Sumber:pelajaranilmu.Blogspot.Com |
Sebagai insan, kita semua terlahir berdasarkan sebuah famili, dalam bentuk yg paling sederhana yakni ayah & mak .
Keluarga?
Kita mengenal famili tertua di dunia ini merupakan keluarga Adam & Hawa, dari cerita yg ada pada pada kitab suci kepercayaan samawi (Kristiani, Islam, Yahudi), di mana diyakini bahwa mereka adalah insan pertama yang terdapat pada muka bumi ini. Adam & Hawa membangun keluarga menggunakan ke 2 anak mereka yg bernama Kain dan Habel, jadilah mereka famili pertama pada global. Tentunya menurut kisah buku suci tersebut.
Terlepas apa pun keyakinan Anda, kita tahu bahwa dengan komposisi yang membangun sebuah famili, tidak mempunyai poly perubahan berdasarkan jaman dahulu sampai sekarang. Sebuah famili pada umumnya terdiri berdasarkan seseorang ayah dan seseorang bunda, serta anak-anak, inilah yang dianggap sebagai famili inti.
Kemudian ada juga yang disebut keluarga Konjugal, di mana keluarga inti berinteraksi dengan kerabat lainnya dari salah satu atau kedua pihak orang tua, misalnya paman, bibi, kakek, nenek, dan seterusnya. Selanjutnya ada yang disebut sebagai keluarga luas yang ditarik berdasarkan garis keturunan yang ada di atas keluarga inti, artinya mencakup seluruh rantai keluarga dari ayah dan ibu.
Bentuk-bentuk famili demikian dihubungkan sang pertalian darah ataupun perkawinan.
Perubahan Bentuk Keluarga
Namun lalu seiring menggunakan perkembangan jaman ataupun pada praktek di masa kemudian, kita jua mengenal famili yang tidak melulu dikaitkan dengan pertalian darah ataupun perkawinan. Misalnya pengangkatan anggota keluarga, yang mungkin relatif lazim kita temukan adalah anak angkat-orang tua angkat. Pengangkatan di sini berbeda dengan adopsi, di mana proses adopsi melibatkan proses aturan sehingga terdapat persyaratan administratif yg wajib dipenuhi oleh calon orang tua. Sementara pengangkatan keluarga umumnya bersifat informal hanya berdasarkan pada kesepakatan lisan antara kedua belah pihak, yg (galat satunya) tercermin melalui panggilan.
Di sisi lain, faktor ekonomi sudah menggerakkan rakyat buat berubah, baik gaya hayati juga syarat keluarga yg membangun rakyat itu sendiri. Dulu, menggunakan pola pembangunan yg cenderung berpusat di pulau Jawa, maka banyak pemuda-pemuda menurut berbagai kampung merantau ke perkotaan yang ada pada pulau Jawa. Tidak sedikit juga, para ayah ada di dalam rombongan perantauan yg terpaksa meninggalkan keluarga mereka pada kampung demi mencari sesuap nasi ataupun merogoh peluang buat mengganti peruntungan keluarga. Bahkan mereka yang tinggal di kota-kota pun kadang merasa harus merantau ke kota yg lain karena nir menemukan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan diri mereka. Kondisi tersebut mensugesti bentuk keluarga yang terdapat, di mana anak-anak tidak merasakan kehadiran ?Ayah? Mereka pada galat satu episode hidup mereka. Di sini, syarat keluarga tanpa ayah sebagai hal yang relatif lumrah ditemukan.
Sementara di beberapa wilayah tertentu, famili-keluarga malah harus kehilangan sosok bunda yg merantau ke negeri jiran sebagai asisten tempat tinggal tangga yang kita kenal sebagai TKI. Ketiadaan sosok mak pada keluarga, terutama dalam proses tumbuh kembang oleh anak, tentu sangatlah berat pada mana mereka masih sangat membutuhkan kasih sayang dari oleh mak . Tetapi situasi yang sangat nir ideal ini dijalani pula sang sebagian keluarga pada Indonesia.
Komunitas, Sebuah Keluarga Baru
Satu bentuk keluarga yang lain adalah keluarga yg sebetulnya merupakan komunitas atas dasar kesamaan pada satu atribut eksklusif, contohnya daerah berasal, suku, hobi, pekerjaan, pendidikan, & sebagainya. Komunitas ini adalah bentuk famili yang ?Baru?, namun tidak sahih-benar baru, pada artian bahwa bentuk ini telah terdapat sebelumnya, tetapi semakin banyak pada hari-hari ini. Komunitas ini dianggap dengan keluarga karena dibuat atas dasar kekeluargaan, ataupun rasa kekeluargaan yg melingkupi para anggotanya. Di kota-kota tertentu, komunitas atas dasar suku ataupun wilayah asal merupakan gerombolan yang relatif jamak terbentuk. Contohnya pada kota-kota Sumatera mempunyai perkumpulan PUJAKESUMA yg merupakan singkatan berdasarkan Putra-putri Jawa Kelahiran Sumatera. Anggota-anggota menurut perkumpulan tersebut tampak sangat hangat jika berjumpa, laksana keluarga yang sudah usang tidak berjumpa. Yang mengikat mereka merupakan kecenderungan identitas suku Jawa yang hidup pada pulau Sumatera. Kelompok ini terbentuk, melalui sejarah panjang negeri ini, di mana dalam jaman penjajahan Belanda, orang-orang Jawa yg didatangkan ke Pulau Sumatera buat ?Dipekerjakan? Di perkebunan-perkebunan yg dibuka oleh Belanda.
Sementara kelompok-grup yang saat ini mulai banyak terbentuk adalah atas dasar kesamaan hobi atau selera akan sesuatu. Ada kelompok gamer, yakni orang-orang yg mempunyai selera akan game berbasis komputer. Ada juga grup pecinta anak-anak, yakni orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap nasib anak-anak. Ada pula grup pecinta lingkungan, yang herbi informasi pelestarian lingkungan. Dan masih banyak lagi grup-kelompok yg didasarkan pada kecenderungan hal yang disukai.
Sumber:djepok.Blogspot.Com |
Kelompok seperti ini dapat dikategorikan menjadi sebuah famili pula di mana anggota-anggota di dalamnya merasakan ketenangan pada interaksi.
Keluarga di masa sekarang, di satu sisi masih sama dalam bentuk yang terdapat, namun di sisi lain jua memunculkan bentuk yg tidak selaras, yg tidak terkait menggunakan pertalian darah & perkawinan. Bentuk-bentuk keluarga tersebut berusaha menyediakan hubungan yg nyaman bagi para anggota yg tergabung di dalamnya. Seperti halnya keluarga pada umumnya, interaksi antar anggotanya belum tentu berfungsi sebagaimana mestinya. Pada syarat eksklusif, interaksi pada dalam famili bisa berjalan menggunakan dingin, sehingga menyebabkan pertarungan terselubung di antara anggotanya. Setiap keluarga pada umumnya berusaha memberikan kenyamanan bagi para anggotanya.
Dengan kenyamanan tersebut, anggotanya dapat bertumbuh dan berkembang sebagai langsung yang aporisma, terutama buat memenuhi panggilan hidupnya. Kenyamanan tadi terwujud pada dukungan yg dihasilkan oleh para anggotanya. Begitulah yg terjadi dalam orang yang sukses menjawab panggilan hidupnya, galat satu faktor yg memampukannya merupakan adanya dukungan yg diberikan sang keluarga kepadanya. Dukungan ini bisa didapatkan, baik dari famili biologis maupun berdasarkan famili komunitas.
Peran Keluarga Dalam Panggilan Hidup
Sumber:www.Kaskus.Co.Id |
Setiap orang sangat membutuhkan dukungan dari keluarganya pada menghadapi apapun persoalan hidupnya. Walaupun keluarga belum tentu bisa menjamin tuntasnya duduk perkara yang kita hadapi, akan tetapi dukungan tadi akan menguatkan kita buat bertahan pada merampungkan problem yg dihadapi.
Seorang aktivis tentu pula memiliki famili, paling tidak, dari dari sebuah keluarga jua. Dalam menjalankan aktivismenya tentu menghadapi berbagai duduk perkara terkait menggunakan isu yg digeluti sehari-hari. Kadang info tersebut menjadi begitu pelik dan menguras begitu banyak energi sehingga seseorang aktivis sanggup merasa begitu lelah luar biasa. Belum lagi perkara hayati lain yang nir berkaitan pribadi menggunakan berita aktivismenya, misalnya saja buat memenuhi kebutuhan sehari-hari, belum lagi jika menjadi aktivis yg menikah & mempunyai anak, maka masalah tadi menjadi kian kompleks.
Dukungan keluarga bagi seseorang aktivis tentu laksana oase yg menyegarkan dan selalu bisa memulihkan semangat yang luntur karena kegiatan seharian. Percakapan yang intim menggunakan pasangan, bermain menggunakan anak, ataupun rendezvous dengan saudara/orang tua, tentu sebagai penghiburan tersendiri. Seorang aktivis akan semakin dikuatkan dengan dukungan dari famili, apa pun bentuknya.
Namun, kadangkala dukungan tersebut tidak selalu tersedia. Tidak seluruh keluarga berkenan menaruh dukungannya pada pilihan hidup sebagai seorang aktivis, terlebih apabila berita yg dikerjakan penuh menggunakan tekanan berdasarkan rakyat ketimbang dukungan. Belum lagi bila dihadapkan dalam kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, aktivisme mengalami tantangan terberatnya. Bayangkan, bilamana seorang aktivis terpaksa banting setir lantaran sang anak meminta buat dibelikan seragam sekolah ataupun famili masih wajib berpikir apa yg bisa dimakan besok. Atau saat aktivis sakit, tetapi nir memiliki porto buat berobat. Belum lagi hal-hal lain yang disebut menggunakan cermin sosial yg terpampang pada mana pun mata memandang. Keteguhan buat menjalankan aktivisme pun seolah menipis tanpa adanya dukungan famili.
Dukungan berdasarkan famili, baik orang tua maupun pasangan, akan membantu meringankan masalah yg dihadapi. Tetapi bagaimana apabila itu memang nir tersedia sama sekali?
Ada keluarga lain yg siap ditemukan dan mampu ?Menggantikan? Peran pendukung. Ya, komunitas. Komunitas adalah famili baru yang sanggup kita temukan dan akan mendukung kita lantaran kesamaan visi/misi dalam hayati. Menemukannya memang problem lain, tergantung bagaimana kita memilih jalan & pergaulan dalam hidup ini. Sederhananya, keliru pergaulan hanya akan menambah masalah yg nir bermanfaat pada kehidupan kita. Bahkan tidak jarang, komunitas sebagai famili yang sangat suportif terhadap pilihan hidup kita, maka tak heran bila komunitas berbasis gosip aktivisme sanggup sebagai penopang bagi keteguhan hati seseorang aktivis. Misalnya Walhi, yg menjadi galat satu corong pembela lingkungan Indonesia, bagaikan sebuah wadah bernaung bagi para pejuang lingkungan untuk permanen setia dalam panggilan aktivismenya. Keberadaan komunitas demikian sangatlah membantu menjaga aktivis buat tetap hayati pada tengah kondisi yang berat.
Lalu, bilamana kita adalah keluarga, apakah kita siap buat memberikan dukungan yg diperlukan bagi aktivis selanjutnya?
***