Oleh: Any Sulistyowati
Menjadi berdikari berarti merogoh tanggung jawab penuh terhadap hayati kita. Mengambil tanggung jawab berarti termasuk kesediaan buat menanggung konsekuensi yang melekat padanya.
Syarat-syarat kemandirian
Anak bungsu saya, Chikara, 4 tahun, sering berkata seperti ini, “Saya sudah besar, jadi mau main game”. Tapi di lain waktu, ia berkata, “Saya masih kecil, jadi perlu digendong”. “Saya masih kecil, jadi mau ditemani mama”. Kalau saya bertanya, “Loh... kemarin kamu bilangnya sudah besar, kok sekarang kecil lagi?”. Maka ia akan berkata, “Saya besarnya baru sedikit”. Begitulah Chikara.
Sebetulnya pada hati saya berpikir, aku pun hingga ketika ini terkadang misalnya Chikara. Ada tarikan ingin sebagai kecil (kurang berdikari) & menjadi besar (lebih berdikari). Tergantung situasi. Tapi aku sadar bahwa sebagai berdikari atau kurang berdikari merupakan pilihan. Di dalam setiap pilihan terdapat konsekuensi yang inheren kepadanya. Tidak bisa ditawar, tidak sanggup ditolak. Konsekuensi tiba satu paket dengan pilihannya. Seperti hukum alam. Berjalan otomatis.
Apa sih sebetulnya kemandirian? Apakah kemandirian berarti melakukan segala sesuatunya sendiri? Apakah kemandirian berarti nir membutuhkan orang lain? Apakah kemandirian berarti nir boleh lagi merasa kecil, sendirian, ingin ditemani, ingin didukung & dibantu?
Menurut aku , persoalan utamanya bukan itu. Kemandirian pertama-tama membutuhkan keputusan buat berdikari secara berdikari. Maksudnya, aku menetapkan sendiri untuk menjadi mandiri. Bukan karena suruhan orang tua, bukan lantaran tekanan sosial, bukan karena tuntutan keadaan. Saya sebagai berdikari lantaran saya menginginkannya. Yang ke 2, kemandirian termasuk kesediaan buat menanggung konsekuensi berdasarkan kemandirian tersebut secara mandiri. Maksudnya, saya yang memutuskan, aku mengambil tindakan dan saya menanggung seluruh konsekuensinya sendiri. Bukannya, saya merogoh keputusan, lalu seseorang harus menanggung konsekuensi tadi. Entah itu orang tua, teman, anak, atau pun pihak lainnya.
Jika demikian makna kemandirian, apakah yang kita butuhkan agar bisa mandiri?
Stephen Covey dalam bukunya Seven Habits of Highly Effective People menyatakan bahwa setiap manusia memiliki empat anugerah kodrati, yaitu imajinasi, suara hati, kesadaran diri dan kehendak bebas. Untuk menjadi mandiri, kita perlu menggunakan keempat anugerah tersebut.
Pertama-tama, sebagai mandiri membutuhkan kita buat mengimajinasikan apa yang dimaksud menggunakan mandiri. Mandiri seperti apakah yang kita bayangkan? Bagaimana kondisi diri kita & sekeliling kita ketika kita menjadi mandiri? Kedua, kita perlu mendengarkan bunyi hati kita. Syarat agar dapat mendengarkan bunyi hati secara efektif merupakan kejujuran terhadap diri sendiri. Termasuk di pada kejujuran di sini merupakan mengakui apa yg kita rasakan, butuhkan & inginkan. Apabila kita dapat mendengarkan suara hati dengan amanah dan mengikutinya, maka kita akan mempunyai hal ketiga, yaitu pencerahan diri. Kesadaran diri mencakup semua penerimaan terhadap diri sendiri, kekuatan dan kelemahan. Mengetahui apa yang bisa & tidak, yang perlu & nir perlu buat diri kita. Hal keempat yg diperlukan merupakan sepenuhnya menggunakan kehendak bebas kita buat merogoh tindakan yg akan kita lakukan. Bukan lantaran suruhan, bukan lantaran paksaan.
Jika kita sudah sepenuhnya memakai keempat pemberian tersebut dan secara konsisten melaksanakan kehendak bebas dan menanggung konsekuensinya, maka kita telah melakukan yang dianggap Covey sebagai proaktivitas. Proaktivitas merupakan kapital awal berdasarkan kemandirian.
Saya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membedakan kebutuhan Chikara untuk bersama saya dengan kebutuhan saya sendiri. Saya paham bahwa Chikara masih berada dalam tingkatan tergantung pada saya. Jelas, saya ibunya. Saya perlu mendampinginya sampai otak sadarnya cukup berkembang dan bisa mengambil keputusan untuk menjadi mandiri. Tapi apakah saya mandiri?
Saya sadari, aku pun mempunyai duduk perkara. Persoalan yg lebih akbar, bahkan. Apakah keputusan aku mendampingi Chikara betul-benar keputusan yg mandiri? Apakah saya sungguh proaktif pada dalam menjalankan peran saya sebagai mak ? Apakah aku menjalani peran saya waktu ini karena begitulah memang tugas dan peran seorang mak buat anaknya yg masih kecil? Apakah aku menjalani peran ini karena takut gunjingan tetangga yg mempunyai baku eksklusif mengenai pengasuhan anak? Apakah aku menjalani kiprah ini karena mengharapkan dukungan Chikara di masa tua nanti? Apakah saya takut kehilangan Chikara? Semua itu merupakan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab buat mengetahui apakah saya mendiri.
Ternyata sebagai berdikari bukanlah hal yang gampang. Saya senang menerima Chikara menjadi anak aku , tetapi aku juga sering kewalahan menanggung konsekuensi sebagai ibunya. Konsekuensi-konsekuensi tadi biasanya terkait dengan keterbatasan sumber daya. Salah satunya merupakan ketika.
Chikara membutuhkan ketika terfokus berdasarkan aku buat menemaninya. Dia tidak senang disambi. Saya punya poly kesulitan menuntaskan pekerjaan selama mengasuh Chikara. Dia bukan anak yang akan diam dan menunggu. Dia aktif mempertanyakan banyak hal dan menuntut jawaban waktu itu juga. Dia menyatakan alasan-alasan secara terbuka & menuntut penerangan yg wajar buat otaknya. Ia akan bahagia kalau memahami sesuatu & mencapai sesuatu. Di tengah situasi yang demikian, saya punya beberapa pilihan: 1) cari pengasuh, dua) memaksanya membisu menunggu saya menyelesaikan sesuatu, tiga) membuatnya sibuk melakukan hal yg lain, 4) membuatnya terlibat pada dalam aktivitas aku .
![]() |
Menyusun balok: galat satu kegiatan yang menciptakan anak sibuk. Sumber foto: koleksi pribadi. |
Pekerjaan saya bervariasi dari memasak, mencuci, membereskan rumah, mengurus kebun, mengajar dan mengetik dengan menggunakan komputer. Untuk empat yang pertama, Chikara dapat saya libatkan secara aktif, asalkan ada waktu yang cukup. Asalkan standar saya mengenai kecepatan dan kualitas hasilnya bisa dibuat lebih rendah. Sebagai contoh, ketika memasak kue dilakukan bersama-sama dengan Chikara, saya perlu merelakan bahwa akan ada hasil cetakan kuenya yang kurang rapi, belepotan atau komposisi bahannya yang tidak presisi. Waktu memasak kue pun bisa jadi lebih lama daripada kalau saya membuatnya sendiri. Tapi pembelajaran untuk Chikara dan waktu yang kami lalui bersama jauh lebih penting daripada rasa dan bentuk kuenya. Di sini, proses lebih penting daripada hasilnya.
![]() |
Melibatkan anak dalam aktivitas kita - krusial buat perkembangan anak. |
Sumber foto: koleksi pribadi.
Untuk dua yang terakhir, mungkin cukup sulit. Di sini, tuntutan hasil mungkin lebih kuat daripada proses bersama anak. Dalam situasi seperti ini, pilihan nomor satu mungkin adalah cara yang paling mudah. Saya akan punya waktu terfokus untuk saya sendiri, dan Chikara akan main dengan terfokus bersama pengasuh. Namun, jika saya terlalu banyak mengambil pilihan nomor satu ini, Chikara lalu protes, “Tapi aku sukanya main sama kamu”. Hiks.... Menyenangkan dalam situasi normal, tetapi petaka dalam kondisi deadline seabreg kegiatan.
Pilihan nomor dua kadang-kadang terjadi pada keadaan darurat, tapi Chikara akan cepat bosan dan kemudian melakukan hal-hal yang akhirnya menambah pekerjaan saya tanpa dia dan aku sadari di awal . Misalnya mengacak-rambang sesuatu yang wajib saya bereskan kemudian. Istilah mengacak-acakpun sebetulnya perlu dipertanyakan. Mungkin kata tersebut sempurna dari sudut pandang aku . Dari sudut pandang Chikara, mungkin lebih tepat dikatakan menjadi mengeksplorasi benda-benda baru yang menarik perhatiannya. Yang tanpa ia sadari benda-benda itu sebetulnya merupakan bagian menurut pekerjaan saya, bukan mainannya.
Nomor tiga bisa berjalan baik, tetapi akan membutuhkan ketika buat mempersiapkannya. Pertama-tama, perlu dipilih apa aktivitas yg akan dilakukan Chikara. Kedua, perlu dibayangkan berapa lama dia akan tahan melakukan kegiatan tadi sendiri. Ketiga, apakah kegiatan tersebut membutuhkan pendamping? Keempat, bahan apa saja yg diharapkan? Kapan & berapa lama menyiapkannya? Kelima, apakah ada dampak yg perlu saya tanggung sehabis kegiatan selesai? Misalnya beres-beres. Beres-beres ialah pekerjaan. Pekerjaan perlu ketika untuk mengerjakannya.
![]() |
Bermain: membuat anak sibuk tetapi jangan lupa ajari ia untuk membereskannya kembali Sumber foto: koleksi pribadi. |
Itu merupakan model-model konsekuensi menurut pilihan tindakan saya angka satu hingga empat. Namun semua itu adalah konsekuensi menurut pilihan aku sebagai ibunya. Kalau aku sungguh berdikari, berarti aku menggunakan bahagia menanggung konsekuensi tadi. Menjadikannya bagian berdasarkan hayati saya.
Kesalingtergantungan ? Tingkatan lebih lanjut dari kemandirian
Apabila kita telah mencapai kemandirian, maka kita dapat melanjutkan perjalanan hidup kita menuju kesalingtergantungan. Kesalingtergantungan hanya dapat terjadi dalam relasi dua orang yang mandiri. Apabila salah satu tergantung dari yang lain, maka relasi tersebut disebut sebagai ketergantungan. Kesalingtergantungan adalah kunci menuju sinergi. Sinergi adalah kondisi di mana kerjasama antara sejumlah orang menghasilkan kinerja yang lebih besar dari apabila kinerja seluruh anggota tersebut dijumlahkan. Dalam sinergi terjadi apa yang tidak mungkin dilakukan apabila setiap orang yang berelasi berdiri sendiri.
Di dalam kesalingtergantungan, setiap orang sebetulnya dapat hidup secara berdikari. Masing-masing akan baik-baik saja pada pada hidupnya. Namun, mereka masing-masing merasa nir cukup dengan sekedar baik-baik saja. Mereka haus akan capaian yang lebih akbar di dalam hidup mereka & secara kreatif ingin mewujudkan impian tersebut. Mereka kemudian bersepakat buat berhubungan buat mencapai impian bersama secara beserta-sama. Mereka menetapkan untuk saling membantu satu sama lain buat mencapai impian bersama. Mereka terdapat satu buat yang lain, namun permanen oke apabila suatu waktu yang satu meninggalkan yg lain.
Saat ini aku dan Chikara berada dalam interaksi pada mana Chikara tergantung dalam saya. Tetapi aku memahami, itu hanya ad interim. Dari waktu ke waktu, dia akan berkembang & menjadi lebih berdikari pada segala hal. Dari ketika ke waktu, kebutuhannya akan saya akan berkurang dan beliau akan menjadi lebih sibuk menggunakan dunianya sendiri. Secara sedikit demi sedikit kami akan mentransformasi relasi kami berdasarkan ketergantungan sebagai kesalingtergantungan. Saya membayangkan lebih kurang 2 puluh tahun lagi, aku dan Chikara akan melakukan sesuatu beserta-sama menjadi dua pribadi yang berdikari. Kami akan menghasilkan hal-hal yg luar biasa bersama-sama.
![]() |
Panen wortel bersama - salah satu kegiatan yang disukai anak, sekaligus memberikan pengalaman tentang kemandirian dalam menghasilkan pangan. Sumber foto: koleksi pribadi. |
Bagaimana dengan empat puluh tahun lagi? Saya akan berusia delapan puluh enam tahun, dan Chikara empat puluh empat tahun. Apakah aku tetap mampu mandiri? Saya berharap, ya, aku ingin permanen sebagai orang yang mandiri. Saya ingin tetap dapat memutuskan hayati saya sendiri pada usia itu. Saya masih tetap ingin bisa membuat karya dan mewujudkan impian-impian aku . Nah, keputusan inipun terdapat konsekuensinya. Dan konsekuensi ini, terkait menggunakan hidup aku yg sekarang. Kalau saya masih ingin berkarya di usia delapan puluh enam tahun, maka saya perlu cukup sehat pada waktu itu. Kalau aku mau sehat di usia tadi, maka saya perlu menjaga kesehatan semenjak kini !
Jika saya ingin relasi saya dengan Chikara merupakan kesalingtergantungan pada usia delapan puluh enam, maka saya punya PR akbar yg perlu aku lakukan semenjak kini . Salah satu ciri menurut kesalingtergantungan adalah tidak ada rasa bersalah, nir terdapat takut, nir terdapat kuatir. Konsekuensi dari kesalingtergantungan merupakan Chikara dan aku perlu bebas menurut rasa takut, kuatir dan bersalah, apabila dia menentukan hidupnya sendiri dan tidak ?Mengurus aku ? Pada usia delapan puluh enam sesuai dengan baku yang berlaku di rakyat ketika itu. Chikara perlu bebas menurut semua rasa itu & percaya bahwa saya mendukung pilihan hidupnya dan aku akan baik-baik saja.
Nah, saya rasa ini lebih kompleks daripada konsekuensi sebagai sehat yang aku ceritakan tadi. Untuk menjadi sehat, saya relatif berurusan menggunakan diri saya sendiri. Menetapkan pilihan & konsisten melaksanakannya. Mentransformasi interaksi ketergantungan sebagai salingtergantung & mempertahankannya selama empat puluh tahun merupakan sesuatu yang luar biasa. Komitmen ini bukan hanya menyangkut saya, tetapi pula Chikara & hubungan aku dengannya. Ini akan menyangkut keputusan dan pencerahan akan nilai-nilai yang perlu ditanamkan, kebiasaan-kebiasaan yg perlu dibangun, pengalaman-pengalaman beserta yang menerangkan kesungguhan rekanan dan banyak lagi. Pastilah terdapat jatuh bangun yang perlu dilalui. Konsekuensi yang harus diterima menggunakan tulus & dijalani dengan senang .
Latihan kemandirian
Yang saya ceritakan pada atas merupakan hanyalah satu contoh sederhana menurut keputusan yang kita ambil secara berdikari. Kita bisa membangun kemandirian mulai menurut banyak hal lain. Keputusan akan kuliner yang ingin kita makan, udara yang ingin kita hirup, karya yang ingin kita hasilkan, pasangan hayati yg hendak kita pilih, rumah yg hendak kita tinggali, kebun yang hendak kita lihat dan banyak lagi, dan banyak sekali aspek kehidupan yang hendak kita jalani. Apapun pilihannya, semoga benar -betul diputuskan secara berdikari dan dijalani dengan penuh tanggung jawab & sukacita.
Mulai berdasarkan satu aspek kemandirian yg kita jalani, kemudian kita dapat memperluasnya ke aspek-aspek yang lain. Dalam jangka panjang, akan ada lebih poly aspek kemandirian yg bisa kita pilih dan akhirnya, secara sedikit demi sedikit, kemandirian akan menjadi bagian penting menurut kehidupan kita.
***