Oleh: Any Sulistyowati
Latar Belakang
Untuk menyambut Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke-71, Proaktif Online melakukan survey online untuk menggali Refleksi mengenai Kemerdekaan Indonesia. Dua puluh lima orang mengisi survey tersebut. Mereka adalah para aktivis dari berbagai bidang dengan komposisi sebagai berikut: Alam dan Lingkungan (13 orang), Pendidikan (sembilan orang), Seni, Sastra dan Budaya (delapan orang), Teknologi (empat orang), Pertanian dan Pangan (tiga orang), Hukum dan HAM (dua orang), Ekonomi (dua orang), dan bidang lainnya (empat orang). Satu orang responden dapat mengisi lebih dari satu bidang garap.Pertanyaan-pertanyaan refleksi pada kuesioner ini terdiri atas beberapa bagian primer, yaitu: sejauh mana Indonesia telah merdeka di aneka macam bidang, ancaman yang dihadapi dan bagaimana cara mengatasi ancaman-ancaman tersebut. Survey ditutup menggunakan pertanyaan apa yang ingin disampaikan para aktivis seputar kemerdekaan Indonesia.
Rangkuman Persepsi Responden mengenai Tingkat Kemerdekaan Indonesia
Menurut para responden, secara umum hingga ketika ini Indonesia belum sepenuhnya merdeka di aneka macam bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Ringkasan pendapat mereka dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Secara holistik hanya 2 orang mengganggap Indonesia telah merdeka 100%, yaitu satu orang buat bidang Agama dan satu orang buat bidang seni & budaya. Sebaliknya selalu ada responden yg menjawab Indonesia sama sekali belum merdeka (0% merdeka) di berbagai bidang, kecuali di bidang Seni & Budaya tidak terdapat responden yg memilih Indonesia baru 0% merdeka. Di bidang-bidang lain, yang menjawab Indonesia masih 0% merdeka adalah di bidang Agama (tiga orang), Ekonomi (tiga orang), Kesehatan (dua orang), Lingkungan (2 orang), Pangan (satu orang), Pendidikan (2 orang), Perumahan (2 orang), Politik (satu orang), Sandang (dua orang), Sosial (satu orang) dan Teknologi (2 orang).
Jika pada lihat di masing-masing bidang, maka di bidang Agama, hanya satu dari 25 orang yang menduga Indonesia sudah merdeka 100%. Sebaliknya 3 menurut 25 orang menganggap belum merdeka sama sekali (0%). Sisanya tersebar 2 orang menganggap telah merdeka 80%, delapan orang menganggap sudah merdeka 60%, lima orang mengganggap telah merdeka 40% dan enam orang mengganggap sudah merdeka 20%.
Di bidang Ekonomi, satu orang menganggap Indonesia sudah merdeka 80%, tiga orang mengganggap Indonesia telah merdeka 60%, sembilan orang menganggap Indonesia sudah merdeka 40%, sembilan orang mengganggap Indonesia sudah merdeka 20% dan tiga orang menduga Indonesia sama sekali belum merdeka.
Di bidang Kesehatan, satu orang menganggap Indonesia sudah merdeka 80%, tujuh orang mengganggap Indonesia telah merdeka 60%, delapan orang menganggap Indonesia telah merdeka 40%, tujuh orang mengganggap Indonesia sudah merdeka 20% & 2 orang menduga Indonesia sama sekali belum merdeka.
Di bidang Lingkungan, nir ada responden yg menjawab Indonesia telah merdeka lebih menurut 60%. Mereka menjawab menggunakan komposisi sebagai berikut: empat orang menjawab Indonesia sudah 60% merdeka pada bidang lingkungan, sembilan orang menjawab 40% merdeka, sepuluh orang menjawab 20% merdeka & dua orang menjawab belum merdeka sama sekali. Seperti pada bidang Lingkungan, di bidang Pangan pula nir ada responden yg menjawab Indonesia telah merdeka lebih dari 60%. Di bidang ini enam orang menjawab Indonesia telah 60% merdeka pada bidang lingkungan, sepuluh orang menjawab 40% merdeka, delapan orang menjawab 20% merdeka dan satu orang menjawab belum merdeka sama sekali.
Di bidang Pendidikan, dua orang menganggap Indonesia telah merdeka 80%, empat orang mengganggap Indonesia sudah merdeka 60%, sebelas orang menganggap Indonesia sudah merdeka 40%, enam orang mengganggap Indonesia telah merdeka 20% & dua orang menduga Indonesia sama sekali belum merdeka.
Di bidang Perumahan, tiga orang menduga Indonesia telah merdeka 80%, empat orang mengganggap Indonesia sudah merdeka 60%, 3 belas orang menduga Indonesia telah merdeka 40%, tiga orang mengganggap Indonesia telah merdeka 20% dan 2 orang menganggap Indonesia sama sekali belum merdeka.
Di bidang Politik, dua orang menduga Indonesia sudah merdeka 80%, satu orang mengganggap Indonesia sudah merdeka 60%, dua belas orang menduga Indonesia telah merdeka 40%, sembilan orang mengganggap Indonesia sudah merdeka 20% dan satu orang menduga Indonesia sama sekali belum merdeka.
Di bidang Sandang, empat orang menganggap Indonesia telah merdeka 80%, enam orang mengganggap Indonesia telah merdeka 60%, sebelas orang menganggap Indonesia telah merdeka 40%, dua orang mengganggap Indonesia telah merdeka 20% dan dua orang menganggap Indonesia sama sekali belum merdeka.
Di bidang Seni & Budaya, satu orang menduga Indonesia sudah sepenuhnya merdeka, lima orang menganggap Indonesia sudah merdeka 80%, enam orang mengganggap Indonesia sudah merdeka 60%, sepuluh orang menduga Indonesia sudah merdeka 40% & tiga orang mengganggap Indonesia telah merdeka 20%. Tidak ada yang menduga Indonesia sama sekali belum merdeka pada bidang Seni dan Budaya.
Di bidang Sosial, tiga orang menduga Indonesia telah merdeka 80%, sembilan orang mengganggap Indonesia sudah merdeka 60%, delapan orang menduga Indonesia telah merdeka 40%, empat orang mengganggap Indonesia sudah merdeka 20% dan satu orang menduga Indonesia sama sekali belum merdeka.
Di bidang Teknologi, dua orang menganggap Indonesia sudah merdeka 80%, enam orang mengganggap Indonesia sudah merdeka 60%, tujuh orang menduga Indonesia telah merdeka 40%, delapan orang mengganggap Indonesia telah merdeka 20% dan 2 orang menduga Indonesia sama sekali belum merdeka.
Persoalan-persoalan Seputar Kemerdekaan IndonesiaMeskipun sudah secara resmi 71 tahun merdeka, Indonesia belum sepenuhnya dianggap merdeka oleh para responden. Ada banyak persoalan, tantangan dan ancaman yang dihadapi negeri ini untuk memperjuangkan kemerdekaan yang sesungguhnya.
Anilawati Nurwakhidin dari YPBB menyatakan bahwa sebenarnya secara status Indonesia memang merdeka, akan tetapi ancaman datang berdasarkan aneka macam sisi dan menurut aneka macam bidang. Masalahnya ancaman-ancaman ini acapkali tidak disadari. Sementara itu, Huyogo beropini bahwa merdeka sepenuhnya memang mungkin nir terdapat. Masih banyak pengaruh berdasarkan luar. Kukuh Samudra berdasarkan Unit Tenis ITB berpendapat bahwa dalam hampir seluruh bidang, Indonesia masih dikendalikan oleh orang lain. Barangkali secara deklaratif, secara aturan Indonesia telah merdeka. Hal yang sama pula dinyatakan oleh Melly Amalia menurut KAIL & YPBB bahwa persentase kemerdekaan Indonesia di segala bidang masih pada bawah 80%. Indonesia masih poly disetir atau diarahkan oleh pihak ketiga. Ivan Sumantri Bonang menurut Komunitas Dongeng Dakocan, Bandar Lampung menyatakan masih diharapkan banyak waktu buat merdeka pada banyak sekali bidang tadi.
Fransiska Damarratri (Siska) berdasarkan ASF ID beropini bahwa seluruh hal tersebut terkait, terutama budaya & sistem, mensugesti kemerdekaan. Merdeka selayaknya dimulai semenjak berdasarkan pikiran. Namun terkadang sistem yg langgeng membatasi hal tsb dan aksi-aksi insan.
Pesa Pecong dari Front Api, Bandung, menganggap bahwa merdeka, atau yg dianggap sebagai sebuah negara sendiri nir merubah keadaan menurut bentuk negara sebelumnya yaitu Hindia Belanda. Menumpuknya harta dalam segelintir orang, institusi pendidikan hanya mencetak calon buruh buat perusahaan, poly rakyat yang tidak memiliki tanah, bahkan tanahnya dirampas negara, warga dibuat tak berdaya dan poly terjadi perampasan-perampasan hak kemanusiaan yg dilakukan oleh negara dan aparatnya merupakan bukti-bukti bahwa kemerdekaan belum dirasakan sang masyarakat Indonesia. Kukuh pula menekankan bahwa bentuk penjajahan senantiasa berkembang dari saat ke waktu. Indonesia waktu ini tidak memiliki kepercayaan -diri (mental negara terjajah). Semua yg baik seolah-olah dari bukan menurut diri sendiri. Mental yang seperti ini dalam akhirnya mensugesti sistem produksi yg pada akhirnya mensugesti kembali ke mental. Mulai berdasarkan pangan. Indonesia mempunyai bahan pangan pokok beraneka macam. Tapi mengapa harus nasi & kentang? Toh, keripik singkong pun bila diolah dengan benar tidak kalah cita rasanya. Sementara sandang, mengapa pakaian menurut Bandung atau kota sentra garmen perlu melewati benua biru sekedar buat mendapatkan label garis-3 atau centrang?
Seperti Kukuh, Navita K.Astuti dari KAIL pula menyampaikan keliru satu bentuk ketidakmerdekaan menurut aspek pangan yaitu tidak merdeka berdasarkan jenis pangan sehat & bergizi. Orang-orang tergoda (terjajah) oleh ekspresi dominan masa kini , seperti kuliner instan maupun makanan cepat saji. Sementara buat pakaian, tampak pola konsumtif orang ketika berbelanja baju. Mereka masih terjajah oleh pandangan, contohnya, wajib membeli baju baru ketika lebaran.
Menurut Ajat Sutarja (Mang Ayut), pemerintah masih berpihak dalam korporasi-korporasi dibanding dalam kepentingan hajat hidup masyarakat yg sejati, kurang mendukung sektor produksi ekonomi lemah dan menengah terbukti menggunakan lebih banyaknya import barang-barang jadi.
Abrori berdasarkan Turun Tangan, Bandung, jua memberi catatan mengenai produk pangan impor. Sebetulnya bukan kita nir bisa menghasilkan produk-produk pangan yang baik, sampai pemerintah merogoh langkah impor. Dalam beberapa hal, tentu memang baik impor sesuatu. Tapi apa betul output produksi terbaik kita memang mandul sebagai akibatnya harus impor ataukah hasil produksi terbaik kita belum terjaga menggunakan baik? Sehingga podusen pangan kita lebih memilih mendistribusikannya ke luar daripada mengutamakannya buat distribusi dalam negeri? Sejauh apa evalusi yg dilakukan pemerintah? Kita bahkan tidak pernah memahami sejauh apa daya kita pada memberi makan bangsa sendiri. Kita tidak mampu merdeka sepenuhnya sebelum upaya pada memproduksi pangan buat bangsa sendiri dilakukan menggunakan semaksimal mungkin. Melakukan riset-riset dan membangun kualitas-kualitas unggulan buat diutamakan dikonsumsi oleh warga Indonesia.
Selain pangan dan sandang, ketidak merdekaan jua terjadi pada pelayanan kesehatan & berbagai bidang sosial. Abrori menyatakan bahwa semua sangat terpengaruh oleh politik. 'Parapelaku' politik kepentingan selalu berbicara mengatasnamakan masyarakat. Korupsi ketika mengurusi banyak sekali 'proyek buat masyarakat', dampaknya artinya pandangan sini warga terhadap segala pemugaran yg dilakukan oleh pemerintah. Baik infrastruktur, atau apa pun. Masyarakat seolah diutamakan, padahal nyatanya 'sinisitas' mereka semakin beranggapan bahwa mereka semakin ditinggalkan sang keputusan-keputusan yg mengutamakan rakyat.
Wisnu berdasarkan Bandung menyatakan bahwa kasus terbesar adalah perkara pendidikan. Abrori menyoroti layanan pendidikan yg semakin komersil. Sektor pendidikan yang semula sebagai andalan buat membebaskan masyarakat dari kebodohan & kemiskinan ternyata menjadi asal kesenjangan sosial. Yang kaya bisa mengakses pendidikan yang rupawan & mahal, ad interim si miskin relatif puas menggunakan pendidikan ala kadarnya. Pendidikan sebagai sumber pengelompokkan rakyat menurut kelas ekonomi. Belum lagi pendidikan menjadi ajang adu gengsi antar orang tua atau sebagai tempat bagi para pengajar buat mendapatkan penghasilan tambahan. Sekolah menjadi bentuk penjajahan baru, pada mana orang tua & anak didik terjajah sang harga pendidikan yang ditetapkan oleh sekolah. Abrori jua menyoroti soal teknologi. Ia mempertanyakan, sejauh apa pemerintah berani mengambil risiko memberi modal pada developer-developer pada negeri, memberikan keleluasaan dan memfasilitasi para pakar dengan fasilitas yg nir setengah-1/2, serta mewadahi paraahli buat mencurahkan ide dan ciptaan mereka. Ia melihat bahwa sejauh ini teknologi kita didominasi oleh pembuat asing. Produksi dalam negeri sepertinya sulit sekali menghasilkan sesuatu. Proses birokrasi, tes uji kelayakan, surat izin edar, & langkah-langkah lain nampaknya dirasa menyusahkan. Apalagi kadang terdengar selintingan yg melibatkan perut-perut profesi lain yg terancam terambil pangsa pasarnya.
Ancaman-ancaman terhadap Kemerdekaan Indonesia
Ancaman yang dirasa paling akbar saat ini merupakan kesenjangan antara yg kaya dan miskin (dipilih oleh 17 orang) dan Perubahan Hutan menjadi Perkebunan Sawit (dipilih oleh 15 orang). Ancaman yg dirasa relatif besar , yaitu dipilih sang 12 orang merupakan Putus Sekolah & Buta Huruf serta Polusi Udara dan Air. Diikuti dengan rawan Pangan yang dipilih sang sebelas responden. Sembilan orang memilih Permasalahan antar Suku, Etnis & Agama dan Bencana Alam terkait Perubahan Iklim menjadi ancaman utama. Sementara Kekisruhan Politik pada negeri dipilih oleh delapan orang. Ketergantungan dalam Gadget dan Intrusi Budaya barat pada kalangan kaum muda dipilih oleh tujuh orang sebagai ancaman utama terhadap kemerdekaan Indonesia.
Lima orang menduga Menumpuknya Sampah di TPA sebagai ancaman terhadap kemerdekaan, disusul ancaman-ancaman yang dipilih sang empat orang adalah Penjarahan hasil Laut Indonesia sang kapal asing, Naiknya nilai tukar dolar terhadap rupiah dan Meningkatnya Jumlah rakyat Miskin di Perkotaan. Sisanya beragam ancaman dipilih sang satu hingga tiga orang menggunakan total 12 pilihan.
Bagaimana Cara Mengatasi Ancaman-Ancaman terhadap Kemerdekaan? Debby Josephine berdasarkan Rumput Kecil menyatakan bahwa mengatasi ancaman terhadap kemerdekaan bagaikan mencari cara buat membangunkan orang yang pretensi tidur. Anilawati menurut YPBB berpendapat bahwa buat menghadapi ancaman-ancaman tadi, kita perlu mengusut dan menyadari masalah-masalahnya dan mulai memecahkannya sedikit-sedikit. Sementara Pesa Pecong menurut Front API berpendapat bahwa Rakyat harus beranjak buat melawan; Abrori menambahkan pentingnya gotong-royong buat mengatasi ancaman-ancaman tersebut.
Navita Kristi Astuti dari KAIL menyatakan bahwa buat membentuk Indonesia diperlukan niat baik & saling percaya satu sama lain baik dalam komunitas mini RT/RW juga dalam lingkup besar kabupaten, provinsi hingga lingkup negara. Bukik Setiawan dari Kampus Guru CIKAL, Serpong menyatakan pengakuan terhadap keragaman dan penghargaan terhadap potensi lokal sangat penting buat mengatasi ancaman-ancaman di atas.
Menurut Fransiska Damarratri dari ASF-ID, cara mengatasi ancaman-ancaman terhadap kemerdekaan perlu dimulai menurut pendidikan. Aksi-aksi tersebut perlu digerakkan secara merata, pada desa dan pada perkotaan. Aksi & pendidikan wajib diorganisasi, dicatat, dikombinasikan. Literasi bangsa sangatlah rendah saat ini. Bangsa yg tidak membaca bisa jadi nir berpikir - secara merdeka. Senada dengan Siska, Melly Amalia berdasarkan KAIL & YPBB menyatakan perlunya upaya terus menerus buat melakukan edukasi lewat penyuluhan & pelatihan. Juga kampanye ke berbagai lini rakyat menggunakan perubahan kerangka berpikir yg tepat. Ia berharap rakyat Indonesia sanggup berdikari, kreatif, berkarya & berafiliasi (kerja sama) lewat komunitas-komunitas terkecil.
Masih pada bidang pendidikan, Wisnu menyatakan pentingnya perubahan sistem pendidikan dasar. Dhika Pranastyasih dari Yahintara dan Yayasan Sadagori Indonesia menekankan pentingnya edukasi sejak dini pada famili. Ivan Sumantri Bonang dari Komunitas Dongeng Dakocan, Bandar Lampung menyatakan bahwa untuk mengatasi ancaman-ancaman pada atas pendidikan harus diperbaiki secara mendasar. Ia menyatakan bahwa selama ini pendidikan yg berkembang di Indonesia nir membebaskan. Krisna berpendapat bahwa pendidikan yang perlu dikembangkan merupakan mengedepankan pemakaian akal. Tien Widyaningrum menurut WSDK, Bandung menganggap perlunya pendidikan & berbagai media buat menguatkan konsep tentang Indonesia dalam diri masing-masing.
Shintia Arwida dari CIFOR menyatakan perlunya investasi & perombakan besar -besaran di bidang pendidikan & penegakan hukum. Ia menyatakan bahwa selama ini penegakan aturan di Indonesia masih sangat lemah. Hal yg sama ditekankan oleh Abrori berdasarkan Turun Tangan Bandung. Ia menyatakan perlunya penegakkan hukum yang sangat tegas buat mengatasi ancaman-ancaman terhadap kemerdekaan. Ajat Sutarja (Mang Ayut) berdasarkan Bandung menyatakan vahwa buat mengatasi lemahnya penegakkan hukum di segala sektor, maka sangat krusial pencerahan warga & pemerintah terutama penegak hukum untuk berbuat yg terbaik menurut lingkup terkecil
Selain penegakan aturan, Willy Hanafi menekankan perlunya peningkatan pemahaman warga akan haknya sebagai warga negara buat mendapatkan akses keadilan & kesejahteraan. Mang Ayut menyatakan bahwa kesenjangan pembangunan antara kota dan desa serta Jawa & luar Jawa masih menjadi perkara yg sangat penting di era kemerdekaan ini. Willy merasa prihatin akan banyaknya investasi kapital akbar yang datang ke Indonesia yg nir di imbangi sang niat baik pemerintah buat mendapatkan akses keadilan dan kesejahteraan masyarakat secara umum.
Raden Rhea menurut LISES UNPAD mengatakan bahwa hal yang paling mengancam kemerdekaan Indonesia merupakan yg terkait ketersediaan bahan pokok. Ia meyakini bahwa apabila kasus pakaian pangan papan & pendidikan sudah terpenuhi, perkara lain mampu teratasi. Seandainya rakyat sudah berpendidikan dan kebutuhan pokok mereka sudah terpenuhi, maka mereka tidak mempunyai emosi negatif yang umumnya disalurkan dgn pergaulan bebas, atau mabok-mabokan yg berujung dalam bentrok antar gerombolan . Untuk menjawab hal tersebut Abrori berdasarkan Turun Tangan Bandung menyatakan bahwa Indonesia wajib berdikari. Hal ini akan memunculkan kepercayaan diri bangsa. Ia beropini bahwa selama ini Indonesia sudah dijajah sang Neo-kolonialisme. Hanya kita yang tidak sadar dan sudah terlanjur nyaman dengan kondisi yang terlalaikan ini. Untuk keluar berdasarkan situasi ini, dibutuhkan kiprah yg serius dari 2 belah pihak; pemerintah dan pergerakan masyarakat. Tidak bisa jalan hanya keliru satunya saja. Kita perlu mengembalikan integritas bangsa, barulah sanggup merdeka. Indonesia harus berupaya semaksimal mungkin supaya sanggup mandiri dan berkedaulatan warga . Tentunya dengan mengesampingkan perut sendiri & mengutamakan kemaslahatan umat.
Mendukung hal tersebut, Huyogo menurut AJI Bandung menyatakan perlunya Indonesia sebagai bangsa yg mandiri, bukan pemalas supaya dapat mengatasi ancaman-ancaman tadi. Raden Rhea berdasarkan LISES UNPAD, Bandung, menekankan berdikari pangan, jaga lingkungan & bijak pengelolaan sumberdaya manusia menjadi hal-hal krusial buat mengatasi ancaman terhadap kemerdekaan.
Selain itu Shintia Arwida dari CIFOR menyatakan perlunya perubahan sistem ekonomi dan pertanian yg lebih berdaya ke pada. Untuk itu, Daniel Mangoting dari Koperasi Lestari menekankan pentingnya pembangunan gerakan pada tingkat komunitas. Ia menyatakan bahwa Indonesia ini masih setengah merdeka karena masih jauh menurut maju dan berdaulat.
Dewi Amelia melihat bahwa telah terjadi pelaksanaan kebijakan neoliberal di dalam negeri & semakin berkembangnya monopoli & perampasan tanah masyarakat. Ia menekankan pentingnya pelaksanaan reforma agraria sejati dan pembangunan industri dasar nasional.
Ismail Agung menekankan pentingnya pemimpin yang baik & warga yg baik pada dalam upaya mengatasi ancaman-ancaman tadi. Muhammad Habibullah berdasarkan ITB menyatakan bahwa keliru satu bentuk nyata yg perlu dilakukan adalah menghapus budaya korupsi di pemerintahan. Hal senada disampaikan oleh Abrori menurut Turun Tangan Bandung yg menekankan pentingnya Pembasmian hama-hama koruptor & mafia peradilan. Krisna berpendapat contoh konkretnya merupakan penghapusan Departemen Agama.
Dari aspek Bahasa & Budaya, Ismail Agung menekankan minimnya pencerahan generasi belia terhadap integritas bangsa. Selain itu, Huyogo & Dhika jua mencatat bahwa agama diri dalam identitas bangsa mulai hilang, khususnya di kalangan generasi belia. Seperti yg diungkapkan sang Muhammad Habibullah bahwa bangsa kita belum punya rasa memiliki bangsanya sendiri. Untuk itu, Abrori menyatakan perlunya mengembalikan Bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan tanpa ada embel-embel Bahasa Inggris lantaran dinilai lebih modern & kekinian sang anak belia. Kontrol berdasarkan pemerintah terhadap media pemberitaan & hiburan terutama televisi pula dibutuhkan. Selain itu perlu dihidupkan pulang aktivitas-kegiatan pesta warga .
Selain bidang-bidang di atas, Kukuh Samudra berdasarkan unit Tenis ITB menyatakan bahwa Indonesia juga perlu membuatkan olah raga. Melalui olah raga, Indonesia bisa mengembangkan kesehatan fisik rakyatnya. Selain untuk mencari sehat atau mencari kesejukan tubuh & jiwa. Lebih jauh lagi, olahraga merupakan juga dapat menjadi kebanggaan. Misalnya pada masa kemudian, konon, Indonesia terkenal lantaran 3 hal, yaitu: Sukarno, Bali dan Bulutangkis. Indonesia pula pernah begitu perkasa di level Asia Tenggara bahkan taraf Asia. Sayangnya hal tersebut nir lagi terjadi pada masa kini . Padahal hal-hal tadi sanggup sebagai asal kebanggaan menjadi orang Indonesia.
Lepas dari berbagai ancaman yang dihadapi kemerdekaan Indonesia, Krisna menekankan bahwa Indonesia masih perlu bersyukur melihat peluang hayati di Indonesia. Potensi Indonesia sangat luar biasa, yang belum tentu dimiliki sang negara lain. Untuk itu, marilah kita peringati hari ulang tahun RI ke 71 ini dengan penuh rasa syukur, sembari tak lupa menyiapkan diri buat memperjuangkan kemerdekaan sejati !
***