Oleh : Any Sulistyowati
Di zaman kini ini, kita memperoleh banyak kemudahan dalam mengakses pangan. Asalkan punya uang, kita sanggup memperoleh makanan apapun yang kita mau. Di tengah segala kesibukan, acapkali kita berpikir bahwa akan jauh lebih mudah membeli kuliner siap saji daripada bersusah payah memproses kuliner kita sendiri. Masalah mulai muncul ketika kita mulai berpikir mengenai aspek keamanan & keberlanjutan berdasarkan sistem pangan kita. Bagaimana kualitas kuliner yg kita beli? Bagaimana kita tahu bahwa kuliner yang kita konsumsi betul-betul aman? Adakah adonan zat berbahaya yang digunakan untuk mengawetkan makanan, menaruh rasa & warna tertentu agar lebih menarik? Adakah di antara zat-zat yang dikonsumsi tersebut yg akan mengganggu kesehatan kita pada jangka panjang? Bagaimana kita memahami? Bagaimana proses pembuatannya? Apakah bahan yang digunakan serta proses pembuatannya selaras menggunakan alam? Apa impak proses tersebut terhadap kelestarian alam?
![]() |
Mau sehat dan ramah lingkungan? Pilih yang mana? Sumber gambar: http://klubpompi.pom.go.id/id/berita/item/375-apa-itu-junk-food |
Pertanyaan-pertanyaan pada atas membawa kita pada kesadaran mengenai bagaimana kita seharusnya memproduksi dan mengonsumsi pangan kita agar betul-betul dapat secara aman menaikkan kualitas hayati kita, tanpa Mengganggu alam menjadi asal pangan dalam jangka panjang. Apabila kita ingin berkontribusi pada pengurangan masalah pangan atau bahkan penyelesaian duduk perkara pangan yang ada, berikut adalah adalah beberapa tips yg bisa membantu.
Kriteria dan Jenis Pangan yg Sehat
Pangan yang sehat mengandung nutrisi yang mendukung tubuh kita menjalankan fungsi-fungsi spesifiknya. Untuk menaruh manfaat aporisma, nutrisi tersebut perlu dikonsumsi dalam jumlah yang cukup. Menurut dokter Tan Shot Yen pada bukunya ?Saya Pilih Sehat & Sembuh?, kandungan dalam makanan yg diperlukan tubuh insan bisa dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu makronutrien, yaitu yang perlu dikonsumsi dalam jumlah besar misalnya karbohidrat, protein & lemak; serta mikronutrien, yaitu yang perlu dikonsumsi pada jumlah yang sangat kecil, contohnya aneka macam jenis mineral. Untuk mendukung kesehatan, keduanya dibutuhkan dan saling melengkapi.
Memenuhi kebutuhan makronutrien saja tanpa memperhatikan mikronutrien akan menyebabkan asupan pangan kita tidak dapat dimanfaatkan sang tubuh secara aporisma. Sebagai contoh merupakan konsumsi karbohidrat. Kebanyakan orang memperhitungkan pemenuhan kebutuhan pangan terutama dari jumlah konsumsi karbohidrat. Hal ini lantaran karbohidrat sangat penting buat menghasilkan energi. Padahal untuk mendapatkan tenaga, tubuh kita nir hanya membutuhkan karbohidrat. Selain karbohidrat, terdapat kurang lebih 20 jenis mineral, 13 vitamin & serat yg ikut mempengaruhi kecepatan pembakaran dan pembentukan tenaga.
Dalam mengonsumsi pangan, sangat penting buat memperhatikan aspek kecukupan. Kekurangan nutrisi eksklusif dapat mengakibatkan penyakit atau berkurangnya fungsi metabolisme tubuh. Sementara kelebihan pangan akan dimuntahkan berdasarkan pada tubuh atau disimpan dan menumpuk menjadi cadangan. Kelebihan berarti pemborosan sumberdaya, sementara simpanan berlebih potensial mengakibatkan poly penyakit. Sebagai model, kelebihan protein lemak bisa menyebabkan aneka macam penyakit degeneratif.
Pangan yg sehat antara lain ditentukan sang kandungan nutrisinya. Semakin kaya nutrisi pangan yg kita konsumsi, semakin baik pangan itu buat kesehatan kita. Proses pengolahan pangan seringkali mengurangi kualitas nutrisi yang terkandung pada dalam pangan tersebut. Misalnya, proses pemasakan bisa menghilangkan beberapa unsur krusial yang semula ada dalam bentuk segarnya.
Sementara itu, proses pengolah pangan yang lain, seperti menggoreng dan menambahkan berbagai zat buat menambah cita rasa mampu jadi akan menambahkan kandungan pada kuliner yang sebetulnya nir kita perlukan pada dalam tubuh & bahkan membahayakan. Sebagai contoh, kandungan pestisida, bahan pengawet, pewarna dan perasa kimia yang terdapat di dalam pangan mungkin membuat tampilan pangan sebagai menarik, namun di sisi lain justru akan menyebabkan penumpukan racun pada dalam tubuh. Lantaran itulah, banyak pakar gizi menyarankan supaya sebanyak mungkin pangan dikonsumsi pada bentuk alami dan diproduksi secara alami tanpa menggunakan pestisida dan pupuk kimia.
Tidak seluruh proses pengolahan pangan memberikan impak buruk terhadap kesehatan. Ada banyak alternatif proses pengolahan pangan yang justru membantu kita memperoleh pangan pada bentuk yang lebih gampang dicerna oleh tubuh manusia. Sebagai contoh, mengonsumsi susu sapi pada bentuk yoghurt akan lebih mudah dicerna daripada mengonsumsinya pada bentuk susu.
Prinsip-prinsip pangan ramah lingkungan
Pangan ramah lingkungan yang dimaksud di sini merupakan pangan yang diproduksi dan dikonsumsi menggunakan mengikuti hukum-hukum keberlanjutan. Herman Daly, seorang ekonom yg mempromosikan pembangunan berkelanjutan mengemukakan tiga prinsip pembangunan berkelanjutan menjadi berikut. Pertama, penggunaan sumberdaya yang bisa diperbarui harus dilakukan pada bawah kemampuannya meregenerasi diri. Kedua, penggunaan sumberdaya yg tidak bisa diperbarui wajib dilakukan sehemat mungkin. Ketiga, jumlah limbah yang didapatkan harus lebih kecil berdasarkan kemampuan alam buat memurnikan diri. Untuk menilai keberlanjutan sistem pangan saat ini, mari kita menganalisisnya menggunakan menggunakan ketiga prinsip pembangunan berkelanjutan Herman Daly tersebut.
Pangan yang kita konsumsi saat ini hampir semuanya merupakan sumberdaya yang dapat diperbarui. Sayangnya pengambilan sumber-asal pangan tadi poly yg melampaui batas daya dukung alam. Hal ini mengakibatkan kerusakan alam di banyak sekali belahan bumi. Beragam stok pangan di alam berada dalam syarat kritis. Sebagai contoh merupakan menurunnya populasi berbagai jenis ikan pada bahari & hampir punahnya banyak sekali jenis satwa di hutan. Selain pengambilan untuk konsumsi, kepunahan banyak sekali flora & hewan pada hutan juga terjadi dampak terganggunya tempat asli mereka akibat alih fungsi hutan menjadi lahan-huma perkebunan monokultur buat memenuhi kebutuhan pangan global.
Penggunaan sumberdaya yg nir bisa diperbarui dalam sistem pangan terjadi pada proses pengolahan, penyimpanan & pengangkutan. Proses-proses tadi terutama memakai bahan bakar fosil. Dengan terbukanya pasar global, proses produksi pangan pada semua global dan pemindahan pangan lintas batas benua terjadi menggunakan lebih masif. Proses tersebut berdampak dalam pengurangan stok bahan bakar fosil dunia. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil pula menaikkan emisi karbon yg menyumbang dalam terjadinya perubahan iklim telah menyebabkan banyak sekali bencana alam yg berdampak dalam pengurangan produksi panen petani pada berbagai belahan dunia.
Sistem pangan ketika ini membuat limbah antara lain pada bentuk penggunaan bungkus. Kemasan-kemasan ini umumnya langsung dibuang sesudah pangan dikonsumsi. Masalahnya, poly kemasan yg terbuat berdasarkan bahan-bahan plastik yang sulit sekali terurai & proses penguraiannya membutuhkan waktu yg sangat lama . Apalagi di dalam kemasan tersebut jua terdapat berbagai zat yg bila terurai merupakan racun berbahaya bagi kesehatan. Jika nir dikelola menggunakan baik, maka akumulasi racun pada alam dapat mencemari tanah, air dan sumber-sumber pangan kita.
Selain bungkus, limbah pangan jua dapat berupa sisa makanan atau bahan pangan yg tidak dikonsumsi. Di poly tempat di Indonesia limbah ini masih bercampur campurkan dan kocok & akhirnya dibuang ke loka pembuangan akhir (TPA). Saat ini, kebanyakan TPA adalah gunungan sampah adonan banyak sekali macam limbah yang menimbulkan pemandangan & bau tidak sedap.
Beberapa kiat buat mendapatkan pangan yg sehat dan ramah lingkungan
Di tengah aneka macam dilema pangan pada atas, bagaimana kiat buat memperoleh makanan yg sehat & ramah lingkungan? Di tingkat mudah, hal ini dapat dilakukan antara lain menggunakan cara-cara sebagai berikut.
1.Mengon sumsi produk pangan selokal mungkin .
Semakin lokal produk pangan tersebut, semakin sedikit tenaga yang dibutuhkan untuk proses pengangkutan. Tanpa proses pengangkutan, kita dapat berhemat penggunaan bahan bakar fosil. Selain itu, jika dikonsumsi secara lokal, maka kebutuhan buat pengawetan dan pengemasan akan berkurang. Lebih mungkin menerima pangan segar menurut asal-sumber yg lokal, ketimbang mendatangkannya dari tempat yang jauh. Pangan yg segar tentu lebih sehat daripada pangan yang sudah diproses.
![]() |
Mengonsumsi makanan dalam bentuk segar, apalagi ditanam dan dipanen sendiri, sangat sehat dan membahagiakan. Sumber foto: Dokumentasi Ecovillage – KAIL & YPBB. |
2.Mengonsumsi makanan dalam bentuk sesegar dan sealami mungkin.
Ketika mengalami proses pengolahan, kandungan gizi pangan akan menurun. Mengonsumsi pangan dalam kondisi segar akan memastikan perolehan nutrisi yang maksimal dari pangan tersebut. Selain itu proses pengolahan juga membutuhkan energi yang meningkatkan penggunaan bahan bakar.
Sebagai contoh, jika ingin mengonsumsi ikan atau daging, pilihlah ikan lokal yang segar daripada ikan impor. Lebih baik lagi jika mengonsumsi ikan dari kolam sendiri. Demikian juga dengan buah dan sayur.
3.Mengonsumsi makanan yang beragam
Bumi ini kaya sekali dengan keanekaragaman hayati. Melalui proses evolusi ribuan tahun, di berbagai belahan dunia telah berkembang beragam tradisi pangan berdasarkan keanekaragaman hayati lokal. Persoalannya adalah keragaman pangan lokal tersebut semakin lama semakin banyak yang menghilang. Salah satu penyebabnya adalah proses penyeragaman pangan yang antara lain terjadi karena kebijakan pemerintah dan pasar. Sebagai contoh, saat ini masyarakat Indonesia secara umum mengonsumsi nasi putih sebagai sumber karbohidrat utama. Padahal di masa lalu, banyak sumber karbohidrat lain yang juga dikonsumsi di Indonesia, seperti jagung, sagu, ubi manis, ubi kayu dan talas. Karena tidak dikonsumsi, sumber-sumber pangan banyak yang menghilang dan akhirnya tidak dikenal lagi oleh generasi selanjutnya. Mengonsumsi pangan yang beragam akan membantu kita memperoleh keseimbangan dan keragaman nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh sekaligus mendukung konservasi keanekaragaman hayati tanaman yang dibudidaya, sekaligus memastikan kearifan lokal untuk pengolahan pangan tetap terjaga.
4.Perhatikan jumlah jejak ekologis untuk memproduksi pangan
Untuk setiap pangan yang dihasilkan dibutuhkan sejumlah materi dan energi untuk menghasilkannya. Semakin besar materi dan energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan pangan, maka semakin besar jejak ekologis dari proses produksi pangan tersebut. Semakin kecil jejak ekologisnya, maka pangan tersebut semakin ramah lingkungan. Kita bisa jadi mengonsumsi jenis makanan yang sama, katakanlah buah nanas. Tetapi dampak lingkungan yang dihasilkan oleh buah nanas bisa jadi berbeda-beda tergantung berapa banyak materi yang energi yang digunakan untuk memproduksinya. Buah nanas yang diimpor dari negara lain tentu jejak ekologisnya lebih tinggi daripada nanas lokal. Demikian juga nanas kalengan atau selai nanas tentu jejak ekologisnya lebih tinggi daripada nanas segar dari kebun sendiri. Untuk menjadi ramah lingkungan, pastikan selalu memilih produk pangan berkualitas tetapi dengan jejak ekologis terendah.
![]() |
Dari kiri ke kanan: 1) Mengonsumsi kacang roay, hasil panen dari kebun sendiri, lebih kecil jejak ekologisnya daripada mengonsumsi edam mame impor dari Thailand yang ada di supermarket. 2) Mengonsumsi sayuran dari kebun sendiri yang dikelola secara alami lebih sehat dan ramah lingkungan daripada mengonsumsi sayuran dari pasar yang diproduksi dengan pupuk kimia dan pestisida. 3) Mengonsumsi ikan dari kolam sendiri, kesehatan dan kesegarannya lebih terjamin. Sumber Foto: No. 1 dan 2 Dokumentasi KAIL, No. 3 Dokumentasi Pribadi |
5.Hindari mengonsumsi makanan yang berkemasan.
Semakin banyak kemasan, semakin banyak limbah yang dihasilkan. Semakin banyak limbah, semakin besar beban yang ditanggung bumi untuk mengolahnya. Menghindari kemasan dapat dilakukan dengan membawa wadah sendiri ketika membeli produk pangan atau memproduksi pangan sendiri. Kalaupun terpaksa membeli produk pangan dengan kemasan, belilah dengan kemasan yang terbesar yang dapat diakses. Apabila jumlahnya terlalu banyak hingga kita tidak akan habis mengonsumsinya sampai batas waktu kadaluarsa, berbagilah dengan kawan-kawan dengan kepedulian dan kebutuhan serupa. Hal ini mula-mula memang sulit untuk dilakukan, tetapi lama-kelamaan kita akan terbiasa.
6.Hindari mengonsumsi pangan yang dihasilkan dari proses yang merusak alam.
Misalnya, hindari penggunaan minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari kebun-kebun kelapa sawit yang menggusur hutan-hutan alam. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan minyak kelapa buatan lokal atau yang dibuat sendiri. Bahkan akan lebih sehat apabila kita mengurangi konsumsi pangan yang membutuhkan proses penggorengan. Selain memelihara bumi, hal tersebut juga akan membuat kita lebih sehat.
7.Bersikap kritis terhadap iklan.
Pahami setiap produk yang dikonsumsi. Pelajari kandungan gizinya. Cari apakah ada alternatif produk lain dengan kandungan gizi sama tetapi tanpa menggunakan kemasan, tanpa menggunakan pengawet dan perasa tambahan yang berbahaya bagi kesehatan, dan tentu saja dengan harga yang terjangkau.
8.Utamakan kandungan gizi dan kesehatan daripada tampilan kemasan atau image .
Kadang-kadang kita tergiur untuk membeli produk pangan karena apa yang tampak di dalam kemasannya. Gambar yang tampak pada kemasan memang selalu dibuat semenarik mungkin untuk mengundang pembeli. Masalahnya, dasar pengambilan keputusan kita seringkali didasarkan pada ketertarikan pada gambar pangan yang tampak dan bukan pada daftar nutrisi yang ada pada pangan tersebut. Padahal, meskipun pangan tersebut terlihat dan terasa enak, belum tentu merupakan pangan yang sehat dan ramah lingkungan. Untuk itu, kita perlu mendidik diri sendiri untuk dapat mengenali bahan mana yang baik untuk dikonsumsi dan yang berbahaya untuk kesehatan.
Membeli makanan jadi: sepertinya enak, tapi sungguh sehatkah?
Bagaimana dampaknya untuk alam?
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi.
9.Berkebun untuk menghasilkan pangan sendiri.
Berkebun untuk menghasilkan pangan membawa beberapa manfaat. Selain mendapatkan makanan sehat dan segar, kita juga secara langsung merawat alam, menambah keterampilan dan mendapatkan kesempatan rekreasi dan penyaluran hobi.
![]() |
Buah beri di kebun sendiri: menjamin ketersediaan buah segar sumber vitamin C setiap hari. Jika sudah bosan akibat panen berlebih, bisa dibuat sirup atau selai untuk pengisi roti dan kue. Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi |
10.Memasak makanan sendiri.
Memasak makanan sendiri dirasa tidak praktis bagi banyak orang. Apalagi bagi para bujangan, anak kos dan mereka yang sibuk bekerja. Lebih praktis, mudah dan hemat waktu jika membeli makanan jadi. Di luar segala kesulitan dan ketidakpraktisannya, sebetulnya banyak keuntungan yang kita dapatkan dari memasak makanan sendiri. Pertama, kita dapat memastikan bahwa bahan pangan yang digunakan adalah bahan-bahan yang sehat dan ramah lingkungan. Kedua, kita dapat melakukan berbagai eksperimen untuk membuat variasi menu. Ketiga, keterampilan memasak kita bertambah. Jika masakan kita berhasil, tentu kita akan merasa puas dan bangga. Hidup kita menjadi lebih sehat dan bahagia. Apalagi jika kita berbagi masakan kita dengan para sahabat. Kebahagiaan kita pun akan menular pada mereka.
11.Membangun komunitas untuk berbagi pangan sehat dan ramah lingkungan.
Keterbatasan waktu dan sumberdaya lainnya menyebabkan kita sulit memproduksi beragam jenis makanan sendiri. Sementara itu produk pangan yang sehat dan ramah lingkungan sulit didapat.
Kalaupun ada, kita sulit memastikan apakah produk-produk pangan yang dijual memang sehat dan ramah lingkungan. Untuk meningkatkan akses terhadap pangan yang sehat dan ramah lingkungan, kita dapat membangun komunitas untuk saling berbagi pangan sehat dan ramah lingkungannya. Para anggotanya adalah mereka-mereka yang ingin hidup sehat dan bersedia berkontribusi untuk mendukung pengembangan produksi pangan sehat dan ramah lingkungan secara kolektif. Ada kemungkinan, mereka adalah yang gemar berkebun dan menghasilkan pangan sehat, mereka yang gemar mengolah pangan dari hasil panen kebun sehat menjadi aneka produk sehat, mereka yang hobi bersosialisasi dan mempromosikan produk pangan sehat dan ramah lingkungan, atau mereka yang sangat sibuk, tetapi bersedia mengeluarkan uang untuk mendapatkan produk pangan sehat dan ramah lingkungan. Apabila orang-orang ini bekerjasama maka mereka dapat memperoleh pangan sehat dan ramah lingkungan sekaligus saling mendukung dari sisi sosial dan ekonomi.
Jika hal ini terjadi, maka akan terbangun kemandirian pangan dalam skala komunitas. Dengan saling mendukung dan ditambah dengan pola makan yang sehat, para anggota komunitas akan lebih sehat dan bahagia. Kualitas hidup akan meningkat dalam skala komunitas.
Apabila praktek ini berlanjut, tidak menutup kemungkinan anggota komunitas akan bertambah atau terjadi pembentukan kelompok yang sama di tempat lain. Terjadilah gerakan masyarakat sipil untuk menghasilkan pangan sehat dan ramah lingkungan secara mandiri dan berkelanjutan.
***