Kamis, 09 Juli 2020

[MEDIA] Internet dan Kerelawanan



Rasanya cukup mengherankan bila anak muda masa kini tidak mengenal internet, bahkan rasanya internet telah menjadi kebutuhan atau gaya hidup manusia. Banyak hal yang disediakan oleh internet, terutama berbagai bentuk hiburan dan juga ruang eksplorasi yang tidak ada habisnya. Terlebih setelah media jejaring sosial muncul, seperti Friendster, Facebook, Twitter, dll. Semuanya itu menjadi daya pikat yang menyita waktu banyak orang untuk berkutat di dunia cyber tanpa pernah bosan.


Internet mulai bertindak misalnya ?Warung serba terdapat? Yang menyediakan apa pun bagi orang-orang yang mencari sesuatu. Segala hal yg dapat diubah ke dalam bentuk digital akan tersedia, terlebih sejak fasilitas mesin pencari seperti Google muncul, pencarian warta melalui internet semakin mudah untuk dilakukan.


Kerelawanan adalah salah satu topik yang bisa dicari di dalam dunia internet, seiring dengan adanya kebutuhan untuk mencari kegiatan dan juga nilai-nilai sosial yang ada di dalam diri setiap orang untuk berbagi. Kini orang-orang semakin mudah untuk mencari  kegiatan-kegiatan yang membutuhkan relawan, bahkan katakanlah semakin mudah untuk menjadi relawan.

Dalam situs http://www.worldvolunteerweb.org/dipergunakan istilah online volunteering, yang merujuk kepada kegiatan kerelawanan berbasis komputer dan internet. Mereka memaparkan bahwa kegiatan online volunteering memberikan ruang baru bagi kegiatan kerelawanan di organisasi, kemampuan dan bakat, serta basis relawan yang baru. Online volunteering ini juga membantu mempromosikan organisasi dan misi mereka kepada khalayak yang lebih luas.




Beberapa kegiatan online volunteering yang dipaparkan di dalam www.worldvolunteerweb.orgdi antaranya adalah :
  • Penelitian
  • Penerjemahan
  • Desain web
  •  Analisis data
  • Pembangunan database
  • Menulis proposal
  • Editing artikel
  • Mentoring online
  • Desain publikasi
  • Moderasi kelompok diskusi online


Kegiatan-kegiatan tersebut nir membutuhkan rendezvous secara eksklusif dan bisa dilakukan menggunakan adanya fasilitas personal komputer dan internet. Dengan demikian, mereka yg mempunyai keterbatasan saat & transportasi bisa menyalurkan kebutuhan buat menjadi relawan menggunakan bentuk kegiatan tadi.

Internet telah memperluas bentuk kegiatan kerelawanan dan menjadi sebuah bentuk pelengkap bagi kerelawanan di lapangan (onsite). Kegiatan kerelawanan online seperti ini sudah ada di Indonesia, khususnya di Bandung, salah satunya YPBB yang secara berkala membuka ruang untuk menjadi relawan penterjemah.


Sumber : dokumen YPBB






Gambar di atas merupakan informasi kegiatan kerelawanan onlineyang ditawarkan oleh YPBB dengan mempromosikannya melalui Facebook. Kegiatan kerelawanan online yang ditawarkan masih cukup terbatas, menurut pengakuan Anilawati Nurwakhidin, dikarenakan YPBB masih memfokuskan diri untuk membangun sistem di internalnya. Sejauh ini, kegiatan yang berhubungan dengan relawan adalah menjaga relasi dengan mereka, berupa sapaan di media jejaring sosial. Selain Facebook, YPBB juga memiliki blog dan Twitter yang memiliki fungsinya masing-masing. Secara khusus, blog difungsikan sebagai media pendaftaran bagi para calon relawan, sepanjang tahun 2012 (sampai dengan Agustus 2012) tercatat ada sekitar 200 orang yang mendaftar.


Contoh yang lain adalah Yappika (Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia), yang menawarkan skema kerelawanan online (dapat dilihat di http://yappika.or.id/media/Skema_relawan_online.pdf) dengan beberapa ruang kegiatan sebagai berikut :


  • Penerjemahan bahasa Indonesia-Inggris , Inggris-Indonesia
  • Searching isu untuk mendukung kegiatan riset, advokasi kebijakan dan kampanye
  • Desain dan layout produk cetak maupun cenderamata
  • Memberikan dukungan petisi atas suatu isu yang sedang digulirkan
  • Menyebarluaskan informasi
  • Memberikan dukungan berupa opini dalam sebuah artikel
  • Memberi saran dan masukan melalui email atau pada kolom ‘interaktif’ di situs Yappika
  • Memberikan donasi
-
Skema ini mulai ditawarkan semenjak tahun 2006, sebagai pengembangan dari  skema kerelawanan onsite yang digarap secara serius pada tahun 2003. Dengan adanya kerelawanan online ini, Yappika mengatasi kendala geografis bagi mereka-mereka yang ingin terlibat dalam kegiatan Yappika.


Internet dalam beberapa tahun terakhir di satu sisi telah menunjukkan manfaatnya dalam memperluas ruang bagi orang-orang dalam kegiatan kerelawanan. Sebagaimana sebuah penelitian yang dilakukan oleh Molly O’Rourke dan Greg Baldwin pada tahun 2004[1]terhadap situs www.volunteermatch.org tentang bagaimana internet telah mengubah kerelawanan.


Situs VolunteerMatch.Org merupakan situs yang menyediakan layanan bagi para calon relawan buat menemukan ruang kerelawanan dan bagi organisasi-organisasi non-profit untuk menemukan relawan yang tepat buat organisasi mereka. Penelitian ini melibatkan sebesar 1122 orang pengguna VolunteerMatch.Org & 996 organisasi non-profit.

Dari penelitian ini galat satu temuannya merupakan organisasi non-profit menganggap kekuatan internet sebagai strategi rekrutmen relawan merupakan yg terbaik nomor 2 selesainya penyampaian mulut. Kekuatan internet semakin menguat sesudah teknologi mampu membuat indera komunikasi portabel yg terhubung menggunakan internet, lihat saja ponsel-ponsel yg memiliki akses internet menggunakan biaya terjangkau. Hal ini berdampak pada penggunaan internet yg melampaui batas ruang & saat, orang-orang bisa terhubung kapan saja dengan internet.







Dari penelitian tadi, kita bisa melihat bagaimana orang-orang (baik pihak relawan maupun organisasi pengguna) sebagai semakin gampang untuk menemukan apa yang mereka butuhkan. Para calon relawan lebih mudah menemukan gosip spesifik yang sebagai preferensi, ad interim organisasi pengguna lebih gampang menemukan relawan sesuai dengan spesifikasi yg dibutuhkan.


Bidang kerelawanan yg paling banyak digeluti oleh para relawan adalah bidang anak-anak & orang belia, diikuti dengan bidang satwa. Selain itu, menurut segi jenis kelamin, 84% berdasarkan pengguna situs adalah wanita. Sedangkan menurut segi usia, 50% pengguna berusia di bawah 30 tahun. Hal ini mungkin memperlihatkan bahwa minat kerelawanan lebih poly masih ada dalam perempuan muda.

Tentunya hasil dari penelitian ini tidak dapat dikatakan bersifat umum, tapi kita dapat mengambil inspirasi untuk diadaptasi dan diterapkan di dalam organisasi masing-masing. Setidaknya penelitian itu mengantarkan kita pada eksplorasi yang masih terus berlangsung terhadap fungsi dan peran internet dalam kerelawanan. Di Indonesia, mungkin kesadaran untuk memanfaatkan internet dalam kerelawanan belum begitu tinggi, pandangan ini diamini oleh Anilawati Nurwakhidin. Namun hal ini justru menunjukkan besarnya potensi pemanfaatan internet untuk kerelawanan di waktu yang akan datang. Bagaimanapun juga, internet tidak berarti menggantikan pertemuan tatap muka, dalam bahasan ini, online volunteering tidak bermaksud menggantikan onsite volunteering. Kedua kegiatan itu saling melengkapi dan diperlukan untuk mendukung kinerja organisasi dalam mencapai visi-misi.
(David Ardes Setiady)


[1] Dari The Journal of Volunteer Administration - How the Internet has Changed Volunteering: Findings from a VolunteerMatch User Study, Vol.22, No.3, 2004


























































Cloud Hosting Indonesia