Sabtu, 02 Mei 2020

[MASALAH KITA] PEMAHAMAN DIRI, KEMANDIRIAN, DAN PERUBAHAN DUNIA

Oleh: Any Sulistyowati

Aktivis & Perubahan Dunia

Dunia berubah dengan sangat cepat. Di antara perubahan-perubahan dunia itu, ada perubahan yg kita inginkan dan terdapat yang nir kita inginkan. Sebagai aktivis, kita terlibat buat membuat perubahan-perubahan tersebut agar berjalan ke arah yang kita inginkan. Mempengaruhi sebuah proses perubahan bukan masalah gampang. Ada poly problem yg harus diselesaikan sebelum perubahan yang diinginkan tadi bisa terwujud.

Persoalan-dilema tadi ada yg terletak di luar & pada pada diri kita. Untuk masalah-problem pada luar diri kita, kita perlu bekerjasama menggunakan banyak pihak yang terlibat dalam problem tadi agar masing-masing bisa mengambil kiprah & bersinergi dalam menciptakan perubahan itu. Untuk problem-problem pada dalam kita diri sendiri, kitalah yg paling bertanggung jawab buat menyelesaikannya. Persoalan-problem pada dalam diri ini sangat krusial untuk diselesaikan. Apabila nir, langkah-langkah yang kita pilih akan tersendat atau terhambat oleh dilema-dilema tersebut.

Salah satu dilema yg sering dihadapi para aktivis merupakan pemenuhan kebutuhan hayati. Apabila kebutuhan hidup kita nir terpenuhi, maka langkah kita buat mencapai perubahan akan lebih sulit atau terhambat.

Pemenuhan Kebutuhan Hidup

Maslow merumuskan kebutuhan hayati sebagai strata anak tangga, yaitu : (1) kebutuhan fisiologis, (dua) kebutuhan akan rasa aman, (tiga) kebutuhan akan cinta & keterikatan (rasa memiliki-dimiliki), (4) kebutuhan akan penghargaan, dan (lima) kebutuhan akan aktualisasi diri.

Termasuk di dalam kebutuhan fisiologis merupakan aneka macam kebutuhan dasar misalnya makanan, pakaian, udara & loka tinggal. Setelah kebutuhan dasar terpenuhi, maka secara bertahap pemenuhan-pemenuhan kebutuhan-kebutuhan lainnya akan terjadi. Pemenuhan kebutuhan jenis ini sangat penting buat keberlanjutan hidup insan. Misalnya, tanpa pemenuhan kebutuhan pangan yg relatif, insan tidak dapat melanjutkan kehidupan. Kekurangan pemenuhan kebutuhan pangan akan menciptakan insan menjadi kurang gizi, sakit & akhirnya mangkat . Berbeda dengan kebutuhan lain yang pemenuhannya nir terbatas, pemenuhan kebutuhan fisiologis mememiliki batas. Sebagai contoh, jika kita lapar, maka kita memerlukan kuliner. Tetapi selesainya kita makan, kita nir lagi merasa lapar. Kalaupun kita masih ingin makan, yang mendorong bukan lagi kebutuhan fisiologisnya, namun kebutuhan lainnya, contohnya kepuasan makan, variasi makan atau hal lain yg bisa dipenuhi dari proses makan. Demikian jua rasa mengantuk. Jika kita merasa mengantuk, maka tidur akan terasa nikmat & ketika kita bangun, kita akan merasa segar. Sebaliknya apabila kita terlalu poly tidur, maka waktu bangun malah akan terasa pusing atau nir nyaman.

Kebutuhan tingkat yg kedua merupakan kebutuhan akan rasa aman. Rasa aman ini ada yang terkait dengan hal-hal fisik, tetapi terdapat juga yang terkait dengan hal-hal yg non fisik. Terkait dengan kebutuhan fisik, misalnya adalah kita akan lebih sulit buat merasa kondusif bila rumah yang kita tinggali terkena bencana alam. Atau kita tidak merasa pasti apakah stok kuliner kita relatif buat hari ini. Meskipun rasa aman asal dari dalam diri, faktor luar jua bisa ikut mempengaruhinya. Di negara-negara dengan tingkat kriminalitas rendah atau kondisi ekonomi, politik & sosial yang lebih stabil, perasaan aman warganya secara umum tentu lebih tinggi menurut dalam negara-negara dengan taraf kriminalitas tinggi atau syarat ekonomi, politik dan sosial yg nir stabil.

Piramida kebutuhan pada manusia

(sumber: dokumen eksklusif)

Setelah kedua kebutuhan di atas dipenuhi, kebutuhan selanjutnya adalah kebutuhan akan cinta dan keterikatan (perasaan memiliki dan dimiliki). Kebutuhan ini dapat diperoleh antara lain dari keluarga, sahabat dan pasangan.  Ciri-ciri kebutuhan ini terpenuhi adalah perasaan nyaman, diterima dan dicintai. Kebutuhan ini dapat menjelaskan mengapa di negara-negara dengan standar kehidupan yang begitu tinggi, masih ada beberapa orang yang bunuh diri. Padahal di negara-negara tersebut pemenuhan kebutuhan dasar bukan lagi merupakan persoalan dan konflik antar orang hampir tidak ada. Mereka bunuh diri karena merasa kesepian, hidup tidak bermakna, tidak dicintai dan mencintai, merasa merana karena tidak memiliki siapapun di dunia ini.

Kebutuhan akan penghargaan adalah kebutuhan selanjutnya. Kebutuhan ini terkait dengan konsep diri dan harga diri seseorang. Harga diri rendah atau inferiority complex dapat terjadi akibat ketidakseimbangan pemenuhan hirarki kebutuhan. Orang-orang dengan harga diri rendah sering membutuhkan pengakuan dan penghormatan dari orang lain. Namun, penghargaan dari luar tersebut tidak akan dapat membuat seseorang membangun harga diri mereka sampai mereka sendiri dapat menerima siapa diri mereka apa adanya. Jadi yang terpenting di dalam pemenuhan kebutuhan akan penghargaan ini adalah bagaimana kita memberikan penghargaan kepada diri sendiri.

Kebutuhan yang terakhir merupakan kebutuhan buat ekspresi. Aktualisasi diri menunjuk ke pengembangan "ekspresi yg terbaik dari diriku". Bagaimana aku menemukan diriku yang terbaik. Bagaimana diriku yg terbaik itu sanggup ada & memberikan kontribusinya buat dunia.

Persamaan dari keempat kebutuhan yang pertama adalah kebutuhan karena kekurangan (deficiency needs). Semakin tidak terpenuhi, maka kita semakin merasa kekurangan. Jika sudah terpenuhi, maka motivasi untuk mencari pemenuhannya akan berkurang. Sebaliknya, kebutuhan yang kelima, merupakan kebutuhan karena pemenuhan (growth need). Artinya semakin aktualisasi diri kita terpenuhi, kita akan semakin mencarinya.

Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kemandirian dan Perubahan Dunia

Seseorang diklaim semakin mandiri jika dia dapat memenuhi sebanyak mungkin kebutuhan hidupnya tanpa tergantung dari orang lain. Yang dimaksud tidak tergantung pada sini nir berarti mengerjakan semuanya sendiri, namun mampu juga berarti bisa mengakses pemenuhan kebutuhan tadi secara pribadi ataupun nir langsung melalui mekanisme pertukaran. Kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan berarti kita sendiri bertanggung jawab akan pemenuhan kebutuhan tadi. Bertanggung jawab berarti secara sadar melakukan proses pemenuhan kebutuhan tersebut. Diharapkan bahwa, semakin kebutuhan tersebut dapat kita penuhi secara mandiri, maka kesempatan kita melakukan perubahan-perubahan yang kita inginkan akan semakin besar .

Masalahnya, tidak semua aktivis melakukan proses pemenuhan kebutuhan dirinya secara sadar. Sebagian besar bahkan tidak menaruh perhatian pada dirinya  secara memadai. Hidupnya seolah habis untuk perubahan yang diinginkan. Padahal dirinya merupakan aset utama untuk melakukan perubahan tersebut. Tanpa diberi perhatian cukup, mustahil diri kita dapat melakukan proses perubahan dalam jangka panjang.

Ada banyak alasan mengapa para aktivis tidak bisa menaruh perhatian pada dirinya secara memadai. Alasan utama yang paling poly dijumpai merupakan keterbatasan waktu. Roda perubahan berjalan begitu cepat. Ada poly momentum yang harus dikejar. Kejar kini atau hilang kesempatan. Kondisi ini membuat kita terjebak dalam kerja berkepanjangan tanpa saat istirahat yang relatif memadai. Istirahat relatif merupakan kebutuhan fisiologis, yang merupakan semakin tidak dipenuhi maka akan terasa semakin kekurangan. Saya menemukan banyak aktivis makan serampangan, kurang gizi & akhirnya mengidap aneka macam macam penyakit. Yang lebih sering lagi, banyak sekali aktivis yang tidak mengakibatkan olah raga sebagai bagian hidupnya. Padahal gerak atau olah raga jua adalah kebutuhan dasar yg membuat kita menjadi sehat. Apabila kita nir sehat, maka kemampuan kita buat mengejar impian-impian kita akan perubahan dunia pun akan berkurang.

Olahraga buat kesehatan, mencapai terpenuhinya kebutuhan fisiologis.

(asal: dokumen KAIL)

Alasan kedua adalah "karena tidak ada orang lain yang dapat mengerjakannya maka sayalah yang  harus mengerjakannya". Kalau pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang saya sukai dan penting untuk tujuan hidup saya mungkin tidak apa-apa. Tetapi jika pekerjaan tersebut sebetulnya bukan merupakan pekerjaan yang saya sukai, mungkin akan jadi masalah. Apalagi kalau pekerjaan itu sebetulnya bukanlah pekerjaan yang penting untuk tujuan hidup saya. Apalagi kalau saya sebetulnya sudah punya sekian banyak pekerjaan yang belum saya selesaikan di komitmen sebelumnya. Apalagi jika kita (terpaksa) mengambil pilihan tersebut hanya karena orang lain tidak ada yang mengambilnya, maka kita sebetulnya tidak secara mandiri mengambil pilihan tersebut. Termasuk apabila kita disuruh atau diminta orang lain padahal kita sebetulnya keberatan atau tidak suka; tetapi tidak kuasa menolak dan akhirnya mengiyakan. Semua itu adalah bukti-bukti ketidakmandirian kita. Apalagi setelah itu kita misuh-misuh di belakang atau menyesal atau merasa terpaksa mengerjakannya. Itu artinya tingkat kemandirian kita lebih rendah lagi. Apapun alasannya, komitmen semacam itu pastilah akan menghabiskan energi diri dan (kemungkinan juga) teman kerja kita.

Dalam situasi pada atas, kita menciptakan diri kita berada dalam situasi pada mana pemenuhan kebutuhan & pula virtual akan perubahan sulit terjadi. Pertama, untuk melakukan setiap pekerjaan diperlukan waktu. Apabila ketika kita habis buat hal-hal yang tidak kita sukai atau nir krusial buat hidup kita, maka saat kita buat melakukan pekerjaan-pekerjaan terpenting buat perubahan yg kita inginkan tentu akan berkurang. Ini tentu akan mengurangi efektivitas kita sebagai aktivis. Selain itu, kita akan kehilangan kesempatan buat melakukan hal-hal buat pemenuhan aktualisasi diri kita. Kedua, waktu kita (terpaksa) mengambil pekerjaan yg tidak kita sukai, maka sebetulnya kita membuat diri kita sendiri berada pada posisi nir kondusif. Melakukan hal yg demikian terhadap diri sendiri, berarti kita nir relatif menyayangi, menghargai dan menghormati diri kita sendiri. Apabila kita sendiri nir melakukannya buat diri sendiri, bagaimana kita sanggup berharap orang lain dapat melakukannya buat kita? Apabila kita tidak secara jujur menolak pekerjaan/peran yg tidak kita sukai, bagaimana orang lain tahu? Kalau kita sendiri mengabaikan kenyataan dalam diri kita tersebut, bagaimana kita berharap orang lain akan mengetahuinya & mendukung kita?

Berkarya menggunakan kain perca, galat satu bentuk ekspresi.

(asal: dokumen KAIL)

Alasan ketiga mengapa kita tidak memenuhi kebutuhan hidup kita adalah karena kita tidak menyadarinya. Untuk itu, dibutuhkan kesadaran diri. Ada banyak cara untuk memperluas kesadaran diri. Ada yang mengikuti kegiatan spiritual dan keagamaan. Ada yang melakukan meditasi secara rutin. Ada yang melakukan proses konseling. Ada  yang mengikuti kegiatan-kegiatan khusus untuk meningkatkan kesadaran. Ada yang membaca berbagai buku tentang pengembangan diri. Apapun cara yang dipilih, pastikan bahwa cara tersebut nyaman untuk Anda.

Kesadaran diri merupakan pengetahuan & penerimaan akan syarat kita apa adanya. Tanpa penerimaan, pencerahan diri bagaikan mesin peneror dari dalam jurang kedalaman diri kita. Tanpa penerimaan, yg akan terjadi adalah proses penolakan. Kadang-kadang keluar pada bentuk menyalahkan pihak lain ataupun keadaan & bahkan Tuhan. Kita menduga diri kita adalah korban. Korban orang lain dan korban keadaan. Memposisikan diri misalnya itu hanya memberitahuakn betapa lemah & tidak mandirinya kita. Di pada situasi semacam itu, sebetulnya penolakan terutama bukan kepada orang lain atau situasi (sanggup jadi keduanya malah nir terpengaruh sang pandangan kita), tetapi penolakan terbesar sebetulnya terjadi dalam diri kita sendiri. Hal itu hanya menerangkan bahwa kita tidak mampu merogoh tanggung jawab yg memadai buat menjalani hidup kita. Dan karenanya kita tidak merasa postif terhadap diri kita.

Penerimaan membutuhkan keikhlasan. Keikhlasan artinya, secara sadar bertanggung jawab mengambil pilihan. Bertanggung jawab dalam mengambil pilihan berarti tidak ada misuh-misuh atau penyesalan di kemudian hari atau di dalam hati. Keikhlasan berarti mengambil tanggung jawab dengan bangga dan bahagia. Keikhlasan berarti kita mengambil keputusan dengan rasa aman. Hal ini akan menunjukkan bahwa kita menghormati diri sendiri, kapasitas diri sendiri, serta mengekspresikan nilai nilai yang kita  perjuangkan, dan menjadi bagian dari aktualisasi diri kita. Secara tidak langsung, hal ini akan memastikan pemenuhan berbagai kebutuhan kita. Dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut, peluang untuk mencapai impian-impian kita akan lebih mudah tercapai.

Pilihan sikap pada bertindak

Melakukan pemenuhan kebutuhan diri sendiri di tengah hiruk pikuknya perjuangan mungkin terasa egois. Banyak berdasarkan kita dididik buat selalu mendahulukan orang lain, apalagi mereka yang lebih lemah. Saya percaya nilai tadi baik, tetapi caranya bukan dengan mengorbankan diri sendiri dan apalagi sampai akhirnya merasa sebagai korban orang lain atau keadaan. Ingat prosedur keselamatan penerbangan? Dalam syarat darurat, kita perlu memasang masker oksigen buat diri sendiri dulu, baru menolong anak kita yang masih kecil, bukan sebaliknya. Kalau kita tidak selamat, kita nir dapat menyelamatkan anak kita.

Bumi waktu ini pada syarat darurat dan taraf daruratnya makin bertambah dari ketika ke ketika. Terjadi eskalasi masalah pada aneka macam bidang kehidupan. Dibutuhkan perubahan-perubahan pada banyak lini kehidupan. Semua itu membutuhkan kecerdasan, bukan sekedar melakukan hal yg sama berulang-ulang hingga kelelahan dengan output minimal.

Kecerdasan membutuhkan kewarasan. Pengalaman saya, aku akan bisa berpikir & bertindak lebih waras, minimal ketika aku sehat dan bahagia, tidak lapar atau kurang tidur atau vertigo aku kambuh karena kelelahan. Ini adalah, bila saya mengabaikan pemenuhan kebutuhan fisiologis aku sendiri berarti aku mengorbankan kewarasan aku dan peluang aku buat menyelesaikan aneka macam masalah krusial di global ini menggunakan cerdas. Ini berarti sebuah kehilangan akbar di dalam sejarah perkembangan peradaban.

Pada akhirnya, seluruh itu akan berpulang dalam diri kita, pilihan apa yg kita ambil.

Referensi:

https://www.Simplypsychology.Org/simplypsychology.Org-Maslows-Hierarchy-of-Needs.Pdf

https://en.Wikipedia.Org/wiki/Maslow's_hierarchy_of_needs

Cloud Hosting Indonesia