Oleh: Yanti Herawati
Bumi Parahyangan, Singgasana Jelita Sarana Mengenal diri Alam selalu mengundang keingintahuan. Memandang pegunungan & perbukitan yang mengelilingi dataran tinggi Kota Bandung, akan memancing tanya. Ada apakah di sana? Bagaimana medan buat mencapainya? Bagaimana bentang alam seperti itu mampu terjadi? Apakah kita mampu berjalan mencapai singgasana Parahyangan ini? Semuanya berkecamuk pada benak. Pertanyaan dan keraguan yg wajar dan alami.
Keraguan memulai perjalanan hanya sulit pada awalnya. Lepaskan pikiran berdasarkan beban berpretensi. Gembira & rasakan berjalan sinkron kemampuan sendiri. Bersandarlah dalam kekuatan pikiran dan bantuan Tuhan. Keyakinan, keberanian, kebulatan tekad akan berproses seiring langkah menjejak bumi. Apabila menyerah sebelum mulai, kita akan terpasung dalam asumsi pikiran-pikiran yg menegasikan potensi diri. Kita akan menemukan sisi diri yg lain tatkala sanggup mendorong batas-batas diri atau memutus belenggu pikiran yg membatasi.
Berjalan pada alam, menyusuri jalan yang landai, menurun, menanjak, berliku. Deburan air terjun, sungai jernih mengalir, kubah lava menggetarkan, gua gamping menakjubkan, taman batu mempesona, tebing ibarat agar raksasa, lembah hijau sejuk, danau jernih melenakan merupakan keajaiban ciptaan Yang Maha Kuasa. Berjalan dan berpeluh membuat jiwa egois dan arogan pada diri seolah melebur. Kelelahan bercampur kenikmatan sujud syukur, saat badan tiba di singgasana jelita Sang Pencipta.
Setiap langkah berat, nafas tersengal, lelah keringat akan tersapu oleh kesegaran dan keagungan alam. Alam mengantar pikiran, batin, & raga saling berdialog panjang tentang kehidupan yg telah dijalani. Ibarat drama dalam benak penjelajah. Rasa murka , dendam, sakit hati, putus harapan, harapan, dosa, kesalahan, kekuatan, ketabahan, kemalasan dan aneka macam sifat-sifat dalam diri seolah dihadirkan. Kita akan menemukan makna rekanan dengan teman, famili, orang yang kita cintai & Tuhan. Kita akan menemukan nilai & kualitas interaksi kita menggunakan mereka.
Lingkungan buatan pun memberi andil buat berkontemplasi. Kampung padat dinamika perjuangan manusia, artefak dan bangunan Belanda hampir 2 abad kemudian, dan lain sebagainya. Objek-objek buatan insan ratusan tahun silam bukti pencapaian peradaban insan. Bagaimana manusia bertahan hayati pada kerasnya peradaban menjadi perenungan tersendiri.
Noorduyn, seorang sarjana Belanda menemukan naskah kuno di Perpustakaan Bodleian, Oxford Inggris (1627). Naskah ini berisi catatan perjalanan Pangeran Jaya Pakuan, putra raja Istana Pakancilan. Dia mencari Ilmu menggunakan menempa diri pada alam, berjalan kaki selama 4 tahun. Ia menyusuri Pulau Jawa & Bali, termasuk Bumi Parahyangan. Bujangga Manik julukan lain Pangeran, menuliskan kisah perjalanannya pada bentuk puisi gaib bernafaskan Shiwaisme (Hawe Setiawan, Amanat Gua Pawon, hal 23, 2004). Puisi ini memuat lebih kurang 450 topomini (nama-nama loka), 90 gunung, & 50 sungai.
Seorang Pastur dan Psikolog Belanda MAW Brouwer menyampaikan pesona tanah Parahyangan menggunakan ungkapan terkenal: ?Tuhan membentuk tanah Parahyangan tatkala tersenyum? (Her Suganda, Kawasan Kars Citatah: Pusaka Masyarakat Sunda, Amanat Gua Pawon, hal 15, 2004). Dahulu kala dataran tinggi Bandung adalah danau Bandung Purba, pusat tanah Parahyangan yang dikelililingi pegunungan dan perbukitan. Dataran tinggi atau plateau Bandung ini menyimpan hikayat geologi & cerita rakyat yang menarik.
Aliran Ci Mahi, Curug Tilu, Curug Layung, Curug Bubrug, Curug Cimahi, & Curug Panganten
Sedikitnya ada 6 air terjun latif di sepanjang aliran Ci Mahi. Dari Curug Tilu di hulu sampai Curug Panganten di hilirnya (Pemukiman Katumiri, Cimahi). Lokasi keenam curug ini berjauhan. Untuk menikmatinya sembari merenung, disarankan satu curug pada satu bepergian. Kecuali Curug Bubrug yg sanggup ditempuh sekali jalan dengan Curug Tilu.
![]() |
Curug Tilu |
Curug Panganten
Pasir Pawon, Gua Pawon dan Taman Batu
Pasir Pawon, Gua Pawon, & Taman Batu adalah orkestra geologi pada Kawasan Bentang Alam Kars Rajamandala ? Citatah Padalarang. Kawasan ini terbentuk dari batu gamping sekitar 20-30 juta tahun lalu, ketika lautan dangkal terangkat karena proses tektonik. Batuan itu terlipat, terpatahkan dan mengalami banyak retakan. Setelah bereaksi dengan air hujan, batu gamping mengalami pelarutan yang dikenal dengan karstifikasi. Proses karstifikasi membuat bentuk-bentuk unik yg latif luar biasa pada gua dan di taman batu Stone Garden kaya akan fosil koral (Budi Brahmantyo, Wisata Bumi Cekungan Bandung, 171). Di gua Pawon ditemukan peninggalan arkeologis insan Pawon, yang diperkirakan berusia 9.500 tahun kemudian.
Replika Fosil Manusia Pawon pada Gua Pawon
Gua Pawon, Treking bersama Keluarga ITB89
Stone Garden
?Stone Garden? Di atas Pasir Pawon, treking bersama famili
Sesar Lembang, Gunung Batu
Sesar atau patahan merupakan retakan pada kerak bumi yang telah menggeser blok yg dipisahkannya. Bagian selatan terangkat naik membentuk bidang geser patahan yang miring terjal ke arah utara atau gawir sesar. Sesar Lembang adalah keliru satu landmark geologis yg paling menarik di dataran tinggi Bandung (Budi Brahmantyo, Wisata Bumi Cekungan Bandung, 71). Gunung Batu (480 m) terletak di Desa Pagerwangi Lembang merupakan loka yang sangat cocok buat merenung. Pandangan luas ke semua penjuru mata angin. Sisa danau Bandung Purba pada arah selatan nampak jelas. Jajaran pegunungan yang mengelilinginya seolah menjaga Cekungan Bandung.
Sesar Lembang pada Gunung Batu. Tampak tebing atau Gawir terjal menghadap utara.
Gunung Batu
Rangkaian Sesar Lembang ke arah Timur Gunung Batu.
Susur Ci Kapundung - Curug Dago-Tahura Juanda-Maribaya
Curug Dago
Gunung Putri dan komplek Benteng Peninggalan Belanda
Gunung Putri yang terletak pada Lembang nisbi mudah dijangkau. Gunung menggunakan tinggi 1.550 m dipenuhi pohon pinus ini, mempunyai zenit yang lebar memanjang. Ada kurang lebih 7 komplek bangunan benteng peninggalan Belanda yang tersebar pada lokasi tidak selaras : di zenit, punggungan & lembahnya.
Benteng Belanda pada Gunung Putri
Gunung Puntang & Area Stasiun Radio Malabar
Gunung Puntang terletak di selatan kota Bandung ke arah Pangalengan. Hutan dan sungai di gunung Puntang yang masuk areal pegunungan Malabar ini asri dan bersih. Curug Siliwangi dengan tinggi air terjun mencapai 100 m, terkenal dengan Legenda Prabu Siliwangi. Butuh waktu sekitar 3-4 jam berjalan kaki untuk mencapainya. Selain itu, masih ada 5 curug lain dengan tinggi dan besar yang bervariasi. Di areal ini terdapat sisa bangunan stasiun radio pemancar tua dan bekas komplek pemukiman peninggalan Belanda.Gunung Puntang dan Statiun Radio Malabar
Gunung Burangrang, Tangkuban Perahu dan Bukittunggul
Legenda Sangkuriang dan Dayang Sumbi telah terdapat ketika Bujangga Manik berada pada tanah Parahyangan akhir abad ke-15. Dongeng warga ini menceritakan kenyataan terbentuknya Gunung Burangrang, Tangkuban Perahu, dan Bukitunggul. Ketiga gunung ini menyimpan pesona alam tersendiri. Bentuk morfologi yang unik dari setiap gunung akan membawa penjelajah menguji nyali, keteguhan dan kekuatan mental. Semua gunung ini sanggup ditempuh dalam satu hari perjalanan.
![]() |
Gunung Burangrang |
![]() |
Gunung Bukitunggul |
Masih poly sekali singgasana jelita Bumi Parahyangan yang sanggup kita dijelajahi. Sebuah penjelajahan ke alam sejatinya adalah bepergian mengalahkan diri sendiri. Penjelajahan ke alam adalah penjelajahan menemukan diri sendiri dengan berjalan pada alam. Penjelajahan pada alam tidak selalu harus jauh & mahal. Halaman belakang rumah, kampung, sungai, & lingkungan dimana kita tinggal sudah cukup buat memulai dan mengantarkan kita mendengar suara hati, apabila bisa memaknai sebuah bepergian. Semoga tulisan ini bisa mengantarkan pembaca untuk melangkah ke alam. Seperti ungkapan seseorang ahli konservasi Amerika, John Muir: ? Go to the Mountain and Get Their Good Tidings?. Mountain di sini aku artikan alam secara lebih luas. Akan poly keterangan atau pengalaman yang akan kita dapatkan menggunakan berjalan ke alam. Kabar menurut suara-suara pada diri kita. Kabar dari pesan Tuhan lewat ciptaannya. Selamat menjelajah !