Perjuangan Hidup
Chris Gardner adalah seorang bapak yg memiliki seorang anak, mereka tinggal pada San Fransisco, USA. Sehari-hari, Chris berprofesi menjadi penjual alat kesehatan. Isteri Chris, Linda, bekerja menjadi pelayan di sebuah hotel. Kehidupan famili ini cukup sederhana. Mereka tinggal pada sebuah tempat tinggal sewaan bersama anak pria mereka, Christopher.
Sumber gambar: https://cronk3rdhoureng12.wikispaces.com/Pursuit+of+Happyness |
Chris menjual portable bone-density scannersatau alat pemindai kerapatan tulang. Alat tersebut memberikan hasil yang sedikit lebih baik daripada x-ray scanners, tetapi harganya lebih mahal dua kali lipat. Penjualan alat ini tidak selalu berjalan mulus karena harganya yang mahal. Selain itu, banyak rumah sakit dan dokter merasa tidak memerlukan alat seperti itu.
Penghasilan Chris tidak menentu karena bergantung pada keberhasilannya menjual scanner itu. Jika bisa menjual dua buah alat dalam satu bulan, penghasilan Chris cukup untuk membayar sewa rumah dan pajak. Tetapi tak jarang juga Chris tidak bisa menjual satu alat pun.
Suatu hari, ketika sedang berjalan menuju sebuah rumah sakit untuk menawarkan alat kesehatan, Chris bertemu dengan Jay Twistle. Pertemuan itu memberi kesempatan pada Chris untuk bertanya tentang pekerjaan Jay. Jay adalah salah seorang stockbroker (makelar saham) di perusahaan Dean Witter. Ketika perusahaan itu membuka kesempatan untuk mengikuti pelatihan menjadi stockbroker di sana, Chris mengirimkan lamaran. Ia mendapat panggilan untuk wawancara dengan para direkturnya. Akan tetapi, sebelum tiba hari wawancara, Chris mengalami persoalan berat. Polisi mendatangi rumahnya dan menangkapnya.
Peristiwa itu terjadi waktu Chris akan memperlihatkan alat pemindai pada sebuah tempat tinggal sakit. Rumah sakit itu tidak mempunyai loka parkir, sebagai akibatnya Chris memarkirkan mobilnya pada pinggir jalan. Lantaran parkir di loka yg keliru, Chris harus membayar denda . Chris tidak bisa membayar hukuman, sebagai akibatnya polisi menangkap dan menjebloskannya ke dalam penjara. Dia harus menginap pada penjara selama beberapa hari, & keluar pada hari dia akan diwawancara sang para direktur perusahaan saham itu. Dia tiba ke loka wawancara menggunakan mengenakan pakaian yang dikenakannya waktu beliau ditangkap sang polisi.
Chris lulus wawancara dan ditawari untuk ikut dalam pelatihan stockbroker yang diadakan oleh perusahaan Dean Witter. Pelatihan itu gratis, tetapi dia tidak dibayar sepeser pun. Karena tidak digaji selama masa training yang berlangsung enam bulan, awalnya Chris menolak untuk ikut pelatihan itu. Akhirnya ia bersedia untuk ikut, setelah Jay membujuknya.
Ketidakpastian penghasilan Chris & tuntutan kehidupan membuat isterinya merasa kepahitan. Linda seringkali mengeluh & murka pada Chris, yang dianggapnya nir bisa memberi nafkah bagi keluarga mereka. Pada suatu hari, Linda mengungkapkan bahwa ia akan meninggalkan Chris dan pindah ke New York buat bekerja di restoran kakaknya. Chris mengizinkan Linda pulang, tetapi meminta Linda membolehkannya untuk mengasuh anak mereka. Linda putusan bulat bahwa Chris yg akan merawat Christopher, kemudian beliau pulang meninggalkan suami dan anaknya.
Sambil mengikuti pelatihan untuk menjadi stockbroker, Chris tetap harus menjual alat kesehatannya, agar dia dan anaknya tetap bisa makan. Kehidupan memang tidak selalu berjalan lancar. Pada suatu waktu, Chris dan anaknya terpaksa meninggalkan rumah sewaan karena pemilik rumah mengusirnya. Mereka diusir karena Chris tidak membayar uang sewa selama beberapa bulan.
Karena nir mempunyai uang yg relatif buat membayar sewa tempat tinggal , mereka terpaksa sebagai tuna wisma. Mereka harus pindah berdasarkan satu loka ke tempat lain setiap hari, sambil membawa barang-barang milik mereka. Kadang-kadang mereka harus menginap pada stasiun atau di tempat-tempat yang dirasa aman. Setelah berpindah-pindah loka, akhirnya mereka bisa tinggal di barak-barak penampungan yang disediakan oleh sebuah gereja untuk para tuna wisma. Ini cukup melegakan, meskipun untuk menerima tempat penginapan itu mereka harus antri pada barisan yg panjang.
Titik pulang
Chris Gardner bukanlah seorang yang bodoh. Ketika remaja, dia dijuluki oleh teman-temannya sebagai ‘ten-gallons head’ (orang yang kepalanya berisi), karena pintar. Di kelasnya dia selalu berada di peringkat pertama sejak sekolah dasar sampai sekolah menengah. Chris pernah berpikir bahwa kepintarannya dapat membawanya ke mana saja dia mau. Dia berpikir bahwa dunia akan berpihak padanya kalau dia cerdas. Tetapi kenyataan yang terjadi tidaklah demikian.
Chris tidak pernah memberitahukan masalah keuangannya kepada teman-temannya, sehingga mereka tidak tahu bahwa Chris hidup berpindah-pindah. Meskipun menjadi tuna wisma, Chris tetap bekerja dan belajar dengan giat. Setelah mengikuti ujian, Chris dinyatakan lulus dan diterima bekerja sebagai stockbroker di Dean Witter. Sejak saat itu kehidupannya mulai membaik.
Ayah yang hadir
Film “Pursuit of Happyness” diambil dari sekelumit kisah nyata kehidupan Chris Gardner. Film ini menceritakan peristiwa ketika Chris mengalami masalah keuangan dan bahkan pernah menjadi tuna wisma, yang berlangsung kurang lebih selama satu tahun.
Sumber gambar: www.Popmatters.Com |
Hal yg menarik dari kehidupan Chris Gardner ini adalah, beliau sangat memperhatikan anaknya dan selalu ada untuknya. Kehadirannya sebagai ayah terlihat dalam kesehariannya. Setiap pagi sebelum memulai pekerjaannya, Chris mengantar anaknya ke sekolah yg sekaligus sebagai tempat penitipan anak. Setelah mengantar Christopher, baru Chris memulai aktivitasnya dalam hari itu. Sepulang berdasarkan bekerja, Chris menjemput anaknya berdasarkan tempat penitipan, dan mereka bersama-sama pulang ke rumah. Kadang-kadang mereka berjalan-jalan pada taman bersama-sama dan menikmati kebersamaan mereka.
Chris Gardner pertama kali bertemu dengan ayah kandungnya dalam usia 28 tahun. Pengalaman masa kanak-kanak yg sulit lantaran ayah tirinya menciptakan Chris berjanji buat nir meninggalkan anak-anaknya. Dia pernah bertekad, jika dia mempunyai anak-anak, maka anak-anaknya wajib mengenal siapa ayahnya & mengetahui bahwa ayah nir pernah meninggalkan mereka.[i]
Meskipun tidak mengenal figur seseorang ayah yg baik ketika kanak-kanak, Chris tetap bertekad sebagai ayah yang baik bagi anak-anaknya. Selama masa-masa yang berat pada kehidupannya dan waktu sebagai tuna wisma, nir pernah sekali pun Chris meninggalkan anaknya. Meskipun wajib berpindah-pindah tempat berteduh setiap hari, Christopher permanen ikut bersamanya.
Saat ini Chris Gardner adalah CEO dari perusahaan brokerage (penjualan saham) Gardner Rich & Co di Chicago, yang berbasis di Illinois, USA. Chris juga berprofesi sebagai seorang entrepreneur, stockbroker, dan motivator. Chris Gardner adalah dermawan yang mensponsori banyak organisasi amal, terutama Program Cara dan United Methodist Church Glide Memorial di San Francisco, di mana ia dan anaknya diterima pada saat sangat membutuhkan tempat berlindung. Chris membantu pembangunan rumah-rumah sederhana bagi orang-orang berpenghasilan rendah dan membuka kesempatan pekerjaan bagi orang-orang di San Fransisco, tempat dia pernah menjadi seorang tuna wisma. [ii]
[i] http://www.chrisgardnermedia.com/chris-gardner-biography.html
[ii] http://en.wikipedia.org/wiki/Chris_Gardner