Para pendukung neoliberalisme mengajukan teori baru bahwa krisis dan kegagalan pembangunan di sektor kesehatan merupakan akibat nir becusnya pemerintah mengurus sektor kesehatan ini. Ada empat argumen fundamental yg mereka ajukan terkait efisiensi kinerja pemerintah. Pertama, pemerintah menaruh subsidi besar -besaran, sehingga harga yg dibayar rakyat nir mencerminkan harga yg sesungguhnya. Kedua, pemerintah tidak mampu memberikan layanan yg komprehensif pada semua rakyat secara adil dan merata. Ketiga, banyaknya korupsi dan tingginya biaya birokrasi di pemerintahan. Terakhir, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan yg diberikan pemerintah.
Berbagai alasan di atas mendorong keluarnya rekomendasi agar swasta diberi peluang sebesar-besarnya untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat, antara lain lewat mekanisme Program Penyesuaian Struktural (SAP, Structural Adjusment Program) bagi negara-negara yang memiliki hutang, serta aturan-aturan main yang dirumuskan dalam kesepakatan-kesepakatan WTO. Mereka berpikir bahwa dengan masuknya sektor swasta, pemerintah tidak lagi memonopoli sektor ini sehingga kinerjanya menjadi lebih efisien, lebih menjamin akses yang merata bagi seluruh masyarakat dan memudahkan konsumen memperoleh layanan kesehatan sesuai dengan pilihannya.
Ada beberapa kritik dan pertanyaan bagi argumen-argumen tersebut.
Privatisasi Vs Korporatisasi
Privatisasi secara umum berarti penyerahan pengelolaan kepada lembaga privat baik yang bersifat profit maupun non profit, sedangkan korporatisasi secara spesifik merupakan penyerahan pengelolaan pada lembaga yang berorientasi profit. Dengan demikian, korporatisasi kesehatan adalah penyerahan layanan kesehatan pada forum kesehatan privat yang bersifat profit.
Karakteristik primer dan paling fundamental menurut lembaga profit merupakan bahwa buat meraih profit, pelaksana layanan kesehatan itu wajib membagi sebagian uang yg diperolehnya kepada penanam kapital. Maka, tujuan primer jasa kesehatan profit merupakan mencari laba & bukannya menyediakan layanan kesehatan berkualitas.
Dari manakah uang buat para penanam kapital ini berasal?
Pertama, menggunakan menarik biaya kepada para pengguna lebih mahal menurut seharusnya. Kedua, menggunakan mengurangi pengeluaran dengan menurunkan kualitas dan kuantitas layanan, terutama kalau dana diperoleh berdasarkan iuran pertanggungan & pemerintah. Ketiga, dengan menyarankan (memaksa secara halus) pengguna buat membeli layanan yg sebenarnya nir krusial atau nir dibutuhkan. Keempat, memberikan layanan khusus pada pembayar mahal. Kelima, hanya memberikan layanan yang sangat menguntungkan & keenam dengan membayar pekerja kurang berdasarkan seharusnya atau menggantinyadengan pekerja yang kurang berkualitas dan dapat dibayar murah.
Adakah Kisah Sukses Korporatisasi Layanan Kesehatan?
Kita akan belajar menurut negara-negara yang dipercaya maju pada sistem kesehatan. Pertama, menurut Amerika Serikat, penganjur primer neoliberalisme, privatisasi dan pasar bebas. Di negara ini dalam dasarnya sistem kesehatan terutama dijalankan sang forum layanan kesehatan profit, namun, sumber uang nir hanya dari biaya yg dibayar pribadi sang pengguna. Pemerintah, menggunakan dana yang diterima dari pajak, memberikan subsidi ke forum-lembaga profit tadi. Selain itu dana menurut pajak jua dipakai pemerintah untuk menaruh layanan kesehatan pada penduduk miskin, manula, orang cacat dan militer. Kedua, menurut Kanada, negara yg pemerintahnya masih cukup poly berperan pada sektor kesehatan. Di negara ini, sebagian besar layanan kesehatan diberikan melalui dana publik/pajak, namun layanannya sebagian besar diberikan sang lembaga non pemerintah (privat) yg bersifat non profit.
Apa output akhir dari ke 2 jenis pendekatan layanan kesehatan yg tidak selaras ini?
Korporatisasi layanan kesehatan diyakini akan menciptakan efisiensi yang mengurangi total pengeluaran porto kesehatan, khususnya aturan pemerintah buat kesehatan. Kenyataannya, pengeluaran pemerintah Alaihi Salam (US$ 1.599 perkapita per tahun) justru lebih akbar daripada pemerintah Kanada( US$ 1.444 perkapita per tahun). Sementara itu, Kuba yg menerapkan sistem layanan kesehatan yg sepenuhnya dijalankan sang pemerintah memakai porto hanya US$106 perkapita per tahun buat menjalankan sistem yg sanggup menaruh jaminan kesehatan dalam 97% rakyatnya. Lebih jauh lagi, di Alaihi Salam, tagihan porto kesehatan adalah penyebab primer kebangkrutan langsung. Total pengeluaran kesehatan per orang di AS merupakan yg tertinggi di dunia, sebanyak US$ 4.637 per tahun. Sedangkan warga Kanada, mengeluarkan hanya US$ 2.185 per tahun. Sedangkan warga Kuba hampir tidak perlu mengeluarkan dana langsung demi kesehatan mereka. Hasilnya adalah: Kanada berada pada peringkat kedua dunia buat harapan hidup & AS berada dalam peringkat ke-25. Tingkat kematian bayi di Kanada 5,6 per seribu kelahiran hayati dan Amerika Serikat 7,8 per seribu kelahiran hidup. Sedangkan Kuba, menggunakan dana lebih menurut 10 kali lebih kecil bisa mencapai angka kematian bayi 7,dua per seribu kelahiran hidup.
Data ini menunjukkan bahwa sistem layanan kesehatan di Kanada dan Kuba jauh lebih efisien dan efektif daripada Amerika Serikat. Lalu mengapa layanan publik yang bersifat profit semakin populer, sementara tidak berprestasi di negara promotor utamanya sendiri? Adakah kisah sukses korporatisasi layanan kesehatan?
Korporatisasi layanan kesehatan sudah berhasil mempromosikan tujuan mereka menggunakan membangun argumentasi seakan layanan kesehatan publik nir efisien & berkualitas rendah, sedangkan layanan kesehatan berbasis korporasi lebih baik. Padahal dasar berpikir argumentasi tersebut sangat lemah & berdasarkan pada bukti-bukti yang semu, sebagai akibatnya nir lebih dari mitos-mitos belaka.
Mitos-Mitos Korporatisasi
1. Layanan Kesehatan menurut Korporasi Lebih Efisien
Pernyataan bahwa forum profit lebih efisien dari lembaga publik nir wajar jika efisiensi diartikan anugerah kualitas layanan yg sama dengan pengeluaran yg lebih rendah. Bagaimana lembaga profit bisa lebih efisien ad interim dalam kenyataannya mereka wajib membayar ?Upeti? Kepada pemilik kapital, sedangkan forum non profit dan lembaga publik tidak. Artinya, kentara bahwa menggunakan jumlah uang yang sama forum non profit dan forum publik akan sanggup menaruh layanan yang lebih maksimal .
Jadi efisiensi seperti apa yg sebenarnya dimaksud sang para pendukung korporatisasi kesehatan ?
Dua. Pasar Bebas Tanpa Subsidi Akan Menghasilkan Harga Yang Sesungguhnya
Para penganut neoliberalisme mendefinisikan harga sesungguhnya merupakan yang diperoleh berdasarkan keseimbangan antara permintaan dan penawaran, yg selanjutnya berhubungan dengan keputusan konsumen buat membeli atau nir. Umumnya peyedia produk cenderung akan berperilaku tetap yaitu menjual sebesar mungkin. Dasar motivasi konsumen umumnya pula cenderung permanen yaitu mempunyai sebesar mungkin, sampai batas daya belinya.
Namun teori ini nir berlaku dalam sistem kesehatan. Tidak terdapat konsumen yang ingin sakit. Sehingga konduite konsumsi pada sektor kesehatan secara alamiah akan lebih dipengaruhi oleh tingkat kesehatan konsumen daripada daya beli. Kondisi ini menyebabkan pasar kesehatan berperilaku berbeda dari produk konsumsi dalam umumnya. Keinginan korporasi buat menjual sebanyak mungkin, tidak sesuai dengan konsumen yang justru meminimalkan pembelian. Untuk mengoreksi ini maka akhirnya para pengusaha melakukan pengeluaran akbar-besaran pada promosi. Pengeluaran ini tentunya ditanggungkan dalam harga yang wajib dibayar konsumen.
Apakah ini yg dianggap menggunakan harga yg sesungguhnya?
3. Subsidi Kesehatan Menghasilkan Inefisiensi Layanan Kesehatan
Secara umum, harga yang tidak sesungguhnya karena subsidi, baru berarti sebagai pertimbangan kebijakan apabila menunjuk dalam penggunaan yg tidak rasional dan contohnya: penggunaan produk yang berlebihan karena harganya yg murah, & subsidi yang tidak mencapai target.
Tetapi telah tentu layanan kesehatan nir bisa disamakan menggunakan penggunaan barang konsumsi seperti BBM. Artinya, tiadanya BBM nir akan membunuh seorang. Sedangkan masalah layanan kesehatan terkait menggunakan hidup-mati seorang, sehingga sebagai bagian integral menurut hak asasi seseorang. Selain itu, tidak poly orang yg cenderung boros memakai layanan kesehatan misalnya halnya mereka boros menggunakan BBM. Jadi hanyalah kemungkinan kecil bahwa subsidi mendorong penggunaan layanan kesehatan yg berlebihan.
4. Korporatisasi Kesehatan Menghasilkan Keadilan Pelayanan Kesehatan
Pendapat bahwa korporatisasi kesehatan merupakan jawaban terhadap pertarungan keadilan layanan kesehatan berbenturan menggunakan kenyataan bahwa karena sifatnya yang bertujuan memaksimalkan profit, maka korporasi akan cenderung memberikan layanan kepada yang memiliki poly uang dan daerah perkotaan. Singkatnya, korporasi cenderung akan melayani mereka yang sebenarnya tidak sebagai prioritas dalam layanan kesehatan, jika kita menggunakan nalar layanan kesehatan publik. Malah, lantaran uang yg dibayarkan ke korporasi lebih banyak berdasarkan seharusnya, uang yg seharusnya dapat digunakan buat hal yg lebih sebagai prioritas malah dinikmati oleh para pemilik kapital yang seharusnya tidak begitu membutuhkan uang.
5. Pemerintah Tidak Memiliki Cukup Dana Menjalankan Layanan Kesehatan Publik
Kegagalan pemerintah untuk menggalang sumberdaya mayarakat, terkait dengan kebijakan makro seperti kurangnya keberanian menerapkan pajak progesif. Sementara itu, kebijakan neoliberal yang diadopsi oleh banyak negara dan terlebih di negara berkembang yang harus mengikuti structural adjustment program IMF, justru mendorong pemotongan pajak. Jadi, tampaknya kebijakan neoliberal akan mendorong rekayasa kebijakan untuk menciptakan asumsi yang dibuatnya sendiri (bahwa pemerintah tidak punya cukup dana untuk membiayai kesehatan), untuk mempromosikan privatisasi kesehatan.
6. Layanan Kesehatan Korporasi Lebih Berkualitas
Peningkatan kualitas layanan kesehatan melalui pengelolaan berorientasi profit merupakan argumentasi yang sangat lemah karena berlawanan dengan dasar keadilan dan prinsip pemerataan layanan kesehatan yg adalah hak asasi manusia. Motivasi buat mencari profit justru menyebabkan penurunan kualitas pada bentuk rendahnya kualitas perawatan pasien misalnya semakin singkatnya waktu layanan, berkurangnya pilihan layanan, atau bahkan banyaknya kesalahan perawatan.
7. Layanan Kesehatan Berbasis Korporasi Akan Melepaskan Kebergantungan Pada Pemerintah
Para pendukung korporatisasi kesehatan jua menyatakan bahwa karena pemerintahan yg nir efisien dan korup, maka peran pemerintah perlu dikurangi & kiprah partikelir perlu ditingkatkan. Benarkah peningkatan peran swasta pada pasar bebas akan melepaskan kebergantungan layanan kesehatan pada kiprah pemerintah? Argumentasi yang seringkali digunakan adalah bahwa ekonomi pasar bebas akan menciptakan proses demokratisasi yang menguntungkan warga . Proses demokratis ini akan membuat harga yang murah & layak, dibarengi menggunakan kualitas layanan tinggi melalui prosedur pasar. Sedangkan, sistem yg dimonopoli pemerintah dikatakan tidak profesional, rentan korupsi & tidak efisien. Adam Smith mengatakan bahwa suatu prosedur pasar, di mana para pelakunya adalah individu-individu egois, akan membentuk keuntungan aporisma bagi publik (dalam bentuk laba aporisma menggunakan porto minimal) bila pasar berada di pada keadaan pasar sempurna. Pasar sempurna terjadi bila seluruh pelaku pasar mempunyai kekuatan yg nisbi berimbang. Artinya, pasar paripurna tidak bisa terjadi dengan sendirinya, beliau perlu dipelihara secara intensif. Siapakah forum yang biasanya didaulat buat sebagai wasit? Pemerintah.
Jadi, perdebatan tentang kebergantungan pada pemerintah baik pada sistem berbasis lembaga profit dan berbasis pemerintah sebenarnya tidak lebih sebuah zero sum game. Sektor privat hanya akan berkontribusi maksimal bagi kesehatan publik bila berada dalam sistem kontrol yang kuat. Hasil akhirnya sama saja, kebergantungan pada pemerintah! Pemerinthan yang korup akan sama-sama membuat kedua sistem ini tidak berjalan dengan baik. Dengan demikian yang lebih dibutuhkan adalah pemerintahan yang bersih dan bukannya korporatisasi layanan kesehatan.
8. Layanan Kesehatan Korporasi Sejalan Dengan Proses Demokratisasi
Hal yg paling membahayakan jika layanan kesehatan publik diganti dengan layanan kesehatan berdasarkan profit merupakan hilangnya akuntabilitas . Seburuk apapun layanan kesehatan publik, selalu terdapat kesempatan buat memperbaikinya melalui proses politik. Tetapi begitu layanan ini dialihkan kepada bisnis, proses monitoring dan kontrol akan sebagai jauh lebih sulit.
9. Bisnis Tidak Korup
Para pendukung korporatisasi layanan kesehatan jua menyatakan bahwa pemerintahan tidak efisien & korup. Kenyataannya; kejahatan ekonomi yg terjadi seperti masalah Bank Bali, adalah kisah konkret bisnis beberapa pelaku pasar buat mencegah terjadinya pasar sempurna demi memelihara monopoli mereka. Caranya tak jarang dengan menyogok pemerintah & memanfaatkan banyak sekali lubang dari pemerintahan yg korup. Lantaran itu, jadinya sama saja menggunakan keadaan di mana kita bergantung pada pemerintah buat mengoperasikan atau mendistribusikan dana bagi layanan kesehatan.
10. Korporatisasi Kesehatan Menghilangkan Birokrasi Yang Tidak Efisien
Para pendukung korporatisasi layanan kesehatan menyatakan bahwa banyak pemborosan dana dari layanan kesehatan yang menggunakan dana publik terjadi karena birokrasi yang tersentralisasi. Kenyataannya, suatu studi yang dilakukan oleh peneliti Harvard, Woolhandler dan Himmelstein yang dimuat dalam New England Journal of Medicine, yang menganalisa data dari 5.201 rumah sakit, menemukan bahwa rumah sakit profit 5%lebih mahal dibandingkan rumah sakit non profit, dan 53% dari perbedaan biaya disebabkan oleh biaya administrasi yang lebih mahal. Selain itu, perusahaan profit juga harus mengeluarkan biaya operasional tambahan.
Jadi, layanan kesehatan secara profit nir memangkas birokrasi namun malah menggelembungkan birokrasi. Dan lebih parah lagi, birokrasi ini justru mengejar profit.
11. Pasar Sempurna Akan Terjadi Dalam Sistem Kesehatan
Taft dan Stewart dalam bukunya yang berjudul Clear Answers: The Economics and Politics of For-Profit Medicine, mengajukan lima syarat berlakunya pasar sempurna: (1) ada banyak penjual dan pembeli yang dengan mudah dapat keluar dan masuk ke dalam pasar, (2) pembeli memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengambil keputusan, (3) produk terstandarisasi, (4) harga dapat bebas naik turun tanpa halangan dan (5) konsumen dengan bebas dapat mengganti suatu produk dengan produk lainnya untuk fungsi yang sama. Kondisi ini tidak berlaku di dalam dunia kesehatan: (1) pasien yang sakit sulit mengambil keputusan yang bebas, (2) pengetahuan tentang kesehatan tidak dikuasai oleh kebanyakan orang, (3) kepercayaan sangat fundamental dalam bisnis kesehatan, (4) kalangan bisnis sekarang melakukan upaya-upaya sistematis untuk secara sengaja mendistorsi pasar sempurna dengan mendorong terjadinya monopoli atau setidaknya oligopoli. Padahal, mengacu pada syarat pasar sempurna yang dikemukakan oleh Taft dan Stewart, monopoli membuat jumlah penjual terlalu sedikit dan terciptanya halangan bagi harga untuk naik dan turun secara bebas.
Kepentingan Sosial dan Profit : Akankah Terdamaikan?
Inkompatibilitas sifat sosial layanan kesehatan dengan kepentingan profit menjadi demikian fundamental. Pertarunga yg paling mendasar adalah bahwa layanan kesehatan berbasis profit bergantung dalam maksimalisasi dan pertumbuhan konsumsi sedangkan layanan kesehatan yang efisien dan efektif justru meminimalkan konsumsi.
Selain permasalahan dasar tadi, kita juga dapat melihat dalam taraf yg lebih rumit & tidak kasat mata bahwa layanan kesehatan berbasis profit menyebabkan pemborosan, ketidakadilan dan penurunan kualitas layanan. Sementara itu, penyakit-penyakit pada layanan kesehatan publik misalnya kebergantungan dalam pemerintah, monopoli, birokrasi dan korupsi / penipuan yg selama ini dijadikan dasar buat mendiskreditkan layanan kesehatan publik sama sekali tidak disembuhkan oleh privatisasi, tetapi justru ?Kambuh? Pulang dalam bentuk yg lebih sulit dikontrol & disembuhkan.
* Tulisan ini disarikan dari buku Liberalisasi dan Tantangan Dalam Penyedian Jasa Kesehatan Kepada Publik, oleh Tim Peneliti The Business Watch Indonesia ( Any Sulistyowati, David Sutasurya dan Navita Kristi Astuti), tahun 2004, khususnya bab 6.