Di banyak kota akbar di Indonesia, keliru satu indikator kemapanan ekonomi famili, sanggup terlihat dari semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor. Baik yg roda 2, juga roda empat. Dengan semakin poly kemudahan buat mempunyai tunggangan yg menunjang mobilitas ini, ad interim perluasan, apalagi penambahan ruas jalan nir berjalan seiring peningkatannya, maka tak heran apabila jalanan pun jadi semakin padat alias macet.
Dampaknya? Jelas, semakin lama waktu tempuh menuju tempat beraktivitas, termasuk perjalanan saat kembali pulang ke rumah untuk berkumpul bersama keluarga. Sahabat pembaca, begitu besar tantangan para petarung jalanan, khususnya mereka yang tinggal di perbatasan kota, untuk beraktivitas di tengah kota.
Siapa saja para petarung jalanan ini? Tak terkecuali anak-anak yang berangkat ke sekolah, hingga orang dewasa, para pria - perempuan pekerja ataupun pencari kerja, pengusaha kecil, menengah, hingga kelas kakap, baik yang masih melajang juga yang sudah menikah, di antara mereka terdapat para AYAH & BUNDA?.
Lantas bagaimana dengan di pelosok wilayah? Pada sebagian famili, para ayah sebagai ketua keluarga, mencari nafkah dengan cara merantau. Jika pun tidak, terdapat yg punya saat berkumpul bersama famili terbatas beberapa hari sekali, seminggu sekali, sebulan sekali, atau beberapa bulan sekali, tidak niscaya. Bahkan di beberapa wilayah yg potensi TKI-nya akbar, para suami yg ditinggal pasangannya, istri mereka, merantau di negeri yang jauh. Sementara ayah belum tentu memiliki bekal pengetahuan yang relatif untuk mengasuh anak-anak dengan cara yg patut, sesuai dengan tahapan usia anak. Sahabat pembaca mungkin telah memahami, kultur pengasuhan di poly negara pada Asia, diserahkan sepenuhnya pada para Bunda. Padahal anak-anak, pula butuh ayah mereka. Bukan hanya butuh fisiknya, tapi pula keteladanannya, & jiwa anak-anak ini pun membutuhkan ayah? Inilah yang masih menjadi PR.
Gambaran di atas memberikan gambaran yang cukup kentara, bahwa tantangan utama para ayah untuk terlibat dan terikat pada pengasuhan adalah WAKTU. Dan yang berikutnya, merupakan KETERAMPILAN MENGASUH.
Sahabat pembaca, inilah potret keluarga kita kini. Tantangan hidupnya kian besar, pun tantangan dalam pengasuhan anak. Masih begitu banyak anak yang belum sepenuhnya mendapat sentuhan pengasuhan ayah secara utuh. Sebuah penelitian dari salah satu lembaga parenting di Indonesia beberapa tahun silam bahkan mengungkapkan bahwa di negeri kita ini ber-Ayah Ada, ber-Ayah Tiada. Ayah ada secara fisik, tetapi tidak atau minim sekali secara psikologis. Ayah hanya berperan sebagai pencari nafkah, atau ATM, singkatan untuk Ayah Tunai Mandiri. ‘Penyakit’ yang kemudian muncul pada anak-anak yang minim sentuhan ayah pun muncul, yaitu ‘Lapar Ayah’.
Ada poly insiden yg memprihatinkan sebagai impak ?Lapar Ayah? Dalam pengasuhan. Berbagai penelitian para psikolog maupun pakar parenting menyampaikan, bahwa tanpa ayah berperan pada pengasuhan, anak-anak akan tumbuh sebagai pribadi yg peragu, tidak utuh tahu jati dirinya, tidak berani menghadapi perkara, malah lari dari perkara. Selain itu, mudah terpengaruh dan terlibat pada tindak kriminal bahkan terjerumus memakai obat-obat terlarang. Pada anak perempuan , poly terjadi kasus hamil pada luar nikah dan tidak memahami bagaimana anak-anak laki-laki seharusnya memperlakukan mereka dengan hormat. Amat perih melihat kenyataan misalnya ini.
Sebagai orangtua, sebagai pendidik, bunda, tentu juga ayah, akankah kita diam terpaku dengan keadaan seperti ini? Mari Ayah dan Bunda, bergerak dan melangkah, berbuat agar semakin banyak para ayah yang menyadari peran sesungguhnya sebagai ayah yang utuh seluruh. Bunda tak akan hebat jika tak didukung oleh Ayah yang luar biasa, pun sebaliknya, Ayah tak kan jadi ‘Superman’ jika tidak bergandeng tangan dengan ‘Supermom’. Anak-anak, di masa pertumbuhannya yang sangat berharga, 0 – 15 tahun, membutuhkan keduanya. Bunda, tak seharusnya sendiri dalam pengasuhan….
Sahabat pembaca, sejatinya tidak ada pemisahan peran ayah dan bunda pada pengasuhan. Anak membutuhkan kasih sayang, bimbingan & keteladanan keduanya, buat tumbuh kembang jiwa raganya secara aporisma. Tinggal diadaptasi saja dengan kebutuhan mereka pada setiap tahapan usia & perkembangan anak. Ada masa, antara usia 0-15 tahun anak lebih membutuhkan bunda. Sebaliknya juga ada masa waktu mereka membutuhkan ayahnya.
Sangatlah penting diketahui dan dilaksanakan, bahwa pada 1000 hari usia anak (mulai sejak proses pembuahan janin hingga anak berusia sekitar 2 tahun), untuk mengupayakan semaksimal mungkin kecukupan gizi dan nutrisi serta pengasuhan anak yang ditangani sendiri oleh ayah bundanya. Bukan orang lain. Kenapa? Karena 1000 hari pertama kehidupan anak ini menentukan kualitas sumber manusia saat anak ini dewasa kelak. Oleh karena itu pendidikan anak usia dini adalah kunci untuk membangun karakter anak yang tangguh dan memiliki budi pekerti. [i]
ayah 1 - foto kredit: Sherly Novita |
Saya konfiden, bila para pembaca, Ayah & Bunda, sadar & sungguh memahami hal ini, tidak akan menggunakan gampang menyerahkan atau menitipkan pengasuhan anak-anak mereka pada orang lain, meski masih famili sendiri. Setidaknya, sebelum menitipkan anak, akan benar-benar memastikan terlebih dahulu ilmu, pengalaman & yg terpenting akhlak orang yang dititipi butir hatinya, tentu haruslah baik serta menerapkan pola asuh yang telah disepakati bersama oleh ayah dan bunda. Tidak gampang ya? Benar. Namun percayalah, dengan kesadaran penuh kiprahnya menjadi orangtua, bunda, jua ayah, akan bisa menjalani & menikmati setiap proses pada masa perkembangan putra-putri yg mereka kasihi.
Kembali pada kiprah ayah. Jadi apa sih peran ayah seutuhnya, apabila lebih menurut sekadar mencari nafkah? Sahabat pembaca, ayah merupakan figur dunia luar yg penuh tantangan. Maka ayah perlu menggunakan banyak ?Topi? Untuk mengajarkan pada anak-anak bagaimana menaklukan poly tantangan itu. Beragam ?Topi? Yang ayah kenakan ini akan membantu perkembangan eksklusif anak, baik sosial, emosional juga intelektualnya. Ayah jua menumbuhkan motivasi (bersikap positif), kesadaran dirinya, bukti diri (fisik ? Seksualitas) dan keterampilan (kognitif) yang berpengaruh pada perkembangan pada setiap tahapan usia anak. Peran ayah yang paling bertenaga terletak pada dukungannya terhadap prestasi anak dan interaksi sosialnya yang harmonis. Hal ini akan memberikan impak signifikan di masa dewasanya kelak, di kehidupan pribadinya maupun bermasyarakat.
Ayah dua - foto kredit: Sherly Novita |
Apa saja ?Topi? Ayah? Berikut ini beberapa antara lain:
· ‘Topi’ Ayah Penghibur
“Dalam mengasuh, ayah dapat berperan sebagai entertainer (penghibur) dengan memanfaatkan anggota tubuhnya sendiri, sehingga tidak perlu membeli mainan.”Ayah bisa menggunakan ekspresi wajah dan mata yang lucu, gerakan tangan bahkan kaki. Tak perlu ‘jaim’ (jaga image). Yang penting fun! Ayah bisa sambil mendongeng, menumbuhkan karakter positif anak untuk percaya diri dan berani berekspresi.
· ‘Topi’ Serba Ada Ayah
Dalam keadaan terbatas sekalipun, apalagi apabila berkecukupan, ayah utamanya berupaya memenuhi kebutuhan materi / fisik & keuangan anak, yang antaranya buat porto sekolah, membeli peralatan dan perlengkapan belajar sehingga anak merasa aman serta dapat belajar menggunakan lancar pada rumah dan di sekolah.
· ‘Topi’ Guru Ayah
Sebagai guru, tugas ayah adalah mendidik. Artinya menolong anak agar dia menjadi dewasa. Dewasa secara fisik, nalar dan jiwanya. Tanda minimal kedewasaan anak adalah dapat membedakan yang baik menurut yang tidak baik, serta anak bisa melaksanakan tugas dan kewajiban sinkron dengan tahapan usianya.
· ‘Topi’ Motivator Ayah
Sebagai motivator, ayah memberikan dukungan dan penghargaan (apresiasi) dalam minat, potensi pribadi atau hal-hal positif yg menjadi perhatian anak. Minat yang berkembang dengan baik menggunakan dukungan & keterlibatan ayah bukan semata secara materi, melainkan secara moril akan mewujudkan keterampilannya lebih berfokus. Membantu anak lebih bersemangat menjalani hari-harinya, juga membantunya lebih siap menghadapi kegagalan.
· ‘Topi’ Persahabatan Ayah
Anak memerlukan sahabat yg membuatnya merasa nyaman & terbuka membicarakan isi hati, pikiran & masalah yang tengah dihadapinya. Sebagai teman, ayah mampu bergurau dan bergaul secara sehat. Tidak berjarak & bersikap santai. Bersahabat. Memahami anak berdasarkan sudut pandangnya, sekaligus menyisipkan wawasan / masukan yg bisa menciptakan berpikir lebih dewasa.
· ‘Topi’ Pelatih Ayah
Agar berhasil dalam kehidupannya, antaranya anak perlu berlatih dan mendapat bimbingan ke mana ia akan melangkah. Berlatih untuk fisiknya memerlukan disiplin, berlatih untuk psikisnya harus pantang penyerah. Ayah mengambil peran sebagai pelatih (coach) tanpa mengenal lelah. Karena untuk melatih perlu komitmen dan konsistensi melakukan dari waktu ke waktu, sesuai perkembangan usia anak.
· ‘Topi’ Tong Sampah & Penasehat Ayah
Dalam keseharian banyak hal dialami anak terutama mereka yang menjelang remaja. Pengalaman buruk dan tidak menyenangkan membutuhkan bantuan orang lain minimal sekadar mendengarkan curahan hati anak. Ayah menjadi rujukan berbagai masalah yang dihadapi anak yang paling mudah dijangkau. Ayah juga diharapkan mampu menasehati, tanpa harus bersikap menggurui.
Sahabat pembaca,
Terlibat dan terikatnya ayah dalam mengasuh anak-anak bukan berarti mengecilkan peran pengasuhan yang bunda berikan kepada anak-anak. Sekali lagi anak-anak membutuhkan keduanya. Pengasuhan anak, tak perlu dikotak-kotakkan. Yang terpenting antara bunda dan ayah dapat saling berbagi dan saling mengisi menjalankan kesepakatan dalam mengasuh ananda.
Tulisan sederhana ini mungkin memunculkan sudut pandang yang berbeda pada setiap pembaca,mengingat pengasuhan anak dalam tiap keluarga adalah salah satu wilayah yang personal dan berbeda dalam setiap keluarga. Berharap masih bisa memberikan manfaat.
Mari Ayah, bersama Bunda, kita asuh anak-anak kita…
ayah 3 - foto kredit: Sherly Novita |
[i] Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Fasli Jalal pada Rapat Kordinasi Nasional Bunda PAUD tahun 2013, di Hotel Sahid Jakarta, 11/11/2013.