalam pengambilan kebijakan dengan spirit cinta kasih, saling pengertian dan tanpa kekerasan. Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh AMAN dalam program pendidikan dan pendampingan adalah membuat Sekolah Perempuan untuk Perdamaian. .http://amanindonesia.org/


###






























































Minggu, 21 Juni 2020

[PIKIR] Tantangan dan Peran Ibu Masa Kini

Oleh: Dominika Oktavira Arumdati


http://www.Ajcebeats.Com/maa/

Kita hayati pada jaman terkini. Modernitas sering dimaknai menjadi kemajuan pada tatanan masyarakat ketika ini. Masyarakat kita pun disebut masyarakat modern. Masyarakat seperti ini diidentikkan menggunakan warga yg menguasai teknologi, mempunyai gaya hayati yang serba cepat & praktis, menggunakan tingginya tuntutan pemenuhan kebutuhan buat menjawab modernitas itu. Semua ini membawa perubahan dan pengaruh pada paras famili jaman ini. Khususnya, peran bunda & budaya pengasuhan serta pendidikan pada famili.


Tantangan modernitas bagi bunda


Dulu ibu dikenal menjadi pelaku primer pekerjaan domestik atau wilayah kerumahtanggaan. Kini ia tidaklagi sebagai satu-satunya ruang yang ditempati bunda buat keluarganya. Banyak pihak sekarang bisa mengambil kiprah domestik ini, contohnya ayah, anggota famili yg lain, atau bahkan asisten rumah tangga. Sebaliknya, juga makin banyak bunda mengambil pekerjaan ?Non-domestik? ? Artinya pekerjaan pada luar wilayah kerumahtanggaan, baik buat mencari uang ataupun motif non-finansial (misalnya kerja sosial). Pekerjaan non-domestik ini mampu dikerjakan secara fisik pada luar rumah, ataupun secara fisik permanen pada dalam rumah.


Dengan demikian secara generik ada tiga kategori; (a) ibu yg merogoh peran domestik sepenuhnya; (b) mak yang mengambil pekerjaan non-domestik di luar rumah; dan (c) mak yang mengambil pekerjaan non-domestik menurut dalam rumah. Ketiga kategori kiprah ini tidak sama secara mendasar ? Demikian jua implikasinya. Pergeseran kiprah ini mampu karena pilihan bebas atau tanggungjawab, namun pula bisa ditimbulkan sang ?Keterpaksaan? Yg diakibatkan sang modernitas tersebut ? Misalnya tuntutan ekonomi, sosial, budaya, bahkan teknologi. Ibu yg merogoh pekerjaan non domestik, misalnya, tak jarang terjadi lantaran tuntutan ekonomi, meskipun terdapat pula bunda yg memilih bekerja lantaran alasan lain baik personal juga famili.


Biaya hidup yang makin tinggi, tidak mencukupinya penghasilan yang ada kerap menjadi pendorong ibu harus bekerja mencari uang dan meninggalkan (seluruhnya atau sebagian) peran kerumahtanggaannya. Fenomena ‘working mother’ secara umum dipahami dalam konteks ini. Namun ada juga ibu yang meski harus mencari nafkah tetap ingin berdekatan dengan keluarganya, atau tetap menjalankan peran domestiknya meski terbatas. Mereka ini dikenal sebagai ‘working-at-home mother’. Peran teknologi modern khususnya teknologi informasi amat besar untuk membantu para ibu yang bekerja dari rumah. Sementara itu, ibu yang mengambil peran kerumahtanggaan sepenuhnya sering disebut sebagai ‘stay-at-home mother’ (sebelumnya, ‘full-time mother’). Mereka secara purna-waktu mengambil peran dan tanggungjawab domestik bagi keluarganya.


Seluruh pengistilahan di atas barangkali populer, namun kadangkala menyesatkan dan menimbulkan perdebatan yang tidak produktif (misalnya ‘stay-at-home/full-time mother’ kerap dipertentangkan dengan ‘working/working-at-home mother). Istilah-istilah tersebut diperkenalkan di sini hanya untuk menjelaskan fenomena di atas sebagai tantangan paling kontekstual yang dihadapi para ibu saat ini.


Asah, asih, asuh’, adalah pepatah yang melekat erat pada peran ibu dalam keluarga. Semua ibu –baik yang mengambil peran domestik sepenuhnya atau sebagian, yang sepenuhnya mengurus kerumahtanggaan ataupun yang bekerja baik di luar maupun dari rumah—perlu memahami bahwa mereka punya peran sosial sangat besar. Merekalah fondasi bangunan sebuah generasi bangsa yang baru. Peran multidimensi yang disandang oleh ibu dalam keluarga dan masyarakat menjadi demikian penting di balik ketahanan sebuah bangsa.


Ibu menjadi titik tolak pembangunan generasi yg bijak teknologi, yang mempunyai tingkat kepedulian sosial tinggi & terlibat dalam kasus-masalah sosial kemasyarakatan dan lingkungan yg menjadi perhatian global waktu ini. Ibu jua berperan sentral melahirkan generasi antikorupsi yg diharapkan bagi bangsa ini agar sanggup mandiri dan bermartabat. Generasi-generasi pada atas hanya bisa didapatkan menurut keluarga yg memiliki kepedulian tinggi buat membangun karakter anak-anaknya. Dan ibu memegang peran sentral di sini.


Sejauh mana pencerahan ini dipahami?


Memilih: Kebebasan atau keterbatasan?


Hampir pasti, banyak bunda ?Khususnya bunda masa kini ?Mempunyai kesadaran tadi pada atas. Persoalannya bukan pada pencerahan, namun pada pilihan menyikapi pencerahan tersebut. Banyak yg mengira kemajuan hari ini membawa kebebasan, namun tak poly yang paham bahwa apa yang dianggap ?Bebas? Sebenarnya terbatas. Misalnya, kebebasan menentukan makanan atau minuman sangat ditentukan oleh keterbatasan apa yg tersedia pada pasar; kebebasan menentukan program televisi sangat dipengaruhi oleh stasiun televisi apa saja yang sanggup ditangkap.


Proses memilih ini menjadi sangat penting karena berbagai tantangan kehidupan jaman modern saat ini. Setidaknya dua pertimbangan mungkin berguna dalam memilih: (a) apakah bentuk keinginan atau kebutuhan? (b) apakah untuk mencapai ke-“cukup ”-an atau membiarkannya jadi berlebihan? Beberapa hal berikut ini berangkat dari pengalaman dan refleksi saya pribadi, yang mungkin bisa menjadi catatan bersama bagi kita, para ibu, dalam menentukan pilihan.


A. Bijak teknologi
Tak terbantahkan lagi bahwa di masa kini , dalam tumbuh kembang anak, teknologi bagai pisau bermata 2. Kecanggihan teknologi dan kemampuan adaptasi anak yang tinggi terhadap perkembangan wajib secermat mungkin diberi perhatian sang orang tua. Seringkali kita terjebak dalam mengidentifikasi kemajuan perkembangan anak melalui interaksinya dengan teknologi. Penguasaan teknologi (mulai dari komputer hingga dengan robotik) biasanya menandakan berkembangnya fungsi kognisi. Padahal tumbuh kembang anak yg utuh dan seimbang mencakup tak hanya kognisi, melainkan jua motorik & emosi.


Menjadi generasi bijak dalam teknologi media, bukanlah sebuah keterampilan hidup yang turun dari langit pada anak-anak kita. Di sinilah letak peran orangtua khususnya ibu dalam mendampingi anak –yakni untuk menyeimbangkan perkembangan kognitif dengan kematangan aspek motorik dan emosinya. Intinya adalah memberikan arahan dan aturan yang tidak sekedar bersifat membatasi interaksi anak dengan teknologi, tetapi justru memperkaya aspek dan pembangunan karakter lainnya misalnya membangun dialog yang saling memenangkan (win-win solution), membangun komitmen, menentukan prioritas, sekaligus melatih anak-anak untuk terampil dalam menyaring informasi yang demikian cepat dan demikian beragam  ketika bersentuhan langsung dengan media baik lewat televisi dan internet. Informasi yang tak terbendung dapat kita pilah dan pilih, salah satunya melalui “Saringan Socrates”, yakni: apakah informasi yang diberikan itu mengandung kebenaran, apakah ia memberikan kebaikan, dan terakhir apakah informasi tersebut memberikan manfaat dalam kehidupan kita.


Dialog yang terbuka antara anak dan orangtua khususnya ibu atas apa yang dialami dan dipelajari anak melalui teknologi menjadi penting untuk membantu anak memberikan makna atas pengalaman dan pembelajaran yang didapat. Teknologi adalah penanda kemajuan dan selalu punya dua sisi. Kepekaan melihat sisi ‘baik’ teknologi yang bisa digunakan untuk kebaikan dan kemampuan untuk memahami bagaimana sisi ‘gelap’ teknologi juga bisa digunakan untuk keburukan menjadi sangat penting. Maka penting bertanya: apakah memilih menggunakan satu teknologi tertentu adalah keinginan atau kebutuhan? Untuk apa dan mengapa, serta apa dampaknya? Ungkapan ‘technology savvy’ dalam hal ini merujuk bukan pada penguasaan teknis atas teknologi, tetapi pemahaman utuh, termasuk aspek-aspek non teknis, dari teknologi.


Upaya lain buat menyeimbangkan dampak negatif dalam berteknologi, anak-anak tetap wajib didorong buat pula melakukan kegiatan & permainan yg bersifat fisik & berinteraksi secara sosial pada samping ber-teknologi.


B. Mawas konsumsi
Pilihan-pilihan sadar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari menjadi sebuah pembelajaran yang harus dipahami oleh para ibu, bahwa hal ini akan mengendap dan tinggal dalam memori anak dan ini menjadi fondasi kebiasaan yang akan dibawa hingga dewasa. Bayangkan setiap hari tuntutan kebutuhan demikian tinggi dan semakin banyak orang mencari kenyamanan melalui pilihan yang serba memudahkan, cepat dan praktis: mulai dari mengkonsumsi makanan instan, hingga belanja instan di supermarket atau gerai-gerai waralaba. Memang, kebutuhan hidup akan barang dan jasa makin mudah didapat melalui proses fabrikasi. Cara kita memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sudah demikian dipengaruhi dan dibentuk oleh pasar lewat iklan yang memainkan insting, selera, dan rasa kita sebagai konsumen. Siapa sasaran empuknya? Perempuan dan anak. Jelas, kita perlu menyikapi dengan bijak.


Ambillah contoh soal makanan, satu kebutuhan dasar manusia. Dorongan industri makanan begitu luar biasa: dari makanan cepat saji yang tersebar di mana-mana hingga mudah diakses, hingga industri makanan beku dan instantyang menawarkan kepraktisan. Hal ini membuat orang, khususnya para ibu, tak perlu lagi repot setiap hari ke pasar dan menghabiskan banyak waktu di dapur. Ditambah dengan iklan yang dipapar  di televisi dan menjadi konsumsi pikiran, manifestasinya dalam tindakan cara memilih pangan menjadi nyaris otomatis. Bayangkan iklan produk makanan yang tinggal sobek, tinggal cemplung, tinggal panaskan dengan microwave, tinggal tuang air panas, atau tinggal digoreng. Jargon-jargon ini menjadi mantra industri makanan modern yang langsung diaminkan banyak ibu, yang kini tanpa susah-payah harus masak dari bahan mentah. Apakah hal ini salah?


Pola di atas kerap menjadi jawaban bagi ibu-ibu yang sibuk tetapi juga harus menyediakan makanan bagi keluarganya. Peran ibu di masyarakat modern lantas begitu lekat dan identik dengan kepraktisan pengolahan dan penyajian makanan. Tetapi sadarkah kita bahwa hal ini menempatkan anak-anak kita pada ketidaktahuan dan ketidakpedulian tentang asal usul makanan yang mereka konsumsi? Ini terkait tidak saja dengan aspek kesehatan mereka sendiri, namun pembentukan selera dan kesadaran mengkonsumsi: apakah mengkonsumsi sesuatu karena memang butuh atau karena sekedar ingin? Kenyamanan dan kemelekatan yang menjadi adiksi akan menjadi kebiasaan/habityang sulit dihentikan. Akibat lain adalah bahwa dengan semakin mudahnya kita membeli dan mengkonsumsi, kita makin jauh berjarak dengan kesadaran berproduksi, termasuk misalnya berproduksi pangan dari pekarangan yang dulu demikian lazim dilakukan para ibu untuk membantu ekonomi keluarga dan media pembelajaran yang paling efektif bagi anak.


c. Sadar keber-cukup-an
Hidup sederhana dengan sadar dan rela barangkali justru salah satu hal paling susah di jaman ini. Kalaupun ada yang hidup sederhana, hal itu dimaknai sebagai ‘pas-pasan’ dan lebih karena ‘keterpaksaan’ daripada pilihan sadar. Mengapa? Satu sebabnya: sulit, malah hampir tak bisa, untuk berkata ‘cukup’ untuk diri sendiri dan keluarga. Cukup, untuk penghasilan yang didapatkan; cukup untuk barang dan jasa yang dikonsumsi; cukup untuk kepemilikan atas berbagai barang dan properti lain. Namun mengatakan dan bersikap cukupmemang tidak mudah. Alih-alih malah kita merasa terasing dari masyarakat modern kapitalistik di sekitar kita yang memang tidak pernah merasa cukup –khususnya dalam mengkonsumsi. Mereka yang hidup di kota besar barangkali mengenal istilah ‘Gaji 15 koma’ artinya ‘… setelah tanggal lima belas, keuangan pun koma’ – alias menjadi tidak berdaya di setengah sisa bulan. Konsumsi seakan menjadi dorongan yang tak terhindarkan, bahkan sampai mengabaikan kemampuan berproduksi atau mendapatkan pemasukan. Maka makin jelas, bahwa pilihan-pilihan mendasar menjawab kebutuhan lewat konsumsi harus semakin kita kaji dan pertimbangkan sungguh-sungguh.


Pola konsumsi kita seharusnya mulai berubah. Tak hanya mencukupkan diri pada berbelanja apa yg sungguh dibutuhkan dan bukan sekedar diinginkan, akan tetapi pula pada hal konsumsi pangan. Sadarkah kita bahwa kuliner yang paling sederhana pengolahannya (mentah, hanya dikukus, atau direbus dengan bumbu alami) justru merupakan hal yang paling glamor bagi tubuh kita? Sebaliknya, yg seolah glamor & rumit serta penuh tambahan (digoreng, dibakar menggunakan banyak sekali penyedap rasa & pengawet) justru sering menjadi perusak badan?


Konsumerisme adalah ‘konsumsi yang mengada-ada’. Manusia perlu mengkonsumsi, namun konsumsi yang mengada-ada, dibuat-buat, semata-mata demi keinginan, adalah konsumerisme. Ibu punya peran kunci menanamkan nilai-nilai penting untuk melawan konsumerisme dengan mencukupkan diri dengan yang ada,  bukan berlomba mencari dan menambah dengan mengada-ada. Hari-hari ini, memperbaiki apa yang rusak dan bukannya membuang dan menggantinya tak lagi menjadi bagian dari nilai keluarga kita. Barang apapun yang rusak, yang sebenarnya bisa kita perbaiki sendiri, begitu mudah kita buang dan kita beli yang baru sebagai penggantinya. Ibu bisa mengembalikan nilai itu dalam keluarga.


d. Sadar lingkungan untuk generasi hijau


Dengan pola konsumsi yang kita miliki, sadarkah kita bahwa  rumah tangga berkontribusi menghasilkan sampah sekitar 2,5 liter per per hari per kepala (KLH, 2012). Pengelolaan sampah rumah tangga dengan sistem kumpul-angkut-buang sudah tak bisa lagi menjawab persoalan sampah. Kesadaran baru pengelolaan sampah melalui 3R; Reduce, Reuse, Recycle,yang sudah dilakukan perlu terus didukung. Selain itu perlu Rethink- yakni bahkan sebelum mengkonsumsipun kita sudah harus mulai memikirkan sampah akhir yang akan diproduksi dari konsumsi tersebut. Jika bisa, hindarilah penambahan volume sampah non organik, mulai dengan mencari alternatif hingga menggantinya dengan produk yang ramah lingkungan. Konsep Reuse perlu mendapat perhatian lebih pada usaha Repair – yakni barang yang rusak tidak selalu harus langsung dibuang tetapi diusahakan memperbaikinya. Gagasan lain yang perlu dipikirkan adalah Recover – yakni aktif mengusahakan sumber-sumber daya baru yang terbarukan dalam konsumsi kita.  Keluarga yang peduli akan pengelolaan sampah akan menyumbangkan jawaban atas persoalan hidup keberlanjutan.


Ibu bisa menjadi aktor kunci untuk sadar lingkungan dari dalam keluarga dan lingkungan sekitar, melalui tindakan-tindakan sederhana. Mulailah dari hal sederhana, mengajarkan dan memberikan contoh pada keluarga khususnya anak-anak untuk bisa memilah sampah dan melakukan diet plastik. Sampah organik selanjutnya dapat dijadikan pupuk kompos, sedangkan yang non-organik dapat didaur atau digunakan ulang. Ibu juga bisa menjadi garda depan gerakan peduli pola konsumsi pangan yang berbasis tanaman, alami, lokal, dan non transgenik atau non-GM (genetically modified). Mulai dari dapur dan rumah sendiri, ibu bisa membangun kesadaran seluruh anggota keluarganya untuk mencari bahan pangan lokal (bukan impor) dan alami (tanpa pestisida, bukan hasil rekayasa genetika, dan diproduksi tanpa pengawet buatan). Gerakan berkebun atau menanam sayur di pekarangan, lahan kosong, atau bahkan berkreasi dengan pot atau hidroponik, yang bisa dilakukan di rumah, sekolah atau lahan tidur. Menghijaukan lingkungan tempat kita tinggal atau tempat bekerja untuk memberi udara bersih, memberikan kesejukan dan mendapatkan manfaat langsung berupa buah dan sayuran dari tanaman produktif di sekitar, merupakan usaha baik untuk mengurangi pemanasan global.


Mengenalkan pasar tradisional bukan hanya soal konsumsi, melainkan membangun kesadaran lebih luas akan dampak pola konsumsi terhadap lingkungan khususnya pangan lokal. Pasar tradisional bisa menjadi ajang pembelajaran dampak sourcing pangan lokal pada aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.


Terobosan-terobosan menggunakan kembali berbagai produk rumah tangga dengan bahan sealami mungkin, misalnya mengganti deterjen dengan lerak, garam, cuka, baking soda dan jeruk nipis. Tak hanya untuk kesehatan, namun hal semacam ini secara langsung berkontribusi menurunkan jejak karbon konsumsi kita.


Catatan penutup
Satu tanda kemajuan adalah kecepatan. Dunia makin cepat bergerak, informasi makin cepat masuk, beragam pilihan makin cepat tersaji. Namun kemampuan kita mencerna dan memilih seringkali tidak sama cepatnya. Apalagi anak-anak. Ibu punya peran besar untuk membantu anak-anak menanggapi cepatnya dunia yang berputar di sekitar mereka. Apa yang saya sampaikan di atas hanyalah refleksi sederhana mengenai peran seorang ibu –semua ibu: entah working mother, work-at-home mother ataupun stay-at-home mother—di jaman modern ini. Peran utamanya adalah untuk menyuntikkan kesadaran terhadap segala kecepatan kemajuan jaman ini. Ibu harus semakin mampu menyuarakan kesadaran baru lewat aksi yang nyata dalam pilihan bagi keluarganya yang sebenarnya akan menjadi kesadaran kolektif sebagai fondasi keberhasilan menghasilkan generasi bangsa yang lebih peduli, lebih bijak dan lebih bermartabat bagi negara besar ini.






























































































[MASALAH KITA] Konflik Peran Ganda Ibu Aktivis

Oleh: Anastasia Levianti
Ibu aktivis menjalankan setidaknya dua peran, yakni kiprah domestik sebagai bunda menurut anak-anaknya ataupun istri, dan kiprah sosial sebagai agen perubahan di rakyat. Di samping idealisme yg intensif, ke 2 kiprah ini menuntut hadiah ketika, pikiran, perhatian, dan tindakan berdasarkan ibu. Ada kalanya, ke 2 peran menuntut hadiah yg sama banyaknya pada ketika bersamaan, sehingga ibu mengalami perseteruan.
Saat menghadapi situasi perseteruan, mak dihadapkan pada setidaknya 3 pilihan, yakni : (1) mendahulukan peran domestiknya, (dua) mengutamakan peran sosialnya, atau (3) mencari cara buat memadukan keduanya. Yang paling acapkali terjadi adalah mak mengedepankan keliru satu kiprah & mengebelakangkan peran yang lain. Sebagai akibatnya, bunda merasa bersalah lantaran keliru satu kiprah tidak ia jalankan secara optimal.


Ibu lalu melakukan penilaian & merencanakan langkah perbaikan, mulai dari penetapan skala prioritas, manajemen waktu, strategi mengelola stamina & emosi, serta hal lain-lainnya. Rencana pemugaran tidak pribadi berhasil dijalankan. Rangkaian pertarungan, langkah solusi, evaluasi, dan rencana perbaikan pun menjadi siklus berulang yg dialami ibu. Perubahan terjadi sedikit-sedikit, lambat, kurang signifikan, dan melelahkan. Oleh karena itulah Rubrik ?Masalah Kita? Mengangkat topik ini, untuk menguraikan pertarungan berdasarkan pertarungan peran ganda ibu aktivis, dan memperoleh gambaran tentang cara lain solusinya.
Berikut jawaban 7 responden buat pertarungan peran ganda yg dialami.


# Marah kepada anak lantaran mak stress oleh kegiatan padat pada waktu sempit
# Merasa bersalah kepada anak lantaran ibu mendahulukan pekerjaan
# Merasa ragu apakah aktivitas sosial tetap perlu dipertahankan
# Tak ada kasus, konfiden anak didukung lingkungan eksternal ketika bunda beraktivitas di luar
Dari hasil rekap di atas, tampak bahwa salah satu keluhan utama mak merupakan perasaan terhimpit oleh banyaknya tugas yang perlu beliau selesaikan pada saat terbatas. Perasaan terhimpit lahir dampak desakan impian buat mewujudkan hasil sempurna di kedua bidang secara cepat dan sempurna. Keterhimpitan ibu umumnya disalurkan dalam bentuk perilaku murka pada suami yang dianggap kurang kooperatif, juga anak-anak yang cita rasanya sulit diatur dan menuntut perhatian lebih. Perilaku murka terjadi semakin sering, semakin intens, dan semakin sulit dikendailkan, meski perasaan menyesal selalu tiba selesainya amarah reda. Mengapa demikian?
Ibu mengalami frustrasi berulang-ulang. Pikiran ibu tentang “apa yang seharusnya” berkebalikan dengan kenyataan di depan mata. Tanpa sadar, ibu terjebak pada idealismenya sendiri.  Ditambah dengan cermin sosial yang terbentuk selama ini bahwa seorang ibu haruslah sempurna, senantiasa sabar, telaten merawat dan mengasihi keluarganya. Dari sinilah pangkal mula seorang ibu mengharuskan dirinya memenuhi kondisi tertentu, dengan dalih, “Berperilaku marah-marah itu tidak baik. Segala perilaku kurang optimal harus diperangi, tidak boleh dibiarkan begitu saja” Ibu menolak untuk menerima diri dan lingkungannya secara apa adanya, karena segala hal yang tidak sesuai idealismenya dianggap buruk dan merasa wajar untuk diperbaiki. Dalam hal ini, ibu telah mencintai diri sendiri secara berpamrih. Artinya, ia hanya mampu merasa bahagia ketika idealismenya tercapai.
Pamrih atau cinta bersyarat ibu terapkan secara otomatis juga pada lingkungan di luar dirinya. Anak, suami, rekan, atau lingkungan harus memenuhi idealismenya, barulah mereka semua itu dapat ibu balas sikapi dengan baik. Padahal kenyataannya, setiap orang itu  beranekaragam, dengan cara mereka masing-masing untuk memperjuangkan kepentingan diri sendiri dan memenuhi keinginan mereka sendiri, baik dengan cara yang kasar maupun dengan cara yang halus. Kenyataan ini sungguh buruk bagi ibu, karena bertentangan dengan konsep idealnya mengenai manusia sebagai makhluk berbudi tulus. Ibu tidak mau melihat mereka secara transparan. Ibu belum bisa mencintai mereka secara apa adanya. Ibu mudah dikecewakan.
Akar masalah yang perlu mak aktivis pahami artinya ketidakmauan mengasihi diri sendiri secara apa adanya, yg berkembang menjadi ketidakmauan mencintai realita dan lingkungan yang lebih luas secara apa adanya jua. Seperti perempuan yg menutupi perasaan jeleknya menggunakan berdandan, apapun upaya yg dilakukan, sekedar menimbulkan ria sesaat, & tidak berdaya melahirkan perasaan cantik menurut dalam dan cinta.
Alternatif solusi yang perlu ibu aktivis pertimbangkan adalah berhenti memoles diri dan orang lain, ataupun kenyataan di depan mata. Berhenti mencocokkan keadaan diri sesuai cermin sosial. Setiap yang ada pada suatu saat sudah hadir dengan kesejatiannya yang penuh, tanpa perlu perbaikan ataupun sekedar pelengkap kemasan. Getaran cinta tanpa syarat akan melahirkan tindakan memelihara, bukan memerangi, seperti wanita yang menyayangi fisiknya dan merawat kondisinya. Karena tanpa pamrih, ibu akan terbuka menerima keadaan chaos dan spontanitas pihak lain, tidak lagi memaksakan perwujudan idealisme pribadi. Tindakannya bersifat merespon kebutuhan bersama dari hatinya, bukannya membalas atau re-aksi. Sebaliknya, aksi yang ibu lakukan akan menggugah hati pihak lain untuk memberikan respon sesuai kebutuhan bersama, bukannya memancing balasan atau re-aksi mereka.
Bagaimana menahan dorongan buat memoles diri, mengingat dorongan tadi tiba secara kuat dan cepat, nyaris seperti refleks saja sifatnya? Cara primer adalah, menyadari momen 1-dua detik waktu dorongan itu ada, menerimanya hadir di dalam diri, lalu melepaskannya, dorongan itu secara alamiah akan reda.
Di samping keluhan perasaan terhimpit & respon amarah, terdapat juga keluhan mengenai kelelahan & ketidakberdayaan, serta keraguan buat permanen menekuni ke 2 kiprah atau ketakutan buat melepas keliru satunya. Saat ibu merasa lelah dan tidak berdaya, secara amanah tubuh ibu mengungkap kebutuhannya akan istirahat. Tetapi amanah jua diakui bahwa pikiran ibu tak sanggup menghentikan seluruh aktivitas rutin dari kedua kiprah yang sudah dia jalani selama ini. Ibu misalnya robot pekerja yg mulai aus dimakan usia. Orientasi utamanya merupakan produktivitas. Tindakan mak berlandaskan prediksi logis dan mengabaikan dorongan perasaan. Tanpa sadar, bunda menyikapi kehidupannya menjadi proses usaha yang perlu dia kelola, bukan sebagai misteri yang perlu beliau hidupi.
Di tengah-tengah itu, ada kalanya, ibu merasa bimbang. Ibu ragu apakah ke 2 peran perlu beliau pertahankan, ataukah lebih sempurna penekanan menekuni keliru satu kiprah & peran lain sekedar menjadi pengisi ketika luang. Berbagai pro kontra ada pada kembali setiap peran, seakan saling ingin mengalahkan satu sama lain dan hanya akan terdapat satu kiprah yg muncul sebagai pemenang. Ragam pertimbangan semakin berseliweran, & semakin sulit dipilah, mana yg kebutuhan sejati & mana yang perangkap pembenaran. Berbagai ketakutan merintangi itikadnya melepas anak dalam penyelenggaraan lingkungan sekitar. Ibu juga risi kelompok warga binaannya akan telantar apabila ia menghentikan peran sosialnya. Sementara tetap menjalankan keduanya tanpa prioritas kentara membebani bunda.
Akar masalah dari keluhan-keluhan ibu ini adalah rasa takut atau kurang percaya terhadap situasi ketidakpastian. Sebagai aktivis, keberanian ibu sebatas menghadapi situasi pasti, yakni memperjuangkan idealisme yang ia yakini benar dan memerangi perihal yang sudah jelas dianggap negatif oleh lingkungan. Situasi terus mempertahankan produktivitas meski dibebani kelelahan juga merupakan situasi pasti, yang enggan diubah karena khawatir menimbulkan chaos.
Alternatif solusi yang perlu ibu pertimbangkan adalah mengembangkan courage, more than brave. Ibu perlu berani mengambil keputusan berdasarkan suara hatinya. Bagaimana mendeteksi suara hati yang perlu diikuti? Suara hati memiliki kuasa, yang mendorong manusia secara alamiah untuk bertindak, meski menghadapi macam-macam rintangan. Dan begitu keputusan ditetapkan, semua kemudahan bergulir memenuhi kebutuhan semua pihak.
Berikut sikap yg diambil responden atas pertarungan kiprah ganda yang dialaminya.


# Membuat rencana lebih baik, melakukan evaluasi terpola, & mendapat apapun hasilnya
# Memilih alternatif yang dapat membuat bunda bahagia, & menularkan kebahagiaannya
# Percaya dalam lingkungan, ketika menyerahkan anak ke dalam proteksi ?Rahim dunia?
Ketidaksempurnaan ini, sungguh, sudah paripurna. Selamat Menikmati Harimu, Ibu!



Sumber gambar: http://www.noormafitrianamzain.com/2012/03/prestasi-dan-prestise.html































EDITORIAL Pro:aktif Online, Edisi Desember 2014

Salam inspiratif dan transformatif!

Di penghujung tahun 2014 ini, Pro:aktif Online hadir menggunakan mengusung tema ?Peran Ibu Masa Kini.?
Istilah ibu kerap diasosiasikan pada peran wanita dalam ranah domestik, yaitu rumah tangga. Ibu, sebagai pengurus rumah tangga, sekaligus berperan sebagai istri suaminya dan melahirkan serta membesarkan anak-anak. Namun, peran ibu terus mengalami perubahan seiring perkembangan jaman. Kini semakin banyak ibu berkarya di luar rumah, sekaligus mengasuh dan membesarkan anak-anaknya. Potret kehidupan ibu masa kini, menjadi pembahasan dalam edisi Desember Pro:aktif Online, terkait dengan peringatan hari Ibu, tanggal 22 Desember 2014.
Kesempatan bagi perempuan Indonesia masa kini buat mendapatkan hak-hak mereka tidak terlepas berdasarkan perjuangan para Srikandi Indonesia pada masa lampau. Keberanian dan kegigihan para pejuang perempuan ini buat mengangkat harkat perempuan & memperjuangkan kemerdekaannya menjadikan hasil yang tidak sedikit. Namun perjuangan mereka belumlah selesai. Sampai hari ini perjuangan itu masih dilanjutkan sang para Srikandi Indonesia modern, meskipun pada bentuk & situasi yang tidak sama. Sosok para tokoh pejuang wanita sebelum dan setelah kemerdekaan, & pergerakan-pergerakan mereka akan diulas oleh Melly Amalia pada rubrik Profil.


Dalam rubrik Pikir, Dominika Oktavira Arumdati akan mengajak kita merenungkan makna modernitas dan dampaknya terhadap famili, terutama ibu dan anak. Penulis jua memperlihatkan beberapa cara untuk menyikapi modernitas & upaya mengatasi problem-duduk perkara yang muncul menurut modernitas tersebut.
Ibu yang memutuskan untuk bekerja di luar rumah sering menghadapi banyak dilema. Banyak tantangan yang akan dihadapi, termasuk dampak-dampak dari keputusannya terhadap dirinya sendiri, pasangan, maupun anak-anaknya. Alasan-alasan para ibu untuk bekerja di luar rumah, serta suka duka yang mereka alami ketika menjalani peran ganda ini  akan dibahas dalam rubrik Opini yang ditulis oleh Theresia Sri Endras Iswarini
Dalam rubrik Masalah Kita, Anastasia Levianti  mengemukakan persoalan dan konflik yang dialami oleh para perempuan aktivis yang memiliki peran ganda, sebagai ibu dan sebagai seorang aktivis.
Kisah pada pulang pembuatan film ?Temani Aku Bunda,? Diceritakan oleh Dhitta Puti Sarasvati dalam rubrik Media. Kisah ini merupakan tentang perjuangan seorang ibu pada membela hak anaknya yang menghadapi duduk perkara waktu ingin menyatakan kebenaran.
Dalam rubrik Media jua, C. Any Sulistyowati menurut Kuncup Padang Ilalang memaparkan manfaat internet bagi para bunda modern. Di artikel ini pula diberikan poly situs pembelajaran yang sanggup dimanfaatkan oleh para mak buat menaikkan kapasitas & pengetahuan mereka, tanpa perlu meninggalkan buah hati mereka.
Artikel-artikel lain yg melengkapi Pro:aktif Online kali ini merupakan Tips Pengelolaan Keuangan Rumah Tangga yang ditulis sang Agustein Okamita dan Liputan hasil kunjungan Bernadeta Ratna Kristanti ke Pengrajin Kreasi Perca dampingan Dwaya Manikam.
Kami berharap seluruh artikel yg disajikan pada Pro:aktif Online edisi ini bisa menginspirasi dan memperluas wawasan kita mengenai kiprah para ibu pada era modernitas ini, sekaligus memperkuat kapasitas para ibu dalam menjalankan peran-perannya.
Selamat membaca!





















Cloud Hosting Indonesia