Oleh: Fransiska M. Damarratri
?Kenalilah dirimu!? Ujar filsuf Socrates dalam dialognya, Phaedrus. "Aku tidak punya ketika luang buat mengungkapkan hal-hal yang luas dan besar itu. Sebuah hal yg aneh bagiku buat meneliti hal-hal itu waktu saya saja belum bisa mengenali diriku sendiri.?
KONSEP DIRI DALAM SUDUT PANDANG PSIKOLOGI
Mengenali diri adalah penting karena diri kita sendirilah yang mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia. Konsep diri, dalam sudut pandang ilmu Psikologi, mempengaruhi kerja-kerja dan pandangan kita. Alvieni Angelica, seorang Psikolog dan pegiat di Capacitar Indonesia, menjelaskan bahwa di dalam konsep diri ada berbagai kumpulan ide antara lain self-image [i] , ideal self [ii] , self-esteem [iii] . Lebih lanjut, konsep diri adalah bagaimana seseorang memandang, mempersepsikan dan mengevaluasi dirinya.
Konsep diri terbentuk menurut pengalaman awal kita sebagai janin, lingkungan pertumbuhan misalnya rumah dan sekolah, hubungan menggunakan orang-orang terdekat sampai pengalaman-pengalaman hidup yg kita lalui. Otak manusia terdiri berdasarkan otak bahasa (otak berpikir) & otak emosi. Pengalaman-pengalaman pada atas menciptakan konsep diri di dalam otak emosi kita, bahkan sebelum otak berpikir tumbuh sempurna.
Banyak prosedur diri yg membarui inspirasi-ide internal kita sebagai sebuah aksi di dunia nyata. Salah satunya, dari Alvieni adalah proses proyeksi/gugusan. Dalam proses proyeksi ini, insan acapkali membarui kelemahan dirinya sebagai tampilan sebaliknya. Kelemahan yang kita gampang amati pada orang lain, acapkali merupakan kelemahan diri kita jua. Sebagai contoh: seseorang yang sangat sensitif terhadap kritik orang lain justru menjadi seseorang motivator yg mampu mengubah cara pandang orang lain buat berpikir positif.
Dalam bekerja maupun berkegiatan pada banyak sekali bidang, siapa saja termasuk aktivis pasti mengalami proses pembentukan maupun sosialisasi konsep diri. Menurut Alvieni, keliru satu cara buat mengenal diri sendiri adalah menggunakan berlatih pencerahan. Di sela-sela kesibukan kita, menyisihkan saat untuk refleksi & berlatih pencerahan adalah krusial.
BAGAIMANA PARA AKTIVIS MEREFLEKSIKAN DIRI?
Hal serupa diceritakan sang Sri Suryani, seseorang arsitek yg bekerja di Divisi Tata Ruang Ciliwung Merdeka. Dalam berproses mendampingi penggusuran masyarakat Bukit Duri bersama rekan-rekan satu tim, Sri mengutarakan bahwa salah satu komponen krusial adalah penyadaran diri. Sebagai pribadi, Sri mencoba menyadari seberapa luas pertarungan yg terjadi, apa saja yang dia alami & keterbatasan diri baik menjadi anggota tim kerja juga dalam keprofesian arsitek. Kesadaran itulah yg menciptakan kerja dan pikirnya sebagai akibatnya terwujud pada suatu keberpihakan eksklusif.
Tauhid Aminulloh, keliru satu pendiri kolektif Wikikopi pada Yogyakarta, menyebutkan bahwa beliau sangat menikmati agenda kepedulian pada bidang pendidikan & pertanian menggunakan media kopi. Namun sekali waktu, Tauhid memerlukan ketika buat berkontemplasi & mengambil jeda. Mengambil nafas bagi Tauhid penting sembari memperluas objektivitas. ?Aku melihat poly kasus pada antara para pendaku idealis merupakan mereka nir pernah memperluas objektivitas,? Ujarnya. ?Kian usang sebuah idealisme sanggup jadi menyempit; hanya terkait hal yg kita pedulikan akan tetapi lantas abai dalam idealisme yg lain.?
“Aku travelling tidak disengajakan untuk mengenal diri saja. Tapi ternyata di dalamnya, aku juga bisa mengenal diri sendiri," ujar Niniek. Rekannya, Russelin berbagi bahwa interaksi dengan banyak orang pun akan menumbuhkan kepedulian di dalam diri kita. Dengan travelling, kita dapat bertemu banyak orang yang berbeda-beda. “Semakin luas, semakin baik.”
Kepedulian serupa pula yang mendorong Fajar Nurmanto untuk menjadi relawan media. Sebagai lulusan Komunikasi yang sedang mengambil pascasarjana di bidang Sosiatri, Fajar aktif menjadi relawan media untuk Panti Sosial Hafara. Panti Hafara aktif merawat orang terlantar seperti lansia dan anak-anak. Sebagai pekerja media, Fajar melihat bahwa sekarang media gerakan sosial pun harus bisa nge-popselayaknya media-media lain yang tersohor. “Biar nurani masyarakatnya bisa terbangun dari melihat aktivitas-aktivitas sosial. Agar kita tidak individualis," terangnya.
KEPEDULIAN DARI DIRI AKTIVIS DI DUNIA MODERN
Identitas, bagi Sri, terbatas pada konteks ruang dan waktu. Identitas diri kita bisa jadi berubah di masa depan. Namun, selalu ada benang merah yang ia temui di tahap-tahap kehidupannya. "Aku lebih merasa bahwa selama ini aku adalah seorang storyteller, aku mencoba membuat diriku tidak ada dan terus bercerita," ujar Sri. "Sekarang aku sedang mencoba menghubungkan kerja praktek lapangan dengan teori dan dunia akademis."
Seringkali Sri mendapati label-label disematkan kepadanya seperti aktivis (dalam konotasi negatif) atau penentang pemerintah, dsb. “Kalau kita mau menghimpun label, so what?” sahutnya. Tantangan modernitas baginya adalah bagaimana orang semakin haus akan visual, citra, rupa, dan derasnya arus informasi. “Padahal rupa, yang tampak itu adalah hasil pergumulan ide dan batin yang tidak tampak,” pungkasnya.
Sementara itu, Fajar memiliki kepedulian untuk meneliti program pensiun berkelanjutan. Program pensiun masa kini masih jamak berbentuk santunan, namun tidak sustainable di jangka panjang. Kepedulian Fajar muncul dari melihat dan merefleksikan masa depan orang tuanya. Fajar tinggal di kota Yogyakarta, di mana indeks kesenjangan sangatlah tinggi. Agenda pembangunan kota modern pun ia soroti. Sebaiknya orientasi pembangunan terintegrasi secara setara; bukan hanya pembangunan budaya untuk mengejar ekonomi dan sebaliknya. Menurutnya lagi, ada hal yang lebih mendesak dari kesenjangan ekonomi, yaitu akses sumber daya produksi untuk semua.
Lain cerita dengan Tauhid. Semenjak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, Tauhid merasa terdapat yg aneh dengan pendidikan yang dia dapatkan. ?Aku melihat ada arah gerak pendidikan yang perlu diubah. Bisa sang siapapun, & sudah ada yang berusaha. Aku pun melibatkan diri; dengan caraku,? Jelasnya. Arah gerak pendidikan kini pun berkiprah seiring dengan arah mobilitas global.
Dunia masa modern ini bagi Tauhid akrab dengan segala yang kuantitatif atau dapat dihitung. ?Aku mencoba mengakrabkan diri dengan hal-hal yang kualitatif,? Jawabnya. ?Aku percaya tiap orang punya kepedulian. Hanya saja pengalaman & lingkungan yang akan membedakan sasaran kepedulian tiap orang.? Dunia pendidikan, bagi Tauhid, mewadahi kegemarannya buat bertanya.
Russelin menemukan banyak hal yang mendorongnya melakukan banyak kegiatan kerelawanan sembari bekerja. Salah satunya, Russelin merasa membutuhkan interaksi dengan orang lain yang dapat membagikan pesan dan ilmu untuknya, "Bertemu orang lain artinya kita mendapat ilmu baru." Rasa senang untuk berkompetisi secara positif pun mendorongnya melampaui batasan diri setiap hari.
Satu yang penting bagi Russelin adalah bahwa kepedulian tidak bisa dibentuk pada akhir. ?Level pendidikan yg pertama yg mengajarkan kepedulian adalah famili,? Ujarnya. Seturut menggunakan penjelasan Alvieni dan Russelin, pengalaman Niniek tumbuh pada keluarganya pun membentuk konsep diri dan kepeduliannya, ?Ada perasaan bahwa aku ingin pekerjaanku tidak selaras berdasarkan pekerjaan orang tuaku. Bukan karena mereka keliru, namun karena saya melihat bahwa hayati pada sisi lain juga bisa menyenangkan,? Niniek bercerita.
?Aku lekat menggunakan hal-hal yang menantang; sehingga aku selalu bekerja pada mana pertarungan itu ada terus. Aku merasakan rasa tanggung jawab yang bertenaga, terutama setelah memulai suatu gerakan atau organisasi,? Celoteh Niniek. Sewaktu masih sebagai murid Sekolah Menengah Atas, Niniek pun membaca buku Solitaire Mystery karya Jostein Gaarder. ?Dari buku itu saya tahu bahwa menjadi tidak sama itu nir apa-apa,? Ucapnya.
APA YANG MEMBUATMU TERUS BERKEGIATAN?
Fajar pun menambahkan, “Ketiganya harus dapat ruang untuk berkembang. Prinsip utamanya adalah migunani tumraping liyan.” Falsafah migunani tumraping liyan (Jw) memiliki arti berguna untuk sesama. Russelin pun punya konsep berbagi dengan sesama melalui ilmu, “Bertemu banyak orang memperkaya diri. Bertemu orang lain artinya mendapat ilmu baru, mendapat tempat berbagi ilmu. Berbagi adalah bagian dari jiwa sosial, ya. Hal-hal ini membuat hidupku lebih seimbang.”
Tauhid memberikan jawaban yang penuh harap akan masa depan. Tauhid kini sedang berproses beserta kawan-kawan Wikikopi dengan menggelar aneka macam kelas & residensi dengan media belajar kopi dan pangan. ?Aku tetap berlanjut lantaran dua bocahku. Aku sekadar ingin supaya mereka dapat menikmati dunia yg lebih baik saja,? Jelasnya.
PENUTUP
Mengenali diri penting bagi kegiatan dan kerja kita untuk global yg lebih baik. Dalam mengenali diri, kita memberi ruang bagi diri kita buat mempertanyakan konsep diri dan berbagai prosedur pikiran yg mendasari hal-hal yang kita lakukan. Berkaitan menggunakan itu juga, kepercayaan -kepercayaan dan sudut pandang yg diri kita pilih untuk melihat dunia pada lebih kurang kita.
Konsep-konsep pada dalam diri kita mempengaruhi kerja-kerja dan kegiatan yg kita pilih pada dalam hayati. Memperluas objektivitas, memperluas ilmu, memperluas hati dan pikir baik dilakukan secara berkala buat mendukung kerja-kerja kita. Kita bisa melakukannya melalui berlatih pencerahan pada waktu luang, berinteraksi secara luas menggunakan sesama juga mengambil jarak berdasarkan keseharian kita buat refleksi diri.
Satu cara mengenali diri merupakan dengan mengenali orang lain jua, usul Tauhid pada sela percakapan mengenali diri. Hal tersebut didukung pula oleh Alvieni yg mengusulkan bahwa galat satu latihan mengenali diri adalah buat, "Membaca biografi orang-orang, ya." Membaca kisah hidup para tokoh merupakan satu cara buat mengenal konsep diri mereka & apa yang mereka perjuangkan pada banyak sekali konteks & budaya yang tidak sama menggunakan kita. Dengan latihan kepekaan & kecerdasan emosional tersebut, kita akan menerima bekal buat perjalanan diri kita masing-masing.
?Pertama-tama, tentukanlah dirimu ingin sebagai apa; kemudian kerjakan apa yg harus kamu kerjakan,? Epictetus berujar, tiga abad kemudian sesudah Socrates.
[i] Self-image: adalah gambaran mental yang sudah bertahan dalam pikiran seseorang tentang dirinya. Gambaran diri ini tidak hanya sifat dan deskripsi yang dapat dilihat saja(seperti bentuk fisik, warna kulit), tetapi juga hal-hal yang dia pelajari tentang dirinya dari pengalaman pribadi atau proses internalisasi penilaian dari orang lain. (disarikan dari Self-image, https://en.wikipedia.org/wiki/Self-image, diakses 27 Maret 2017)
[ii] Ideal-self adalah representasi sifat-sifat yang diinginkan untuk diri kita, baik oleh kita atau orang lain (aspirasi atau harapan orang untuk diriku). Diri ideal biasanya mendorong seseorang untuk berubah menjadi lebih baik. (disarikan dari Self-discrepancy theory, https://en.wikipedia.org/wiki/Self-discrepancy_theory, diakses 27 Maret 2017)
[iii]Sedangkan self-esteem adalah evaluasi emosional yang menyeluruh dan subjektif terhadap diri kita sendiri, termasuk penilaian diri dan sikap kita akan diri kita sendiri. (disarikan dari Self-esteem, https://en.wikipedia.org/wiki/Self-esteem, diakses 27 Maret 2017)