Selasa, 23 Juni 2020

Editorial Agustus 2014

Salam Transformatif! Salam Kemerdekaan!

Memasuki bulan peringatan kemerdekaan Bangsa Indonesia, Pro:aktif Online balik hadir di tengah-tengah Anda. Namun, sebelum berkiprah lebih jauh, kami ingin mengajak pembaca semua buat mempertanyakan kembali, sudahkah Anda memaknai kemerdekaan bagi diri Anda sendiri? Sudahkah hidup Anda berdaulat, pada tengah hiruk pikuk perkembangan jaman waktu ini?


Dalam rangka memperingati kemerdekaan Republik Indonesia, Pro:aktif Online hadir untuk memaknai kemerdekaan dari aspek mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu pangan. Oleh karena itu, tema yang kami usung kali ini adalah “Bangsa Indonesia dan Kedaulatan Pangan”


Pangan merupakan keliru satu hal penting pada kehidupan manusia. Ia adalah wahana dasar yg diperlukan oleh manusia buat melanjutkan hidupnya. Sebagai sebuah wahana, hendaknya insan memiliki kebebasan pada proses pengadaan pangan, bebas memasak bahan baku pangan sebagai makanan sehat yg memperkuat tubuh, bukan menjadi penyakit bagi tubuh itu sendiri.
Tetapi, bagaimana ketika kebebasan pada proses pengadaan pangan itu justru membelit insan dalam bulat ketergantungan yang merugikan? Dengan keadaan demikian, dapatkah dikatakan bahwa insan telah berdaulat dalam hal pangan?


Pengertian kedaulatan pangan sebuah bangsa,menurut Serikat Petani Indonesia, merupakan hak setiap bangsa buat memproduksi pangan secara berdikari, serta hak buat menetapkan sistem pertanian, peternakan dan perikanantanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional.


Mencermati definisi di atas, apakah Bangsa Indonesia telah berdaulat dalam hal pangan? Oleh karena itu, mari kita telusuri jawabannya bersama-sama dalam edisi Pro:aktif Online kali ini.
Pertama-tama, untuk mengetahui hakikat kedaulatan pangan itu sendiri, Anda dapat membaca rubrik Opini yang ditulis oleh Angga Dwiartama. Dalam artikelnya, ia membedakan antara ketahanan atas pangan (secure of food) atau ketahanan melalui pangan (secure through food).
Rubrik Opini yg kedua, ditulis oleh Anton Waspo, mengulik tentang kenyataan impor bahan pangan pada Indonesia yg sudah mematikan produk pertanian lokal. Hal ini tentu saja mengurangi upaya bangsa Indonesia untuk berdaulat dalam bidang pangan. Bagaimana upaya mengurangi kecenderungan mengimpor bahan pangan, dapat kita cermati di dalam artikel ini.


Rubrik Pikir yg ditulis oleh Angga Dwiartama mengajak pembaca buat merenungkan balik tentang cengkeraman kapitalisme terhadap proses pengadaan pangan. Rubrik Pikir yg kedua, ditulis oleh David Ardes.Dalam rubrik tersebut pembaca diajak untuk merenungkan secara khusus tentang kedaulatan pangan pada skala Indonesia sebagai suatu bangsa.


Rubrik Masalah Kita, yg ditulis secara kolaboratif sang Agustein Okamita & Navita Astuti, mengulas tentang penurunan mutu pangan, mulai berdasarkan proses pengolahan di lahan pertanian, proses panen sampai proses pengolahan menjadi bahan pangan. Artikel ini mengajak kita seluruh untuk kritis mencermati proses-proses pengadaan pangan yang mengutamakan mutu dan mendukung kesejahteraan & kesehatan konsumen.


Rubrik Media ditulis sang Shintia D. Arwida, mengulas aneka macam bacaan yang akan mencerahkan pembaca tentang duduk perkara pangan.


Rubrik Tips ditulis sang Maya Pujiati.Ia membahas tentang mudah & murahnyamenghasilkan pangan sendiri berdasarkan kebun famili. Ia juga memberi contoh praktik-praktik yg dilakukannya sendiri pada tempat tinggal , buat menghasilkan makanan sehat tanpa harus mengeluarkan biaya yang mahal.
Di rubrik Tips yang ke 2, Melly Amalia mengulas aneka macam tips menentukan bahan kuliner yg menyehatkan tubuh.


Any Sulistyowati membawakan rubrik Profil berisicerita mengenai gerakan Koperasi Teikei. Keistimewaan koperasi ini adalah sistem pengadaan pangan secara pribadi dan sehat yang diciptakan secara mandiri antara produsen dan konsumen pada Provinsi Chiba, Jepang.
Melly Amalia membawakan rubrik Jalan-Jalan, yg mengulas mengenai kegiatan sebuah organisasi bernama Bandung Berkebun. Yg penekanan dalam pemanfaatan huma untuk kebun. Rubrik ini hendak menunjukkan tentang banyak sekali keuntungan yang didapat berdasarkan berkebun.


Menilik artikel-artikel yang terdapat di edisi ini, satu hal yang perlu direnungkan beserta, bahwa kemerdekaan bukan sekedar status, atau sekedar angka-angka atau semata-mata standar yang telah dicapai, melainkan sebuah upaya atau gerakan, yg berawal berdasarkan hati masing-masing individu. Sudahkah kita sendiri membebaskan diri berdasarkan belenggu ketergantungan akan sesuatu? Terkait dengan tema ini, kita perlu bertanya kembali pada diri kita sendiri, sudahkah kita merdeka buat memilih sistem pangan sehat dan berkelanjutan bagi diri kita sendiri? Sudahkah Bangsa Indonesia mempunyai pencerahan buat mewujudkan itu seluruh?


Mari, berjuang buat merdeka!







































Cloud Hosting Indonesia