Pembaca yg budiman,
Kalender 2017 sudah sampai pada lembaran terakhirnya buat segera berganti menggunakan lembaran baru. Telah poly peristiwa yang terjadi di tahun ini, baik pada taraf global maupun lokal, berbagai info yg mungkin pernah hinggap pada antaranya ada yg masih permanen teringat sampai waktu ini. Salah satu gosip yg masih menjadi perbincangan merupakan gosip lingkungan yg terasa berkejaran menggunakan saat. Pembicaraan di antara negara-negara seolah berjalan di loka, perdebatan soal pemanasan dunia malah seperti berjalan mundur ketika Presiden Amerika Serikat menyatakan nir percaya akan fenomena tersebut. Di taraf lokal, secara umum, untuk negara Republik Indonesia, berita lingkungan masih gencar disuarakan poly pihak terutama menyikapi pola pembangunan yang digalakkan pemerintah waktu ini. Pembangunan yg di satu sisi menerima dukungan dari poly pihak serta pujian dunia internasional, tetapi pada sisi lain justru merampas hak masyarakat tradisional atas nama pembangunan itu sendiri. Perdebatan demikian, sekiranya kita tinggalkan sejenak buat melihat pulang bagaimana hidup kita sendiri, apa yang telah kita lakukan buat menjaga alam ini agar nir semakin menurun kualitasnya?
Untuk itulah, sebagai pengantar menyambut tahun yang akan datang, Proaktif Online edisi Desember 2017 mengangkat tema Hidup Selaras dengan Alam.
Berbagai goresan pena yg sudah kami kumpulkan berupaya buat mengangkat kembali konteks berita alam dan lingkungan dengan perspektif yang sedikit berbeda. Ada yang mengkritisi pola hidup & pola pembangunan yg terjadi, tetapi juga sekaligus memperlihatkan sebuah jalan lain yang mampu diambil supaya hidup kita mampu berguna bagi peningkatan kualitas alam.
Untuk rubrik MASALAH KITA kali ini, kami menyajikan 3 tulisan yang menggugah kesadaran tentang krisis alam dan lingkungan yang kian hari (sebenarnya) kian mendesak. Tulisan pertama adalah tulisan kolaboratif dari Any Sulistyowati dan Navita Astuti yang memperlihatkan hubungan perkembangan peradaban yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kerusakan alam di Indonesia. Perkembangan tersebut walau telah membuat kualitas hidup manusia menjadi lebih baik, namun di sisi lain, telah menghancurkan hidup sekelompok masyarakat di belahan dunia yang berbeda. Tantangan pemulihan lingkungan hidup masa kini yang makin mendesak adalah mengkampanyekan gaya hidup yang selaras dengan alam.
Upaya buat mengkampanyekan gaya hayati yg selaras menggunakan alam, bersama edukasi mengenai efek negatif menurut gaya hayati konsumtif saat ini, sesungguhnya tidak sedikit. Aktivis-aktivis yg peduli akan info lingkungan hidup mencoba mengembangkan kepedulian menggunakan masyarakat umum . Namun tantangan buat bertahan dengan idealisme dan menghadapi realita kehidupan, sebagai sisi lain dari krisis ekologis itu sendiri. Cerita menurut Jenal Mustofa (tulisan kedua) bisa disebut menjadi galat satu model yg jamak terjadi dalam bepergian hayati seseorang aktivis lingkungan hayati, yg awalnya berjuang mangkat -matian menghidupi prinsip selaras alam & menyuarakan kepedulian, sanggup mendadak banting setir ke arah yang antagonis saat berhadapan menggunakan realita.
Berlanjut kepada kisah hidup dari pengalaman Ratna Ayu Wulandari (goresan pena ketiga) menjadi seorang aktivis yg masih bertahan pada bidang lingkungan hidup. Kisahnya ketika beraktivitas pada Taman Nasional Bukit Duabelas, mendampingi salah satu komunitas Suku Anak Dalam, menggambarkan senang sedih sebagai seorang aktivis lingkungan. Berbagai tantangan yg muncul, baik dari warga dampingan maupun menurut pemerintah, memberitahuakn betapa terjal perjuangan terhadap info lingkungan hayati ini. Perlu perilaku yg positif agar gosip lingkungan hidup bisa terus berkumandang & semakin meluas menjangkau banyak orang.
Rubrik PIKIR kali ini, kami pula sajikan tiga goresan pena yg mengundang pertanyaan terhadap paradigma kita mengenai pembangunan dan alam tempat kita hidup ini. Fictor Ferdinand, galat satu penulis, mengangkat kisah Waduk Sepat di Jawa Timur yg hari-hari ini wajib berjuang mempertahankan diri menurut pemerintah kota Surabaya. Penulis menunjukkan kepada kita bagaimana proses penghancuran waduk terjadi secara perlahan-huma karena sikap manusia yg justru menjauhkan dirinya dari alam. Partisipasi pemerintah melalui regulasi yg mengubah fungsi peruntukan lahan waduk itu menjadi pemukiman kompleks perumahanlah yang memicu terjadinya kepanikan rakyat, yang seolah baru tersadar, bahwa mereka akan kehilangan loka hidupnya.
Bergerak sedikit ke timur, di daerah Atambua-NTT, terdapat warga Uma Kalisuk yang masih menjalankan istiadat nenek moyangnya yang memasukkan alam dalam konteks spiritual kepercayaannya. Penggambaran rekanan alam dengan manusia menjadi tubuh, menjaga konduite anggota warga dari tindakan pengrusakan. Cara hayati warga Uma Kalisuk dipotret sang Eventus Ombri Kaho sebagai upaya merenungkan balik relasi insan menggunakan alam, bahwa praktek spiritualitas mempunyai fungsi menjadi penjaga moral warga pada merawat alam lingkungan hidupnya.
Umbu Justin, penulis lainnya, mengisi rubrik PIKIR menggunakan renungan filosofis tentang galat satu sisi kemanusiaan kita yg memang nir bisa dilepaskan dari alam. Umbu menyoroti kiprah kepercayaan & sains yg kurang berhasil mendekatkan insan dengan alam, malah semakin menjauhkannya. Yang turut sebagai duduk perkara merupakan kiprah kepercayaan & sains yang justru memperkuat kerangka berpikir kita bahwa alam hanya sekedar tempat hayati insan; bahwa manusia bukanlah bagian dari alam itu sendiri. Akibatnya manusia cenderung merasa berhak buat mengatur alam, termasuk menghancurkannya demi kehidupan yg lebih baik (yg belum tentu benar sebagai baik).
Any Sulistyowati kemudian menaruh TIPS bagaimana menerapkan prinsip hayati selaras menggunakan alam melalui cara-cara yang mudah & murah. Kita perlu memperhatikan & mengamati hal-hal yang telah ada pada sekeliling kita yg mungkin belum dimanfaatkan dengan maksimal . Memahami prinsip pembangunan berkelanjutan, mencari cara lain atas gaya hayati yg lebih ramah lingkungan, penggunaan barang, turut serta memproduksi bahan pangan, merupakan beberapa tips yg dipaparkan dalam artikel ini. Tips yang paling penting adalah menikmatinya.
Selanjutnya, masih berdasarkan penulis yang sama, kita akan berkenalan menggunakan seorang mama menurut Flores bernama Veronika Lamahoda. Dari sosok dia kita akan belajar tentang bagaimana usaha buat ?Mencari? Air lalu berkembang sebagai sebuah pemberdayaan rakyat. Pengalaman perjuangan itu membawa sosok Veronika Lamahoda menyadari bahwa poly masalah di negeri ini yg penyelesaiannya disederhanakan menjadi duduk perkara membuat undang-undang semata. Padahal buat menjawab duduk perkara yang kompleks di masyarakat, justru lebih diharapkan penemuan di taraf teknis & sosial ekonomi.
JALAN-JALAN kali ini akan dipandu sang Ayu ?Kuke? Wulandari dan saya sendiri, masing-masing ke tempat yang tidak sinkron. Ayu akan membawa kita menjelajahi daerah Kawah Putih, Bandung bersama komunitas Matabumi sembari belajar mengenai alam. Penjelajahan itu berakhir pada Pinisi Resto yang sedang tren di warga Bandung karena bentuknya adalah kapal pinisi yg dulu dipakai sang nenek moyang pelaut kita.
Sedangkan saya akan mengajak para pembaca mengunjungi Pulau Coron-Palawan di Filipina serta berkenalan sedikit dengan rakyat istiadat Tagbanua yang mendiami pulau tersebut. Perjalanan ini membuka mata kita bahwa pemerintah dapat merogoh peran menjadi fasilitator buat merawat sebuah tradisi bisa permanen hidup dan menaruh kedaulatan pada rakyat itu sendiri untuk mengelola alam loka hayati mereka. Pulau Coron ini merupakan wujud kedaulatan menurut sebuah masyarakat istiadat untuk melestarikan budaya mereka yg permanen terbuka menggunakan dunia luar.
Rubrik MEDIA diisi oleh Asra Wijaya yang menaruh pelajaran tentang jenis film yang mempunyai fungsi sosial sinkron dengan dinamika yg berkembang di masyarakat. Secara spesifik, goresan pena ini menyoroti isi film dokumenter tentang para pejuang perempuan pada dalam konflik agraria di Indonesia. Umumnya, konflik itu sendiri sangat bernuansa maskulin lantaran dalam rakyat tadi, perempuan nir mempunyai suara pada pengelolaan lahan pertanian. Pentingnya eksistensi wanita dalam perseteruan agraria ini turut mencegah beralihnya kepemilikan lahan kepada pihak partikelir yg didukung oleh pemerintah.
Rubrik RUMAH KAIL akan menampakan bagaimana prinsip hidup selaras menggunakan alam dapat diterapkan pada praktek sehari-hari melalui pengalaman KAIL. Any Sulistyowati memaparkan relatif runut apa saja yang sudah dilakukan oleh KAIL pada pada RUMAH KAIL, mulai berdasarkan proses pembangunan tempat tinggal sampai penyelenggaraan aktivitas, menerapkan prinsip tadi. Bahkan kita akan terpapar dengan pemilihan bahan bangunan dan permakultur sebagai keliru satu bentuk penerapannya.
Akhir kata, tema Proaktif Online kali ini kiranya dapat menjadi perenungan kita beserta sekaligus mempersiapkan kita menyambut tahun yg akan tiba menggunakan semangat yg semakin membara. Isu lingkungan akan selalu relevan selama insan masih hidup pada pada bumi.
Mari hayati selaras menggunakan alam.
David Ardes Setiady
(Editor)